Jeremy langsung mencari tanda yang dimaksud Diego, tapi Anna terus menutupinya sampai Jeremy makin curiga. "Tanda apa, Anna? Apa yang kau tutup itu? Biarkan aku melihatnya." Jeremy mencoba menepis tangan Anna sampai Anna makin tegang. "Ah, tidak ada apa-apa, Jeremy. Bukan tanda apa-apa." "Kalau begitu, biarkan aku melihatnya, Sayang," seru Jeremy sedikit geram karena ia tidak suka Anna menyembunyikan apa pun darinya. Namun, Jeremy masih tetap mempertahankan ekspresinya di depan Diego. Anna sendiri makin tegang, tapi ia tidak bisa menahan saat Jeremy menepis tangannya. "Ini ... bukan apa-apa, Jeremy. Ini bekas gigitan serangga, aku tidak tahu kapan serangganya menggigit, tapi tiba-tiba aku merasa gatal dan saat tadi pagi aku bercermin, ini sudah merah dan membekas," dusta Anna mengarang alasan. Jeremy yang akhirnya melihat tanda itu pun terus mengernyit dan bertanya-tanya sendiri, tapi untungnya Jeremy tidak memikirkan apa pun dan hanya mengangguk mendengar penjelasan Anna.
"Uncle Ronaldo!" Suara anak laki-laki di hadapannya membuat Diego terdiam sejenak. Anak itu menatap ke arahnya, tapi nama yang dipanggil sama sekali bukan namanya. "Itu bolaku, Uncle!" seru Darren lagi sambil memamerkan deretan gigi putihnya. Diego yang sempat tertegun menatap bocah tampan itu pun mengernyit, sebelum ia melangkah mendekati anak itu sambil membawa bola di tangannya. Sungguh, sebenarnya Diego bisa saja langsung pergi. Diego yang dulu mungkin ramah dan menyukai anak-anak, tapi Diego yang sekarang tidak menyukai anak kecil. Diego juga tidak suka beramah tamah pada siapa pun. Namun, entah mengapa Diego memilih mendekati anak itu. "Kau memanggilku?" tanya Diego akhirnya saat ia sudah berdiri tidak jauh dari Darren. Bik Nim sendiri yang tegang langsung mendekati Darren dan memeluknya dari samping, takut kalau orang asing itu marah karena sudah terkena bola. "Ah, maaf, Pak. Tadi bolanya tidak sengaja terlempar begitu jauh sampai mengenai Anda. Maaf ya! Tolong jangan m
"Darren, Sayang! Anginnya kencang sekali. Untung Darren sudah kembali!" Anna langsung memeluk Darren bersamanya. Tadinya Jeremy berhasil membawa Anna untuk menjenguk Pak Chandra. Saat itu, Diego dan Jovan sudah pergi dari sana. Namun, Anna tidak tahan berlama-lama dan akhirnya pamit duluan dengan alasan melihat anaknya yang juga sakit. Jeremy terlihat kesal, tapi terpaksa mengijinkannya pergi, sedangkan Jeremy tetap di sana untuk mengambil hati beberapa orang penting. "Darren tidak suka angin kencang, Mama! Debu sama daunnya terbang semua!" seru Darren sambil terus menggosok hidungnya. "Iya, Mama tahu, Sayang," sahut Anna sambil memperhatikan kebiasaan Darren sejak kecil yang sangat mirip dengan seseorang. "Tapi jangan digosok terus hidungnya, Darren." "Tapi gatal, Mama! Debunya bikin hidung Darren gatal." "Iya, Sayang! Ayo kembali ke kamar saja!" Anna menggantikan Bik Nim mendorong kursi roda Darren lalu membantunya naik kembali ke ranjang. "Mama, tadi Darren ketemu Uncle
Diego tidak bisa berhenti menatap Anna sepanjang rapat sore itu. Penampilan Anna yang selalu cantik membuat Diego selalu terpana, apalagi Anna memakai lipstik merahnya yang membuat penampilan wanita itu makin menantang. Namun, sialnya, mendadak Anna mengabaikannya dan jelas terlihat berusaha menjaga jarak dengannya. Diego tidak menyukainya. Dan semakin Anna acuh padanya, Diego semakin menginginkannya.Hingga saat mereka berjalan berkeliling perusahaan, Diego pun akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mendekati Anna. Diego sengaja memisahkan dirinya dari rombongan dan pada saat yang tepat, Diego pun menarik wanitanya bersamanya. Anna langsung membelalak saat mengetahui siapa pria yang menariknya paksa dan menciumnya. Anna pun langsung memberontak dan mendorong dada pria itu. "Hmm, lepas ... Diego!" pekik Anna. Namun, Diego malah langsung menutup mulut Anna dengan tangan besarnya sampai Anna makin membelalak."Jangan bersuara atau suamimu akan mendengarnya, Anna," bisik Diego sambi
Jeremy masih berusaha mendengarkan di mana suara dering ponsel berbunyi hingga ia pun sadar bahwa dering itu berasal dari ruangan supervisor yang kosong itu. Jeremy memicingkan matanya menatap pintu itu dan mendadak rasa penasarannya menyeruak. "Apa Anna di dalam? Apa yang dia lakukan di sana?" gumam Jeremy yang langsung melangkah mendekat dan bermaksud melihat langsung ke dalam ruangan. Anna sendiri sudah begitu tegang sampai ia langsung meraih ponselnya dan mematikan deringnya. "Diego, hentikan, Diego! Jeremy di luar, ah ...." "Sebentar lagi selesai, Anna." "Kau gila, Diego! Kau gila! Jeremy akan membuka pintunya!" Anna terus berusaha melepaskan diri dari Diego, tapi Diego menahannya. Jantung Anna pun memacu begitu kencang dengan tatapan yang terus mengarah pada gagang pintu, takut kalau Jeremy benar-benar akan membuka pintunya dan semua selesai. Jeremy pasti akan mengumpatinya habis-habisan, Jeremy akan membuang Anna dan keluarganya. Sementara Diego sendiri juga hanya berni
Anna masih begitu tegang menatap bekas lipstiknya, tapi Diego terlihat begitu santai. Diego langsung melirik singkat ke arah bahunya dan tersenyum singkat, seolah ia sudah biasa dengan semua ketegangan seperti ini. "Ah, maaf, aku tidak sadar kemejaku kotor. Tapi ini memang bekas lipstik, Pak Jeremy." Anna makin tegang memikirkan apa yang akan Diego jawab. "Pasti dari wanita yang bersamaku tadi pagi, hanya saja, kita baru menyadarinya sekarang," imbuh Diego santai. Jeremy menaikkan alisnya. "Tadi pagi? Astaga! Benarkah tadi sudah ada bekasnya? Maaf aku yang berlebihan karena aku baru melihatnya sekarang. Tapi siapa wanita beruntung yang bisa bersama Anda begitu pagi, Pak Diego? Apa kekasih Anda?" Jeremy mendadak penasaran."Ayolah, kita sama-sama pria dewasa, Pak Jeremy," jawab Diego dengan tetap santai sampai Jeremy pun tergelak mendengarnya."Ya ampun, pembahasan tentang pria dewasa tidak pantas dibicarakan saat ini, tapi baiklah, aku mengerti, Pak Diego." "Aku akan mengganti ke
"Hotel Blue Sky, kamar 889, jam 8 malam." Anna baru saja menyalakan kembali ponselnya dan ia langsung menahan napasnya saat ia membaca pesan Diego. Anna menggeram kesal dan ia memutuskan untuk menghapus pesan itu segera. "Aku tidak akan datang. Terserah kau mau menunggu sampai kapan! Sial!" geram Anna yang langsung menyimpan ponselnya. "Permisi, Bu Anna. Silakan, Bu Martha sudah bisa dijenguk." Tiba-tiba suara seorang suster membuatnya tersentak. Anna memang sudah berada di rumah sakit untuk melihat kondisi Martha malam itu. Bahkan, ia belum sempat pulang ke rumah sejak pertemuan dengan Diego selesai tadi. "Terima kasih, Suster!" sahut Anna akhirnya. Anna pun akhirnya masuk ke ICU untuk menemui Martha yang tampak lemas itu. Martha tidak perlu memakai ventilator, tapi Martha memakai bantuan masker oksigen. "Ibu ... maaf, aku baru ke sini lagi. Tadi ada urusan di kantor," seru Anna sambil menggenggam tangan Martha.Martha sendiri hanya menatap Anna dengan tatapan sayunya dan Ma
Diego terus melirik jam tangannya. Jam sudah menunjukkan jam setengah sembilan malam, tapi Anna belum tiba. Sungguh, Diego tidak menyukai orang yang terlambat. Diego pun langsung menelepon Jovan yang sudah menunggu di lobby hotel. "Apa Anna sudah tiba?" "Belum ada tanda-tanda sampai sekarang, Pak." Diego memicingkan matanya dan entah mengapa perasaannya mengatakan Anna tidak akan datang malam ini. Ya, Diego mengenal Anna, wanita yang pernah sangat ia cintai dan mantan istrinya itu. Anna adalah wanita yang pemberani, berani bermain api dengan Diego dan berani menolak juga. Apalagi tadi Anna sudah bilang tidak yang berarti Anna akan nekat tidak datang malam ini. Diego pun menggeram kesal dengan pikirannya sendiri. "Pergilah dan cari di mana dia berada sekarang, Jovan! Apa yang membuatnya mengabaikan aku. Cari di rumah sakit tempat ibunya dirawat dulu karena dia memakai alasan itu tadi." "Baik, Pak." Jovan yang selalu tahu apa yang harus dilakukan pun langsung pergi un
"Sial! Aku tidak pernah tahu kalau Diego itu ternyata adalah mantan suami Anna! Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, hah?" "Sejak awal Anna dan Diego sudah membodohi aku? Keduanya sudah saling mengenal dan memang benar berselingkuh di belakangku?" "Bahkan mereka punya anak ... sial! Darren itu anak Diego! Mengapa kau begitu bodoh dan tidak bisa mencari tahu tentang hal seperti itu, Bram!"Jeremy tidak berhenti berteriak kesal setelah Diego dan Anna pulang. Jeremy yang sudah dikembalikan ke selnya pun begitu emosi sampai menendang kaki Bram. Keduanya ditempatkan di satu sel yang sama, sel sementara di kantor polisi, tapi Jeremy sudah hampir gila sekarang. "Anna memukuli aku dan Diego brengsek itu membuat wajahku bengkak! Sial! Buatkan gugatan! Buatkan gugatan untuk perselingkuhan dan penipuan! Mereka menipuku! Mereka menipuku habis-habisan dan tertawa di atas penderitaanku!" Jeremy membentak pengacaranya yang saat ini juga sudah berdiri di depan selnya. "Maaf, Pak. Itu tidak bisa d
"Hasil forensiknya sudah keluar. Dari tanda fisik yang telah diperiksa, dapat disimpulkan bahwa Bu Martha meninggal karena dicekik." Diego dan Anna akhirnya pergi ke rumah sakit menjelang malam itu dan hasil pemeriksaan forensik untuk penyebab utama kematian sudah keluar. "Selain itu, ada bekas darah di kuku Bu Martha yang menunjukkan Bu Martha sempat melakukan perlawanan. Kemungkinan darah tersebut adalah darah dari pelaku saat Bu Martha mencakar lengan sang pelaku," jelas sang dokter lagi. Seorang polisi yang menhandle kasus ini pun mengangguk dan menambahkan keterangannya. "Sesuai instruksi, kami juga langsung mencocokkan sidik jari yang ditemukan dengan sidik jari dari Pak Jeremy, hasilnya cocok. Pak Jeremy menolak melakukan tes DNA untuk darah di kuku Bu Martha, tapi bekas cakaran di lengan Pak Jeremy sudah bisa menjadi bukti kuat." "CCTV rumah sakit juga bisa membuktikan bahwa Pak Jeremy adalah orang terakhir yang keluar dari kamar Bu Martha setelah Bu Martha meninggal. Bu
Anna membuka matanya sambil mengernyit pagi itu. Tubuhnya terasa begitu lelah dan sakit semua. Anna kesulitan bergerak dan rasa di tenggorokannya begitu kering."Hmm, aku tertidur," gumam Anna. "Di mana ini?" Anna masih mengernyit menatap sekelilingnya yang begitu asing. Anna belum pernah ke apartemen Diego sebelumnya. "Akhh ...," rintih Anna saat ia bangkit duduk. Tidak ada siapa-siapa di samping Anna dan ia sendirian di kamar itu, tapi Anna bisa merasakan aroma parfum yang familiar di sana. Parfum yang biasa Diego pakai. "Ini pasti apartemennya. Hmm, kepalaku sakit sekali," gumam Anna lagi. Demam membuat tubuhnya terasa linu dan sakit di semua bagian. Namun, perlahan Anna bangkit dari ranjangnya dan ia langsung bisa mendengar suara ribut dari luar kamar. Suara ribut yang menyenangkan, suara tawa, dan suara teriakan sumringah anak kecil. Suara yang jarang ia dengar di rumah karena Darren tidak berani tertawa terlalu keras saat ada Jeremy. Suara itu pun membuat Anna penasaran d
Martha benar. Semua cerita Martha benar. Diego tidak pernah meragukannya. Hanya saja, barang berharga yang Diego temukan menegaskan kebenaran itu dan membuat Diego makin membenci dirinya yang begitu brengsek. "Maafkan aku, Anna! Maafkan aku! Aku bodoh! Aku sangat bodoh! Maafkan aku!" ucap Diego penuh penyesalan. Cukup lama Diego meredakan tangisannya, sebelum Diego menggantikan Anna baju. Diego menyeka tubuh Anna dengan kain hangat agar wanita itu merasa nyaman lalu memakaikan sepasang baju tidur yang hangat. Anna hanya membawa satu pasang baju tidur. Dua celana panjang dan beberapa atasan. Hanya itu yang ia bawa dalam pelariannya kali ini. "Besok kita akan belanja. Besok kita akan membeli banyak baju untukmu dan Darren," bisik Diego yang terus membelai kepala Anna sayang. Tidak lama kemudian, Anna mulai bergerak gelisah karena mimpi buruknya dan ia mulai mengigau. Namun, Diego langsung memeluk dan menenangkannya. Diego duduk bersandar di ranjang dan memeluk Anna begitu erat sa
Anna tertidur.Anna tidak tahu kapan pastinya ia tertidur dan sudah berapa lama, tapi Anna hanya bisa merasakan linu di sekujur tubuhnya. Anna juga menggigil dan rasanya sama sekali tidak nyaman. "Kau demam, Anna!" Diego baru saja menghentikan mobilnya di parkiran apartemennya malam itu. Sebenarnya jarak antara rumah sakit dan apartemen tidak sejauh itu, tapi Diego memutar lagi arah mobilnya saat melihat Anna yang akhirnya tertidur. Diego ingin Anna bisa tidur lelap dulu agar Diego tinggal menggendongnya nanti, tapi ternyata Diego malah mendapati Anna yang demam. "Kau dengar aku, Anna? Bagaimana rasanya? Apa kita perlu ke rumah sakit lagi?" bisik Diego lembut, mencoba membangunkan Anna yang terlihat menggigil dan tidak nyaman. Namun, Anna menggeleng dan menarik Diego mendekat, berusaha mencari kehangatan karena ia sangat kedinginan. Diego yang masih duduk di mobilnya pun langsung bergerak cepat, membuka sabuk pengaman, turun dari mobil, dan akhirnya menggendong Anna naik ke apar
Diego benar-benar tersentak mendengar ucapan Anna sampai ia menoleh kaget. "Sial, Anna! Apa yang kau katakan, hah?" "Aku serius! Bukankah kau yang duluan menginginkan tubuhku untuk membayar hutang operasi Darren dan investasi di perusahaan Jeremy? Hanya itu yang aku punya. Aku tahu waktu itu aku sudah menolaknya, tapi aku menarik kembali ucapanku, bagaimana kalau kau memakaiku saja sampai kau puas?" Lagi-lagi Anna tertawa begitu frustasi sampai Diego pun menggenggam erat setirnya. Dengan geram, Diego membelokkan mobilnya ke pinggir jalan dan menghentikan mobilnya asal. Anna ikut tersentak. "Ada apa ini? Mengapa kita berhenti di sini? Aku harus menjemput Darren." Diego tidak menyahutinya, tapi Diego membuka sabun pengamannya dan menatap Anna. Diego menangkup wajah Anna dan menatapnya lekat-lekat. Wajah cantik itu masih belum benar-benar hidup. Kedua manik mata indah itu juga tidak menyala, hingga air mata Diego pun ikut menetes. Bukankah saat kita sedang bersedih, hal yang akan
"Anna sialan! Diego sialan! Brengsek semua!" Jeremy tidak berhenti mengumpat saat akhirnya ia terpaksa turun dari pesawat dan ikut dengan polisi. Namun, Jeremy tidak mau terlihat seperti seorang buronan dan ia ingin tetap terlihat terhormat. Jeremy pun berjanji tidak akan kabur, tapi ia menolak diborgol. Polisi mengijinkannya berjalan sendiri dengan pengawasan ketat karena ternyata di bawah pesawat sendiri sudah ada beberapa anggota polisi yang lain. "Berani sekali kalian memperlakukan aku seperti ini! Aku bukan penjahat!" "Silakan dijelaskan di kantor, Pak! Anda juga dipersilakan memanggil pengacara. Tapi selama proses penyelidikan, Anda tidak diijinkan pergi ke luar kota maupun luar negeri." Jeremy tidak banyak bicara lagi, tapi ia tidak berhenti mengirim pesan pada pengacaranya yang dengan cepat sudah menunggu di kantor polisi. Jeremy pikir malam itu ia akan langsung bebas dan pulang ke rumah, tapi sialnya, Martha brengsek itu sebelum meninggal sudah membuat banyak laporan me
"Ibu, jangan khawatir, aku akan menegakkan keadilan itu untuk Ibu. Tenanglah, Ibu! Tenanglah!" "Aku tidak akan melepaskan Jeremy! Aku bersumpah, Ibu! Maafkan aku yang tidak ada di saat-saat terakhir Ibu! Maafkan aku!" Anna kembali memeluk jasad Martha. Bahkan, saat jasad Martha akan dibawa pergi pun Anna masih belum rela melepaskannya. Diego yang melihatnya pun menangkup bahu Anna dari belakang dan berusaha menenangkannya. "Anna, jasad Bu Martha harus segera dipindahkan." "Tidak, jangan pisahkan aku dengan ibuku! Tidak!" "Anna ...." "Aku masih mau bersamanya, aku belum puas bersamanya. Ibu ...." Anna masih menangis lirih, tapi Diego memeluknya dari belakang agar suster bisa memindahkan jasad Martha. "Lepaskan aku, Diego! Lepaskan! Ibu ...," lirih Anna lagi saat melihat jasad Martha akhirnya dibawa pergi dari sana. Bik Nim yang masih di luar kamar sambil menggendong Darren pun hanya bisa menatap sedih pada tubuh Martha yang sudah tertutup sampai ke kepala itu. Jasad Martha di
"Sial! Apa yang terjadi di rumah, hah? Mengapa semuanya berantakan seperti ini?" bentak Jeremy penuh amarah. Jeremy akhirnya tiba di rumah setelah menyetir seperti kesetanan. Jeremy menyetir begitu cepat seolah takut akan tertangkap oleh siapa pun. Jantung Jeremy pun memacu tidak karuan karena ia baru saja membunuh Martha dengan tangannya sendiri, padahal biasanya Jeremy selalu menggunakan tangan orang lain kalau akan melakukan kecurangan atau kejahatan apa pun. Setibanya di rumah, bukannya makin tenang, jantung Jeremy malah makin tidak karuan mendengar Anna yang berhasil kabur dari rumah. Jeremy pun segera melihat rekaman CCTV rumah dan Jeremy marah luar biasa. "Dasar bodoh! Apa gunanya tubuhmu sebesar itu kalau mengalahkan seorang Diego saja tidak bisa, hah?" bentak Jeremy lagi. Jeremy melihat jelas bagaimana Diego menghajar Bram, sebelum Bram tumbang setelah dipukul Anna dengan guci mahal. "Sial! Guci itu mahal sekali! Sial! Bodoh semua! Bodoh! Pecat security bodoh itu juga!