Emily melangkah keluar dari pesawat dengan perasaan campur aduk. Hawa negara tempat Ia lahir langsung menyambutnya, membawa serta kenangan yang telah berusaha ia kubur selama bertahun-tahun belakangan ini.
Tangan kecil Elle menggenggam erat jari-jarinya, seolah tahu bahwa ibunya sedang tidak baik-baik saja. “Ibu, ada apa?” suara Elle terdengar samar dari balik maskernya. Emily tersenyum, mesti hatinya masih bergetar. “Tidak apa-apa, Sayang Ibu. Hanya sedikit lelah saja, kok.” Ia sudah mempersiapkan semuanya sebagai tindakan antisipasi. Gigi palsu untuk sedikit mengubah struktur wajahnya, kacamata bulat untuk menyamarkan ekspresinya, serta masker yang menutupi sebagian besar wajahnya. Ia bahkan memilih pakaian sederhana, tanpa riasan yang mencolok. Bukan karena ia paranoid, tapi karena ia tahu, di tempat ini, ada seseorang yang tidak boleh mengenalinya. Arthur, atasannya yang selalu bersikaEmily memeluk Elle erat di dalam selimut, berusaha mencari ketenangan dari kehangatan putrinya. Namun, pikirannya terus melayang ke kejadian di lobby hotel tadi. William... Emily menggigit bibirnya. Rasanya seperti mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Ia telah berusaha sebisa mungkin untuk menghindari pria itu, menyembunyikan dirinya dan Elle dari masa lalu yang ingin disimpan rapat. Tapi kini, segalanya terasa begitu dekat lagi. Emily menarik napas panjang, lalu menghembuskan perlahan. Dia tidak boleh panik. Dia akan menyelesaikan pekerjaan di sini secepat mungkin, lalu kembali. Tidak ada alasan untuk bertemu William lagi. Jika ia terus menghindar dan tetap fokus pada pekerjaannya, semuanya akan baik-baik saja. William sudah bisa hidup dengan tenang, tidak seharusnya Emily mengacaukan hubungan William dengan wanitanya yang sekarang. Menatap Elle yang tertidur pulas
Emily mengatur napasnya dengan hati-hati. Ia tidak boleh menunjukkan kegugupan atau kehilangan fokus di depan semua orang. Tangannya tetap berada di atas meja, jari-jarinya sedikit meremas lembaran desain, mencoba mencari pegangan untuk tetap tenang. Presiden direktur JB fashion masih berbicara dengan penuh semangat, menjelaskan detail konsep yang mereka inginkan. “Karena ini difokuskan untuk malam hari, aku harap kesan menonjol tapi tetap anggun, serta terjaga kesan mahalnya menjadi yang utama.” “Kesan sederhana, tapi aura mahalnya tidak bisa ditolak.” Emily mengangguk sesekali, mencatat poin-poin penting dalam pikirannya. Sementara itu, di sudut matanya, ia bisa merasakan tatapan Anastasia yang beberapa kali mengarah padanya, seolah mencoba mengenali sesuatu. Namun, Emily tetap mencoba untuk tenang dan menolak untuk menanggapi. Ar
Setelah makan malam itu, keesokan harinya, setiap hari, Emily dan Arthur datang ke kantor JB fashion untuk menyelesaikan proyek desain mereka. Emily benar-benar berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaannya, mengabaikan segala kekhawatiran yang sempat menghantui pikirannya sejak bertemu dengan Anastasia. Meskipun Elle sudah tidak mau lagi menggunakan masker karena risih, Emily yakin tidak semudah itu orang bisa menebak Siapa ibu dan siapa Ayahnya. Tim desain JB fashion menyambut mereka dengan profesionalisme tinggi. Mereka berdiskusi panjang tentang konsep desain, memilih warna, pola, serta bahan terbaik yang akan digunakan. “Nona Rose, aku suka konsep yang kau buat untuk koleksi musim gugur ini. sepertinya gaun ini juga sangat cocok digunakan saat malam hari. Sangat klasik, tetapi tetap memiliki sentuhan modern,” ucap salah satu anggota tim JB fashion saat mengamati sketsa yang dibuat Emily. Emily pun te
“Elle... a–ayo kita pulang!” ucap Emily. Wanita itu menahan rasa gugup, membuat suaranya agar tidak terlalu mirip dengan suara Emily yang biasanya. William menajamkan matanya, menatap seorang wanita yang menggunakan masker dan juga kacamata bulat tebal di wajahnya. Ada perasaan familiar yang tidak bisa dielak. Anehnya, William juga merasakan jantungnya berdegup kencang. Suaranya mirip seperti Emily, matanya juga. Dengan ragu, Emily perlahan melangkahkan kakinya mendekati Elle. Meraih tangan putrinya itu, namun Elle dengan cepat menepisnya. “Tidak mau!” tegas Elle, dengan ekspresi khas anak-anak. “Aku mau di sini bersama Ayah. Aku tidak mau meninggalkan Ayah. Nanti, kalau Ayah kembali ke laut, aku tidak bisa bertemu Ayah lagi.” Seluruh tubuh Emily bergetar, namun sekuat tenaga dia tetap menahan dirinya. William terus mengarahkan tatapannya kepada Emily, matanya tidak bisa di
Anastasia tersenyum puas ketika William akhirnya menginjakkan kaki di apartemennya. Hari ini, ia tidak akan membiarkan William pergi begitu saja. Ia ingin memastikan bahwa pria itu tidak akan bisa menghindarinya lagi. “William, aku akan mandi sebentar. Anggap saja Ini rumahmu sendiri,” ujar Anastasia dengan nada menggoda sebelum masuk ke kamarnya. William hanya mengangguk tanpa ekspresi. Setelah pintu kamar tertutup, ia menghela napas pelan dan meraih ponselnya. Lemarinya bergerak cepat, membaca pesan dari Robert yang tengah mencari informasi tentang seorang wanita yang bernama Rose dan anak kecil tadi. Rose... Apakah dia Emily?Pikirannya masih penuh dengan kemungkinan itu. Hati kecilnya tidak bisa mengabaikan kecurigaan yang tumbuh sejak pertemuan dengan bocah kecil di depan kantor JB fashion tadi. Tidak lama kemudian, Anastasia keluar dari kamar mandi. Tubuhnya hanya terbungkus jubah mandi sutra berwarna merah, rambut basahnya dibi
Sepanjang perjalanan, di dalam mobil, Elle benar-benar tidak berhenti cemberut. Emily merasa sangat bersalah, tapi juga cukup senang karena setidaknya Elle pernah melihat wajah Ayahnya secara langsung. “Sayang, berhentilah cemberut seperti itu. Ibu minta maaf, ya? Janji, nanti akan bertemu dengan ayah yang asli,” bujuk Emily. “Hump!” Elle melengos, lengannya terlipat di dadanya. Meskipun saat ini Elle sedang sangat kesal, Tapi anehnya bocah itu selalu saja terlihat imut dan lucu. “Sayang, tapi yang tadi itu bukan—”Elle pun memotong ucapan Emily. “Itu Ayah! Pokoknya, itu Ayahku.” Bocah itu benar-benar kukuh, jelas apapun yang Emily Katakan tidak akan pernah mau didengar. Emily pun memutuskan untuk tidak membahas soal itu lagi. “Ngomong-ngomong, kau harus bersiap juga, kita akan bertemu dengan nenek dan kakekmu, Elle,” ucap Emily. Elle masih enggan bicara dengan ibunya. Bebera
“Aku harap, tidak ada dari kalian yang memberitahu William soal ini,” ucap Emily, memohon. Julia, yang kala itu sedang memangku Elle yang sudah tertidur pun nampak bingung. “Memang kenapa? Apa sampai saat ini William belum tahu juga adanya Elle?” Emily tersenyum kelu. “Belum. Karena aku berencana hanya tinggal di sini beberapa Minggu saja, aku juga tidak ingin menimbulkan masalah baru. Lagi pula, William juga sudah ada pasangan. Takut juga kalau nanti William merebut Elle, dan akhirnya membuat hubungan William dan kekasihnya jadi tidak nyaman.” Johan dan Julia hanya bisa terdiam. Sean sejak tadi mendengarkan ucapan Emily dengan seksama. Ia merasa keberatan akan sesuatu. “Kau yakin William akan sejahat itu padamu? Setahuku, dia adalah orang yang paling menomorsatukan mu. Jangan terlalu jahat juga padanya, Emily.” Mendengar itu, Emily pun hanya bisa membuang napas yang terasa berat. “Kak, William baru saja menjalin hubungan deng
Emily datang ke kantor JB fashion pagi itu. Hari ini, dia merasa cukup tenang karena telah menitipkan Elle bersama kedua orang tuanya. Untuk sementara waktu, kedua orang tua Emily tinggal di mansion kosong milik Tuan Xavier sambil menjaga Elle, dan menghabiskan waktu bersama. “Rose!” panggil Arthur. Mendengar itu, Emily tentu saja sudah tahu siapa yang memanggilnya. Ia pun menoleh, lalu tersenyum. “Kau sudah datang juga?” Arthur tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. “Iya. Hari ini anakku agak rewel, pagi sekali sudah terus menghubungiku, memintaku cepat pulang. Yah... jadi aku makin bersemangat menyelesaikan pekerjaanku supaya bisa cepat pulang.” Emily terkekeh mendengarnya. Arthur memang adalah suami yang sangat menyayangi istrinya, sangat melindungi dan mencintai anaknya. “Ya. Aku juga ingin cepat kembali. Jadi, mari kita bekerja keras dengan kompak supaya pekerjaan kita cepat selesai!” ucap Emily
Mendengar itu, Sebastian pun tersenyum sinis. “Kau pikir apa yang akan dilakukan jika sudah sampai di pesisir pantai, hah? Tidak ada kapal yang melintas melewati Pulau ini. Usaha itu hanya akan sia-sia saja.” Kelly tertunduk lesu. Entah Bagaimana caranya dia bisa sedikit berguna untuk Hendrick. Hendrick membuang napas kasarnya. Dia benar-benar sudah pasrah. Bahkan entah sudah berapa kali saja dia mencoba untuk bunuh diri meski gagal karena dia tidak sanggup dengan rasa sakitnya. ****Sore itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya di JB fashion, Emily langsung menuju kantor William. Kedatangannya sudah dikabarkan oleh salah satu pegawai, sehingga ia tidak menemui hambatan apapun.Saat tiba di depan pintu kantor William, Emily mengetuk pintu sekali sebelum langsung masuk. William sudah memperbolehkannya sebelumnya. namun begitu ia masuk, hal pertama yang dicari adalah Elle. “Hari ini kau pulang lebih cepat, ya?”
Pertanyaan dari Robert barusan membuat William tersenyum. “Apa yang berani dia lakukan kalau Elle tidak mau berpisah dariku?” Mendengar itu, Robert pun menganggukkan kepalanya. “Saya berharap, anda tidak akan merasakan yang sama lagi.” William menganggukkan kepalanya. “Kali ini, Aku cukup yakin bisa membuat wanita itu terus menempel padaku.” “Baiklah, Saya berharap seperti itu,” ujar Robert. William mengarahkan tatapan matanya kepada Robert, memperhatikan pria itu dengan apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Pada akhirnya, Ia pun menyampaikan apa yang ingin dikatakannya. “Robert, ini sudah cukup. Apa kau masih harus bersikap sinis kepada Azura?” Ada perasaan aneh yang sulit untuk diungkapkan Robert saat ini. Tapi, dia juga tidak ingin William berpikir terlalu jauh. “Sebenarnya, aku sendiri tidak memperlakukan Nona Azura dengan sinis. Tapi, dia yang melakukan sebaiknya. Saya sudah mencoba untuk lunak
Di ruangan kerja Anastasia, wanita itu dan Emily duduk berhadapan, beseberangan meja. Emily terdiam, menunggu Anastasia memulai pembicaraan. Sejak tadi, wanita itu terus saja mengarahkan tatapan tajamnya kepada Emily. ”Kenapa kau tidak datang ke kantor kemarin?” tanya Anastasia. Jangan tanya apakah tatapan tajamnya sudah mereda, sama sekali tidak. “... Maaf. Ada beberapa hal yang terjadi, namun saya tidak bisa menyampaikannya kepada anda,” jawab Emily. Mendengar jawaban itu, Anastasia pun tersenyum kesal. Ia menggigit bibir, sementara ia sendiri juga tengah mengatur emosinya agar tidak meledak-ledak. “Dengarkan aku baik-baik, Rose. William itu adalah kekasihku. Kenapa kau bisa melakukan semua itu bahkan di hadapanku?” tanya Anastasia. Suaranya memang terdengar datar, tapi jelas penuh tekanan. Emily menunduk sejenak sebelum dia menjawab pertanyaan itu. “Nona Anastasia, Anda juga melihat sendiri dengan sep
Setelah percakapan panjang dan melelahkan itu, akhirnya William pun mengalah. Ia membiarkan Emily menyelesaikan proyeknya di perusahaan JB fashion. Namun, tentu saja, William tidak akan menyerah begitu saja tanpa mendapatkan sesuatu sebagai imbalan. “Karena aku sudah memberikan persetujuan yang harganya sangat mahal, maka kau harus membayarnya kembali,” kata William dengan tatapan penuh maksud. “Kau harus melayaniku sampai aku tidak bisa bangun besok pagi.”Emily menelan ludah, merasa wajahnya mulai memanas. Ia ingin menolak, tapi ia tahu William tidak akan menerima penolakan apapun. Namun, rencana William gagal total. Elle tiba-tiba masuk ke kamar dengan mata mengantuk, menyeret boneka yang ada di kamarnya tadi. “Ayah...” panggilnya pelan sebelum langsung naik ke tempat tidur dan memeluk William erat-erat. William membeku. Ia menatap bocah kecil itu yang dengan nyaman menempel padanya, lalu melirik Emily yang justru terseny
“William, maaf... Aku tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Aku salah, maafkan aku,” ucap Emily, suaranya gemetar. Benar, dia sama sekali tidak pernah memikirkan soal apa yang dikatakan oleh William barusan. Mendengar itu, William pun membuang napas kasarnya yang terasa begitu berat. “Aku tidak bohong bahwa aku membenci keputusanmu, kau yang begitu sembrono. Apakah yang aku lakukan dan pengorbananku masih belum cukup untuk membuat hatimu teguh berada di sisiku? Kenapa kau mudah sekali terpengaruh oleh ucapan Nenek ku, tapi tidak terpengaruh oleh semua yang aku lakukan?”Emily menggigit bibir bawahnya, merasa semakin bersalah. Kepergiannya bukan hanya menyiksa dirinya sendiri, tapi menyiksa William dan juga, Elle. “Emily, aku tidak bohong bahwa aku bahagia dengan kenyataan kau baik-baik saja. Bahkan, kau juga memberikan putri yang cantik dan cerdas untukku. Tapi, kenapa aku harus menunggu selama ini? Bahkan, kau juga masih ingin kab
William membawa Emily dan Elle pulang ke rumah mereka. Sesampainya di sana, Elle nampak bersemangat karena rumah William besar dan mewah, halamannya luas, ada taman samping juga. “Ini rumah kita, Yah?” tanya Elle, matanya berbinar bahagia. William tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Tentu saja. Bagaimana? Kau suka?” Elle mengangguk cepat, nampak begitu bahagia. “Iya, suka!” Emily tersenyum. Dia tidak menyangka kalau pada akhirnya dia akan kembali ke rumah itu, bertambah anggota keluarga juga. Rasanya, bertahun-tahun meninggalkan William tidak ada perubahan apapun di dalam hidupnya secara signifikan. William menurunkan Elle dari gendongan, membiarkan putri kecilnya itu mengeksplor ruangan. Pelayan yang ada di rumah langsung sigap menemani Elle. Mereka sempat merasa terkejut. Padahal, kembalinya Emily cukup membuat mereka kaget, sek
Emily menunduk sambil menggigit bibir bawahnya. William duduk di hadapannya dengan ekspresi dingin sambil memangku Elle. Bocah itu tidak mau jauh dari ayahnya. “Maaf. Aku hanya takut kau akan membawa Elle pergi dariku,” ucap Emily lagi. Dia sudah coba menjelaskan tadi, tapi tatapan tajam William membuatnya gugup. Emily mengangkat wajahnya, menatap William dan Elle. Hah...? Emily benar-benar keheranan, bagaimana bisa ayah dan anak itu berekspresi sama sambil menatapnya? Mereka tidak pernah bertemu sebelumnya, Kenapa mereka menjadi sangat kompak seperti itu? Akhhh! Emily merasa ngilu dadanya, dia cemburu. “Ayah kenapa tidak boleh membawaku? Aku juga mau ikut Ayah kok, Bu,” ujar Elle dengan ekspresi wajahnya yang polos. William tersenyum tipis, penuh kemenangan. Emily mencebikkan bibirnya, jelas dia merasa makin cemburu. “Baiklah, bisakah kau sebutkan
Emily perlahan berjalan mendekat. Ia pun berbaring di sisi lain tempat tidur. Lelah sekali, tubuhnya juga sakit semua. Tidak butuh waktu lama, Emily juga langsung terlelap. William membuka matanya. Dia menatap Elle dan Emily. Ia mulai membayangkan kehidupan seperti apa yang Emily dan Elle jalani selama ini. Bagaimana bisa Emily membesarkan Elle sendiri namun putrinya itu bisa mengenali Ayahnya bahkan saat tidak pernah bertemu sama sekali sebelumnya? “Setelah dipikirkan lagi, sepertinya, kau juga menjalani hari yang sulit, kan? Kenapa kau harus melakukan semua ini? Tapi... berkat kau pergi, aku pun makin sadar bahwa aku tidak pernah ingin membencimu walaupun aku bertekad. Emily, terimakasih sudah hidup dengan baik-baik saja selama ini. Terimakasih karena kau melahirkan anakku dengan baik dan membuatnya mengenaliku,” ucap William di dalam hatinya. Perlahan, ia pun meraih tangan Emily dan menggenggamnya.
Emily dan William sampai di mansion Tuan Xavier. Kedatangan mereka disambut oleh keluarga dengan ekspresi bingung. Julia dan Johan saling menatap dengan segala pemikiran mereka. Sean membuang napas kasarnya saat melihat Emily dan William di depan pintu. “Sudah kubilang, Emily itu tidak berprinsip. Jauh-jauh dia pergi sampai empat tahun lebih, akhirnya kembali ke William juga, kan?”“Diam! Siapa yang tidak berprinsip?!” kesal Emily. “Aku cuma... dipaksa William saja! Aku juga bukan perempuan yang mudah seperti yang Kakak pikirkan.”Sean tersenyum, menaikkan satu sisi bibirnya. “Ah, lalat sekarat saja tidak mungkin percaya ucapan mu, Emily.”Julia menyikut Sean, melotot, meminta kepada Sean untuk menutup mulutnya. Emily merengut kesal. Yah... apapun yang dia katakan mana mungkin mereka percaya?William menghela napasnya. “Kaki ku sudah pegal berdiri. Kapan kalian akan memberikan jalan untukku?”Mereka