Hai kesayangan aku, bagi yang penasaran kisah orang tua Arion, bisa Dm aku di IG ya @ma2.zan
Rafael membuka kacamatanya dan memberikan tatapan tidak suka kepada Fabio, “Maaf! Aku menolaknya Pa!”Fabio mengerutkan keningnya, “Kenapa?”“Tentu saja aku tidak setega itu kepada sosok kaka yang selama ini aku banggakan, aku tidak mampu untuk menerima hal berharga seperti ini dari Kak Raul.” Tolak Rafael.Pria paruh baya itu berdiri dari duduknya dan menghampiri Rafael—ia memaksa dirinya berlutut di depan sang putra yang kini hanya semata wayang miliknya."Rafael, Papa tahu kamu sangat terpukul dengan kematian saudara kamu. Tapi papa mau kamu berlapang dada menerima kenyataan ini. Dan papa yakin, Kakak kamu juga menginginkan hal yang sama untuk kamu. Serta ada satu hal yang harus kamu tahu nak tentang kematian Raul.”Rafael terdiam, melihat wajah Fabio dengan raut penasaran, “Kenyataan seperti apa pa?”Fabio menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya, ia menutup mata dan berkata, “Jika kamu menerima transpalasi ini, papa janji akan memberitahukan semuanya ke kamu, tentang kemat
Keesokan paginya, Arion terus memperhatikan gelagat sang istri yang sedikit berbeda, meskipun di wajah terus mengembangkan senyuman indahnya, tapi pria itu terlalu mengenal sang istri.Di saat mentari pagi masuk di sela jendela kamar mereka, menerpa keindahan dan kecantikan sang istri, Arion merangkul mesra pinggang sang istri, membelai lembut perut sang istri—Emily, “Sayang?”“Hmm?” Emily mendongak menatap wajah tampan prianya itu.“Apa yang membuatmu risau, hmm?” tanya Arion dengan nada suara yang begitu lembut.Emily tersenyum menggoda dan sedikit naik untuk membisikkan sesuatu, “Aku memikirkan tentang yang di suruh dokter.” Arion mengerutkan keningnya, “Yang di suruh Dok—” pria itu seketika tersenyum mengembang dan memainkan kedua alisnya dengan wajah nakalnya, “Apa harus pagi ini kita mencobanya?”Emily mengedipkan matanya, “Kalau suamiku mau, apa aku bisa menolak.” Gumamnya dengan senyuman menggoda dan memainkan jemari lentiknya di dada terbuka Arion. Bahkan jari jemari lentik
“Oh damn! Sayang!” geraman berat lolos dari Arion saat istrinya itu mulai menjelajahi tiap sudut kulitnya.Emily bermain dengan lembut dan seksi. Menyesap pucuk kecil dada Arion bergantian, tangan nya yang lain membuat gerakan melingkar di pucuk yang satunya.“Oh my! Sayang…” geram Arion menatap istrinya—menopang tubuhnya dengan kedua lengan kokohnya. Melihat setiap gerakan sensual yang di lakukan Emily.Tangan Emily bergerak kebawah, mengusap perut Arion yang terbetnuk dengan otot yang terbagi enam—sempurna. Kemudian membelai batang kejantanan sang suami yang sudah mengeang sempurna.Ia membuat genggaman penuh dan menggerakkan tangannya dengan gerakan lambat, dan semakin cepat. “Oh damn!”Wanita cantik itu menurunkan wajahnya dan menungging—menjulurkan lidahnya dan bermain di bagian kepala kejantanan sang suami, membuat gerakan melingkar dan bermain di antara belahannya. “Euhmmm…” Emily membuka mulutnya dan memaksa masuk kejantanan suaminya itu agar memenuhi hingga menyentuh tenggoro
“Oh Yon! Ah!” Emily mendesah dan mendesis dengan kuat saat Arion kembali mengukung tubuh sang istri dan menghujamnya dengan kuat—dalam. “Oh sayang! Kamu sangat nikmat, Emily!” racau Arion sembari mencumbu bibir dan payudara sang istri dengan liar. Selama beberapa menit Arion dan Emily berganti posisi, Emily pun tak terhitung sudah berapa kali mendapatkan orgasme karena birahi suaminya pagi ini. Tubuh mereka benar-benar basah bermandikan keringat dan air mani dari Emily. Arion berkali-kali membuat istrinya itu mendapatkan squirting. “Ohh sayang! Akuh!” jerit Emily yang lagi-lagi siap meledak di bawah sana. Arion melumat bibir istrinya, “Bersama sayang!” seru seraknya sembari meremas payudara Emily. “Akh!” Emily menjerit saat puncak kenikmatan itu datang lebih awal, dan Arion bergerak semakin cepat—pria tampan itu menghentakkan tubuhnya beberapa kali dan menggeram gemas, “Argh! Sayang!” Nafas mereka saling beradu, Arion kembali melumat bibir istrinya, mencumbu mata, hidung, pipi,
Berbeda dengan keadaan dua pemuda tampan yang saat ini tengah duduk di kursi kerja mereka masing-masing. “Bagaimana?”“Hah… Eleanor tidak menjawab panggilanku.” Sahut Reynard terdengar lemah. Karena kemarin ia terlalu sibuk sampai malam mengurus masalah Projek AE Building. Pria tampan dan berwajah tengil itu tidak mendengar panggilan telepon dari kekasihnya.Dan hal itu pun berlaku dengan sang sahabat yang saat ini masih berjuang menunjukkan keseriusannya kepada sang kekasih.“Same here—sama halnya disini…” balas Felix yang menatap layar ponselnya.“Ck! Apa sebaiknya kita kesana?” usul Reynard.Felix mendongakkan kepala dan menatap sahabtnya itu, “Tholol! Kalau kau tidak mau di bantai oleh Bos, silahkan pergi!” umpat Felix kesal, karena sesungguhnya sedari tadi ia sangat ingin ke bandara saat ini juga. Tapi kewarasannya masih menyadarkan dirinya saat ini, untuk tidak melakukan hal konyol seperti itu, karena pekerjaan mereka berada di depan mata. Dan hari ini mereka juga di minta d
“Sialan kau Fel!” kesal Reynard yang menatap kesal sahabatnya itu, tapi hal itu tidak meredam suara tawa Felix. Setelah tawa Felix mereda ia berkata, “Lebih baik kita selesaikan pekerjaan hari ini dan menyusul Arion ke rumah barunya.” “Hah… benar! Kalau begitu aku naik ke atas dulu siapkan beberapa berkas.” Sahut Reynard yang berdiri dari duduknya. “Hmm ok!” Belum lima langkah Reynard berjalan, pria tengil itu berhenti dan menoleh ke belakang. “Apa minggu ini kau mau ke Kak Cecil?” “Tentu saja…” “Nice! Jangan lupakan aku bro! Kau tahu sendiri aku mendapat kartu larangan berangkat ke Amsterdam.” “Ya.. yaa… Sudah sana pergi!” sahut Felix mengusir pria tengil itu—ia sendiri melanjutkan laporan yang harus ia kerjakan untuk ia berikan ke Arion. Bos mereka hari ini tidak masuk ke kantor karena akan pindahan dan mereka juga tahu kondisi Emily yang tidak baik setelah menemui Tasha. *** Berbeda dengan sudut Jerman lainnya, Rafael baru saja selesai berpakaian yang di bantu oleh Naina—p
Jam 2 siang… Arion dan Emily berdiri di depan pintu rumah baru mereka. Bangunan mewah dengan yang khusus Arion bangun untuk hidup bersama keluarga kecilnya. Arion dengan hati-hati membawa sang istri turun dari mobil dan mereka menatap rumah mereka dari luar dengan tatapan bahagia. “Sayang, mulai hari ini. Kita akan tinggal bersama anak-anak kita kelak di rumah ini. Apa kamu menyukainya?” Emily merangkul dan bersandar di pelukan Arion, “Tentu saja sayang, sejak awal kamu membawaku ke rumah ini sudah membuatku begitu takjub. Aku benar-benar bingung, bagaimana aku yang selama ini mengurus segala hal tentangmu tidak tahu saat kamu membeli rumah ini.” Ucapnya dengan sedikit protes kecilnya. Arion terkekeh, “Aku hanya ingin memberikan kejutan kecil untukmu sayang.” “Yah! Dan itu sangat sukses membuat aku ‘WOW’ dan terpesona.” Ungkap Emily bahagia. “Aku senang mendengarnya sayang.” Beberapa pelayan yang melewati mereka bergantian menyapa mereka, “Bagaimana kalau kita menunggu kedatang
“Akhirnya kita ketemu juga!” suara berat terdengar dari seorang pria yang begitu mirip dengan wajah sang Daddy.“Un-uncle Brice…” Arion berusaha tersenyum lebar, namun jujur saja. Ia ingin sekali bersembunyi di belakang istrinya.Emily menahan tawa—perlahan berjalan terlebih dahulu, menyapa istri dari Uncle nya itu, “Aunty…”“Hai sayang, bagaimana kehamilanmu?”Emily tersenyum, “Baik Aunty,”“Kenapa kau tidak menyapa Uncle mu ini? Atau harus aku yang menghampirimu?”Glek!Arion menegak kasar salivanya.“Aunty, uncle terlihat sangat marah.” Bisik Emily yang jujur juga sungkan untuk menyapa Brice.Wanita yang di panggil Aunty itu hanya tersenyum dan mengangkat kedua bahunya, “Hmm, entahlah…”“Ma-maaf uncle! Aku yang akan kesitu…” sahut Arion yang berjalan mendekat ke arah Brice.“Hahh! Terlalu lama!” seru Brice yang langsung berjalan cepat—lebih tepatnya berlari kecil dan begitu mendekati Arion, brice segera melayangkan tangannya.“Uncleee…. Ampun—”“Congratz ponakan! Aku tidak sangka