"Mama, Uncle Ronaldo mana?""Uncle sudah janji mau main bola sama Darren kalau Darren keluar dari rumah sakit." "Darren mau main bola, Mama ...." Darren tidak berhenti mencari Diego saat akhirnya ia diijinkan pulang dari rumah sakit malam itu. Malahan, Darren sempat tidak mau pulang tadi karena ngotot mencari Diego yang diyakini masih menunggunya di rumah sakit, tapi Anna dan Bik Nim memaksanya pulang. Anna yang menyetir mobilnya sampai terus mengembuskan napas lelahnya. Bagaimana tidak lelah kalau setelah ditinggalkan Diego, Anna terus menangis. Bahkan, wajah Anna terasa tebal saat ini. Anna berharap bisa menenangkan hatinya dan ia berharap tidak akan mendengar apa pun tentang Diego dalam waktu dekat, tapi malah anaknya yang terus menyebut nama pria itu. "Tidak ada Uncle Ronaldo, Darren! Mama kan sudah bilang tidak ada!" geram Anna sambil menggertakkan giginya. "Tapi Darren mau sama Uncle Ronaldo. Mama sudah janji mau temani Darren cari Uncle. Darren mau cari Uncle ...." Menda
"Apa itu, Anna? Apa yang kau sembunyikan dariku?" Jeremy melangkah mendekati Anna sampai Anna makin tegang sendiri. Buru-buru Anna menutup kembali lemarinya baru ia berhadapan dengan Jeremy. "Aku tidak menyembunyikan apa-apa." "Jangan bohong, Anna! Kalau kau tidak mau memberitahuku, aku bisa melihatnya sendiri!" Jeremy berniat membuka lemari Anna, tapi Anna menghalanginya. "Jangan membuat keributan, Jeremy! Darren sudah tidur!" "Kau pikir aku peduli? Kalau kau tidak mau aku membuat keributan, tunjukkan padaku sekarang!" Otak Anna pun berpikir cepat, sebelum akhirnya ia menjawab asal. "Itu hanya sisa perhiasan yang aku punya. Aku ... sedang menghitung sisa perhiasan yang bisa dijual untuk pengobatan ibuku," dusta Anna yang mendadak begitu lancar. Jeremy yang mendengarnya pun mendadak mengurungkan niatnya membuka lemari dan langsung memicingkan matanya. "Perhiasan? Jadi kau masih punya sisa perhiasan, tapi berpura-pura tidak punya apa-apa? Apa perhiasan itu juga yang
Diego benar-benar membuat Anna merasa seperti wanita panggilan. Dibawa-bawa ke luar kota hanya untuk memuaskan hasrat para pengusaha, tapi Anna tidak sudi melakukannya. "Jangan mimpi, Diego! Aku tidak akan ke luar kota denganmu!" tolak Anna tegas. "Kenapa tidak? Kita belum pernah merasakan bulan madu kan? Aku ingin mengajakmu dan kau pasti tidak akan melupakan bulan madu bersamaku, Anna," sahut Diego dengan tetap santai. Bahkan, Diego sudah memikirkan banyak gambaran erotis bersama Anna, tapi Anna kembali menolak. "Bulan madu? Dasar sinting! Aku bukan istrimu, aku tidak akan pergi bulan madu denganmu! Dan aku juga tidak takut pada ancamanmu! Jadi jangan mengirimiku foto apa pun dan jangan meneleponku lagi!" Blep!Anna buru-buru menutup teleponnya dengan jantung yang berdebar kencang. Anna takut. Tentu saja Anna takut, tapi Anna tidak boleh menunjukkan ketakutannya. Anna pun mematikan ponselnya untuk mencegah Diego meneleponnya lagi. "Dia makin gila! Ya Tuhan, bagaimana caranya
Akhir pekan begitu cepat datang dan Anna pun bersiap ke resort di luar kota bersama Jeremy. "Darren baik-baik sama Bik Nim ya! Maaf Mama harus pergi bekerja ke luar kota, tapi hanya dua malam saja. Tidak akan lama," pesan Anna pada Darren pagi itu. "Darren tidak nakal kok, Mama. Nanti Darren mau gambar sama Bik Nim, terus main bola sama Pak sopir." Anna terdiam sejenak mendengar kata main bola, tapi Anna pun mengangguk. "Baiklah kalau begitu. Baik-baik ya, Sayang. Hati-hati juga makannya, jangan buru-buru! Kabari aku apa pun yang terjadi, Bik!" "Baik, Bu!" Anna berpamitan pada Darren dan Bik Nim, sebelum ia pun pergi bersama Jeremy. Sepanjang perjalanan, Jeremy pun memberitahu Anna banyak hal, Jeremy memberikan briefing apa yang harus Anna lakukan seolah Anna tidak bisa melakukan apa pun tanpa diberitahu dulu. "Jangan membuat kesalahan yang tidak perlu, Anna! Aku juga tidak mau mendadak kau menghilang tidak jelas. Kau harus selalu ada di sampingku! Kau mengerti?" Anna mengemb
Jeremy benar-benar tidak menyangka akan melihat pemandangan seperti itu, Anna istrinya dan Diego investor di perusahaannya bisa mengobrol dengan begitu akrab dan rahasia di depan kamar. "Apa yang mereka lakukan berdua di sana?" gumam Jeremy yang berpikir keras untuk menyusul ke sana atau tetap di tempatnya saja. Jeremy pun masih mengernyit dan menatap bagaimana interaksi antara Diego dan Anna, sampai tidak lama kemudian, bunyi telepon masuk mengejutkannya. Buru-buru Jeremy menyembunyikan dirinya lagi dan mengangkat teleponnya. Sementara Anna sendiri tersentak mendengar suara dering ponsel. Dering ponselnya sangat umum seperti dering ponsel kebanyakan sehingga Anna tidak tahu bahwa suara itu berasal dari ponsel Jeremy.Namun, rasa paniknya membuat Anna terus menoleh ke sekelilingnya dengan jantung yang berdebar kencang. "Ada suara ponsel! Ada orang, Diego! Pergilah!" Lagi-lagi Anna berusaha menutup pintunya, tapi kali ini, Diego mendorong makin keras lalu ia masuk ke sana dan kem
"Selingkuh? Apa maksudmu, Jeremy? Aku bukan wanita seperti itu!" Anna berusaha mengelak walau debar jantungnya memacu tidak karuan. Bahkan tatapan Anna sudah goyah dan Anna tidak mau menatap Jeremy. Emosi Jeremy langsung bangkit. Tanpa terduga, Jeremy pun menarik rambut Anna sampai wajah Anna mendongak. "Akhh, Jeremy, apa ini?" pekik Anna kaget. Jeremy kembali kasar padanya. Setelah pernah menampar Anna waktu itu, sekarang Jeremy menjambaknya. Ini mengejutkan. Ini sangat mengejutkan sampai debaran jantung Anna menjadi berkali-kali lipat. Jeremy pun mendekatkan wajahnya ke wajah Anna. "Aku sudah sering bilang aku tidak suka dibohongi kan, Anna?" "Aku tidak pernah membohongimu, Jeremy!" "Kau sedang berbohong saat ini, Anna!" "Aku bersumpah aku tidak pernah selingkuh, kau harus percaya padaku, Jeremy! Aku masih waras dan ada banyak hal yang harus kupikirkan selain berselingkuh! Jadi lepaskan aku! Lepaskan aku, Jeremy! Ini sakit!" Anna berusaha menepis tangan Jeremy, tapi Jeremy m
Diego duduk di sofanya sambil menggenggam ponselnya erat-erat. Sebuah seringaian terbit di wajahnya, seringaian penuh kemenangan karena ia sudah berhasil mendapatkan Anna dalam genggamannya. Ya, apa pun yang Diego perintahkan, Anna akan menurutinya. Walaupun Anna sering kali membantah dan harus diancam dulu, tapi pada akhirnya, Anna akan menurutinya juga. Namun, kenyataan bahwa Anna begitu takut pada suaminya membuat Diego tidak suka. Diego tidak suka Anna lebih mementingkan suaminya dibanding dirinya. "Aku jadi penasaran bagaimana jadinya kalau Jeremy tahu semua ini, Anna? Bukankah rumah tangga kalian akan berakhir? Sama seperti rumah tangga kita dulu. Dan setelahnya, dia akan membuangmu ...." Sejenak Diego berpikir apa yang akan ia lakukan kalau Anna sudah dibuang oleh suaminya. Akankah balas dendamnya juga berakhir? Tujuan Diego hanya untuk mempermainkan dan menyiksa Anna, tapi Diego juga tidak rela Anna dimiliki oleh orang lain lagi. Diego pun masih memicingkan matanya sambil
Jeremy tidak bisa menahan dirinya lagi. Sejak mengawasi Anna sepanjang hari, Jeremy sudah melihat banyak sekali interaksi yang tidak biasa antara Diego dan Anna. Begitu bodohnya dirinya yang tidak menyadari semuanya dari awal. Tentu saja tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Begitu juga dengan Kenny yang waktu itu tidak mungkin menuduh tanpa dasar yang jelas. Sungguh, Jeremy tidak pernah memikirkan kemungkinan Anna akan berselingkuh dengan Diego, tapi kenyataan di depan matanya sudah tidak bisa dibantah lagi. Bahkan, Jeremy sudah mengambil video perselingkuhan keduanya sampai video di mana Anna pergi ke kamar Diego lalu Diego menciumnya. "Orang bodoh pun tahu apa yang kalian lakukan di kamar selama itu!" geram Jeremy yang awalnya ingin langsung mendobrak pintunya, tapi akhirnya ia hanya menunggu di depan pintu. Hingga pintu itu terbuka dan Jeremy pun langsung berhadapan dengan istrinya di sana. "J-Jeremy?" Anna kehabisan napas. Untuk sesaat, Anna benar-benar merasa tidak bis
"Sial! Aku tidak pernah tahu kalau Diego itu ternyata adalah mantan suami Anna! Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, hah?" "Sejak awal Anna dan Diego sudah membodohi aku? Keduanya sudah saling mengenal dan memang benar berselingkuh di belakangku?" "Bahkan mereka punya anak ... sial! Darren itu anak Diego! Mengapa kau begitu bodoh dan tidak bisa mencari tahu tentang hal seperti itu, Bram!"Jeremy tidak berhenti berteriak kesal setelah Diego dan Anna pulang. Jeremy yang sudah dikembalikan ke selnya pun begitu emosi sampai menendang kaki Bram. Keduanya ditempatkan di satu sel yang sama, sel sementara di kantor polisi, tapi Jeremy sudah hampir gila sekarang. "Anna memukuli aku dan Diego brengsek itu membuat wajahku bengkak! Sial! Buatkan gugatan! Buatkan gugatan untuk perselingkuhan dan penipuan! Mereka menipuku! Mereka menipuku habis-habisan dan tertawa di atas penderitaanku!" Jeremy membentak pengacaranya yang saat ini juga sudah berdiri di depan selnya. "Maaf, Pak. Itu tidak bisa d
"Hasil forensiknya sudah keluar. Dari tanda fisik yang telah diperiksa, dapat disimpulkan bahwa Bu Martha meninggal karena dicekik." Diego dan Anna akhirnya pergi ke rumah sakit menjelang malam itu dan hasil pemeriksaan forensik untuk penyebab utama kematian sudah keluar. "Selain itu, ada bekas darah di kuku Bu Martha yang menunjukkan Bu Martha sempat melakukan perlawanan. Kemungkinan darah tersebut adalah darah dari pelaku saat Bu Martha mencakar lengan sang pelaku," jelas sang dokter lagi. Seorang polisi yang menhandle kasus ini pun mengangguk dan menambahkan keterangannya. "Sesuai instruksi, kami juga langsung mencocokkan sidik jari yang ditemukan dengan sidik jari dari Pak Jeremy, hasilnya cocok. Pak Jeremy menolak melakukan tes DNA untuk darah di kuku Bu Martha, tapi bekas cakaran di lengan Pak Jeremy sudah bisa menjadi bukti kuat." "CCTV rumah sakit juga bisa membuktikan bahwa Pak Jeremy adalah orang terakhir yang keluar dari kamar Bu Martha setelah Bu Martha meninggal. Bu
Anna membuka matanya sambil mengernyit pagi itu. Tubuhnya terasa begitu lelah dan sakit semua. Anna kesulitan bergerak dan rasa di tenggorokannya begitu kering."Hmm, aku tertidur," gumam Anna. "Di mana ini?" Anna masih mengernyit menatap sekelilingnya yang begitu asing. Anna belum pernah ke apartemen Diego sebelumnya. "Akhh ...," rintih Anna saat ia bangkit duduk. Tidak ada siapa-siapa di samping Anna dan ia sendirian di kamar itu, tapi Anna bisa merasakan aroma parfum yang familiar di sana. Parfum yang biasa Diego pakai. "Ini pasti apartemennya. Hmm, kepalaku sakit sekali," gumam Anna lagi. Demam membuat tubuhnya terasa linu dan sakit di semua bagian. Namun, perlahan Anna bangkit dari ranjangnya dan ia langsung bisa mendengar suara ribut dari luar kamar. Suara ribut yang menyenangkan, suara tawa, dan suara teriakan sumringah anak kecil. Suara yang jarang ia dengar di rumah karena Darren tidak berani tertawa terlalu keras saat ada Jeremy. Suara itu pun membuat Anna penasaran d
Martha benar. Semua cerita Martha benar. Diego tidak pernah meragukannya. Hanya saja, barang berharga yang Diego temukan menegaskan kebenaran itu dan membuat Diego makin membenci dirinya yang begitu brengsek. "Maafkan aku, Anna! Maafkan aku! Aku bodoh! Aku sangat bodoh! Maafkan aku!" ucap Diego penuh penyesalan. Cukup lama Diego meredakan tangisannya, sebelum Diego menggantikan Anna baju. Diego menyeka tubuh Anna dengan kain hangat agar wanita itu merasa nyaman lalu memakaikan sepasang baju tidur yang hangat. Anna hanya membawa satu pasang baju tidur. Dua celana panjang dan beberapa atasan. Hanya itu yang ia bawa dalam pelariannya kali ini. "Besok kita akan belanja. Besok kita akan membeli banyak baju untukmu dan Darren," bisik Diego yang terus membelai kepala Anna sayang. Tidak lama kemudian, Anna mulai bergerak gelisah karena mimpi buruknya dan ia mulai mengigau. Namun, Diego langsung memeluk dan menenangkannya. Diego duduk bersandar di ranjang dan memeluk Anna begitu erat sa
Anna tertidur.Anna tidak tahu kapan pastinya ia tertidur dan sudah berapa lama, tapi Anna hanya bisa merasakan linu di sekujur tubuhnya. Anna juga menggigil dan rasanya sama sekali tidak nyaman. "Kau demam, Anna!" Diego baru saja menghentikan mobilnya di parkiran apartemennya malam itu. Sebenarnya jarak antara rumah sakit dan apartemen tidak sejauh itu, tapi Diego memutar lagi arah mobilnya saat melihat Anna yang akhirnya tertidur. Diego ingin Anna bisa tidur lelap dulu agar Diego tinggal menggendongnya nanti, tapi ternyata Diego malah mendapati Anna yang demam. "Kau dengar aku, Anna? Bagaimana rasanya? Apa kita perlu ke rumah sakit lagi?" bisik Diego lembut, mencoba membangunkan Anna yang terlihat menggigil dan tidak nyaman. Namun, Anna menggeleng dan menarik Diego mendekat, berusaha mencari kehangatan karena ia sangat kedinginan. Diego yang masih duduk di mobilnya pun langsung bergerak cepat, membuka sabuk pengaman, turun dari mobil, dan akhirnya menggendong Anna naik ke apar
Diego benar-benar tersentak mendengar ucapan Anna sampai ia menoleh kaget. "Sial, Anna! Apa yang kau katakan, hah?" "Aku serius! Bukankah kau yang duluan menginginkan tubuhku untuk membayar hutang operasi Darren dan investasi di perusahaan Jeremy? Hanya itu yang aku punya. Aku tahu waktu itu aku sudah menolaknya, tapi aku menarik kembali ucapanku, bagaimana kalau kau memakaiku saja sampai kau puas?" Lagi-lagi Anna tertawa begitu frustasi sampai Diego pun menggenggam erat setirnya. Dengan geram, Diego membelokkan mobilnya ke pinggir jalan dan menghentikan mobilnya asal. Anna ikut tersentak. "Ada apa ini? Mengapa kita berhenti di sini? Aku harus menjemput Darren." Diego tidak menyahutinya, tapi Diego membuka sabun pengamannya dan menatap Anna. Diego menangkup wajah Anna dan menatapnya lekat-lekat. Wajah cantik itu masih belum benar-benar hidup. Kedua manik mata indah itu juga tidak menyala, hingga air mata Diego pun ikut menetes. Bukankah saat kita sedang bersedih, hal yang akan
"Anna sialan! Diego sialan! Brengsek semua!" Jeremy tidak berhenti mengumpat saat akhirnya ia terpaksa turun dari pesawat dan ikut dengan polisi. Namun, Jeremy tidak mau terlihat seperti seorang buronan dan ia ingin tetap terlihat terhormat. Jeremy pun berjanji tidak akan kabur, tapi ia menolak diborgol. Polisi mengijinkannya berjalan sendiri dengan pengawasan ketat karena ternyata di bawah pesawat sendiri sudah ada beberapa anggota polisi yang lain. "Berani sekali kalian memperlakukan aku seperti ini! Aku bukan penjahat!" "Silakan dijelaskan di kantor, Pak! Anda juga dipersilakan memanggil pengacara. Tapi selama proses penyelidikan, Anda tidak diijinkan pergi ke luar kota maupun luar negeri." Jeremy tidak banyak bicara lagi, tapi ia tidak berhenti mengirim pesan pada pengacaranya yang dengan cepat sudah menunggu di kantor polisi. Jeremy pikir malam itu ia akan langsung bebas dan pulang ke rumah, tapi sialnya, Martha brengsek itu sebelum meninggal sudah membuat banyak laporan me
"Ibu, jangan khawatir, aku akan menegakkan keadilan itu untuk Ibu. Tenanglah, Ibu! Tenanglah!" "Aku tidak akan melepaskan Jeremy! Aku bersumpah, Ibu! Maafkan aku yang tidak ada di saat-saat terakhir Ibu! Maafkan aku!" Anna kembali memeluk jasad Martha. Bahkan, saat jasad Martha akan dibawa pergi pun Anna masih belum rela melepaskannya. Diego yang melihatnya pun menangkup bahu Anna dari belakang dan berusaha menenangkannya. "Anna, jasad Bu Martha harus segera dipindahkan." "Tidak, jangan pisahkan aku dengan ibuku! Tidak!" "Anna ...." "Aku masih mau bersamanya, aku belum puas bersamanya. Ibu ...." Anna masih menangis lirih, tapi Diego memeluknya dari belakang agar suster bisa memindahkan jasad Martha. "Lepaskan aku, Diego! Lepaskan! Ibu ...," lirih Anna lagi saat melihat jasad Martha akhirnya dibawa pergi dari sana. Bik Nim yang masih di luar kamar sambil menggendong Darren pun hanya bisa menatap sedih pada tubuh Martha yang sudah tertutup sampai ke kepala itu. Jasad Martha di
"Sial! Apa yang terjadi di rumah, hah? Mengapa semuanya berantakan seperti ini?" bentak Jeremy penuh amarah. Jeremy akhirnya tiba di rumah setelah menyetir seperti kesetanan. Jeremy menyetir begitu cepat seolah takut akan tertangkap oleh siapa pun. Jantung Jeremy pun memacu tidak karuan karena ia baru saja membunuh Martha dengan tangannya sendiri, padahal biasanya Jeremy selalu menggunakan tangan orang lain kalau akan melakukan kecurangan atau kejahatan apa pun. Setibanya di rumah, bukannya makin tenang, jantung Jeremy malah makin tidak karuan mendengar Anna yang berhasil kabur dari rumah. Jeremy pun segera melihat rekaman CCTV rumah dan Jeremy marah luar biasa. "Dasar bodoh! Apa gunanya tubuhmu sebesar itu kalau mengalahkan seorang Diego saja tidak bisa, hah?" bentak Jeremy lagi. Jeremy melihat jelas bagaimana Diego menghajar Bram, sebelum Bram tumbang setelah dipukul Anna dengan guci mahal. "Sial! Guci itu mahal sekali! Sial! Bodoh semua! Bodoh! Pecat security bodoh itu juga!