Seperti biasa Leon bertemu dengan partner ranjangnya sekaligus berkencan makan malam romantis dengannya. Dia akan memutuskan apa wanita itu layak atau tidak dibawa pulang ke penthouse miliknya untuk menemaninya menghabiskan malam bersamanya.
Selera Leon sangat tinggi, dia tidak suka wanita yang terkesan murahan. Memang uang bisa membeli banyak hal, tapi dia tidak suka wanita yang cantik tapi sudah terlalu sering melayani banyak lelaki. Bagi Leon kesannya seperti kain pel yang sudah dipakai berkali-kali dan kotor, mau secantik apapun wanita itu.
Tidak jarang Leon membayar mahal hanya untuk mendapatkan perawan yang dijual di lapak prostitusi online. Dia suka barang yang masih baru dan belum tersentuh oleh lelaki manapun. Sejak masih berumur 16 tahun, Leon sudah melepas keperjakaannya.
Annabella Berliana, nama teman kencannya malam ini. Mata Leon menilai penampilan wanita itu. Itu memang tipe wanita favoritnya, berdada besar dengan tubuh langsing. Payudara wanita itu seperti akan tumpah dari kain penutup dada gaunnya.
Wajah Annabella juga cantik, bulu matanya rimbun dan lentik dengan maskara, tulang pipinya tinggi dengan hidung mancung, bibirnya seksi tebal tak berlebihan dengan pulasan lipstik merah mawar.
"Hai, Annabella. Kenalkan ... namaku Leon," sapanya seraya mengulurkan tangan kanannya ke depan wanita itu.
"Hai, Leon. Panggil saja aku Bella. Apa kita bisa mulai memesan menu? Hari ini jadwal pekerjaanku membuatku melewatkan makan siang," ujar Annabella sembari menyeringai agak sungkan pada Leon.
Leon pun mendengkus. 'Wanita ini agak lucu,' pikirnya. Dia pun memanggil waitress untuk meminta buku menu dan mencatat pesanan.
"Pesanlah sesukamu, Bella. Aku yang traktir," ucap Leon sembari mempelajari buku menu.
"Oke, Leon. Thanks. Mbak, aku pesan double tenderloin with mashed potato, spagetti bolognaise, chicken wings, sup cream jagung kepiting, puding mangga dengan sorbet strawberry, dan jus semangka. Oya air mineral sebotol," ujar Annabella memilih menu makan malamnya.
Leon meliriknya dari balik buku menu dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin ini termasuk satu-satunya pengalaman kencannya yang agak unik. Teman kencannya seperti korban kelaparan dari negara konflik perang.
"Tuan, apa pesanan Anda?" tanya waitress itu mengejutkan lamunan Leon.
"Ehh buat pesanan yang sama dengan nona ini jadi 2 set saja. Aku mau menu yang sama dengannya," jawab Leon karena blank tak sempat memilih menu, terlalu sibuk memperhatikan Annabella. Dia pun mengembalikan buku menu kepada waitress itu.
"Bell, kamu habis ya makan segitu banyaknya? Apa nggak hoek?" tanya Leon dengan sedikit heran.
Bella pun tertawa renyah lalu berkata, "Tuan CEO, kalau mau bertempur sebaiknya makan yang kenyang. Kan butuh tenaga juga ... bener 'kan?"
'Iisshh gelo nih cewek!' batin Leon. Dia pun menyahut, "Kamu sudah berapa kali main sama cowok setelah lepas virginity, Bell?"
Wanita muda itu seolah mengingat-ingat dan menghitung dengan jarinya. "Sepertinya kamu pria keempat, Leon. Aku soalnya agak jual mahal, kalau nggak cakep nggak mau," jawab Bella tanpa merasa malu.
"Oohh ... baguslah. Berarti aku termasuk cakep ya, Bell?" tanya Leon asal.
"Kamu yang paling ganteng deh, mirip artis Korea Ji Chang Wok, tahu nggak yang mana?" puji Bella seraya membandingkan wajah Leon dengan artis Korea.
"Sorry, nggak update yang begituan. Lagian aku cowok ngapain ngefans sama artis cowok. Kalau artis bokep wanita aku hapal namanya, Bell," jawab Leon dengan santai.
Annabella terkikik mendengar perkataan Leon, dia pun berkata, "Tuan CEO mesum deh!"
Leon pun terkekeh. "Jadi cowok harus mesum biar banyak pengalaman dong. Malu-maluin kalau nyolok aja nggak paham ...," ujar Leon membela dirinya.
Menu pesanan mereka berdua pun diantar ke meja hingga meja mereka penuh. Annabella bersorak kegirangan melihat makanan lezat di meja.
"Asikkk ... yuk makan dulu, Leon!" ucap Bella.
"Yuk makan, aku juga lapar kok, Bell," balas Leon lalu memakan sup creamnya dulu sebagai appetizer. Dia mengangguk-anggukkan kepalanya, rasanya lezat menurutnya.
"Bella sudah berapa lama jadi model majalah dewasa?" pancing Leon.
"Belum ada setahun, Leon. Aku sebenarnya ingin sekolah lagi, tetapi sepertinya biaya hidup di kota Jakarta begitu tinggi. Aku harus melupakan keinginanku untuk melanjutkan kuliah," jawab Bella dengan sedikit sedih.
Leon pun merasa sedikit iba. Di kala dia bisa mandi uang dan berfoya-foya, ada orang-orang yang kurang beruntung seperti Bella. Namun, dia paling anti menjalin hubungan yang mengikat seperti memiliki wanita simpanan. Mungkin lebih baik dia menghubungi Bella lagi lain kali untuk berkencan dan menikmati malam bersamanya, dengan catatan pelayanan Bella malam ini bisa memuaskannya.
Seusai makan malam, Leon membawa pulang Annabella ke penthouse miliknya. Penthouse itu terletak di bagian teratas gedung Nirwana Amanjiwo Tower, salah satu properti milik grup Indrajaya yang termegah di Millenium City.
Sebenarnya Annabella agak syok ketika melihat pengawal Leon yang berjumlah 10 orang ketika Leon mengajaknya masuk ke mobil Lamborghini warna gold metalik dengan pintu yang membuka ke atas. Tampaknya memang Leon itu tajir melintir seperti kata managernya. Dia harus bisa membuat Leon puas dengan pelayanannya nanti agar pria itu mau membookingnya lagi lain kali.
Mata Leon sekilas memandangi paha Annabella yang putih mulus tak tertutup karena wanita muda itu mengenakan mini dress off shoulder warna hitam. Penampilan Annabella sungguh menantang dan membuat Leon bergairah.
Dia pun menyetir dengan santai berusaha nampak tenang di hadapan Annabella sekalipun dalam dirinya terasa bergejolak.
"Leon, dimana rumahmu?" tanya Bella memecah keheningan yang menggantung di dalam mobil.
Leon menatap sekilas ke arah Bella, dia pun menjawab, "Rumahku banyak. Tapi, aku tinggal di Nirwana Amanjiwo Tower. Kalau kamu tinggal dimana, Bell?"
Mata Annabella membulat karena terkejut. Gedung yang disebutkan Leon itu sangat megah, hanya orang sekelas sultan yang bisa tinggal di sana. Setahunya sewa 1 unit apartment di sana setahunnya bisa mencapai kisaran 1 milyar karena tiap unitnya sangat mewah dan luasnya 200 m² dilengkapi dengan fasilitas club house yang lengkap meliputi fitness centre, sauna, refleksi pijat, salon kecantikan ternama, supermarket, butik desainer nasional, kolam renang, restoran, bar, dan diskotik.
"Eehh a--aku tinggal di kost biasa, Leon," jawab Bella minder karena kostnya yang saat ini memang berada di daerah non eksklusif.
Leon tidak dapat membayangkan seperti apa respon Annabella ketika dia membawanya ke penthouse miliknya nanti. Dia berharap wanita itu tidak pingsan saja. Dia pun tersenyum penuh arti pada Bella.
Akhirnya, mereka sampai di lobi Nirwana Amanjiwo Tower. Leon menyerahkan kunci Lamborghini miliknya ke petugas vallet parking seraya mengajak Annabella turun.
Dia pun menaruh tangan Annabella ke lengannya lalu melangkah masuk ke lobi untuk menuju lift. Para pegawai di gedung itu membungkuk hormat kepadanya.
Annabella memperhatikan hal itu, tetapi dia berpikir mungkin memang semua pegawai wajib menghargai penyewa di gedung mewah itu. Toh Leon sudah membayar 1 milyar untuk tinggal di situ. Harga sewa yang fantastis untuk sebuah tempat tinggal.
Pintu lift itu pun terbuka, mereka berdua pun masuk ke dalam lift.
"Selamat malam, Pak Leon. Ingin pulang?" tanya petugas lift pada Leon sebelum memencet tombol lantai tujuan mereka.
"Iya, aku ingin pulang, Jeffri," jawab Leon singkat pada petugas lift yang sudah dia kenal karena mereka sering bertemu hampir setiap hari.
Jeffri pun menekan tombol lantai 50, lantai teratas di gedung itu.
Lift pun beranjak naik ke atas hingga akhirnya tiba di lantai 50. "Silakan, Pak Leon. Selamat beristirahat," ujar Jeffri dengan sopan.
Di lantai 50 itu hanya ada 3 unit penthouse. Satu milik Leon, dan yang 2 lainnya milik pengusaha luar negri yang memiliki investasi di Indonesia. Satu dari Amerika Serikat dan satunya lagi dari Dubai.
Unit penthouse itu dijual hak miliknya senilai 100 milyar ke masing-masing pengusaha asing itu. Leon sendiri yang mengeksekusi perjanjian jual belinya 5 tahun lalu ketika dia masih baru mulai menjabat sebagai CEO Indrajaya Realty menggantikan papinya.
Sesampainya di depan pintu unitnya, Leon membuka pintu itu dengan sensor retina matanya. Pintu itu pun terbuka."Silakan masuk di rumahku, Bell. Jangan sungkan ya!" ujar Leon mempersilakan Annabella untuk masuk ke unit penthouse itu.Wanita itu terperangah ketika melihat betapa luas dan mewah ruangan itu. "Wahh ... gila, mewah banget tempat tinggalmu, Leon!" katanya.Leon pun duduk di kursi dekat rak sepatu dan sandal untuk melepas sepatu fantofel dan kaos kakinya. Dia mengamati respon Annabella melihat penthouse miliknya ini."Sepertinya kau seorang sultan, Leon. Tempat tinggalmu keren sekali. Well ... ini sebuah penthouse kurasa, bukan unit apartment biasa," ujar Annabella sambil berjalan berkeliling ruangan itu.Leon melepas jasnya lalu dia menarik dasinya hingga simpul dasi itu lepas.Melihat Leon melepas sebagian pakaiannya sendirian, dia pun sadar diri lalu bergegas mendekati Leon sambil berkata, "Biarkan aku yang melayanimu, Leo
Semalam Leon memuaskan hasratnya dengan tak tanggung-tanggung, Annabella adalah partner ranjang yang aktif dan tidak membosankan. Entah karena faktor fisik Leon yang sangat menarik atau partner ranjangnya yang sangat puas sehingga menginginkan lagi dan lagi, mereka melakukan percintaan itu berulang-ulang hingga kelelahan.Alarm ponsel Leon berbunyi tanpa henti berusaha menarik kesadarannya dari alam mimpi. Akhirnya, Leon tersadar bahwa pagi ini dia memiliki janji dengan Dokter Evita di RS. Siloam Internasional."Damn!" rutuknya karena bangun kesiangan.Leon segera berlari ke kamar mandi lalu menyalakan shower air dingin untuk memaksa sel-sel tubuhnya untuk bangun. Dia menyabuni tubuhnya lalu membilasnya dengan cepat. Kemudian memakai handuk untuk mengeringkan tubuhnya sambil mencari pakaian di walk-in-closet miliknya.Dia pun menyambar gantungan setelan jas warna hitam dan kemeja biru langit dengan dasi ungu tua bergaris diagonal. Leon memakainya se
Seusai sesi terapi kejiwaan pertamanya, Leon menyetir ke kantornya sendiri. Pengawal-pengawalnya berada di belakang mobilnya, mengikutinya dengan 2 mobil lain.Kalau dibilang pengawalannya berlebihan, tidak juga. Pasalnya, Leon sudah beberapa kali mendapat ancaman pembunuhan. Dua kali penembakan misterius, sekali di depan lobi gedung Indrajaya Realty dan sekali sesudahnya di depan lobi Nirwana Amanjiwo Tower, tempat tinggalnya. Mungkin dia yang memiliki 9 nyawa seperti kucing sehingga bisa lolos dari penembak jitu yang mengintainya dari atap gedung di seberang jalan.Semenjak saat itu, Leon memperketat pengaman dirinya sendiri dengan menempatkan 10 orang pengawal ketika dia pergi keluar ruangan. Masa bodoh pengawal-pengawal itu seperti makan gaji buta, yang penting adalah musuhnya yang tak terlihat itu akan berpikir berulangkali untuk mencoba membunuhnya.Jadwal pekerjaan Leon pagi ini cukup padat. Giorgio, sekretaris pribadinya yang mengurusi jadwal meeti
Semenjak menginjakkan kakinya di unit apartment Evita, dia seolah tak sanggup untuk memalingkan matanya ke arah lain. Seolah-olah gadis itu telah memikatnya.Leon ditemani oleh Evita berjalan melihat-lihat isi unit apartment milik gadis itu. Sementara Adri dan Gio duduk menunggu di sofa seperti yang diperintahkan bos muda mereka.Kondisi unit itu tampak terawat dengan baik, bersih dan rapi. Tak ada barang tercecer. Hingga mereka sampai di kamar tidur Evita. Semua barang Evita memang masih berada di tempatnya karena dia belum sempat packing untuk meninggalkan unit apartment yang telah dibeli oleh Leon.Mata Leon menangkap bentukan segitiga berenda warna hijau tosca itu di atas tepi ranjang. 'Oohh sial! Benar-benar spoiler ...,' umpat Leon dalam hatinya ketika melihat celana dalam sutera berenda milik Evita.Evita pun mengikuti arah pandangan mata Leon. 'Ohh Damn! Bagaimana aku bisa ketinggalan satu lembar ketika melipat celana dalamku tadi?!' sesal E
Sekembalinya Leon dari unit apartment Evita ke kantornya, dia menyuruh Gio dan Adri ikut masuk ke ruangannya. Dia punya tugas untuk kedua sekretarisnya itu."Adri, Gio, aku ingin kalian menyelidiki Belvin Alexander Young, dia CEO Young Entertainment. Aku butuh laporan mengenai kehidupan pribadinya terutama hubungannya dengan para wanita. Dokumentasikan dengan foto kalau bisa," ujar Leon sambil menautkan jarinya sambil menggoyangkan kursinya ke kanan ke kiri."Siap, Pak," jawab Adri dan Gio serempak."Kalian boleh pergi sekarang. Apa masih ada janji temu dengan klien sore ini?" tanya Leon sebelum kedua sekretarisnya pergi dari ruangannya."Tidak ada, Pak. Mungkin Bapak ingin membaca penawaran terbaru granit dan marmer dari PT. Pesona Batu Alam. Mereka menawarkan harga promosi untuk kontrak khusus bulan ini," saran Adrian."Oke, akan kubaca, Adri. Terima kasih," jawab Leon lalu memberi kode dengan tangannya agar mereka berdua keluar dari ruangannya.
Sesudah mengakhiri teleponnya dengan Leon, gadis itu pun menghubungi nomor Belvin tunangannya. Dia harus mengakhiri pertunangan mereka yang sudah berjalan selama hampir 5 tahun. Alasannya menunda pernikahannya dengan Belvin disebabkan karena kesibukan mereka berdua. Evita ingin memberi kesempatan kekasihnya itu untuk fokus dengan pekerjaannya.Namun, kini justru dia harus mengakhiri pertunangan mereka karena pria lain yang baru kurang dari seminggu dia kenal. Rasanya begitu konyol di pikirannya. Leon menariknya begitu kuat dengan kekuatan finansialnya.Sebenarnya hubungan antara dokter ahli jiwa dan pasien secara romantis itu dilarang karena dapat menyebabkan bias opini. Evita pun sangat paham tentang hal itu. Tapi, dia tetap melanggar kode etik itu demi mamanya. Leon telah membayar lunas perawatan kesehatan mamanya, bahkan mentransfer pembayaran unit apartment miliknya 800 juta. Ini seperti sebuah transaksi saja baginya.Evita menegarkan hatinya demi apapun itu
Mendengar suara Leon memanggilnya, Evita pun menoleh ke belakang. Mereka saling bertatapan dengan jarak 3 meter. Menunggu siapa dulu yang akan bergerak, akhirnya Leon yang menghampiri Evita."Naiklah ke penthouse-ku, Eve. Aku ingin berbicara denganmu," ujar Leon lalu menggandeng tangan Evita dan berjalan ke lift.Evita menurut saja, dia masih merasa hampa karena baru saja mengakhiri hubungannya dengan Belvin yang telah berjalan sekitar 5 tahun. Bagaimanapun dia telah berbagi banyak kenangan pahit dan manisnya sebagai kekasih dengan Belvin. Itu bukan hal yang mudah dilupakan."Kenapa kau terdiam dari tadi, Eve Sayang? Apa kau merasa sedih telah mengakhiri hubunganmu dengan Belvin?" tanya Leon menyelidik sambil melirik ke wajah Evita yang berdiri di sebelahnya.Evita berdehem, dia tak bisa berbohong. "Ya, itu tidak mudah bagiku."Akhirnya, mereka sampai di lantai 50. Mereka pun keluar dari lift dan menuju ke salah satu dari tiga pintu yan
Ketika Evita menggeliat karena terbangun dalam posisi dipeluk erat oleh seseorang, dia pun tersadar bahwa semalam dia tidur di penthouse Leon bersama pria itu. Sementara itu kandung kemihnya penuh dan harus segera dikosongkan.Evita mencoba mengangkat lengan kekar Leon yang melingkari pinggangnya dengan posesif. Ternyata sangat kuat dan sulit dilepaskan. 'Apa Leon takut aku kabur?' batin Evita masih berusaha melepaskan dirinya dari dekapan Leon."Uumhh Eve, kenapa bergerak-gerak?" tanya Leon setengah sadar dan masih mengantuk."Leon, lepaskan aku kalau kau tidak ingin ranjangmu kuompoli, aku mau pipis sekarang!" ancam Evita karena sudah tak tahan lagi.Leon pun segera melepaskan lengannya dari tubuh Evita. Gadis itupun lari terbirit-birit ke kamar mandi.Akhirnya, kantuk Leon hilang karena Evita sudah beranjak dari sisinya. Dia pun melangkah ke kamar mandi untuk mengecek kondisi gadis itu."Kamu baik-baik saja 'kan, Eve?" serunya
Kini Leon sudah ahli mengganti popok bayi, serta merawat bayi dengan minyak telon, bedak bayi, serta losion bayi. "Diego ... jagoan Papi! Ututu cayaaangg ...," ucap Leon menimang-nimang puteranya sambil menggoda bayi yang terkekeh-kekeh itu sehabis memandikannya pagi ini.Sementara Evita sedang membuat makanan pendamping ASI karena putera pertamanya semakin bertambah usianya. Dia membuat bubur kentang dan daging salmon yang lembut dicampur wortel dan brokoli. Setelah selesai Evita mendekati ayah dan anak itu di balkon sambil membawa semangkuk bubur bayi."Eve, kurasa kali ini genetikku yang kuat mendominasi tampilan fisik Diego. Rambutnya semakin hitam dan iris matanya juga hitam. Aku bisa berbangga di depan abang-abangku, Leeray dan James yang selalu kalah genetiknya dari istri mereka," ujar Leon tertawa girang saat Evita menyuapi Diego di baby stroller.Sepertinya bayi laki-laki itu menyukai makanan pendamping ASI buatan maminya. Diego seolah menikmati buburnya dan menelannya begitu
"Hai, Matt. Tumben kau mencariku?" sapa Michael Benedict Indrajaya berjabat tangan dan merangkul menantunya.Mereka berdua pun duduk di sofa kantor CEO Tanurie Grup. Matthew pun mulai berbicara, "Mike, aku ingin melebarkan sayap ke bisnis di Indonesia. Kurasa di Jakarta belum ada kasino yang besar seperti di Singapore atau Macau atau sejenis di Las Vegas atau Atlantic City. Aku berpikir itu sebuah ide bisnis yang menarik untuk digarap. Bagaimana menurutmu?" Michael terpekur sejenak memikirkan ide itu lalu dia pun menjawab, "Bisnis yang menarik, tapi kau butuh uang banyak untuk setoran keamanan ke banyak pihak, Matt. Ini Indonesia, hanya yang memiliki sumber daya kuat yang mampu bertahan. Selama ini grup Tanurie dan grup Indrajaya berfokus di sarana prasarana bidang jasa niaga. Entertainment belum kami sentuh.""Papa Mertua, aku butuh bantuanmu untuk lebih mengenal negara ini dengan baik. Belum ada, tapi bisa dicoba. Oya, cucumu laki-laki dan aku ingin nanti dia yang meneruskan legacy
Leon memeluk Evita yang merasa cemas pasca kedatangan Joe Allen Leigh yang ingin membawa Diego. "Tenanglah, Eve! Pria itu sudah pergi dari rumah sakit," hibur Leon seraya membelai punggung Evita dengan lembut."Bagaimana bila hasil test DNA Diego mengatakan bahwa Joe adalah ayahnya, Hubby?" ucap Evita dengan jantung berdebar-debar.Helaan napas meluncur dari mulut Leon. Dia sendiri pun agak bingung dengan penampilan bayinya setelah lahir. Rambut Diego tidak merah seperti maminya, tidak hitam seperti Leon, melainkan kecoklatan gelap. Kemudian warna iris matanya juga biru begitu, tidak hijau, tidak pula hitam seperti dirinya.Genetik itu permainan kode DNA yang dominan dan resesif bisa teracak sempurna. Itu yang Leon tahu dari ilmu IPA yang pernah ia pelajari saat sekolah dulu. Sebetulnya kalau puteranya seperti maminya, Leon juga tidak keberatan. Ini malah bikin bingung karena tidak ada ciri khas papi maminya. Pusing!"Eve, kalau ternyata ayah kandung Diego adalah Joe. Apa yang harus k
"Hello, Eve!"Suara bass husky pria itu mengirimkan teror ke sekujur tubuh Evita. Dia mendadak gemetaran dan menatap nanar ke arah pria itu berjalan mendekatinya di bed pasien ruang ibu dan anak.Joe Allen menyeringai melihat Evita yang tampak ketakutan melihatnya. "Ckckckck ... kenapa harus takut kepadaku? Aku ingin melihat puteraku juga. Coba biarkan aku menggendongnya, Eve!" ujar Joe Allen mendekat ke samping ranjang."Jangan mendekat!" teriak Evita lalu menekan tombol panggilan untuk perawat.Diego ada di dekapannya dan sedang menyusu dengan tenang tanpa tahu bahwa maminya sedang tegang berhadapan dengan monster predator wanita."Bayi yang tampan dan sehat. Aku ingin menggendongnya!" Joe Allen mengangkat Diego dari dekapan Evita lalu menimang-nimang bayi berusia beberapa hari itu sambil berdiri.Perawat jaga bergegas masuk ke ruangan itu dan bertanya, "Apa Anda membutuhkan sesuatu, Nyonya?""Suster, pria ini berbahaya, dia mengambil puteraku!" teriak Evita histeris.Namun, Joe All
"Eve, kurasa HPL kelahiranmu sudah lewat. Kenapa anak ini tak kunjung lahir?" tanya Leon penasaran.Evita pun terpekur sejenak lalu dia berbisik di telinga suaminya, "Mungkin kau bisa membantuku kontraksi kali ini?"Dengan wajah berseri-seri Leon menjawab, "Itu keahlianku, Hot Mommy! Siap melayani dengan sepenuh hati."Perasaan bergetar saat menatap tubuh molek istrinya yang polos masih sama bagi Leon, little mermaid itu memiliki sejuta pesona yang membuatnya tak mampu berpaling. Perlahan telapak tangannya menekan perlahan bulatan indah di dada Evita. Bibirnya mencecap puncaknya yang mengalirkan susu dengan deras.Bagi Leon bercinta dengan wanita hamil memiliki sensasi istimewa tersendiri, dia sangat menyukainya. ASI dari Evita membuatnya bernostalgia dengan masa batitanya dulu yang hanya teringat samar-samar. Namun, satu yang pasti rasanya manis dan membuatnya ketagihan."Leon ... aku seperti merasa punya bayi besar," goda Evita yang membelai-belai bagian belakang kepala suaminya yan
Lisbon, Portugal.Kali ini Matthew mengajak Alice mengunjungi Lisbon Oceanarium yang terletak di perairan biru Estuary Tagus. Bangunan itu dari kejauhan tampak seperti kapal yang tinggi menjulang di atas laut yang terbuat dari kaca.Konsep tempat wisata ini mirip dengan sea world yang menampilkan kehidupan laut, ada banyak jenis ikan laut yang bisa dilihat seperti ikan hiu, ikan Puffer warna-warni, anemon laut, dan pinguin lucu yang senang berinteraksi dengan pengunjung."Matt, pinguinnya melambai kepadaku," ujar Alice terkikik geli melambai-lambaikan tangannya dengan beberapa ekor pingiun di balik kaca oceanarium.Pria itu pun tertawa geli melihat Alice dan pinguin-pinguin itu. "Wah, sepertinya kalian cocok bersahabat satu sama lain."Mereka bergandengan tangan berkeliling melihat-lihat isi oceanarium yang menarik. Ikan pari lebar melewati kaca di atas kepala mereka. Tiba-tiba ponsel Matthew berdering tanda panggilan telepon masuk. Dia segera menerimanya. "Halo?" "Halo, Boss. Saya
Sudah tiga bulan terakhir ini pria itu tak bisa menikmati hobinya berhubungan seks dengan wanita. Penyebabnya adalah alat kelaminnya mengalami radang dan bernanah bercampur darah. Ingin melakukannya, tetapi saat bergesekan atau hanya bersentuhan saja bagian yang dulu sempat jadi kebanggaannya untuk menaklukkan wanita itu tak bisa lagi digunakan karena sangat sakit.Akhirnya Belvin hanya bisa mengalihkan hasrat seksualnya dengan berhalusinasi menggunakan obat-obatan terlarang. Angel dust telah menjadi sahabatnya berfantasi. Angannya dapat terbuai melayang jauh sekalipun jiwanya sakit.Dari hari ke hari tubuhnya semakin kurus karena dia kehilangan napsu makannya dan hanya ingin berbaring dan berfantasi dalam dunia maya. Dosis obat-obatan yang dia konsumsi dari hari ke hari semakin meningkat. Awalnya hanya jenis serbuk yang dihirup melalui lubang hidung. Lama kelamaan dia menggantinya dengan jenis obat injeksi yang efeknya lebih kuat.Pergaulan yang buruk merusak tubuh, pepatah itu sung
Petang itu sebelum makan malam bersama awak kapal yacht Lady Marine, Matthew sengaja mengajak Alice ke Pastel de Belem. Bakery itu menjual Patel de Nata yang terkenal di Lisbon. Mereka memesan dua lusin makanan ringan bercita rasa manis itu untuk menjamu awak kapal.Bentuk pastel berisi krim putih bertabur bubuk kayu manis itu lebih mirip pie yang buah sebenarnya, hanya tidak menggunakan buah sebagai isiannya dan bentuknya memang seperti pastel tutup yang dipanggang.Alice menggigit sebuah Patel de Nata lalu menyuapi suaminya juga. "Aaa ... apa manis?""Manis seperti istriku!" sahut Matthew terkekeh sambil melingkarkan lengannya di sekitar pinggang Alice yang sedang duduk di high chair menunggu pesanannya.Bibir Alice mendekati bibir suaminya dan langsung disambar dengan ganas. "Aahh ... I got a strike, Boy!" seru Alice terengah menata napasnya.Matthew tertawa dan bertanya, "Why?!" "I got a monster bit my lips like a Giant Traveley fish!" ("Aku mendapat monster yang menggigit bibirk
Perlahan kapal yacht Lady Marine merapat ke dermaga Lisbon. Kapten Eugene Dunn mengarahkan kapal pesiar mewah berukuran sedang itu dengan roda kemudi kapal. "Mister Leigh, tujuan Anda dan Nyonya telah tercapai. Welcome to Lisbon!" ujarnya di depan alat pengeras suara yang terhubung ke semua ruangan di kapal yacht itu.Alice bersorak gembira dan melompat ke pelukan Matthew. "Ahh ... tak sabar rasanya untuk turun ke daratan, Hubby!" seru Alice penuh semangat.Pria tampan itu tersenyum miring menatap istrinya yang imut dan membalas, "Mungkin Lisbon tak seterkenal Paris, Rome, London, atau Amsterdam, tapi aku yakin kau pasti tidak akan melupakan petualangan romantis kita di Lisbon!"Akhirnya sauh dibuang ke dalam laut dan tali tambang kapal diikat ke tonggak dermaga. Matthew membantu Alice turun dari kapal, sedangkan Calvin membawakan koper kedua majikannya."Capt. Eugene, aku akan berjalan-jalan seminggu di Lisbon. Bersenang-senanglah juga, turun dari yacht!" seru Matthew yang mendapat