Di dalam ruangan Juragan Wildan yang berada di lantai dua, Ayuna yang saat itu sedang menatap keluar jendela, melihat Jaka yang baru saja sampai diparkiran.'Akhirnya dia datang juga,' batin gadis itu. Ya, Ayuna memang menunggu kedatangan Jaka. Ada rasa tidak rela dihatinya, saat melihat Jaka pergi bersama dengan kekasihnya Indah."Kamu melihat apa Nak?" Juragan Wildan yang saat itu baru menyelesaikan tugasnya, langsung berdiri, dan melangkah mendekati Ayuna,yang saat itu terus menatap ke arah luar jendela."Sepertinya di luar ada sesuatu yang menarik, hingga kamu tidak mengalihkan pandanganmu sama sekali," sambung Juragan Wildan. Lelaki paruh baya itu kini sudah berada di samping Ayuna, matanya ikut melihat ke arah pandang putrinya. Namun lagi-lagi pertanyaan itu hanya bagai angin lalu."Nak, apakah ayah harus melamarkan nya untukmu?" Pertanyaan Juragan Wildan langsung membuat Ayuna tersentak. Dan mengalihkan pandangannya ke arah sang ayah."Ayah bicara apa? Me-melamar siapa maksud A
Feri menatap wajah Uut dengan penuh tanda tanya, lelaki itu menatap lekat mata wanita itu, untuk mencari kebohongan dimatanya. Feri masih belum bisa mencerna maksud dari ucapan istri dari pamannya tersebut."Bi, maksud Bibi apa?" tanya Feri."Bukannya kamu sudah mendengarnya tadi? Tadi itu bibi bilang, kalau bibi suka sama kamu," Uut kembali mengulang ucapannya."Tapi kenapa bibi bisa menyukaiku? Bukankah bibi sudah punya paman Joko?" tanya Feri, ada kegelisahan didalam kalimat lelaki itu."Loh, kamu ini aneh sekali sih, masa kalau kita suka sama seseorang butuh alasan sih," ucap Uut sedikit heran.Feri masih diam, bingung bagai mana caranya harus menanggapi Uut."Ha ha ha ... Ya ampun Feri, lucu sekali wajahmu itu," Uut tertawa, sambil tangannya sesekali menutup mulutnya yang masih tertawa dengan lebar. Sedangkan Feri sendiri merasa heran, entah apa yang lucu, hingga membuat wanita yang ada di depannya itu tertawa begitu lebar."Bi Uut kenapa tertawa? Apanya yang lucu?" Feri tampak s
"Sayang, kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Feri setelah sampai di depan istrinya."Seharusnya kamu mikir sendiri, coba lihat ponsel kamu sini!" Lola yang sedikit geram langsung meminta handphone milik suaminya."Handphone?" beo Feri."Iya, handphone. Mana handphone nya?" tanya Lola, tangannya menengadah di depan wajah Feri. " Aku itu sejak tadi khawatir tahu sama kamu, aku hubungi juga tidak kamu angkat. Coba kamu lihat ponselmu itu, pasti banyak panggilan dari aku yang kamu abaikan," ucap Lola dengan wajah kesalnya."Tunggu sebentar," ucap Feri. Lelaki itu merogoh saku celananya untuk mencari keberadaan ponselnya, namun sepertinya tidak ada di sana. Lalu ia kembali mencari di dalam tas kecil miliknya yang masih melekat di tubuhnya."Kok tidak ada ya, apa terjatuh," gumam Feri, namun masih terdengar oleh sang istri."Maksud kamu, ponselnya hilang?" tanya Lola memastikan."Entahlah Sayang, tapi memang tidak ada padaku," jelas Feri lagi. Lelaki itu masih mencoba mencari di dalam
Ayuna menatap sahabatnya, gadis itu masih menunggu kelanjutan dari pembahasan yang membuatnya sempat terkejut sekaligus tidak percaya."Kamu mau tahu apa bukti yang aku dapatkan Ay?" tanya Lola sambil menatap wajah sahabatnya. Ayuna menganggukan kepalanya dengan cepat, karena merasa sangat penasaran dengan bukti yang Lola maksud tersebut. Terlihat Lola menghela nafasnya, setelah cukup lama diam, wanita itu kembali bersuara. "Sewaktu aku berkunjung ke rumah Paman Joko dan Bi Uut, aku sempat melihat ada Poto Feri di laci lemari pakaiannya," ucap Lola."Hah? Gimana- gimana?" tanya Ayuna yang masih looding."Waktu itu, tidak sengaja baju aku basah, karena tertimpa minuman, terus Bi Uut meminjamkan aku pakaian miliknya, dan kebetulan juga, dia yang menyuruhku untuk mengambilnya di dalam lemari yang ada di kamarnya, awalnya aku menolak karena merasa tidak enak, namun Paman Joko meyakinkanku, hingga akhirnya aku mau tidak mau menurutinya, karena tidak enak juga memakai pakaian yang basah,"
Saat ini Ayuna sudah berada di atas motor tua milik Jaka, sepanjang perjalanan gadis itu hanya diam, bahkan rona di wajahnya terlihat masih tampak, karena merasa malu dengan pertanyaan yang sempat Jaka tanyakan padanya. Untung saja saat itu dirinya bisa berdalih, jika debaran jantungnya tadi karena ia masih merasa syok dengan kejadian yang ia alami, dan saat itu Jaka langsung mempercayainya. Namun meskipun begitu, Ayuna tetap saja masih tidak bisa mengkondisikan jantungnya saat ini. Entah kenapa, berdekatan dengan Jaka dengan jarak sedekat ini, membuat tubuhnya bereaksi, ada sesuatu yang aneh dalam diri gadis itu, hingga membuatnya sedikit gelisah.Jaka melihat raut wajah Ayuna dari kaca spion, sepertinya gadis itu sedang meringis menahan rasa sakit dipergelangan kakinya. "Neng Ayuna apakah sakit sekali?" tanya Jaka, matanya masih menatap dari kaca spion motor miliknya."Iya, rasanya sedikit ngilu," jawab Ayuna. Gadis itu membalas tatapan Jaka dari kaca spion, lalu mencoba tersenyum ,
Ayuna dan Jaka masih berada didalam satu kamar, setelah membantu Ayuna dan memastikan keadaan kakinya yang terluka dalam keadaan yang baik, Jaka langsung berpamitan, pemuda itu mengatakan jika dirinya akan menjemput bidan desa yang sering menangani orang sakit, dikampung tersebut."Jaka apa kamu sungguh akan meninggalkan aku sendirian di sini dalam keadaan seperti ini?" ucap Ayuna dengan tatapan sendu."Saya hanya akan memanggilkan bidan, lagi pula sebentar lagi Juragan Wildan akan pulang, bukankah Neng Ayuna sudah mendengar sendiri tadi, begitu khawatirnya beliau saat mengetahui jika putrinya kecelakaan," ucap Jaka. Ayuna memang sudah menghubungi ayahnya, dan memberitahukan tentang kecelakaan yang menimpanya, dan tentu saja Juragan Wildan yang mendengar putrinya kecelakaan menjadi panik dan khawatir, dan tanpa pikir panjang, lelaki paruh baya itu langsung memutuskan sambungan telponnya, untuk melihat keadaan Ayuna langsung."Tetapi aku takut," ucap Ayuna dengan suara lirih."Takut? T
Feri menatap Lola, lelaki tersebut masih menunggu jawaban dari istrinya itu. Entah kenapa belakangan ini feri merasa jika istrinya Lola selalu mencurigai dirinya, memiliki hubungan dengan bibinya sendiri. Ya kalaupun Feri sendiri sempat melihat gelagat aneh dari istri pamannya itu, namun Feri yakin jika Uut tidak mungkin menaruh rasa padanya."Katakan! Apa yang Bi Uut bilang padamu saat kau menemuinya tadi siang, sehingga kau bisa menjadi seperti ini," tanya Feri yang kembali mendesak."Bi Uut memang tidak mengatakan apapun, tetapi entah kenapa aku merasa kalau dia itu menyukaimu Feri, kamu sadar tidak sih? Aku bisa melihat raut wajahnya yang berbeda saat setiap dia membicarakan mu," jelas Lola.Feri menghela nafasnya berat, saat mendengar ucapan sang istri. Meskipun awalnya dirinya juga sempat merasakan hal yang sama seperti yang dikatakan Lola, tapi tetap saja, Feri tetap akan menyangkalnya, tidak perduli jika semua itu memang benar adanya, dia tidak perduli, jika memang istri paman
Juragan Wildan dan Jaka masuk ke dalam kamar, pandangan keduanya langsung tertuju ke arah tempat tidur, di mana saat ini Ayuna berada."Ada apa Nak? Kenapa kamu menjerit?" tanya Juragan Wildan. Lelaki paruh baya itu masih terlihat panik."Sakit Ayah, sepertinya kaki ku ini patah deh," adu Ayuna. Gadis itu memperhatikan bidan desa tersebut yang sedang mengobati kakinya, sebagai mana mestinya.Mendengar ucapan putrinya, pandangan Juragan Wildan langsung tertuju ke arah Bu Anjar, untuk meminta penjelasan, begitu juga dengan Jaka yang terlihat masih penasaran dengan kondisi kaki Ayuna yang sebenarnya."Begini Juragan, setelah saya periksa, sepertinya tulang kaki putri Juragan, saya rasa tidak mengalami masalah yang parah, hanya cidera saja, keseleo, saya akan kasih resep obat, nanti silahkan ditebus," jelas Bu Anjar."Benarkah Bu Anjar? Tapi tadi kenapa dia menjerit?" Bukan Juragan Wildan, namun Jaka lah yang bertanya."Oh, itu tadi karena saya menyentuh bagian yang sakit, yang memar kare