“Kalau tidak, kamu mau apa? Aku cuma mau tahu di mana Deryl berada, aku tahu kalau dia terlibat dalam beberapa kejahatan yang Vita alami!”“Jangan bicara sembarangan kamu! Deryl dan Vita sudah tidak ada hubungan lagi, jadi jangan seenaknya mengaitkan masalah Vita sama suami aku!” tegur Yura dengan nada tidak suka.Siska tidak kehilangan akal, dia mencari-cari sesuatu di ponselnya dan kemudian menunjukkan layar itu tepat di depan mata Yura.“Mau kalau ini aku sebarkan dan wajahmu jadi terkenal?”Yura terbelalak ketika Siska menunjukkan foto lawas Kavita dengan Deryl yang saat itu masih jadi suami istri. Setelah itu Siska juga menunjukkan foto Yura dan Deryl yang berpose mesra.“Apa yang akan kamu lakukan dengan foto itu?” tanya Yura tajam. “Memfitnah aku?”Siska tersenyum lebar.“Siapa bilang aku mau memfitnah kamu? Aku justru mau menyuarakan kebenaran, kalau kamu itu adalah pengambil suami orang ....”“Kalau ngomong hati-hati ya? Aku sama Deryl menikah, bukan selingkuh. Sejak
“Lama tidak bertemu!” Kavita dan Siska berpelukan erat, sementara suami mereka memilih untuk bicara di taman depan.“Tidak ada kemajuan?” “Belum Zra, entahlah ... si Yura berbelit, Deryl sendiri juga tidak terlacak.”Ezra berpikir keras. “Seperti ada seseorang yang sengaja melindunginya kan?”“Aku tahu siapa yang kamu maksud, tapi kita tidak punya bukti.” “Tidak ada cara lain, mungkin kali ini aku harus menggunakan jasa pembunuh bayaran.”“Apa kamu bilang?”Ezra hanya mengangkat bahunya.“Jangan sembrono, tidak ada manfaat kalau kamu menghabisi dia. Kita jadi tidak tahu motif di balik penyerangan Kavita kemarin, itu yang kamu mau?”“Aku sudah bisa menebak, bukan hal yang mustahil kalau Shadan punya banyak orang yang satu frekuensi sama dia. Apalagi Deryl adalah mantan suami Kavita, wajar-wajar saja kalau mereka berdua saling kerja sama untuk menyerang Kavita kan?”Pasha menggeleng tegas. “Kali ini aku tidak sependapat sama kamu, Zra. Dari ucapan kamu tadi, seakan-akan Sha
“Kamu mau saya lepas kendali lagi?”Kavita menyipitkan matanya. “Seperti malam itu? Apa artinya kamu sedang mabuk?”“Saya ...” Ezra terpaku, mengingat kembali saat di mana dia begitu menginginkan Kavita setelah sekian lama dia memendam gairah itu seorang diri.“Kamu seperti bukan kamu yang biasanya,” ucap Kavita sembari membetulkan bagian bawah piyama tidurnya. “Saya makan dan minum di tempat acara, setelah itu ... saya tidak terlalu ingat.” Ezra melanjutkan. “Paginya saya sudah menemukan kamu tergeletak di kamar sebelah ....”Kavita memejamkan matanya, gara-gara kekhilafan Ezra itulah dia jadi mengandung sebelum waktunya dan hal itu menimbulkan spekulasi buruk berdasarkan pemeriksaan dokter.Keesokan harinya, Kavita ikut Ezra ke kantor polisi bersama Siska dan Pasha.“Aku sudah tidak sabar mau lihat ekspresi wajah Yura saat bertemu kamu,” bisik Siska yang duduk di bangku belakang bersama Kavita.“Pasti cantik sekali dia, makanya Deryl sampai jatuh cinta.”“Bagiku pelakor ti
Ezra yang tidak puas dengan jawaban Kavita, lantas menatapnya curiga.“Harus ya dengan cara mengungkit-ungkit masa lalu saat kamu masih jadi istri Deryl?” Kavita terdiam sesaat. “Itu bagian dari cara saya untuk ....”“Untuk mengenang Deryl?”“Tidak sama sekali, tadi itu untuk memprovokasi Yura saja. Masalahnya saya tidak percaya kalau dia bilang tidak tahu di mana Deryl bekerja. Kelihatan sekali kalau dia sengaja menutupi keberadaan suaminya itu, makanya saya sengaja bikin dia panas.”Jawaban Kavita—entah hanya sandiwara atau bukan, faktanya tetap saja membuat Ezra tampak tidak senang.Kavita yang merasa bahwa apa yang dilakukannya tidaklah merupakan sebuah kesalahan, langsung pergi untuk mengganti pakaian dengan yang lebih santai.“Mau ganti baju sekalian?” Kavita menawari ketika dia sudah muncul kembali. Ezra menggeleng. “Jadi bagaimana akhir dari provokasi kamu terhadap Yura tadi? Jadi mencari keberadaan Deryl?”Kavita langsung menghentikan gerakan tangannya yang sedang
“Kita bisa pakai pengaman kalau kamu mau.”“Tidak!” Ezra tersenyum samar, meski hanya dua detik saja. Sampai kemudian ....“Argh!” Rintihan pelan lolos dari bibir Ezra ketika Kavita menghantamkan lutut ke pahanya.“Kamu ...” Ezra refleks melepas Kavita, lalu dia terhuyung ke arah sofa.“Tidak semua perempuan itu lemah, Pak Ezra Danadyaksa.” Kavita mengingatkan, setelah itu dia cepat-cepat pergi dari kamar Ezra dengan membanting pintunya keras-keras.Ezra sengaja mengalah karena sejujurnya dia tidak serius ingin mengajak Kavita berhubungan menggunakan pengaman. Dia masih sanggup memendam gairah itu untuk sementara waktu, sampai dokter menyatakan kondisi Kavita sudah betul-betul aman untuk melakukan kewajiban sebagai pasangan.Ketika saat itu tiba, Ezra tidak akan berbelas kasih dan bersiap untuk menuntaskan seluruh gairah yang selama ini terpendam begitu lama.Waktu terus bergulir, Shadan yang sudah sejak lama menunggu-nunggu aksi balasan dari Ezra, kini harus gigit jari karen
“Uangnya kan nggak bohong, makanya kita bisa tinggal di rumah bagus dan makan yang enak-enak.” Karin menyeletuk. “Aku juga penasaran, sebetulnya Kak Deryl itu kerja apa?”“Jangan-jangan Deryl jualan obat terlarang?”Karin dan ibunya langsung terbelalak.“Ya nggak mungkinlah, Kak!”“Yura, tolong jangan bicara macam-macam tentang suami kamu.”Yura melengos.“Terus kenapa dia tidak pulang sampai berbulan-bulan begini?” katanya. “Aku sebenarnya tidak masalah asal uang mengalir lancar, tapi lama-lama siapa sih yang tidak curiga kalau polisi saja sampai menginterogasi aku berhari-hari?”Ibu Deryl terdiam.“Ya mungkin ... ini cuma salah paham saja,” katanya terbata.“Kalau betul salah paham, kenapa sampai sekarang Deryl tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali? Ini bukan masalah sepele, Bu! Pasti ada hal kriminal yang mungkin saja Deryl lakukan ....”“Jangan sembarangan bicara dong, Kak!” sela Karin tidak terima.“Siapa yang bicara sembarangan? Kamu tahu tidak siapa yang per
“Kenapa kamu sangat yakin kalau Deryl terlibat dalam kejadian penusukan itu?” “Karena dia memiliki motif, dendam misalnya. Dan sialnya, dia pernah bekerja jadi sopir Shadan, orang yang memiliki motif dendam terhadap saya. Sedangkan di sisi lain, kamu adalah istri saya.” Ezra menjelaskan. “Mereka memiliki motif untuk melakukan hal itu, meskipun belum seratus persen terbukti.” Kavita terdiam cukup lama mendengar penjelasan Ezra, dia ingat betul bagaimana ekspresi wajah Shadan saat mendengar nama suaminya disebut. “Apa yang kamu pikirkan?” tanya Ezra. “Saya ... menurut saya, tidak heran kalau Shadan terlibat juga, atau merekrut Deryl untuk sesuatu seperti ini. Karena saya menyaksikan sendiri sebenci apa Shadan terhadap kamu, saya bisa lihat dari sorot matanya.” Kavita menjelaskan. “Begitulah, dia memang membenci saya. Tidak Cuma dia, hampir seluruh anggota keluarga Danadyaksa berpendapat kalau saya pantas mendapatkan kebencian sebesar itu.” “Tapi kamu tidak bersalah sama sekali!” sa
“Kamu kirim saja lokasi terbaru kamu ke ponsel saya, setelah itu nonaktifkan nomor itu dan hapus riwayat percakapannya.” Shadan memerintah. “Aku akan kirimkan uang dan juga orang untuk terus mengawal posisi kalian sampai titik teraman.” “Terima kasih, Pak. Saya tunggu ....” “Ingat, langsung nonaktifkan nomor ini sekarang juga!” “Siap, Pak!” Shadan nyaris membanting ponselnya di atas meja. “Merepotkan saja, aku kira kasus ini mulai terkubur dalam-dalam ....” Shadan mengacak rambutnya. Tidak, dia tidak boleh kalah. Ini baru permulaan, sebelum nantinya dia dan Ezra akan berhadapan satu lawan satu jika waktunya tiba. Ketika tiba di rumah, Shadan heran karena mendapati ibunya sedang terduduk lesu di sofa ruang keluarga. “Bu, ayah mana?” “Keluar lagi, entahlah ....” Shadan duduk dan menatap ibunya lebih jelas. “Kenapa Ibu tidak kelihatan senang? Memangnya Ayah keluar sama siapa? Bukan rekan kerja perempuan kan?” Mervia menggeleng, lalu menceritakan percakapannya dengan Endrawan sa
Sebagai ayah pun dia sudah berusaha untuk tidak menghujat takdir yang menimpa putri mereka. “Divta sayang, kamu melamun?”Kavita menunduk dan mendaratkan kecupan di atas kening putrinya yang berbaring di sampingnya.Kepada Divtara sedikit miring ke kanan meskipun Kavita sudah sering membetulkannya dengan perlahan.Setiap kali melihat paras cantik putrinya itu, hati Kavita teriris perih. Dia memiliki kekhawatiran tersendiri tentang masa depan Divtara, terlebih jika sang anak tampil di depan umum.“Ibu sayang kamu, kita hadapi sama-sama ya?” bisik Kavita dengan penuh cinta. Tangan kecil Divtara bergerak-gerak, dan Kavita lantas menghujaninya dengan ciuman bertubi-tubi di pipinya yang menggemaskan.“Anaknya Siska sudah sebesar apa, ya?” gumam Kavita setelah dia selesai menyusui anaknya.“Sebenarnya kapan hari itu Pasha menelepon, dia bilang kalau Siska ingin datang berkunjung.” Ezra memberi tahu. “Tapi aku bilang kalau kamu masih baby blues, jadi belum bisa menerima kunjungan u
“Bisa jadi penyebabnya karena belum bisa menerima kehadiran si kecil sepenuhnya ....” “Tidak, Dok. Kemarin-kemarin istri saya masih bersikap normal dan tetap memperlakukan putri kami dengan baik.” Dokter Amel berpikir sebentar. “Meskipun tidak semua ibu yang baru saja melahirkan mengalaminya, tapi kemungkinan baby blues bisa terjadi, Pak.” “Lalu bagaimana cara mengatasinya, Dok?” “Peran Bapak sangat penting untuk menjaga kestabilan mental Bu Kavita yang baru saja melahirkan, jangan biarkan istri Bapak merasa bersalah terkait dengan kondisi putrinya ....” Ezra mendengarkan penjelasan Dokter Amel dengan saksama. Kavita berubah menjadi pendiam sejak keributan yang terjadi di rumah sakit, Ezra sempat khawatir jika dia akan bersikap tak acuh terhadap putri mereka. Namun, ternyata dugaan buruk Ezra sama sekali tidak terbukti. Kavita tetap memperhatikan bayi mereka dengan penuh kasih sayang, sama sekali tidak terlihat mencurigakan. “Istirahatlah sebentar, kita gantian.” Ezra mengusap
“Dasar istri tidak berguna, ibu yang melahirkan anak cacat sama sekali tidak pantas untuk menyentuh kulitku!” Wajah Kavita terasa perih, tapi itu belum apa-apa jika dibandingkan dengan pedihnya hati akibat kata-kata kejam Yura. “Masih saja kamu mengusik hidupku, apa mau kamu sebenarnya?” bisik Kavita supaya putri kecilnya tidak terbangun karena suara pertengkaran yang tidak semestinya. “Mauku? Aku mau membuat hidup kamu hancur, seperti kamu menghancurkan hidup aku sama Deryl!” Kavita terperangah. “Lihat saja, kamu pasti akan diceraikan suami kamu. Atau ... setidaknya kamu pasti akan diduakan karena anak cacat kalian tidak akan bisa jadi kebanggaan orang tua.” “Tutup mulutmu!” desis Kavita dengan tangan terkepal. “Kamu pikir Pak Ezra akan tahan melihat keturunannya yang cacat?” “Jangan sebut anakku cacat!” “Lalu apa? Tak sempurna?” ejek Yura sinis. “Persiapkan saja diri kamu, Vit. Aku akan menjadi wanita kedua suami kamu dan memberikan keturunan berkualitas untuknya, aku akan m
Kavita meremas kedua tangannya ketika Ezra berlalu pergi dari hadapannya. Seorang perawat masuk sambil mendorong kereta bayi diikuti Ezra yang berjalan di belakangnya. Kavita bangun dan dengan susah payah duduk di tepi ranjang saat perawat itu semakin dekat. “Ini bayinya, Bu. Perempuan,” kata perawat itu sembari mengangkat seorang bayi yang dibungkus rapat dengan selimut dan memberikannya kepada Kavita. “Perempuan ya, Sus?” “Betul Bu, perempuan.” Kavita dan Ezra saling pandang, sementara perawat itu membantu membetulkan letak perlekatan antara ibu dan bayinya. “Coba disusui bayinya dulu, Bu.” “Baik, Sus.” Sampai di titik ini, Kavita tidak melihat ada yang aneh dengan putrinya. Bayi itu menyesap air susunya dengan perlahan, sementara matanya terpejam rapat. “Sebenarnya ... keistimewaan apa yang kamu maksud?” tanya Kavita ingin tahu selagi putri mereka masih menyusu, sementara perawat tadi sudah pergi. “Dokter bilang kalau keistimewaan yang tentunya berbeda dengan bayi kebanya
“Tidak apa-apa, Ad. Cepat sedikit,” pinta Kavita dengan wajah pias. Rasa sakit di perutnya berangsur reda, sehingga dia bisa duduk dengan tenang sementara mobil yang dikemudikan Adya melaju ke kantor Ezra. Bos pemilik Dyaksa Company itu nyaris berlari dan melompat ke dalam mobil ketika Tantri memberi tahu bahwa Adya akan mengantar Kavita ke rumah sakit. “Kamu kenapa? Sudah mau melahirkan sekarang?” tanya Ezra buru-buru sambil mengusap kening Kavita yang berkeringat. “Tidak tahu, tapi ... perut ini sudah sakit ....” “Adya, bisa kamu ngebut sedikit?” Ezra menoleh ke arah Adya yang sedang fokus mengemudi. “Bisa Pak, saya usahakan!” Ezra kembali menoleh ke arah Kavita yang memejamkan mata karena menahan rasa sakit yang sesekali timbul. Tangan Ezra diremas dengan kuat setiap kali Kavita merasakan sakit yang teramat sangat. “Kamu bertahan dulu ....” “Ini sakit sekali, aku ... mau cepat melahirkan ....” “Tunggu sebentar, kita akan sampai rumah sakit.” Ezra mengusap-usap perut buncit
Kavita mengangguk paham. “Tidak apa-apa Dok, yang penting sehat dan tidak berisiko seperti kemarin.” “Kita akan memantau bersama-sama, jangan lupa untuk tetap mengonsumsi makanan bergizi dan vitamin yang saya resepkan.” Ezra tidak berkata apa-apa dan hanya menyimak percakapan yang berlangsung antara dokter dengan Kavita. “Mau mampir ke mana?” tanya Ezra sambil melirik Kavita yang sedang mengunyah roti. “Ke rumah Pak Pasha, aku mau bertemu Siska. Sudah terlalu malam belum?” “Aku akan telepon Pasha sebentar,” sahut Ezra sementara Kavita menunggu dengan antusias. Itu karena dia sudah lama tidak bertemu Siska yang sama-sama sedang mengandung buah hati. “Pasha bilang kalau Siska belum tidur, jadi kita masih bisa mampir sebentar.” Ezra memberi tahu. “Kalau begitu, ayo.” Kavita menyimpan kembali rotinya dan meraih sebotol air mineral untuk melicinkan tenggorokannya. Setibanya di rumah Pasha, Siska menyambut kedatangan Kavita dengan senyum merekah di bibirnya. Mereka berdua berpelukan
“Aku tidak jijik,” katanya sambil memeluk Kavita erat. Pada awalnya Kavita enggan menanggapi, tapi pelukan Ezra yang hangat dan nyaman tak urung membuatnya bahagia sehingga dia balas memeluk dengan erat. “Besok aku akan kerja lagi untuk kalian ....” “Kalian?” “Kamu dan calon anak kita.” Kavita melepaskan diri dari pelukan Ezra. “Kaki kamu bagaimana?” “Kamu lihat kan kalau aku sudah bisa berjalan? Tinggal masa pemulihan saja sambil beraktivitas normal seperti biasa, jadi aku akan secepatnya kerja. Kasihan juga Pasha karena harus membagi fokusnya di dua tempat,” ujar Ezra panjang lebar. Dua bulan kemudian .... “Bagaimana hasilnya, Dokter?” “Istri Anda positif hamil, Pak. Saya ucapkan selamat!” Sepasang suami istri itu saling tatap. “Dugaan aku benar kan, Mon? Kamu itu hamil, aku lega sekali.” Monic berdecak, dia sendiri tidak mengerti kenapa dirinya justru merasakan enggan berbahagia dengan kabar gembira ini. “Aku sempat takut kamu tidak bisa hamil lagi setelah
Mata Ezra mengintip sedikit. “Itu pakai urine?” “Iya ....” “Jorok sekali, singkirkan sana.” Kavita memukul bahu Ezra karena tidak terima dengan komentarnya. “Perkembangan kaki kamu bagaimana, Zra?” tanya Miranti ketika Ezra muncul di kamarnya. “Sudah jauh lebih baik, Nek. Meskipun aku belum bisa berlari, setidaknya sudah bisa berjalan dan tidak perlu kursi roda lagi.” “Syukurlah ... Oh ya, kapan itu kamu teriak-teriak kenapa? Nenek sudah tanya Rita, katanya Kavita pingsan karena kelelahan ....” Ezra mengangguk pelan, dia ingat bahwa dirinya belum memberi tahu kabar kehamilan Kavita kepada Miranti. Baru juga dia akan bercerita, dari sudut matanya Ezra melihat Kavita yang keluar dari kamar dan berjalan menuruni tangga. “Kavita sepertinya mau pergi, Nek. Nanti saja aku cerita!” pamit Ezra sambil berlalu meninggalkan kamar Miranti untuk menyusul kepergian istrinya. Ketika menuruni tangga, Ezra tidak ingin bertindak ceroboh dengan memaksakan kakinya untuk melangkah terburu-buru.
“Rita, aku seperti mendengar sesuatu.” Miranti menatap wanita yang sudah merawatnya bertahun-tahun itu. “Saya tidak dengar apa-apa, Nyonya.” “Rita, cepat ke sini!” Miranti langsung menggoyang lengan Rita. “Itu suara Ezra!” Atas desakan Miranti yang begitu khawatir terhadap cucunya, Rita cepat-cepat berlari menuju kamar Ezra. “Maaf, Pak Ezra ... Ada apa?” “Kavita pingsan, saya tidak tahu apa yang terjadi ....” Rita buru-buru mendekati Kavita yang tergeletak di lantai kamar Ezra, dia berusaha membangunkannya dengan mengguncang bahu dan pipi Kavita bergantian. “Vita, bangun. Vita?” Ezra hanya menyaksikan bagaimana Rita masih berjuang untuk membangunkan Kavita. “Apa dia masih bernapas?” tanya Ezra ragu. Rita mendongak. “Tentu saja, Pak. Mungkin Vita kelelahan atau kurang istirahat ....” Ezra menyipitkan mata, sikap abainya sedikit terbentuk gara-gara melihat Kavita bersama Adya di dapur tadi. Egois? Memang. Rita meminta izin Ezra untuk mencari botol minyak kay