Pabrik itu hanya kamuflase untuk menutupi aktivitas mengerikan di ruangan bawah tanahnya. Ruangan menuju bawah tanah dijaga sangat ketat. Angela menghitung, ia sudah melewati lebih dari sepuluh penjaga. Ia juga harus melewati sebuah lift khusus yang didesain tidak mencolok.Edward membuka sebuah pintu seperti menuju ke sebuah kamar kecil dimana salah satu ruang gantinya terdapat satu tombol kecil berbentuk seperti gantungan baju kristal yang nyatanya merupakan tombol untuk membuka pintu menuju ke lift ruangan bawah tanah. Cukup dalam, ia tidak bisa memperkirakan kedalamannya. Ia hanya bisa menghitung bahwa ia berada di dalam lift selama sekitar sepuluh menit.Ia nyaris terkejut saat menginjakkan kaki di ruangan ini. Sebuah jalan menuju gua buatan. Sebastian merengkuh bahunya untuk menunduk saat masuk ke dalam gua yang kecil, yang hanya muat di lewati dua orang. Semakin kedalam, jalannya semakin menyempit. Bahkan, mereka perlu membungkuk untuk memasukinya.“Kamu yakin mau masuk lebih d
Tindakan yang sangat gegabah. Sebastian tidak menyangka bahwa Angela akan mengeluarkan pistolnya dan mengacungkan tepat di tengah kening Garvin. Tindakannya membuat Sebastian Edward, dan Zoe yang baru saja tiba tersentak kaget dan segera berlari menghentikan tindakan konyol wanita itu. Beruntung, sebelum Angela menarik pelatuk, dirinya sudah di dorong Sebastian hingga mereka jatuh ke lantai. “Mengapa kamu mencegahku, Sebastian?! Aku ingin membunuh lali-laki sialan itu!!” Angela berteriak histeris saat melihat wajah Sebastian di bawah dirinya. Garvin mendengus kesal. Ia sudah sangat siap untuk mati saat ini. Sekarang atau tidak sama sekali, kalimat itu terus berdengung bagai ribuan lebah yang memenuhi isi kepalanya. Secara tidak sengaja, ia melirik pistol yang berada di dekat kakinya, Ayo lakukan sekarang! pekiknya dalam hati. Dengan cepat ia menyambar pistol tersebut dan mengacungkan ke arah Sebastian dan Angela. Dagunya terangkat sedangkan matanya berkilat penuh kemarahan. “Sekar
“Sialan,” desis Sebastian, bibirnya pucat menahan sakit. “Apa kau tidak bisa lebih lembut padaku, Ann?”Ann tertawa pelan. Ia mengangkat bahunya. “Aku bisa menelepon 911 kalau anda mau, Tuan.”Sudut mata Edward memicing. Bibirnya berdecak kesal. “Jaga mulutmu, Anna!”Ann memutar matanya, ia sungguh tidak habis pikir mengapa ada manusia yang tidak pernah bersantai seperti Edward. Hidupnya selalu diisi dengan wajah yang kaku dan gerak yang begitu-begitu saja. Sambil mengangkat bahu, Anna mengerling pada Sebastian lalu kembali tersenyum. Ann membungkuk memegang perut Sebastian, dengan hati-hati ia menarik peluru dari daging Sebastian. “Ini dia.”Sebastian menarik nafas lega dan kembali mendesis kesakitan saat Anna mulai menjahit untuk menutup luka Sebastian.Anna membayangkan rasa sakit itu. Ia melirik salah satu scotch terbaik miliknya di atas meja di samping tempat tidur. “Edward, beri Tuan scotch itu. Tuan membutuhkan alkohol.”“Cepat selesaikan saja, Ann. Aku tidak boleh mabuk.”Gadi
Sebastian merebahkan tubuhnya dan mengerang sakit. Edward dan Zoe dengan cekatan membantu Tuannya menaruh tubuhnya di atas tempat tidur. Mereka sampai di rumah dengan lebih cepat karena beberapa petugas polisi yang berada dibawah kendali Sebastian secara sukarela menawarkan pengawalan agar mereka bisa tiba lebih cepat dirumah.Saat mereka sampai, Edward sempat melihat Angela yang terduduk lemah di ruang TV. Pandangan matanya terlihat sangat khawatir saat melihat kedatangan mereka. Ia bahkan hendak mengikuti mereka menuju kamar Sebastian. Tapi langkahnya terhenti saat dengan tegas Edward berkata pada Angela, “Tolong beri waktu Tuan Sebastian untuk beristirahat.”Namun sesaat sebelum Edward akan menutup pintu kamar Sebastian, pria itu memerintahkan ia untuk memanggil Angela. Ia ingin menolak perintah Tuannya, tapi Sebastian sudah memberikan dia sebuah peringatan. Tidak ada pilihan lain.“Baik, Tuan.”Saat melihat Angela masuk ke dalam kamar Sebastian, Zoe berdiri di sampingnya sambil me
Ini terlalu cepat. Ia bahkan tidak memberi waktu istirahat untuk dirinya sendiri, tapi dirinya sudah tidak punya waktu lagi. Ada begitu banyak nama yang harus ia musnahkan. Ada begitu banyak Sanders yang haru ia buru.Udara begitu dingin. Tubuhnya bergetar hebat, tulangnya terasa ngilu. Ia dapat merasakan tenggorokannya terasa makin perih. Atap ini sangat kasar dan berlapis es di bawah perutnya dan jari-jarinya terasa membeku.Ia telah menunggu selama dua jam, dan belum ada tanda-tanda Henry Evan Sanders akan muncul. Ia tersenyum masam, bibirnya terbuka. Mungkin keluarga Sanders sekarang makin bijak. Kematian Chris Sanders dan Viona Sanders telah memberi peringatan kepada mereka untuk tidak muncul di jam-jam yang tidak wajar di tempat yang gelap dan kumuh di kota ini.Ah, tapi laki-laki tua itu tidak akan dapat menolak umpan yang kuberi.“Sial. Aku benar-benar kedinginan!”Laki-laki itu memberengut marah, memeluk tubuhnya sendiri menahan dinginnya angin. Henry, si tua bangka itu pasti
Laki-laki itu tidak mengetuk terlebih dahulu. Ia menggedor pintu cukup keras hingga bisa membangunkan orang mati. Seorang pelayan wanita terburu-buru membuka pintu lalu wajahnya mendadak pucat saat melihat pria di depannya. “Tu-tuan...”Sebastian mendorong pintu, lalu menutupnya dengan kasar. Ruangan itu bergetar. “Daddy ada dirumah?!”Pelayan itu tertunduk. “Tuan Andrian sedang ada meeting di...”Tubuh Sebastian bergetar hebat karena marah. Tanpa menunggu pelayan itu menyelesaikan kalimatnya, ia berjalan menuju lantai tiga. Ia sangat hafal dimana ruangan yang biasa dipakai ayahnya untuk menemui partner bisnisnya.Info terbaru yang disampaikan oleh Edward membuat emosinya meledak. Ia berpikir, bagaimana mungkin berita seperti ini belum pernah ia dengar sebelumnya. Satu hal yang membuatnya benar-benar tersinggung, BCB Royal Bank berada di bawah kendalinya dan bagaimana bisa ia tidak mengetahui fakta tentang keluarga besarnya yang berlindung di bawah nama besar perusahaannya?Saat sampa
“Siapa Liza Broderick? Kumohon.”Laki-laki itu memandang Henry dengan jijik. Henry terlihat angkuh dan punya kekuatan saat duduk di atas kursi yang tinggi di depan ruang parlemen. Seorang gubernur yang menjijikkan. Lihatlah sekarang saat ia merasa terancam, Henry menjadi benda menggigil yang tak berarti.Ia telah memindahkan Henry dari van-nya ke ruang basement dengan mudah. Henry melawan saat di baringkan di atas meja, tapi sedikit bujukan berupa sebuah pukulan pada kepala Henry ternyata dibutuhkan untuk membuat pria tua itu menurut.Saat kesadaran Henry telah kembali, ia menghabiskan waktu satu jam tanpa hasil dalam usaha melepaskan ikatan di kedua tangan dan kakinya. Lalu Henry mulai memohon-mohon. Tampaknya keangkuhan dan kesombongan yang selama ini ia tampilkan perlahan mulai menghilang.“Tolong katakan apa maumu, apapun, akan kuberikan apapun yang kau mau.”Henry Evan Sanders nampaknya masih belum juga mengerti. Laki-laki itu hanya menginginkan Henry merasakan rasa sakit yang lu
Sebastian melakukannya, memegangi tangan Angela agar mantap. Angela begitu fokus pada dada target itu kala ia mengosongkan magasinya ke dada target. Tapi setiap tembakan mendorong tubuh Angela ke tubuh Sebastian, konsentrasi Sebastian perlahan buyar.Ia kembali teringat pada foto Viona saat meninggal yang masih memegang pistol di tangannya. Ia tidak bisa membayangkan kejadian serupa pada Angela. Ia sungguh tidak akan bisa memaafkan dirinya jika hal itu sampai terjadi.“Isi pelurunya,” kata Sebastian melalui sela-sela giginya, mundur selangkah kala Angela menuruti petunjuknya. Tangan Angela bergerak gesit dan ia menyelesaikan tugas itu lebih cepat dari yang Sebastian duga. “Bagus.”Angela mengangkat lagi pistol itu, tapi tanpa lengan Sebastian yang memegangi lengannya, bidikannya tidak akurat dan ditembakkan ketiga, Angela benar-benar tidak bisa mengenai target lagi.“Kamu memejamkan matamu lagi. Buka terus matamu, Angela.” Sebastian memegangi lengan Angela lagi, membetulkan bidikan An
Angela membantu Sebastian mencuci peralatan makan dengan mesin cuci piring, lalu membersihkan dapur setelah mereka selesai makan. Angela tidak tahu apa yang tengah terjadi, Sebastian tiba-tiba mengajaknya berlibur ke villa dekat pantai dan menugaskan tidak ada satu pelayan pun yang ikut bersama mereka. Ini aneh, pikir Angela. Mereka terbiasa liburan ke villa tapi Sebastian tidak pernah meliburkan pelayan di villa. Apalagi, saat aku sedang hamil, pikir Angela. Tetapi ia menduga, mungkin Sebastian hanya ingin menghabiskan waktu berdua, benar-benar berdua dengan dirinya. Sudah seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Mark dan pria itu jelas pembual yang ulung. Kurang dari dua puluh empat jam katanya? Huh, sudah berlalu tujuh hari dan Mark belum melaporkan apapun padanya. Pria itu bahkan terkesan menghindari dirinya. Telepon iseng itu memang sudah berhenti. Tapi Angela tidak menemukan ada satu pun pelayan yang menghilang atau diberhentikan. Semua berjalan seperti biasa. Seperti tidak
Diluar dugaan, Anna justru tertawa. Suara tawa keras yang membuat Edward bingung haruskah ia ikut tertawa atau hanya menunggu tawa Anna selesai.“Apa kau berharap aku mempercayaimu begitu saja?” tanya Anna sambil menepuk pundak Edward. “Kau tidak bisa membodohiku, Ed. Aku sudah melakukan segala upaya untuk mendapatkan dirimu tapi kau jelas-jelas menolakku. Lalu tiba-tiba, setelah tiga hari aku merawatmu saat kau sakit, kau datang padaku dan bilang bahwa kau mencintaiku?”Edward tidak mengatakan apapun. Untuk sesaat mereka hanya saling memandang berlama-lama, pandangan yang makin lama membuat nafas mereka sesak dan tak pelak lagi, pandangan itu membuat mereka bergairah.Edward mengambil langkah maju. Ia mencium lagi. Lebih lembut. Semesra mungkin. Anna tidak menolak, tidak melawan, tidak berusaha lari. Edward menggoda mulut Anna dengan kecupan-kecupan lembut, gigitan mesra, dan gelitikan kecil di lidahnya.Ketika Anna mendesah senang, Edward memanfaatkannya untuk memasukkan lidahnya ke
“Kau jelas menyukainya, Mr. Harrison. Kau menyukainya lebih dari yang kau duga.”Edward terdiam. Cornelia benar. Bagaimana mungkin ia tidak menyadarinya selama ini? Bagaimana mungkin orang lain bahkan lebih mengetahuinya dibandingkan dirinya sendiri?“Lalu, bagaimana perasaanmu melihat pemandangan itu?”Edward menatap wajah Cornellia bingung lalu mengikuti arah matanya. Kini ia melihat Alex, wanita yang menjadi alasan kehadirannya ke tempat ini, wanita itu membuat seolah matanya terhipnotis. Teman lelakinya, memojokkan Alex ke tikar, rok wanita itu tersingkap sehingga menampakkan pahanya yang langsing. Lalu tangan si lelaki menyelinap ke balik rok, mendekap bokong Alex.Mulut Cornelia menganga. “Aku tidak menyangka Alex seberani itu.”Edward kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin Alex yang polos dan ceria, yang bahkan Edward tidak menyangka usianya sudah dua puluhan, melakukan hal itu di tengah keramaian acara yang bertema keluarga seperti ini?“Aku tanya, bagaimana perasaanmu, Ed?”
Edward Harrison mengedarkan pandangannya ke lapangan tempat para pengunjung membentangkan selimut di tanah di depan panggung, dan asyik menikmati daging panggang sambil mendengarkan musik yang dibawakan band berirama country dan penyanyi lokal.Ia bertanya-tanya, dimana Alexandria di tengah lautan manusia ini. Ia tadi mengunjungi toko roti Alex dan menurut karyawannya, Alex menghadiri perayaan tanggal empat juli yang selalu diadakan setiap tahun di taman ini, jadilah Edward tahu gadis itu ada disini.Terlintas dalam benaknya untuk mengajak Alex datang bersamanya, tapi, itu sungguh perbuatan yang lancang. Ya, setelah apa yang dilakukannya pada gadis itu. Edward cukup tahu diri untuk tidak terlalu bertingkah meski tahu bahwa ia menguasai hati dan pikiran Alex.Banyak lelaki hari ini merasa iri padanya karena seorang wanita seksi, berambut panjang dan pirang dengan kedua tonjolan yang memukau di dadanya, duduk di sebelahnya. Ya, ia sengaja mengajak Cornellia Marshall, Asistennya di kanto
Callahan’s ramai oleh suara tamu mengobrol selama jam makan siang di rumah makan itu, sejak jam sebelas sampai jam dua selama hari kerja. Terletak di pusat kota, bangunan yang sudah di restorasi itu, yang dulu pernah dipakai sebagai toko obat pada awal tahun tiga puluhan hingga pertengahan tahun delapan puluhan.Mereka menempati lokasi yang sangat strategis untuk melayani kegiatan bisnis sehari-hari, termasuk karyawan pengadilan, perbankan serta para karyawan yang kantornya tersebar di segala penjuru kota. Pesaing mereka hanya rumah kana cepat saji yang melayani pengendara mobil, dan restoran kecil yang melayani roti isi.Jika seseorang ingin mengadakan rapat atau pertemuan sambil makan siang, Callahan’s-lah tempat yang paling nyaman.Ketika Angela tiba, pelayan mengantarkannya ke meja di belakang yang agak terpencil, di tempat Mark sudah menunggu. Mark, kepala keamanan rumah Sebastian dan Angela yang menggantikan posisi Zoe.Angela sengaja mengajak Mark bertemu di luar. Selain ia tid
Diluar dugaan, Anna mengantar Edward sampai ke depan pintu. Hal itu membuat Edward merasa, minimal ia harus mengundang wanita itu bertemu atau makan malam. Jika ia memang belum yakin dengan perasaannya, bukankah seharusnya ia membalas budi?“Bukankah banyak hal yang harus kau kerjakan, Ann?” tanya Edward. “Dan kau bisa tidak menunggu dan mengantarkanku seperti ini, lagipula...”“Jangan terlalu percaya diri, Ed.”Edward tergagap mendengar ucapan itu. Merasa malu tapi juga sekaligus membenarkan ucapan Anna. Ya, ada apa dengannya? Mengapa ia mengeluarkan kalimat sampah itu dari mulutnya?“Aku hanya terlambat karena mengerjakan beberapa hal tadi. Dan kebetulan waktu selesainya bersamaan dengan waktu kau keluar.”“Ya. Kau benar. Maafkan aku.”Pengecut. Anna mengumpat dirinya sendiri setelah ia mengatakan kalimat itu. Sistem pertahanan dirinya memang luar biasa. Entah ia harus bangga atau marah pada dirinya sendiri saat ini. Ia bangga karena mampu membuat wajah Edward memerah malu sekaligus
Sudah dua hari Edward hanya berada di atas tempat tidur. Dan sudah dua hari Anna melayaninya layaknya seorang pasien. Anna melakukannya secara profesional. Tidak ada candaan nakal atau celetukan yang membuatnya marah.Seharusnya hidup terasa damai, bukan? Tapi entah mengapa, sesuatu terasa hilang. Hambar.Ia benar-benar dilayani seperti orang yang asing bagi Anna. Pagi hari, ia akan masuk ke kamar, mengunjungi Edward, tersenyum dengan hanya bibir yang tertarik ke samping tanpa guratan. Kelihatan sekali sebenarnya ia tidak ingin tersenyum tapi ia memaksakan senyum itu keluar.Lalu kemudian ia akan memeriksa kondisi Edward, memeriksa infus lalu memastikan apa saja yang boleh Edward lakukan hari itu, kemudian ia akan berbicara dengan seorang perawat laki-laki di sampingnya lalu setelah itu ia pergi.Perawat itulah yang datang setiap dua puluh menit sekali, secara rutin memeriksa cairan infus Edward, lalu kondisinya secara keseluruhan. Sedangkan Anna, Ed tidak tahu kemana gadis itu pergi.
Dipenuhi ketidakpastian, Anna berhenti di ambang pintu kamar tamu di rumahnya. Terakhir kali melihat Edward di rumah ini, ia hanya berada di koridor antara ruang tamu dan ruang tengah rumahnya. Tapi kali ini, pria itu tergeletak tak berdaya di kamar tamu.Anna sengaja membawa Edward kerumahnya, bukan ke klinik pengobatan miliknya atau rumah sakit. Sudah menjadi kebiasaan bagi Sebastian, Edward ataupun beberapa orang di perusahaan untuk lebih memilih di rawat di rumah Anna daripada harus kerumah sakit atau klinik.Sekarang, berdiri disini merupakan sebuah momen yang canggung. Edward berbaring di tempat tidur dengan mata tertutup, dengan selang infus yang menempel di tangannya. Terlihat sangat lemah, jauh dari keangkuhan dan sikap arogan yang sering ia tunjukkan.“Dia akan baik-baik saja,” gumam Anna pada dirinya sendiri. Ia memejamkan matanya, meremas ujung gaun hitam yang ia pakai lalu menghela nafas panjang. Ia hanya takut ketika Edward bangun dan membuka mata, maka pria itu akan mar
Begitu Alex memusatkan perhatian kepada teman makan siangnya, senyum di wajah Edward lenyap. Pandangannya terpusat ke tempat pria di samping Alex yang dengan lancang memeluk pinggang gadis itu.Ingin benar ia menyeberang jalan, merebut Alex dari tangan pria itu, memanggilnya ke tempat yang menjamin privasi lalu mengatakan, “Kau sudah menemukan pria baru, Alexandria Porter?”Pada saat Alex dan pria itu menghilang masuk ke Callahan’s, Edward langsung menyebrang dan mengikuti mereka masuk ke dalam Restoran. Pelayan sedang mengantarkan pasangan itu menuju meja mereka ketika Edward duduk di bar.Ia dapat melihat mereka berdua dari tempatnya, karena area bar letaknya lebih tinggi sekitar satu meter daripada restoran. Ia memesan sekaleng kola dan memasukkan beberapa butir kacang ke dalam mulutnya, berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak peduli.Edward melepaskan kaca mata hitamnya, memasukkannya ke dalam saku kaosnya, dan mengawasi pasangan yang berada di meja di pojok ruangan itu.Edward