Mendapatkan persetujuan dari Dokter, Emily akhirnya bisa duduk di atas kursi roda. Ethan mendorong kursi roda dengan hati-hati. Membawa putrinya itu ke ruangan Arion. “Emily…?” Elenor yang mendengar kabar Emily siuman segera berlari keluar dari ruangan Reynard. Emily tersenyum simpul, sedangkan Eleanor segera berlutut di depan Emily dan memeluk sahabt layaknya saudara perempuannya sendiri. “Maaf… maaf em… Seharusnya aku… mencegah kamu bertemu dengan wanita gila itu… hiks…hiks…” lirihnya terisak, rasa bersalah menggerogoti dirinya. Tangan Eleanor naik menyentuh wajah Emily yang penuh luka lebam. Emily menggelengkan kepalanya pelan, “Tidak Lea, kamu tidak salah apa-apa. Di sini aku yang salah,” Emily berhenti, dan kembali melanjutkan apa yang ia sadari, “jika saja… jika saja, aku mendengar nasihat Arion, mereka tidak akan terluka seperti ini.” Emily menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ia menangis sendu. Eleanor memeluk sahabatnya itu. Tak ada yang terucap antara mere
Begitu berpamitan dan saling berpelukan dengan Bella dan Austin, Emily izin pamit dan mengucapkan maaf, dengan suara sendu, tidak dapat menahan air matanya kembali. “Jadi, bagaimana sayang? Kamu sudah bicara sama Arion?” tanya Della dengan lembut kepada Emily saat mereka memasuki lift. Emily mengangguk lemah, “Tapi dia tidak mendengarnya mam, dan itu membuat aku bersyukur.” Ucapnya lirih. “Kamu tidak perlu khawatir lagi, selama di sana, Papa dan Mama yang akan menemani kamu.” Imbuh Ethan dengan suara beratnya. “Terima kasih pa, maaf aku lagi-lagi menyusahkan kalian…” “Sudah sayang, jangan berkata seperti itu lagi.” Della mengusap lengan putrinya, sedangkan Ethan menjaga botol infus yang tertahan di penyangga kursi roda. “Lebih baik kita jenguk Reynard, di sana Reynard, Felix dan Lea sedang menunggu kamu.” POV ARION Di saat Bella baru saja terlelap lima belas menit, Arion tiba-tiba bergumam dan mneggerakkan jemarinya. Austin yang melihatnya segera membangunkan sang ist
Keesokan harinya, Emily melihat kedua orang tuanya tengah mengatur beberapa barang, namun pikirannya melayang kemana-mana. Ia merasa begitu gelisah. “Ma, pa. Apa Arion belum sadar sampai sekarang? Kenapa seperti itu? Dia baik-baik saja ‘kan?” cecarnya sambil memainkan ibu jarinya saat ia merasa gugup seperti ini.“Papa belum mendengar kabar terbaru dari kamar atas, sayang.” Sahut Ethan dengan tenang, lalu menoleh ke arah istrinya.“Apa kamu pergi lihat sendiri keadaan Arion?” tawar Della kepada sang putri.Emily terdiam, memainkan bibirnya. Sungguh dia merasa sangat cemas dengan keadaan Arion saat ini, tapi semalm ia sudah membuat keputusan.“Atau kamu mau tunda keberangkatan kita sampai Arion pulih?” Della memberikan ide.“Iya Em, bagaimana kalau tunggu kamu tunggu Arion pulih, dan bicarakan baik-baik, hmm? Setidaknya kamu bisa mendengar apa keputusannya, nak.” Sambung Ethan yang hampir saja membuat Emily goyah.“Itu tidak mungkin, kalau aku melihat senyuman dan sorot matanya, aku pa
Beberapa jam setelah penerbangan, Emily dan orangtuanya tiba di pinggiran kota Freidburg, Jerman."Pa, ma… Ini indah sekali," gumam Emily, matanya memandangi pemandangan hijau di sekeliling mereka saat keluar dari bandara.Ethan dan Della tersenyum mendengar penuturan Emily, "Kami senang kamu menyukainya, sayang," jawab Ethan sambil merangkul pundak putrinya itu. "Kami hanya ingin kamu bahagia." tambahnya lalu mendorong kursi roda Emily."Terima kasih, Pa, ma."Mereka masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu, dan ketika pemandangan di luar berubah dari bandara ke pinggiran kota, Emily menyadari bahwa rumah-rumah di sana lebih besar dan lebih luas daripada di kota. Pemandangannya sangat indah, dengan perbukitan dan tanaman hijau subur di mana-mana."Jadi sayang, kamu suka di sini?" Della bertanya sambil menatap putrinya dengan senyuman hangat.Emily mengangguk pelan, "Aku sangat menyukainya, Ma. Di sini sangat indah dan damai," jawab Emily sambil memandang ke luar jendela dan melihat p
Dua hari berlalu, kondisi Emily kian membaik, selang infus yang ada di tangannya juga sudah di lepaskan. Meskipun tubuhnya membaik, tapi hatinya terasa kosong. Bahkan sampai saat ini dia tidak mendapat kabar apapun dari Arion, bahkan jika kekasihnya itu mencari nya pun tidak pernah tersampaikan. Bahkan saat ia berbicara dengan Eleanor, sahabatnya itu tidak mengatakan apapun tentang Arion, seperti saat ini. “Huft… Aku baru tahu kalau Reynard adalah pria yang sangat manja! Padahal luka Arion kan lebih parah ya? Tapi dia lebih manja dari Arion!” seru Eleanor dengan semangat. “Felix saja sampai muak mendengar rengekan Rey!” tambah Eleanor. Mendengar nama Arion di sebut seperti itu membuat jantung Emily berdegup tak menentu, “Tapi yang pentig dia sudah sehat. Kamu juga pasti senang melihat dia sudah kembali bawel kan?” Eleanor tertawa, “Hahah, benar Emily. Aku bersyukur Rey sudah pulih kembali.” “Lalu… bagaimana kabar…” “Kabar siapa?” tanya Eleanor. “Arion?” “Oh, dia sudah semakin
POV ArionSatu hari mendapatkan perawatan di rumah sakit, Arion sudah merasa jauh lebih baik. Ia pun tetap mengontrol kondisi Emily lewat Eleanor.Dan keesokannya ia bersama seluruh orang yang berada di Copenhagen berangkat menuju Freidburg, tempat di mana Emily berada.Bella bersama mamanya, Mommy mertuanya dan Ibu angkatnya mengatur segala persiapan untuk pengantin wanita. Bella sengaja mengatakan kepada Della jika ia yang akan mengurus segalanya.“Yon, Mommy mau kirim gaun ini untuk Emily, apa kamu suka? Mama sengaja tidak pilih yang model terbuka, tapi tetap anggun untuk Emily pakai.” tanya Bella kepada Arion yang tengah berbicara dengan Austin.Arion menoleh dan tersenyum, ia mengangguk pelan, “Iya Mom, kalau sudah pilihan mommy pasti bagus.”Bella tersenyum, “Mama yakin dia pasti tambah cantik memakai gaun blazer ini.” Sahutnya antusias.“Pasti mom… Thank you mom,”“Dengan senang hati sayang, kamu selesaikan urusan kamu, waktu sangat mepet, usahakan semuanya selesai hari ini.”“
Dan di sinilah Emily dan Arion sekarang berada. Sebuah wedding hall di sebuah Hotel bintang lima di Friedburg.Ballroom hotel itu tampak seperti mimpi. Bunga-bunga putih berserakan di mana-mana, menciptakan suasana romantis dan elegan. Lampu-lampu kristal berkilauan di langit-langit, menambahkan sentuhan kemewahan dan keindahan. Di tengah ruangan, sebuah panggung besar telah disiapkan untuk menyambut pasangan pengantin yang akan mengucapkan janji suci mereka.Arion dan Emily berjalan dengan anggun menuju panggung, diiringi oleh tepuk tangan dan sorak-sorai keluarga inti mereka. Karena pesta utama akan diadakan setelah keadaan kedua mempelai jauh lebih sehat dan baik. Apalagi dengan kondisi Emily yang saat ini tengah hamil muda.Mereka berdua mengenakan pakaian pengantin serba putih, yang menunjukkan kesucian dan kebahagiaan mereka.Gaun Emily terbuat dari kain sutra halus dan batu swaroski, yang melambai-lambai seiring langkahnya. Gaun itu memiliki lengan panjang dan kerah renda, yang
Arion merangkul Emily, mereka berjalan bersama menuju kamar pengantin mereka. “Hati-hati sayang.” Ucap pria itu dengan lembut kepada sang istri.Ia tidak menyangka akan menikah di usia mudah seperti ini, dan tidak ada penyesalan akan hal itu. Dia bahagia bisa melihat wanita yang ia cintai kini akan berada disisinya.Dan begitu tiba di depan kamar, Arion membuka pintu, “Silahkan masuk istriku.”Emily tersenyum kepada pria yang benar-benar telah menjadi suaminya itu, dan saat mereka memasuki ruangan, Emily tersenyum bahagia melihat kamar pengantin mereka, "Ini sangat indah, sayang."Dia menghembuskan napas, menikmati keindahan ruangan di depannya. Lampu gantung yang halus tergantung dengan anggun di atas tempat tidur mereka, memancarkan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Dindingnya dihiasi permadani dan lukisan yang indah, masing-masing menceritakan kisah cinta yang murni."Aku senang kamu menyukainya, sayangku," jawab Arion, suaranya lembut. Dia mencondongkan tubuhnya, mencium kening Em