Jam dinding telah menunjukkan pukul 00.30 malam tapi Zidane belum juga kembali.
Liora meringkuk di ranjangnya, berusaha tenang dan berlagak telah tertidur pulas.
Setelah tadi dia berhasil pergi dari sisi Zach dan kembali ke kamar ini, Liora hanya ingin menghapus semua bukti kebersamaannya dengan Zach tadi.
Seharusnya Zach tidak boleh mengetahui, tidak ada satu orang pun yang boleh mengetahui bahwa selama dua bulan pernikahannya, Zidane tidak pernah menyentuhnya selayaknya suami istri.
Padahal, mereka tinggal di bawah satu atap yang sama, bahkan tidur di satu ranjang yang sama.
“Kenapa kau masih perawan, Liora? Katakan padaku!” desak Zach dalam bisiknya dengan miliknya masih tetap berada dalam diri Liora.
Namun suaranya kali ini tidak sinis dan keji seperti sebelumnya lagi. Suara pria itu dipenuhi dengan rasa penasaran yang seperti pusaran air tanpa muara.
Napas dan suara Liora tercekat hingga dia memalingkan wajah, tak sanggup menatap pada manik biru langit yang biasanya merupakan warna favoritnya dari diri Zach.
“Beritahu aku, kenapa dia tidak menyentuhmu selama ini?” tanya Zach lagi dengan nada suaranya yang sudah jauh lebih lunak dari tadi. Bahkan jempolnya kini mengusap lembut wajah Liora, seakan hendak menghapus jejak goresan yang mungkin saja sempat dia gurat di sana.
Ketika dilihatnya Liora tidak membantah, Zach menarik lembut dagu Liora agar wajah cantik itu mengarah padanya. Terlihat butiran kristal bening menggenangi manik keperakan Liora dan itu sukses membuat hati Zach merasa tersayat.
“Aku tidak tahu,” ucap Liora akhirnya. Pelan dan lirih. Setelah itu, wanita berambut panjang berwarna kecoklatan itu kembali mengalihkan tatapannya dari Zach.
Entah mengapa dia merasa malu sekali karena Zach akhirnya mengetahui hal ini. Dia semakin merasa dirinya hanyalah istri pajangan Zidane. Entah apa yang Zidane pikirkan, tapi pria itu memang tak pernah berusaha menyentuhnya.
Bahkan Zidane tak pernah mencumbunya. Ciuman mereka hanya dilakukan di depan altar dan itu adalah wedding kiss.
Ciuman itupun hanya berupa kecupan singkat ujung bibir Zidane pada ujung bibir Liora.
Ujung bibir dengan ujung bibir. Benar-benar ujung.
Masih teringat jelas di benak Liora bahwa dia sempat berpikir Zidane akan menekankan bibir mereka hingga saling melekat dan menempel ... tapi tidak.
Zidane tidak menekan ciuman mereka. Zidane benar-benar hanya menyenggol saja ujung bibir Liora.
Saat itu pun, haruskah Liora senang, atau malah menetaskan pikiran-pikiran mencurigakan tentang Zidane.
“Jangan bilang kalian menikah dengan sebuah perjanjian kontrak?” desak Zach lagi dengan pemikiran tiba-tibanya.
Pernikahan kontrak?
Liora menggeleng pelan. Dia tidak berbohong pada Zach. Pernikahannya dengan Zidane memang tidak memiliki kontrak tertulis, meskipun ajakan menikah dari Zidane lebih terasa seperti transaksi jual beli karena Zidane membeli dirinya sebagai istri, dan dia menerima pembayaran berupa pembayaran total utang warisan dari ayahnya.
Tapi tidak. Pernikahan mereka bukan pernikahan kontrak.
“Lalu kenapa dia tidak menyentuhmu?” tanya Zach lagi yang membuat Liora merasa semakin terdesak.
Ditatapnya pria itu dengan sengit. “Bukankah ini yang kau harapkan, Zach? Kau yang mendapatkan mahkotaku. Bukankah demi ini kau memacariku dengan penuh hormat selama 6 bulan? Sekarang kau sudah mendapatkannya. Kau senang bukan? Bahagia? Puas?”
“Pikiranmu salah, Liora!”
“Salah? Setidaknya kau mendapatkan kali pertamaku. Sedangkan aku ... saat ini aku memang tidak mengerti kenapa Zidane tak pernah menyentuhku. Tapi bukan berarti di masa mendatang dia takkan pernah meminta haknya sebagai suamiku, bukan?
Lalu jika saat itu tiba, apa yang harus kukatakan padanya?”
Zach menatap mata keperakan Liora yang sudah digenangi butiran bening. Mata yang dulu berbinar-binar dan membuat Zach selalu sering memandanginya sambil tersenyum, kini malah meneteskan air mata yang membuat hatinya bagai teriris.
Namun bukan air mata Liora yang membuat hatinya tersayat, melainkan karena kepanikan wanita itu jika suatu hari nanti Zidane meminta haknya sebagai seorang suami.
Liora sampai begitu panik. Setakut itukah Liora mengecewakan Zidane?
Zach menelan lagi kepahitan hatinya seraya berusaha memeluk sisa-sisa diri Liora yang bisa dia miliki malam itu. Dia bergumam menyuarakan isi hatinya.
“Maafkan aku, Liora. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya ... maafkan aku yang lupa diri. Aku begitu marah karena kau menjadi istri adikku.
Aku frustrasi kau menghilang selama ini. Lalu saat aku sudah menyerah mencarimu, ternyata aku malah menemukanmu dengan statusmu yang benar-benar menyakitkan hatiku.
Aku tidak rela, Liora. Sampai kapan pun, aku tidak rela! Seharusnya kau menjadi istriku, Liora!”
Saat itu, giliran Zach yang meneteskan air matanya. Tapi pria itu dengan cepat menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Liora.
Dalam kepedihan hatinya, Zach mencari pelampiasan. Dia terus bergerak hingga hasrat itu menjadi tak tertahankan.
Liora pun tidak jauh berbeda. Sekalipun wanita itu merasa Zach merebut yang tak seharusnya, tapi tubuhnya malah bersekutu dengan hatinya. Liora mengeluskan wajahnya ke pipi Zach, sementara tangannya terus mengelus lengan kekar Zach yang terasa kencang dan liat.
Lalu ketika Zach meloloskan sisa pakaiannya, Liora tidak memprotes lagi. Tubuh itu malah menggeliat lalu mengikuti ritme hentakan Zach dalam dirinya.
Mereka bagai ombak dan karang di pantai, yang memang tercipta untuk saling menerpa dalam kebersamaan.
***
“Lio ... Liora. Sudah pagi. Ayo bangun lalu sarapan.”
Suara Zidane terdengar tiba-tiba membuat Liora mengerjapkan kedua matanya.
Sinar matahari ternyata sudah menerangi kamar yang mereka tempati meskipun kain gorden menutup keseluruhan jendela.
Seharusnya inilah yang menjadi salah satu keindahan alam di negara tropis untuk mereka nikmati selama liburan akhir tahun. Jika biasanya mereka menikmati salju, untuk seminggu ini mereka akan merasakan cerianya akhir tahun dengan curahan sinar matahari yang menghangatkan.
Untuk sesaat memang Liora mengerjap dan menikmati terpaan sinar matahari pagi menghangatkan wajahnya.
Tapi detik berikutnya dia menyadari jika dia telah tertidur semalam selagi meringkuk menunggui Zidane kembali ke kamar. Entah jam berapa pria yang berstatus suaminya itu kembali.
“Kau sudah bangun dari tadi? Kenapa cepat sekali?” tanya Liora yang beranggapan bahwa dia lebih dulu tidur, tapi malah Zidane yang lebih dulu bangun.
“Ya, sepertinya bir yang semalam kuminum membuatku lapar. Jadi aku terbangun lebih pagi. Ayo kau juga bangun. Kita sarapan bersama.”
Saat mengatakan itu, Zidane duduk di pinggiran ranjang sambil menatap Liora. Kedua matanya yang bermanik hijau itu menyorot lembut sedangkan sebelah tangannya terulur menunggu Liora menggapainya.
Belum lagi senyum yang tersungging di wajah Zidane begitu penuh sayang, membuat Liora merasa dadanya sesak terhimpit rasa bersalah.
“Zidane! Liora!” Seruan itu berasal dari Merlyn sepupu Zidane, yang seraya melambaikan tangan pada Zidane. “Ayo sini, kita sarapan bersama!”Liora lantas mengangkat pandangan dan melihat Merlyn menunjuk kursi di hadapannya sebagai tempat untuk mereka duduk.Zidane langsung mengiyakan tapi tatapan Liora memindai seisi restoran.Ada dua tiga meja yang dipakai keluarga Callaghan. Satu meja berisi orang tua Zidane dan para paman dan bibi Zidane. Lalu satu meja lagi sepupu Zidane yang sudah menikah dan memiliki beberapa anak remaja.Satu lagi adalah meja yang ditunjuk Merlyn. Meja ini berisi yang seumuran Liora dan masih menyisakan beberapa kursi kosong terutama di sekitar Merlyn dan yang ditunjuk Merlyn untuk mereka berdua tempati adalah kursi kosong di hadapannya.Diam-diam Liora menghela napas lega. Tidak ada Zach di sana. Dia aman untuk bergabung.“Kau mau makan apa? Katanya menu lokal di sini yang paling enak untuk sarapan adalah nasi goreng.” Zidane bertanya ketika mereka baru saja a
Liora cepat-cepat mengalihkan pandangannya dari Merlyn dan kembali fokus pada makanannya. Mereka makan dengan hanya Merlyn yang banyak berbicara. Kebanyakan percakapan dari Merlyn ditujukan pada Zach, jadi Liora dan Zidane lebih banyak diam. Setelah Liora akhirnya berhasil menghabiskan sandwich dan menenggak habis coffee latte-nya, Liora pun mulai melihat-lihat isi ponselnya. Saat itu, tatapan Zach terarah padanya melihat Liora bermain ponsel. Pikirannya melayang pada nomor Liora yang tiba-tiba tidak bisa dihubunginya tiga bulan lalu. Zach berpikir Liora memblokirnya ataukah dia mengganti nomor? Dia akan menanyakannya pada Liora nanti. Lalu Merlyn mulai bertanya, “Zach, kenapa semalam kau tidak ikut bermain billiard? Padahal semalam sangatlah seru!” Zach menatap Merlyn sekilas lalu menjawab sambil melanjutkan makannya, “Aku masih membereskan beberapa pekerjaan. Kau tahu, sulit bagiku liburan yang benar-benar liburan.” “Nah justru itu, Zach. Kau harus tegas dalam hal ini. Libur
“Mau apa kau di sini, Zach?” bisik Liora dengan kepanikan menerpa dirinya. Dia takut kedatangan Zach ke kamarnya terlihat seseorang.“Ayo ikut aku, Lio,” ucap Zach yang terdengar tidak masuk akal bagi Liora.Setelah semua yang terjadi semalam, Zach malah tiba-tiba datang ke sini di saat yang lainnya sedang pergi, dan memintanya mengikuti dia?Ini sungguh tidak masuk akal. Apa yang diinginkan Zach?Lagipula, kenapa Zach malah di sini, bukannya mengikuti tour bersama keluarganya yang lain?“Ikut ke mana? Aku tidak akan mengikutimu ke mana-mana, Zach! Kita tidak bisa terus bertemu secara rahasia seperti ini. Aku ini istri adikmu, Zach!”Kata-kata Liora seperti kapal yang menghantam karang. Zach seperti teringatkan atas hal yang sangat menyakitkan bagi hatinya.Sorot matanya berubah kelam. Liora tahu, ada perih yang menjalar di sana begitu dalam.Raut Zach seperti itu membuat sesak di hati Liora pun merambat ke atas. Dia tak sanggup memandangi wajah Zach dengan segala sorotnya yang putus a
“Kita sudah di sini, sekarang kau bisa menjelaskan kenapa kau menghilang dari hidupku, lalu menikah dengan Zidane.”Zach mengucapkan itu semua dengan nada dingin. Dia duduk dan menghadapkan pandangannya ke laut.Dibirakannya angin menerpa wajah dan matahari menyengat kulitnya.Sementara itu, di sampingnya Liora harus berusaha keras menahan hatinya untuk terus berdebar setiap ada Zach di dekatnya.Tak bisa Liora pungkiri, rasa itu masih ada. Cinta itu sudah mengendap hingga ke dasar hatinya sehingga tak mungkin bisa lekang hanya dalam waktu tiga bulan.Bahkan seumur hidup sekalipun, Liora yakin rasa hatinya untuk Zach akan terus terpatri di sana, tetap sama, tak berubah.Jika sudah begitu, bagaimana dia bisa meneruskan pernikahannya bersama Zidane setelah ini?“Tidak ada yang perlu dijelaskan, Zach. Semua itu sudah terjadi dan sangat tidak penting. Yang penting adalah fakta saat ini bahwa aku sudah menikah dengan adikmu.”Dari sudut matanya dapat Liora lihat bahwa Zach menoleh dengan ra
Liora kembali ke kamarnya berniat untuk mengurung diri.Harapannya kini hanyalah liburan ini lekas usai. Sayangnya, masih ada lima hari lagi untuk mereka menghabiskan waktu di resort ini. Itu berarti dia masih harus menghadapi Zach dengan segala kemarahannya selama lima hari ke depan.Duduk di depan cermin rias, Liora menatap pipinya yang tergores dan berdarah akibat lemparan Zach tadi.Sedikit perih terasa saat jarinya menyentuh goresan itu. Tapi Liora sanggup menahannya. Dia tahu hati Zach jauh lebih perih dari ini.Selama ini, Liora telah keliru dengan nama belakang Zach. Dia mengira C di nama Zach adalah Corazon, karena Zach menjabat sebagai wakil CEO di perusahaan yang pemegang saham terbesarnya adalah pemilik Corazon Group.Liora mengira Zach adalah putra dari Matt Corazon, sang pemegang saham terbesar Corazon Group.Karena itulah, Liora tak menyangka jika Zach dan Zidane adalah kakak adik.Andai dia tahu dari awal, dia takkan mungkin mau menerima tawaran Zidane tentang pernikaha
Menampilkan sikap tenang di saat hati sedang tidak baik-baik saja adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan.Liora telah melakukannya selama sisa liburan mereka dan itu sangat melelahkan dan menguras emosinya.Di hari terakhir liburan Liora malah merasakan perasaan melankolis saat akan meninggalkan resort.Biar bagaimana pun tempat itu telah menjadi saksi bisu sejarah kebersamaannya dengan Zach di level keintiman yang paling dalam.Ah, tidak seharusnya dia berpikir seperti itu. Itu tidak pantas!Dengan rasa hati frustrasi, Liora duduk di pinggiran kolam. Malam telah larut dan Zidane sudah tertidur sejak pukul 8 malam.Tinggal Liora yang masih berusaha keras mengeratkan kepingan hatinya yang telah terhambur tak beraturan.Di bawah sinar rembulan serta desiran angin malam yang sejuk, Liora mengeluarkan cincin pemberian Zach. Cincin itu disimpannya di dompet. Dan karena dia dan Zidane tidak saling mencampuri barang masing-masing, maka Liora merasa menyimpan cincin pemberian Zach adalah
Liora menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Celine.Selama dia bekerja, tidak pernah dia menginginkan suatu posisi hanya karena atasan yang tampan. Jadi Liora tidak mengerti dengan harapan Celine.Oh, mungkin Celine ingin mendapatkan pria tampan, mapan, dan berjabatan tinggi sebagai suaminya.Ya, kalau itu sih, tidak mengherankan jika Celine begitu berharap bisa menjadi sekretaris pribadi CEO yang baru. Gadis itu mungkin berharap bisa menjerat hati sang CEO tampan agar bisa menjadi suaminya.Liora tidak mau memikirkan itu lagi karena kehidupan pernikahannya sendiri pun begitu pelik.Saat ini dia hanya ingin fokus bekerja agar bisa melupakan Zach. Dia harus melupakan Zach karena Zidane telah banyak berkorban untuknya.Di saat itu pun, Celine seakan tahu apa yang Liora pikirkan sehingga dia menyeletuk, “Ya kau kan sudah sold out makanya sudah tidak perlu tebar pesona ke sana kemari. Berbeda denganku yang masih single ini, hehehe.”Liora hanya tersenyum saja kemudian dengan cepat terh
“Kenapa kau bisa di sini?” seru Liora lirih dengan mata membelalak.“Aku datang untuk menemuimu.”“Menemuiku?”“Iya.”“Untuk apa?” tanya Liora lagi saat alarm di benaknya mulai bekerja.Bukankah Zach yang memutuskan untuk pergi dari liburan sebelum liburan usai. Lalu untuk apa sekarang malah ingin mencarinya.“Ada yang ingin kubicarakan.” Zach berkata dengan pelan dengan maniknya melirik ke jari jemari Liora. Saat dia tak menemukan cincin yang dia berikan untuk Liora di salah satu jari itu, sedikit kekecewaan merayapi hatinya.“Ayo kita bicara,” katanya lagi penuh kelembutan seraya memegangi pergelangan tangan Liora hendak mengajaknya pergi dari sana.“Kit- kita mau ke mana?” tanya Liora bingung.“Ke apartemenku.”“Apartemenmu?” Liora semakin bingung. Bukankah Zach tinggal di Maccau? Ah, mungkin Zach datang ke sini dan menyewa apartemen untuk tinggal sementara.“Tidak jauh, Liora. Ayo ikut aku.”“Tap -tapi ...” Liora ragu-ragu namun Zach terus menarik tangannya untuk mengikuti arah l
Wajahnya muram penuh dengan kesedihan.Zach yang melihatnya memintanya datang.“Clint. Terima kasih sudah hadir. Terima kasih juga sudah menemani Zidane selama pengobatannya.” Zach memeluknya, berusaha keras menahan lidahnya untuk tidak mengatakan pikirannya bahwa Clint seharusnya memberitahu keluarga besar mereka tentang penyakit Zidane sebelum semuanya terlambat.Tapi Zach juga tahu, tidak ada gunanya lagi mengatakan itu semua. Zidane telah pergi dan hanya Clint yang berjasa menemani setiap langkah Zidane sampai akhir hayatnya.“Maafkan aku, Zach. Aku seharusnya tidak menutupi kondisinya. Aku menyesal. Tapi ... Zidane patah arang.”Clint menatap Liora, merasa tak enak untuk menceritakannya.Saat itulah, ibu Zach datang dan meminta Clint menceritakan lebih lanjut.“Boss Zidane ... saat perceraian dia masih bisa tegar. Tapi beberapa bulan kemudian, dia kembali terinfeksi virus yang sama. Kondisinya ini membuat keadaan tubuhnya semakin memburuk.Saat itulah dia putus asa.”“Bagaimana b
“Untukmu, Love.”Penuh rasa ingin tahu, mereka membukanya dan ternyata ...Itu adalah surat cerai baru yang sudah ditandatangani Zidane.Di balik sana ada selembar kertas kecil.Zidane menulis:[Kamu mengirim surat pembatalan menikah, aku sudah merobeknya. Tapi ini aku mengirimkan surat perceraian. Aku tidak rela jika pernikahan kita dianggap kesalahan. Pernikahan kita pernah terjadi dan itu atas kemauan ku dan kamu bersama-sama.Jadi, ini adalah perceraian yang kamu mau.Aku sudah merenung dan aku sadar tidak ada gunanya menjadi suamimu jika pada akhirnya tidak akan pernah mendapatkanmu seutuhnya.Jalani hidupmu sebahagia yang kamu bisa.Untuk Zach, aku titipkan cinta yang pernah bersemi dalam hatiku.Aku tidak marah lagi pada kalian, aku hanya marah pada takdir.Jika memang takdir hidupku seperti ini, kenapa takdir membiarkan cinta yang begitu besar tumbuh di hatiku ini teruntuk dirimu, Liora?Andai aku tidak mencintaimu, aku akan lebih mudah menjalani hidup dan sakitku ini.Selamat
“Apa? Kau dan Liora?” Ibunya Zach berteriak histeris ketika mendengar penjelasan Zach.“Apa-apaan ini?”Wanita itu bangun dan menatap garang pada Liora. Tangannya terangkat dan tanpa diduga ...Plak!“Kau keterlaluan! Tidak tahu diri!”“Mom! Jangan menamparnya!” Zach merangkul Liora dan menjauhkannya dari sang ibu. “Dia tidak salah!”“Apa yang tidak salah! Kalian sudah melakukan hal gila! Zidane itu adikmu, Zach! Bagaimana bisa kamu begitu tega padanya?”“Mom! Aku dan Liora sudah berpacaran dari sebelum dia menikah dengan Zidane. Hanya saja waktu itu ada situasi yang membuat Liora terpaksa menikahi Zidane-”“Terpaksa kau bilang?” Kedua mata ibunya semakin melotot. Ayah dan kakeknya pun ikut memelototinya.“Terpaksa atau hanya memanfaatkan Zidane? Kau memang sialan!” ujarnya marah sambil menunjuk ke arah Liora.Lalu dia menatap marah pada Zach. “Aku tidak akan pernah merestui kalian!”Ibunya langsung keluar sedangkan ayahnya tiba-tiba memegangi Grandpa Hank yang lagi-lagi terkena sera
“Aku sudah melihat semuanya. Lagipula kau masih istriku, Lio!”Zidane tertawa mengejek melihat tingkah Liora yang buru-buru memakai dalamannya. Bahkan di saat seperti itu Liora masih teramat manis.Wajah Zidane berubah masam mengejek dirinya sendiri.‘Cintamu tidak memiliki harga diri lagi, Zid!’Begitu yang dia pikirkan dalam benaknya.“Kau menaruh sesuatu di minumanku!” tuduh Liora setelah dia berusaha mengingat hal terakhir yang dia lakukan tadi. Tangannya spontan mengelus perutnya.“Kau tahu aku mengandung, tapi kau memberiku bius? Zid, kau bisa mencelakai janinku. Bayiku ini juga keponakanmu, Zid!”Zidane hanya tertawa. “Justru itu! Kalian keterlaluan! Apa yang aku lakukan ini hanya untuk membalas sedikit rasa sakit hatiku!”Seketika Liora jadi teringat alasan kenapa dia berada di sana.“Maafkan aku, Zid. Aku tahu aku sudah menyakiti hatimu. Tapi ... jika kita meneruskan ini, aku akan semakin melukaimu, Zid. Aku ... kau adalah temanku. Aku ...”Liora kehilangan kata-katanya. Dia
Di dalam kamar, Zidane menatap tubuh Liora dengan pandangan tergiur.Sungguh tubuh istrinya ini sangatlah menggiurkan.Walau tidak sebahenol Janet, tapi Liora memiliki tubuh idealnya sendiri. Tubuh yang seharusnya menjadi miliknya.Zidane mulai mengelus bagian-bagian yang menggiurkan. Dia memulainya dari pinggul.Sungguh halus dan mulus pinggul Liora. Berbeda dengan kulit Janet yang kasar dengan sedikit bersisik.Di benaknya dia berpikir bahwa Liora masih sah istrinya. Dia bisa dan berhak atas tubuh Liora.Zidane semakin menggila dan mulai mengendus leher Liora.Dia mengecup lembut seraya merayapkan bibirnya menuruni leher hingga ke bahu terbuka Liora.Aroma Liora sangat menggiurkan baginya.Tangannya pun tak tinggal diam, meremas dada Liora dan mulai berusaha melepaskan tali bra.Klik!Kaitan bra terlepas, kini saatnya mulai melepas bra dan menikmati hidangan utama tubuh Liora.Tepat saat itu,Teriakan Zach membahana dari balik pintu yang telah dikunci Zidane.Dia memang membiarkan k
“Duduk dulu, Honey,” kata Zidane dengan suara lembut yang di telinga Liora seperti dibuat-buat.Sedikit bingung Liora mendengarnya. Setelah lama Zidane memanggilnya dengan nama, kenapa sekarang tiba-tiba Zidane memanggilnya honey lagi.Liora pun duduk sementara Zidane ke dapur dan membuatkannya minum.Mendengar bunyi gelas dan air, Liora pun gegas menyusul. “Tidak perlu, Zid. Tidak perlu repot-repot padaku.”“Tidak apa-apa.”Zidane selesai membuatkan minum untuk Liora segelas teh chamomile kesukaan Liora.“Diminum,” kata Zidane lagi saat melihat Liora hanya memegangi gelas itu.Tak enak pada Zidane, Liora pun meminumnya dua teguk. Lalu meletakkan di meja dapur.“Enak?”“Enak. Terima kasih, Zid.”“Kau mau sekalian mengambil baju-bajumu? Masih banyak bajumu di sini.”Berpikir ada Zach di tempat parkir yang menungguinya, Liora pun setuju. Setidaknya dia bisa mengambil setengah pakaiannya saja sudah sangat bagus.“Silakan,” kata Zidane seraya mengulurkan tangannya ke arah kamar.Liora mel
Zidane sedang berkutat di kantornya.Saat ini dia sudah seperti robot tak bernyawa.Dia hanya bekerja lalu pulang untuk berisirahat.Kalaupun kejenuhan dan kehampaan menyergapnya, Zidane akan ke bar, lalu minum beberapa teguk.Akhir pekan dia akan mendatangi Janet.Terkadang malah di tengah pekan, Zidane akan mendatangi Janet dengan naik pesawat, lalu esok paginya dia kembali lagi ke California.Bagi Zidane, hasratnya sekarang menyala lagi dan dia melampiaskannya tanpa menahan lagi. Dan Janetlah partnernya selalu.Tok tok tokPintu ruangannya diketuk dan Zidane mengangkat wajah.“Masuk!”“Siang, Pak. Ada yang perlu kulaporkan, Pak.”“Masuklah.”Zidane mempersilakan Clint untuk masuk dan duduk.Begitu duduk, Clint mengeluarkan tanda bukti pembayaran.Dia menyerahkan pada Zidane yang menatapnya dengan kernyitan yang makin lama makin terlihat jelas.“Apa ini? Dari Liora?”“Iya, Bos. Pesannya berhubungan dengan pengiriman ini adalah-”“Aku bisa baca sendiri!” sergah Zidane penuh kemarahan
“Kenapa kau malah menangis?” tanya Zach kesal melihat tingkah Merlyn yang penuh drama.“Aku memang mengandung,” katanya di sela isak tangis.Orang tuanya, orang tua Zach, serta Liora pun terkesiap lagi. Entah Merlyn memang mengandung atau karena dia tetap tak ingin melepaskan Zach.Tapi pengakuannya membuat Liora was-was.Bagaimana jika memang Zach dan Merlyn pernah berbagi satu malam?“Kau jangan mengada-ngada, Merlyn! Ini merupakan bukti, malam itu kau pulang dan kita tidak melakukan apa pun.”Merlyn tetap sesegukan dengan menyembunyikan wajahnya.“Bagaimana, Merlyn? Katakan yang sejujurnya.”Ayahnya mulai angkat bicara dan Merlyn makin menangis. Dia memang tak bisa menghindar lagi.“Aku memang mengandung, tapi bukan anak Zach. Malam itu memang tidak terjadi apa-apa. Pacarku menelpon dan aku pergi ke tempatnya. Di sana lah semua terjadi.”Merlyn berkata pelan berusaha tetap menyembunyikan sebagian dari ceritanya. Dari ceritanya saat ini Merlyn seakan-akan baru pertama kali berbagi r
Malam itu, selepas makan malam bersama menjadi malam yang terasa hangat bagi dua insan.Zach akhirnya mendapatkan Liora kembali dalam pelukannya.Hati yang tadinya mendendam dan ingin membalas, tiba-tiba saja surut. Yang tersisa hanyalah keinginan untuk melepas rindu.Lalu setelah semua keributan yang terjadi dengan Zidane, kebersamaan mereka disusupi perih yang menusuk hati.Liora terus memeluk Zach, memantapkan dirinya untuk bersama pria yang ada di hatinya.Pikiran Zach pun bercabang, antara memikirkan masa depan mereka harus bagaimana, juga bagaimana nasib Zidane.Biar bagaimana pun Zidane adalah adiknya. Dia harus berbuat sesuatu untuk Zidane.Ting tong!Pintu berbunyi di saat mereka hanya diam dan saling berkelana dalam pikiran masing-masing.“Biar aku buka,” kata Zach yang merasa heran, kenapa bisa ada tamu di apartemennya ini.Padahal tidak pernah dia tempati sebelumnya.Lagipula, terlalu aneh, baru tiba satu hari langsung ada tamu.Zach mengintip dari lubang intip di pintu.T