Jantung Emily berdegup cepat menanti jawaban yang keluar dari pencairan website, dimana ia takutkan semoga tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Tasha.Emily scroll ke bawah melihat beberapa refrensi jawaban, dan akhirnya dia membuka salah satu website.Emily membaca kata tiap kata—kalimat demi kalimat, semakin ia baca, semakin dadanya bergemuruh, air matanya membentuk gumpalan di sudut matanya. Dalam kasus di mana seorang ibu hamil telah hamil terlebih dahulu dengan pria A dan kemudian berhubungan badan dengan pria B yang menumpahkan spermanya ke dalam rahim ibu hamil tersebut, status anak yang dikandungnya dapat menjadi kompleks terkait dengan paternitas.Dalam situasi seperti ini, jika terjadi pembuahan oleh sperma pria B dan anak dilahirkan, paternitas anak tersebut mungkin dipertanyakan. Untuk menentukan paternitas dengan pasti, tes DNA antara pria B dan anak dapat dilakukan setelah kelahiran.Penting untuk menyelesaikan masalah ini dengan bijaksana dan mempertimbangkan ke
Profesor Graaf tertawa mendengar penuturan dari Fabio—ia menatap dengan senyuman miring khas di wajah tuanya. Namun terlihat begitu mengerikan. “Fabio… Fabio…” gumamnya memanggil nama Fabio, menoleh melihat Fabio yang tengah gusar, “aku akan menyiapkan ruang operasi, dan aku tidak akan memungut Biaya padamu dengan syarat, jika semua yang di butuhkan Rafael terpenuhi, sisa organ yang ada pada putramu ini menjadi milikku? Bagaimana?” Deg! Fabio menegak salivanya, ia menoleh ke mayat putranya itu, dan kembali menoleh kepada Profesor Graaf, “Tidak masalah Prof, selama Prof memastikan keberhasilan operasi transplasi terhadap Rafael, dan menjadikan putraku itu menjadi sosok yang sempurna!” “Hahahah!” suara tawa menggelegar, “Ya… Kamu bisa pastikan hal itu!” “Terima kasih Prof. Jadi, kapan jadwal operasinya?” tanya Fabio. “Hem, aku akan menghubungimu begitu semuanya sudah siap. Lalu katakan pada Rafael untuk menjaga kondisi tubuhnya!” “Baik Profesor, saya akan menunggu kabar anda.” “M
Rafael membuka kacamatanya dan memberikan tatapan tidak suka kepada Fabio, “Maaf! Aku menolaknya Pa!”Fabio mengerutkan keningnya, “Kenapa?”“Tentu saja aku tidak setega itu kepada sosok kaka yang selama ini aku banggakan, aku tidak mampu untuk menerima hal berharga seperti ini dari Kak Raul.” Tolak Rafael.Pria paruh baya itu berdiri dari duduknya dan menghampiri Rafael—ia memaksa dirinya berlutut di depan sang putra yang kini hanya semata wayang miliknya."Rafael, Papa tahu kamu sangat terpukul dengan kematian saudara kamu. Tapi papa mau kamu berlapang dada menerima kenyataan ini. Dan papa yakin, Kakak kamu juga menginginkan hal yang sama untuk kamu. Serta ada satu hal yang harus kamu tahu nak tentang kematian Raul.”Rafael terdiam, melihat wajah Fabio dengan raut penasaran, “Kenyataan seperti apa pa?”Fabio menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya, ia menutup mata dan berkata, “Jika kamu menerima transpalasi ini, papa janji akan memberitahukan semuanya ke kamu, tentang kemat
Keesokan paginya, Arion terus memperhatikan gelagat sang istri yang sedikit berbeda, meskipun di wajah terus mengembangkan senyuman indahnya, tapi pria itu terlalu mengenal sang istri.Di saat mentari pagi masuk di sela jendela kamar mereka, menerpa keindahan dan kecantikan sang istri, Arion merangkul mesra pinggang sang istri, membelai lembut perut sang istri—Emily, “Sayang?”“Hmm?” Emily mendongak menatap wajah tampan prianya itu.“Apa yang membuatmu risau, hmm?” tanya Arion dengan nada suara yang begitu lembut.Emily tersenyum menggoda dan sedikit naik untuk membisikkan sesuatu, “Aku memikirkan tentang yang di suruh dokter.” Arion mengerutkan keningnya, “Yang di suruh Dok—” pria itu seketika tersenyum mengembang dan memainkan kedua alisnya dengan wajah nakalnya, “Apa harus pagi ini kita mencobanya?”Emily mengedipkan matanya, “Kalau suamiku mau, apa aku bisa menolak.” Gumamnya dengan senyuman menggoda dan memainkan jemari lentiknya di dada terbuka Arion. Bahkan jari jemari lentik
“Oh damn! Sayang!” geraman berat lolos dari Arion saat istrinya itu mulai menjelajahi tiap sudut kulitnya.Emily bermain dengan lembut dan seksi. Menyesap pucuk kecil dada Arion bergantian, tangan nya yang lain membuat gerakan melingkar di pucuk yang satunya.“Oh my! Sayang…” geram Arion menatap istrinya—menopang tubuhnya dengan kedua lengan kokohnya. Melihat setiap gerakan sensual yang di lakukan Emily.Tangan Emily bergerak kebawah, mengusap perut Arion yang terbetnuk dengan otot yang terbagi enam—sempurna. Kemudian membelai batang kejantanan sang suami yang sudah mengeang sempurna.Ia membuat genggaman penuh dan menggerakkan tangannya dengan gerakan lambat, dan semakin cepat. “Oh damn!”Wanita cantik itu menurunkan wajahnya dan menungging—menjulurkan lidahnya dan bermain di bagian kepala kejantanan sang suami, membuat gerakan melingkar dan bermain di antara belahannya. “Euhmmm…” Emily membuka mulutnya dan memaksa masuk kejantanan suaminya itu agar memenuhi hingga menyentuh tenggoro
“Oh Yon! Ah!” Emily mendesah dan mendesis dengan kuat saat Arion kembali mengukung tubuh sang istri dan menghujamnya dengan kuat—dalam. “Oh sayang! Kamu sangat nikmat, Emily!” racau Arion sembari mencumbu bibir dan payudara sang istri dengan liar. Selama beberapa menit Arion dan Emily berganti posisi, Emily pun tak terhitung sudah berapa kali mendapatkan orgasme karena birahi suaminya pagi ini. Tubuh mereka benar-benar basah bermandikan keringat dan air mani dari Emily. Arion berkali-kali membuat istrinya itu mendapatkan squirting. “Ohh sayang! Akuh!” jerit Emily yang lagi-lagi siap meledak di bawah sana. Arion melumat bibir istrinya, “Bersama sayang!” seru seraknya sembari meremas payudara Emily. “Akh!” Emily menjerit saat puncak kenikmatan itu datang lebih awal, dan Arion bergerak semakin cepat—pria tampan itu menghentakkan tubuhnya beberapa kali dan menggeram gemas, “Argh! Sayang!” Nafas mereka saling beradu, Arion kembali melumat bibir istrinya, mencumbu mata, hidung, pipi,
Berbeda dengan keadaan dua pemuda tampan yang saat ini tengah duduk di kursi kerja mereka masing-masing. “Bagaimana?”“Hah… Eleanor tidak menjawab panggilanku.” Sahut Reynard terdengar lemah. Karena kemarin ia terlalu sibuk sampai malam mengurus masalah Projek AE Building. Pria tampan dan berwajah tengil itu tidak mendengar panggilan telepon dari kekasihnya.Dan hal itu pun berlaku dengan sang sahabat yang saat ini masih berjuang menunjukkan keseriusannya kepada sang kekasih.“Same here—sama halnya disini…” balas Felix yang menatap layar ponselnya.“Ck! Apa sebaiknya kita kesana?” usul Reynard.Felix mendongakkan kepala dan menatap sahabtnya itu, “Tholol! Kalau kau tidak mau di bantai oleh Bos, silahkan pergi!” umpat Felix kesal, karena sesungguhnya sedari tadi ia sangat ingin ke bandara saat ini juga. Tapi kewarasannya masih menyadarkan dirinya saat ini, untuk tidak melakukan hal konyol seperti itu, karena pekerjaan mereka berada di depan mata. Dan hari ini mereka juga di minta d
“Sialan kau Fel!” kesal Reynard yang menatap kesal sahabatnya itu, tapi hal itu tidak meredam suara tawa Felix. Setelah tawa Felix mereda ia berkata, “Lebih baik kita selesaikan pekerjaan hari ini dan menyusul Arion ke rumah barunya.” “Hah… benar! Kalau begitu aku naik ke atas dulu siapkan beberapa berkas.” Sahut Reynard yang berdiri dari duduknya. “Hmm ok!” Belum lima langkah Reynard berjalan, pria tengil itu berhenti dan menoleh ke belakang. “Apa minggu ini kau mau ke Kak Cecil?” “Tentu saja…” “Nice! Jangan lupakan aku bro! Kau tahu sendiri aku mendapat kartu larangan berangkat ke Amsterdam.” “Ya.. yaa… Sudah sana pergi!” sahut Felix mengusir pria tengil itu—ia sendiri melanjutkan laporan yang harus ia kerjakan untuk ia berikan ke Arion. Bos mereka hari ini tidak masuk ke kantor karena akan pindahan dan mereka juga tahu kondisi Emily yang tidak baik setelah menemui Tasha. *** Berbeda dengan sudut Jerman lainnya, Rafael baru saja selesai berpakaian yang di bantu oleh Naina—p