Diego terus melirik jam tangannya. Jam sudah menunjukkan jam setengah sembilan malam, tapi Anna belum tiba. Sungguh, Diego tidak menyukai orang yang terlambat. Diego pun langsung menelepon Jovan yang sudah menunggu di lobby hotel. "Apa Anna sudah tiba?" "Belum ada tanda-tanda sampai sekarang, Pak." Diego memicingkan matanya dan entah mengapa perasaannya mengatakan Anna tidak akan datang malam ini. Ya, Diego mengenal Anna, wanita yang pernah sangat ia cintai dan mantan istrinya itu. Anna adalah wanita yang pemberani, berani bermain api dengan Diego dan berani menolak juga. Apalagi tadi Anna sudah bilang tidak yang berarti Anna akan nekat tidak datang malam ini. Diego pun menggeram kesal dengan pikirannya sendiri. "Pergilah dan cari di mana dia berada sekarang, Jovan! Apa yang membuatnya mengabaikan aku. Cari di rumah sakit tempat ibunya dirawat dulu karena dia memakai alasan itu tadi." "Baik, Pak." Jovan yang selalu tahu apa yang harus dilakukan pun langsung pergi un
"Bu Anna tidak ada di rumah sakit, Pak. Tapi menurut salah seorang anggota tim kita yang tadi pulang terlambat, Pak Kenny sempat datang ke kantor Pak Jeremy setelah Bu Anna pergi." "Entah apa yang mereka bicarakan di ruangan Pak Jeremy, tidak terlalu lama, karena kurang dari satu jam kemudian, Pak Jeremy mengantarkan Pak Kenny ke lobby sambil mengatakan bahwa istrinya akan datang malam ini." Jovan langsung melakukan tugasnya dan mencari dengan cepat sampai akhirnya ia mendapat info dari temannya yang tetap di kantor Jeremy sampai malam. Diego sendiri yang tadinya masih menunggu sambil meneguk winenya pun langsung menegang mendengar laporan itu. "Apa maksudmu, Jovan? Anna pergi menemui Kenny malam ini?" "Aku sedang meminta orang melacaknya ke beberapa tempat yang sering Pak Kenny kunjungi setiap malam, Pak." "Sial! Apa yang mau Kenny lakukan pada Anna?" geram Diego. Seketika ingatan malam itu pun terputar di otak Diego bagaimana saat Anna menendang Kenny dan Diego menahan Kenny
Diego melajukan mobilnya begitu cepat setelah mengetahui posisi Kenny. Untungnya, hotel tempat ia berada tidak jauh dari posisi Kenny. Bahkan, Diego tidak mau menunggu Jovan dan memilih menyetir sendiri saking paniknya. Jovan pun langsung menyusul Diego bersama satu temannya. "Aku mau masuk!" seru Diego pada anak buah Kenny di depan ruang VIP. "Maaf, Pak. Anda tidak boleh masuk." "Aku tidak meminta ijin, tapi aku memaksa," geram Diego, sebelum ia langsung melayangkan tinjunya pada anak buah Kenny. Buk!"Akhh!" pekik anak buah Kenny yang sama sekali tidak siap. Diego pun berniat untuk langsung masuk, tapi dengan cepat, anak buah Kenny kembali menghadangnya. Kali ini, anak buah Kenny balik menyerang Diego, tapi Diego bergerak lebih cepat dan kembali menghajar pria itu. Diego yang dulu mungkin adalah pecinta damai, Diego yang dulu tidak pandai berkelahi, Diego yang miskin yang hanya mengandalkan kepintarannya dan hatinya yang luas untuk bertahan hidup. Namun, tiga tahun di penjar
"Apa ini, Anna? Apa yang terjadi padamu?" Diego mulai menatap serius pada Anna, tapi tatapan Anna sudah berkabut. Napas Anna tersengal dan ekspresi Anna tidak bisa dijelaskan. Sampai akhirnya Diego pun menyadari apa yang sedang terjadi pada Anna. "Sial! Mereka memberimu obat, hah?" Anna menggeleng. Diego terlalu banyak bicara dan Anna tidak bisa menjawabnya lagi. "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan, tapi aku membutuhkanmu, Diego ...," desah Anna lagi, sebelum Anna langsung menangkup pipi Diego dan menyambar bibir pria itu. "Tunggu, Anna!" Diego sempat mendorong bahu Anna dan menatapnya lagi. Namun, Anna tidak mau hanya saling bertatapan karena rasa di tubuh Anna sudah hampir meledak. Anna pun kembali menyatukan bibir mereka. Bibir Anna mendesak bibir Diego, menggigitinya, mencecapnya, memagutnya begitu dalam sampai akhirnya Diego menyerah. Diego pun melupakan semua kerugiannya dan melupakan apa pun. Bibir Anna terlalu manis untuk diabaikan hingga Diego pun membalas pagutan
Cahaya matahari terasa begitu menyilaukan pagi itu sampai membuat Anna mengernyit dalam tidurnya. Perlahan Anna membuka matanya dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah punggung lebar seorang pria yang sedang berdiri memunggunginya. Pria itu berdiri menghadap ke kaca dengan bertelanjang dada sambil membawa gelas minuman di tangannya. Jantung Anna pun langsung berdebar kencang karenanya. Bukan karena ia tidak mengenali pria itu, tapi justru karena ia mengenalinya. Anna sangat mengingat postur tubuh Diego, apalagi tato di lengan kiri pria itu yang sudah pernah Anna lihat malam itu. Dulu, pemandangan ini adalah pemandangan yang paling indah setiap Anna membuka matanya di pagi hari. Namun, sekarang, pemandangan ini adalah pemandangan terlarang yang mendebarkan. "D-Diego?" lirih Anna dengan jantung yang tetap berdebar kencang. Anna bangkit duduk dan melirik tubuhnya yang masih polos di dalam selimut. "Kau sudah bangun?" sahut Diego datar sambil meneguk minumannya.
Jantung Anna masih memacu tidak karuan mendengar pertanyaan Jeremy, apalagi tatapan suaminya itu begitu tajam padanya. "Apa maksudmu, Jeremy? Hubungan apa?" Anna sudah sedikit gugup. "Jangan kau pikir aku tidak tahu, Anna! Kau membuat kekacauan kemarin lalu pergi dengan Pak Diego setelah Pak Diego menghajar Pak Kenny! Lalu kau tidak pulang semalam! Kau tidur di mana dan bersama siapa, hah?" Kegugupan Anna yang tadi sempat muncul pun mendadak hilang karena Anna tidak terima dengan tuduhan Jeremy. "Tidur bersama siapa? Kau pikir aku wanita murahan, hah? Dan apa kau tahu siapa Pak Kenny? Dia adalah salah satu korban ayahku juga yang berniat balas dendam padaku!" Jeremy mengernyit karena Jeremy tidak tahu sama sekali tentang itu. "Dia berusaha melecehkan aku semalam. Dia hanya menipumu dengan kerja sama, tapi yang dia incar adalah balas dendam padaku! Untung saja Pak Diego ada di sana dan menyelamatkan aku! Pak Kenny memang pantas dihajar!" imbuh Anna dengan geram. Jeremy terdiam s
Kenny mengubah rencananya. Awalnya, Kenny ingin bermain-main dengan Anna. Kenny ingin menekan Jeremy agar ia bisa mengendalikan Anna dan membuat wanita sialan itu tunduk padanya, barulah ia akan memikirkan masalah Diego. Namun, semuanya berantakan karena efek dari masalah ini melebar ke mana-mana. Bahkan, setelah Kenny berpisah dengan ayahnya pagi tadi, ayahnya kembali meneleponnya dan mengomelinya karena para petinggi perusahaan juga kecewa akibat batalnya kerja sama itu. Semua orang menyalahkan Kenny yang bertindak gegabah sampai kehilangan kontrak besar bersama Diego. Kenny pun marah luar biasa hingga akhirnya ia melakukan serangan balik. Kenny meminta temannya untuk mengedit video tentang Diego dan menyebarkannya di internet. Kenny pun melayangkan tuntutan pada Diego dengan maksud untuk membalaskan kekesalannya dan membuat nama Diego menjadi jelek. Kenny membuat Diego cukup kesulitan meredakan berita yang mendadak viral di kalangan pebisnis itu. "Aku pastikan kejadiannya tida
Diego masih terdiam menatap Anna yang mendadak muncul. Belum sempat Diego mengatakan apa-apa, mendadak Anna sudah berceloteh panjang lebar, omelan yang begitu menyebalkan sekaligus terdengar seperti sebuah perhatian. Apalagi saat Anna menghampirinya dan mendadak menangkup wajahnya. Lagi-lagi Diego mematung kaget. Untuk sesaat, Diego begitu fokus memandangi wajah cantik yang begitu dekat itu. Jantungnya berdebar kencang dan rasanya seolah ia kembali sejenak ke masa lalu di saat ia dan Anna masih suami istri. Anna juga begitu perhatian padanya dulu, walaupun entah perhatian itu tulus atau pura-pura.Diego mengembuskan napas kesalnya memikirkan akting Anna dulu. Seketika rasa hangat yang sempat muncul pun kembali menguap sampai membuat Diego menepis kedua tangan Anna dengan kasar. "Siapa yang mengijinkanmu menyentuhku, Anna? Kau hanya boleh menyentuhku saat kita di ranjang atau saat aku mengijinkannya!" geram Diego sambil bangkit berdiri dari kursinya. Anna membelalak syok. Anna refl
"Terima kasih untuk bantuan dan perawatannya selama ini!" Anna benar-benar berterima kasih dari hatinya yang paling dalam untuk dokter dan suster yang merawatnya selama berminggu-minggu ia dan Diego menginap di rumah sakit. "Sama-sama, Bu Anna! Kami senang sekali melihat Bu Anna dan Pak Diego bisa keluar dari rumah sakit dalam kondisi yang stabil." "Aku juga senang, Suster. Aku sudah tidak sabar pulang ke rumah. Istirahat di rumah jauh lebih menyenangkan." "Tentu saja, Bu! Jangan lupa untuk menjaga kesehatan ya." Hari itu akhirnya Anna dan Diego diijinkan keluar dari rumah sakit. Tentu saja mereka harus tetap kontrol rutin dan membatasi aktivitasnya. Mereka masih belum boleh beraktivitas berat dan terlalu lelah karena tubuh mereka masih adaptasi.Biasanya pasien transplantasi butuh waktu beberapa bulan sampai satu tahun untuk bisa beraktivitas normal, tergantung pemulihan masing-masing. Dokter juga sudah menjelaskan bagaimana Anna dan Diego harus beraktivitas di rumah nanti. Mer
"Apa aku sudah cantik, Joyce? Apa ini tidak terlalu menor?" Anna berdandan hari itu karena setelah beberapa hari dirawat, Diego akhirnya akan keluar dari ruang isolasi dan dipindahkan ke kamar rawat inap biasa. Ini akan menjadi pertemuan pertama antara Anna dan Diego secara langsung tanpa ada batasan kaca dan jantung Anna kembali berdebar kencang. Joyce yang melihatnya sampai terus tertawa sendiri. Di umur Anna yang sudah matang, tidak seharusnya Anna heboh sendiri seperti ini, tapi Joyce paham, sangat paham. Bahkan, Joyce ikut tidak sabar menantikan pertemuan itu. "Sudah cantik, Anna! Sama sekali tidak menor! Aku yakin Diego tidak akan berkedip melihatmu!" Anna tergelak mendengarnya dan mendadak tersipu sendiri. Tidak lama kemudian, Darren pun datang bersama Bik Nim dan Retha. "Mama!" "Darren Sayang!" Anna memeluk anak kesayangannya itu. Anna sendiri sudah mulai belajar berjalan, tapi karena tubuhnya masih adaptasi, Anna masih harus memakai kursi roda untuk berpindah tempat.
"Diego sudah sadar, Anna! Diego sudah sadar!"Akhirnya Anna mendengar kabar yang ingin ia dengar. Anna sampai tidak bisa beristirahat sepanjang sisa hari itu karena ia memikirkan Diego-nya. "Kau yakin, Joyce? Kau tidak berbohong kan? Kau sudah melihatnya? Apa itu benar? Diego sudah sadar?" "Diego sudah membuka matanya. Aku bertemu dengan dokter dan suster di bawah." "Ya Tuhan! Syukurlah! Syukurlah Diego sudah membuka matanya." Anna kembali menangis malam itu, tapi tangisan ini tangisan bahagia. "Terima kasih, Tuhan! Terima kasih! Tapi aku mau melihatnya, Joyce! Aku mau melihatnya!" "Sabar dulu, Anna! Kata suster, Diego baru saja membuka matanya malam ini dan dia belum boleh dijenguk oleh siapa pun. Dokter juga harus memastikan Diego stabil setidaknya sampai besok. Besok baru kita bisa melihatnya." "Tapi aku ingin melihatnya sebentar saja." "Sepertinya tidak bisa, Anna. Diego ada di ruang isolasi yang peraturannya sangat ketat. Kita harus bersabar sampai besok. Aku juga akan me
"Maaf, Bu. Waktu kunjungan yang diijinkan oleh dokter sudah habis. Anda harus keluar dulu ya." Seorang suster tersenyum ramah pada Anna yang masih menggenggam tangan Diego."Sebentar lagi saja, Suster. Aku masih merindukannya ...." "Maaf, Bu, tapi aturan di ruang isolasi sangat ketat. Makin lama Anda di sini, resiko pasien akan makin besar." Anna tersenyum lirih sambil terus membelai tangan Diego dalam genggamannya. Anna pun mengangguk dan dengan enggan mengucapkan perpisahannya dengan Diego. "Diego, aku harus pergi dulu karena suster tidak mengijinkan aku terlalu lama. Tapi aku menunggumu. Ingatlah kalau aku menunggumu. Kau harus segera sadar. Kau mengerti?" Anna mencium tangan Diego dan menatapnya lekat, sebelum akhirnya Anna mengangguk menatap suster. Suster pun mendorong kursi roda Anna menuju ke pintu keluar. Namun, belum sempat mereka keluar, suara bip yang lebih cepat dari biasanya terdengar dari monitor di ruangan Diego. "Sebentar, Bu!" Suster langsung berhenti mendoro
"Di mana aku?"Diego berjalan sendirian di tengah taman yang luas. Langkahnya ringan, nyaris tanpa suara, seolah-olah ia hanya melayang di atas tanah. Di sekelilingnya, pohon-pohon tinggi menjulang, daunnya berwarna keemasan seakan diterpa cahaya matahari senja yang lembut. Angin bertiup pelan, membawa aroma tanah basah dan bunga yang bermekaran. Namun, ada sesuatu yang aneh, tidak ada suara burung, tidak ada suara angin yang berdesir di antara dedaunan. Hening. Sepi.Diego menunduk, memperhatikan dirinya sendiri. Bajunya putih bersih, kakinya tidak beralas, tapi ia tidak merasakan dingin atau pun panas. Rasanya kosong, seakan-akan tubuhnya bukan lagi miliknya. Ini ... mimpi? Atau ... apakah ia sudah mati?Tiba-tiba, di kejauhan, Diego melihat sesuatu yang begitu indah. Anna-nya berdiri di bawah sebuah pohon sakura yang sedang berbunga, angin menerbangkan kelopak-kelopak merah muda di sekitarnya. Wajah Anna berseri-seri, tubuhnya tampak sehat, tidak lagi pucat dan lemah seperti tera
"Dokter, tolong katakan padaku siapa yang mendonorkan hatinya padaku! Tolong, Dokter!" Dokter visit sore itu ke kamar Anna dan Anna mendesaknya untuk memberitahu identitas pendonornya, tapi sang dokter yang sudah terikat janjinya kukuh tidak memberitahukan apa pun. "Maaf, ini permintaan dari pendonor untuk identitasnya dirahasiakan." "Tapi pendonornya dari keluargaku kan? Mana dia? Aku mau melihatnya, Dokter! Dia keluargaku kan?" Sang dokter nampak salah tingkah dan melirik suster yang sudah keceplosan itu."Maaf lagi, Bu Anna! Tapi Anda baru saja sembuh, Anna harus tenang dulu!" "Aku tenang, Dokter! Aku sangat tenang. Aku hanya mau tahu siapa yang sudah mendonorkan hatinya padaku, aku harus berterima kasih padanya." "Seperti yang sudah kubilang, kami tidak bisa memberitahukan identitas pendonor. Tolong istirahat, Bu Anna!" Dokter dan suster akhirnya berhasil keluar dari kamar itu tanpa memberitahukan apa pun pada Anna, tapi begitu Joyce masuk, Joyce yang menjadi sasaran Anna.
Empat hari berlalu sejak Anna sadar dan kondisi Anna sudah benar-benar stabil, Anna pun akhirnya dipindahkan ke kamar rawat inap biasa dan semua orang pun bernapas lega karenanya. Anna sudah bisa duduk di ranjangnya walaupun belum bisa terlalu lama karena rasanya masih pegal. Terkadang ada rasa aneh di tubuhnya karena menurut dokter, organ-organ Anna masih beradaptasi lagi. Tapi kondisi Anna sudah sangat aman."Pak Rusli, Anda datang!" sapa Anna saat Pak Rusli menjenguknya untuk pertama kalinya sejak Anna sadar. Sebelumnya, Anna ditempatkan di ruang isolasi yang tidak bisa sembarangan dijenguk, sehingga Pak Rusli baru datang sekarang. "Bu Anna, aku senang sekali melihat Anda sudah sadar. Ini benar-benar mukjizat. Aku sedih sekali saat tahu Anda pergi dan menyembunyikan penyakit Anda." "Semua sudah berlalu, Pak Rusli. Tapi Tuhan baik, Tuhan sangat baik. Tuhan mengijinkan kita memenangkan kasus dengan Jeremy dan Tuhan memberiku kesempatan hidup kedua." "Anda benar, Bu Anna. Tuhan s
Cahaya putih yang menyilaukan menusuk kelopak mata Anna saat ia membuka matanya. Ada sensasi berat di tubuhnya, seolah ia baru saja melewati sesuatu yang sangat besar. Dadanya terasa sesak, dan ada selang oksigen yang membantu pernapasannya. Semua terasa asing, tapi juga … ringan.Anna berkedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan ruangan di sekelilingnya. Dinding putih, bau antiseptik yang menusuk, serta suara monitor jantung yang berdetak pelan di sampingnya. Pandangannya masih buram, tapi ia bisa melihat bayangan beberapa orang di sekitarnya. "Anna, kau sudah sadar? Anna ...."Anna mengenali suara Joyce yang penuh kecemasan. Perlahan pandangannya mulai jelas dan benar saja, wajah Joyce terlihat di hadapannya. Sahabatnya itu membungkuk sambil tertawa haru. "Anna ... kau lihat aku? Kau kenal aku kan?" "J-Joyce ...."Anna mencoba berbicara, tapi tenggorokannya kering, suaranya hanya keluar sebagai bisikan. Ia mencoba menggerakkan tangannya dan Joyce langsung menggenggamn
"Bu Martha, aku tahu Anda sudah tenang di sana. Aku tidak akan mengganggu Anda. Aku hanya ingin meminta ... kalau Anda dekat dengan Tuhan, tolong minta keselamatan ... bukan untukku, tapi untuk Anna." "Anna akan dioperasi dan restuilah agar operasi ini berjalan lancar. Maaf waktu itu aku terlambat mengetahui semuanya. Maaf aku tidak sempat menyelamatkan Anda. Tapi kali ini ... aku janji akan menyelamatkan anak Anda." "Aku janji akan membuat anak Anda bahagia. Aku janji, Bu Martha. Aku hanya meminta restu Anda ...." Diego menatap langit penuh bintang malam itu dan berharap Martha bisa mendengarnya. Semua pemeriksaan sudah dielesaikan dalam beberapa hari berikutnya dan Diego dinyatakan siap melakukan operasi transplantasi hati itu. Jadwal operasi pun sudah dibuat dan besok, Diego akan memberikan hatinya untuk wanita yang sangat ia cintai itu. Semua orang sudah merestui, entah terpaksa atau tidak, Diego sudah tidak mau memikirkannya lagi. Diego hanya minta doa agar semuanya dilanca