Dari awal Sebastian tidak menyukai pria itu bahkan sebelum melihat wajahnya. Setelah bertemu, ia sungguh tidak mengerti dari mana pria itu mempunyai kepercayaan diri untuk merebut miliknya. Tapi, itu masalah nanti. Sekarang ada masalah lain yang harus ia selesaikan.“Tuan, kita mendapatkan informasi baru.” Edward menoleh lewat bahunya.“Katakan.”“Pengendara mobil itu sudah ditemukan oleh polisi tapi sayang, wanita itu sudah tewas.”“Wanita? Yang menabrakku bukan seorang laki-laki?” Angela meringis saat ia menegakkan punggungnya. Pinggangnya terasa nyeri.“Jangan banyak bergerak, Angela,” kata Sebastian sambil kembali mendorong dengan lembut tubuh Angela agar menyandarkan punggungnya kembali ke jok mobil.“Aku hanya tidak mengira bahwa pengendara itu adalah seorang wanita.” Lirih suara Angela membuat gigi Sebastian beradu. Geram dengan apa yang telah terjadi pada Angela.“Suruh orang kita bergerak, Edward. Dapatkan informasi apapun yang bisa menggiring kita pada pelaku yang sebenarnya
Sebastian menyenderkan kepalanya di kursi tamu ruang kantornya sementara Edward sedang bicara pada seseorang di telepon. Begitu banyak wajah kecurigaan dan amarah yang menyiksanya. Saat memastikan Angela masuk ke dalam rumahnya tadi, ia harus menahan kakinya agar tidak ikut melangkah masuk bersama wanita itu.Sejauh ini, kejadian tadi adalah yang terburuk. Dan ia tidak dapat memastikan itu akan menjadi yang terakhir. Tidak sebelum ia bisa menangkap pelaku dibaliknya.Akhirnya Edward menutup telepon dan berkata, “Wanita itu sudah meninggal, Tuan. Tubuhnya ikut terbakar bersama mobil yang ia kendarai.”Sebastian memaksa untuk menegakkan punggungnya. “Jadi, kita tidak mendapatkan petunjuk apapun?”“Ada seorang warga yang kebetulan lewat dan ia sempat merekam video sesaat sebelum mobil meledak. Wajah wanita itu berlumuran darah, mobilnya sempat menabrak pembatas jalan. Kurasa, anda tidak akan terkejut saat melihat wajah wanita ini, Tuan.”Sebastian mengerutkan kening. Ia menerima ponsel E
“Bangun.”Angela mendengar lalat berdengung dan memukulnya.“Angela, bangun.”Bukan, bukan suara lalat berdengung. Tapi sebuah suara yang berat. Sebastian. Angela membalik tubuhnya, matanya terbuka. Sebastian sedang duduk di ujung tempat tidurnya, matanya menatap cemas. Dan luar biasa tampan.Kancing bajunya terbuka di bagian atas, memperlihatkan dadanya yang bidang. Dada yang kokoh, Angela tahu hal itu. Angela telah merasakan kekuatan tubuh kokoh Sebastian setiap kali memeluknya. Sekarang Angela sedang membayangkan bagaimana rasanya menyentuh Sebastian disana.Sebastian memiringkan kepalanya untuk melihat Angela lebih dekat. “Apa kamu baik-baik saja?”“Aku baik-baik saja.”Sebastian memicingkan mata coklatnya. “Kau tidak terlihat baik-baik saja. Maaf aku terlambat pulang, ada beberapa hal yang harus ku urus. Ini sudah larut malam, Angela. Kamu tidak bisa pulang selarut ini.”“Aku harus pulang. Riley menungguku di rumah.” Angela berjuang untuk berdiri dengan sikunya dan merintih karen
Lavenska mengerjapkan mata, perlahan terbangun. Lantai terasa dingin di pipinya. Ia mendengar langkah-langkah kaki di luar. Pria itu datang. Lagi.Wanita itu bersiap-siap akan cahaya yang menyilaukan. Akan rasa sakit. Tapi pintu itu tidak terbuka. Malahan ia mendengar suara pintu lain yang dibuka dan terdengar bunyi debuk keras seperti sebuah benda berat yang jatuh. Tampaknya seseorang dilemparkan ke sel sebelah Lavenska. Sebuah suara mengerang kesakitan. Ia seperti mengenali suara itu.Kemudian dari luar pria itu bicara, suaranya gemetar karena amarah. “Dasar wanita jalang tidak tahu diri! Apa kau berpikir aku benar-benar tertarik padamu?!”“Sa-sayang? Jangan bercanda. Apa ini termasuk bagian dari permainan yang kau maksud tadi?” Suara wanita itu bercampur tawa. Tawa ketakutan.Lavenska tidak mungkin salah. Itu suara Ibunya. Ya Tuhan... ibunya juga diculik sama seperti dirinya! Ya Tuhan...Pria itu tertawa keras. Suara tawanya membuat Lavenska menggertakkan rahangnya, begitu khawatir
Angela duduk di dalam mobil, sambil mencemaskan apa yang akan dilakukannya. Sebastian akan segera tiba, lalu ia akan menghadapi sekali lagi tatapan Sebastian yang sangat sulit ia tolak.Ia ingat saat malam dimana Sebastian pergi dari kamarnya, ia berkali-kali harus menahan tangannya agar tidak menekan nomor ponsel Sebastian dan memanggilnya kembali. Setelah kejadian mengerikan yang membuat nyawanya nyaris melayang, ia sungguh merasa menggantungkan seluruh harapannya pada pria itu.Pria yang bersikap berbeda saat ini. Seharusnya Angela mengerti, pria itu bukan lagi suaminya. Dan mungkin saja apa yang dirasakannya saat ini bertolak belakang dengan apa yang dirasakan oleh pria itu. Ya, seharusnya ia pergi. Ia seharusnya pulang saat ini juga.Lalu apa yang kulakukan disini?Angela menggigit bibirnya kuat-kuat, ia tidak ingin pulang. Ia takut. Ia takut akan serangan seperti kemarin dan ia takut kehilangan Sebastian. Inilah alasan mengapa ia mematuhi perintah Sebastian untuk selalu berada d
Pabrik itu hanya kamuflase untuk menutupi aktivitas mengerikan di ruangan bawah tanahnya. Ruangan menuju bawah tanah dijaga sangat ketat. Angela menghitung, ia sudah melewati lebih dari sepuluh penjaga. Ia juga harus melewati sebuah lift khusus yang didesain tidak mencolok.Edward membuka sebuah pintu seperti menuju ke sebuah kamar kecil dimana salah satu ruang gantinya terdapat satu tombol kecil berbentuk seperti gantungan baju kristal yang nyatanya merupakan tombol untuk membuka pintu menuju ke lift ruangan bawah tanah. Cukup dalam, ia tidak bisa memperkirakan kedalamannya. Ia hanya bisa menghitung bahwa ia berada di dalam lift selama sekitar sepuluh menit.Ia nyaris terkejut saat menginjakkan kaki di ruangan ini. Sebuah jalan menuju gua buatan. Sebastian merengkuh bahunya untuk menunduk saat masuk ke dalam gua yang kecil, yang hanya muat di lewati dua orang. Semakin kedalam, jalannya semakin menyempit. Bahkan, mereka perlu membungkuk untuk memasukinya.“Kamu yakin mau masuk lebih d
Tindakan yang sangat gegabah. Sebastian tidak menyangka bahwa Angela akan mengeluarkan pistolnya dan mengacungkan tepat di tengah kening Garvin. Tindakannya membuat Sebastian Edward, dan Zoe yang baru saja tiba tersentak kaget dan segera berlari menghentikan tindakan konyol wanita itu. Beruntung, sebelum Angela menarik pelatuk, dirinya sudah di dorong Sebastian hingga mereka jatuh ke lantai. “Mengapa kamu mencegahku, Sebastian?! Aku ingin membunuh lali-laki sialan itu!!” Angela berteriak histeris saat melihat wajah Sebastian di bawah dirinya. Garvin mendengus kesal. Ia sudah sangat siap untuk mati saat ini. Sekarang atau tidak sama sekali, kalimat itu terus berdengung bagai ribuan lebah yang memenuhi isi kepalanya. Secara tidak sengaja, ia melirik pistol yang berada di dekat kakinya, Ayo lakukan sekarang! pekiknya dalam hati. Dengan cepat ia menyambar pistol tersebut dan mengacungkan ke arah Sebastian dan Angela. Dagunya terangkat sedangkan matanya berkilat penuh kemarahan. “Sekar
“Sialan,” desis Sebastian, bibirnya pucat menahan sakit. “Apa kau tidak bisa lebih lembut padaku, Ann?”Ann tertawa pelan. Ia mengangkat bahunya. “Aku bisa menelepon 911 kalau anda mau, Tuan.”Sudut mata Edward memicing. Bibirnya berdecak kesal. “Jaga mulutmu, Anna!”Ann memutar matanya, ia sungguh tidak habis pikir mengapa ada manusia yang tidak pernah bersantai seperti Edward. Hidupnya selalu diisi dengan wajah yang kaku dan gerak yang begitu-begitu saja. Sambil mengangkat bahu, Anna mengerling pada Sebastian lalu kembali tersenyum. Ann membungkuk memegang perut Sebastian, dengan hati-hati ia menarik peluru dari daging Sebastian. “Ini dia.”Sebastian menarik nafas lega dan kembali mendesis kesakitan saat Anna mulai menjahit untuk menutup luka Sebastian.Anna membayangkan rasa sakit itu. Ia melirik salah satu scotch terbaik miliknya di atas meja di samping tempat tidur. “Edward, beri Tuan scotch itu. Tuan membutuhkan alkohol.”“Cepat selesaikan saja, Ann. Aku tidak boleh mabuk.”Gadi