Diego sempat berpikir bahwa pada akhirnya ia dan Bella bisa menjadi teman dan rekan kerja yang baik. Namun, saat Bella mulai agresif kembali setelah Anna pergi, Diego pun kembali menjaga jarak dengan wanita itu. Diego tidak pernah suka Bella datang ke apartemennya kalau itu hanya modus untuk mendekatinya lagi. Diego pun tahu Bella tidak pernah begitu telaten pada anak kecil. Namun, Diego tidak pernah menyangka Bella bisa bersikap begitu kasar pada Darren, anaknya. "Apa yang kau lakukan pada anakku, Bella?" bentak Diego yang akhirnya masuk ke apartemennya dan melihat jelas bagaimana Bella memarahi dan mendorong Darren. Diego tadinya lembur, tapi ia memutuskan pulang lebih awal agar ia bisa menghabiskan waktu bersama Darren dan saat bertemu Bik Nim di depan apartemen, Diego akhirnya tahu Bella ada di sana. Bella sendiri begitu kaget mendengar suara Diego dan ia langsung membelalak saat melihat tatapan tajam Diego padanya. Sungguh, Bella tidak tahu kapan Diego masuk ke sana. "D-Die
"Darren tidak mau ada Mami, Darren mau Mama saja, Papa!"Tangisan Darren belum juga berhenti bahkan sampai saat ia dan Diego sudah berbaring di ranjang mereka. Untungnya, lengan Darren yang kena panas tidak menimbulkan banyak bekas. Hanya memerah cukup lama, tapi setelahnya membaik. Untung saja supnya bukan sup yang mendidih. Luka Darren yang terkena beling pun tidak parah dan sudah dibalut plester. Namun, sakit di hati Darren yang tidak kunjung usai sampai Diego memeluknya begitu erat. "Maafkan Papa, Darren! Maafkan Papa! Papa janji tidak akan ada Mami! Papa janji, Sayang." "Darren tidak mau Aunty Bella ke sini lagi, Darren tidak suka! Aunty Bella jahat!" "Maafkan Papa lagi, Darren! Papa janji Aunty Bella tidak akan ke sini lagi, Papa janji, Sayang." "Darren mau Mama ... Darren mau dipeluk Mama ...." Tangisan Darren kembali meledak saking ia merindukan Anna. Diego sendiri ikut menangis karena ia juga merindukan Anna begitu besar. "Papa juga mau sama Mama, Darren. Papa juga s
Bella benar-benar berharap, semua miliknya bisa membuat Diego tertarik dan bertahan bersamanya, walaupun ia harus kembali menelan kekecewaan kali ini. Diego sendiri kembali mematung di tempatnya karena ia tidak menyangka Bella bisa memberinya pilihan seperti itu. Global Jaya adalah anak perusahaan milik keluarga Bella yang kaya raya. Diego dipercaya menjadi CEO dan pemegang saham di sana, jabatan yang membuatnya karirnya melesat dengan cepat. Dan kehilangan semuanya tentu akan membuat Diego menjadi bukan siapa-siapa lagi. Hati dan otak Diego bergelut untuk sesaat, tapi tidak sedikit pun ia berpikir untuk melanjutkan hubungan apa pun bersama Bella, wanita yang sama sekali tidak dicintainya. "Sebuah pernikahan tidak sepantasnya dibeli dengan uang, Bella.""Aku memang berterima kasih padamu dan keluargamu. Tanpa kalian, aku hanya mantan napi yang tidak berharga. Hanya sampah masyarakat. Hutang budiku ini sampai mati akan tetap kubawa, Bella." "Tapi anakku, sampai mati juga adalah ta
"Papa kok sekarang kerjanya di rumah terus?"Darren bertanya dengan polosnya hari itu setelah lebih dari satu minggu Diego tidak pernah ke kantor lagi. "Papa tidak ingin jauh dari Darren lagi, Sayang." "Yeay, jadi Papa tiap hari di rumah?" Diego berpikir sejenak, sebelum ia mengangguk. "Untuk sementara iya, tapi nantinya Papa akan kembali bekerja di kantor, walau Papa masih tidak tahu kapan." Ya, Diego akan kembali bekerja di perusahaan, perusahaannya sendiri nanti. Itu rencana Diego. Setelah satu minggu lebih menjadi pengangguran, Diego yang terbiasa bekerja tentu saja tidak betah. Diego melakukan semua yang ia bisa untuk kembali membangun bisnisnya walau sama sekali tidak mudah karena kali ini benar-benar dari nol dan dari apa yang ia punya. Diego kehilangan banyak setelah memilih meninggalkan Bella. Sangat banyak. Bahkan, Diego harus menjual dua properti yang ia punya, hasil kerja kerasnya selama ini demi menutup ganti rugi yang diminta Bella. Tentu saja Diego tidak langsung
"Ibu!" Diego membawa Darren dan Bik Nim pulang ke rumah ibunya di luar kota hari itu. Diego masih mempunyai seorang ibu, satu-satunya keluarga yang ia punya setelah ayahnya meninggal. Diego yang merupakan anak tunggal itu pun sudah meminta ibunya tinggal bersamanya di kota, tapi wanita tua itu menolak. Retha, ibu Diego memilih tetap tinggal di kota kecil, kampung halamannya bersama para tetangganya, tapi Diego sudah merenovasi rumah itu menjadi begitu bagus dan nyaman. Bahkan, Diego membantu renovasi rumah beberapa tetangga mereka sampai semua orang begitu berterima kasih pada Diego dan membantu Diego menjaga Retha. "Diego, anak Ibu!" Retha langsung memeluk Diego begitu erat dan menciuminya, sebelum Retha menatap Darren yang masih berdiri di belakang Diego. Retha menatapnya lama dan air matanya berlinang melihat cetakan mini Diego itu. Diego sudah menceritakan semuanya pada Retha, tidak ada yang Diego sembunyikan dari ibunya yang selalu menemaninya dalam suka dan duka itu. Diego
Saat kita melakukan kebaikan, mungkin Tuhan tidak akan langsung membalasnya saat itu juga, tapi tanpa kita sadari, kita sudah dijauhkan dari kejahatan. Percayalah, bahwa semua yang kita lakukan tidak akan sia-sia. Saat kita sudah merasa tidak ada jalan lagi untuk melangkah, berserahlah dan Tuhan akan menunjukkan kuasa-Nya. Itulah yang Anna percaya dan itulah yang terjadi dalam hidupnya. Anna pernah berpikir seumur hidup ia berbuat baik pada orang lain, tapi mengapa Tuhan memberinya cobaan yang begitu berat. Bahkan, saat Anna harus pergi dari keluarganya, Anna tidak benar-benar tahu ia harus ke mana. Anna pergi ke kota kecil yang paling dekat dengan kota asal mereka dan Anna duduk sendirian di kursi sebuah rumah sakit kecil, berharap bisa menumpang tidur di sana. Bukan karena tidak punya uang untuk menyewa kamar hotel. Anna masih membawa sedikit uang, Anna hanya takut ia mendadak meninggal di hotel dan tidak ada yang mengetahuinya. Namun, syukurlah, kebaikan yang sudah Anna tanam
"Uhuk ... uhuk ...." "Hati-hati, Bu Anna!" Hesti dan Anna akhirnya tiba di kota yang sangat dirindukan oleh Anna. Menantu Hesti harus bekerja dan ia menurunkan Anna dan Hesti di dekat sekolah Darren, tempat yang Anna minta. "Terima kasih, Bu Hesti. Kita tunggu di warung sana saja. Aku bisa melihat anakku dari sana." "Ah, baiklah." Hesti menuntun Anna duduk di warung dan Anna pun terus menatap ke pintu gerbang sekolah Darren. Mendadak kenangan lama itu pun berputar di otaknya dan membuat Anna begitu merindukan semuanya. Air mata Anna menetes sampai Hesti terus menenangkan Anna. Hesti juga tidak tega dan ingin Anna berkumpul kembali dengan keluarganya, tapi Hesti menghormati keputusan Anna karena Hesti juga tidak keberatan Anna tinggal bersamanya. Anna pun terus menatap sampai tidak lama kemudian, sebuah mobil muncul di sana, mobil dengan plat nomor yang membuat debar jantung Anna memacu kencang. Itu mobil Diego. Tidak lama kemudian, Diego keluar dari mobil. Bukan hanya Diego,
"Apa kata suster, Diego? Tidak ada berita tentang Anna?" Sambil melangkah keluar lobby, Retha memeluk tangan Diego dan bertanya tentang hasil pencariannya. "Belum ada, Ibu. Anna tidak pernah ke rumah sakit ini lagi. Hatiku rasanya berat sekali." Ekspresi Diego begitu sendu sampai Retha pun membelai sayang lengan anaknya itu. "Bersabarlah! Nanti kita cari lagi! Ibu percaya Tuhan akan menunjukkan jalan." Diego mengangguk dan melangkah bersama Retha keluar dari lobby rumah sakit. Di saat yang sama, Bu Hesti pun masih begitu panik melihat Anna yang dinaikkan ke brankar lalu didorong ke UGD. Bu Hesti tidak berani mendekat, tapi saat para petugas sudah mendorong brankarnya, Bu Hesti pun berlari menyusul ke UGD. "Bertahanlah, Bu Anna! Bertahanlah!" Hesti terus menangis sambil menyebut nama Anna. Hesti sama sekali tidak melihat Diego di sana, pria yang sempat dilihatnya tadi di sekolah Darren. Hesti melewatinya begitu saja dan masuk ke UGD, tapi Diego yang mendengar nama Anna disebut
Hidup ini bukan sekedar tentang memiliki, tapi tentang memberi dan menerima. Memberi semampu yang bisa kita berikan dengan tulus tanpa mengharap balasan, dan menerima dengan ikhlas tiga hal yang pasti dalam hidup kita. Yang pertama adalah rejeki. Tidak peduli seberapa keras kita berusaha atau sejauh mana kita melangkah, rejeki akan datang sesuai takarannya. Kadang lebih cepat, kadang lebih lambat, tapi selalu cukup sesuai kebutuhan.Yang kedua adalah takdir. Tidak peduli jalan mana yang kita pilih, takdir akan menemukan jalannya sendiri. Ada hal-hal yang bisa kita upayakan, tapi ada pula yang sudah digariskan dan harus diterima dengan kebesaran hati.Dan yang terakhir adalah kematian. Tidak peduli siap atau tidak, kematian akan datang menjemput pada waktunya. Itu adalah kepastian yang mengajarkan kita untuk lebih menghargai setiap detik kehidupan.Dan Anna sudah merasakan semua itu begitu jelas, bahkan juga begitu dekat dengan kematian itu. Saat Anna kehilangan Martha yang tidak
Delapan bulan kehamilan Anna adalah delapan bulan yang paling luar biasa. Berbagai perasaan campur aduk saat ia hamil anak kembar. Ada rasa berlebihan saat ia mulai sensitif, ada rasa mual parah dan tidak nafsu makan, ada rasa pegal luar biasa sampai kesulitan bernapas karena perutnya terlalu sesak, ada rasa sakit juga saat bayinya menendang, sulit berjalan karena perutnya terlalu berat, dan semua masalah lain dalam kehamilan. Namun, di atas semua itu, ada rasa haru, ada rasa bahagia saat ia diperhatikan dan dimanjakan, ada rasa bangga pada suami dan anaknya, dan terlebih ada rasa syukur yang tidak terkira. Tuhan baik dan mengijinkan Anna melewati delapan bulan kehamilan ini tanpa halangan yang berarti. Bahkan, Anna sempat berdebar dan berpikir mungkin kehamilan ini tidak akan sama bagi orang yang pernah melakukan transplantasi hati. Namun, seolah Tuhan berkata dengan restu-Nya, semua hal buruk itu tidak akan berarti apa pun. Dan di sinilah Anna, menantikan saat melahirkan yang s
"Kembar? Ibu akan punya cucu kembar?"Retha memekik senang saat Diego memberitahunya tentang kehamilan Anna. "Benar, cucu Ibu akan bertambah dua sekaligus!" "Ya Tuhan, bagaimana ini? Ibu senang sekali! Oh, Anna, kau hamil anak kembar? Tapi kalian sudah memastikan semuanya baik-baik saja kalau Anna hamil sekarang kan?" "Tenang saja, Ibu, kami sudah memberitahu dokter yang merawat Anna dan tidak ada masalah. Kondisi Anna sendiri juga sangat stabil untuk melanjutkan kehamilan. Tentu saja kami akan melakukan kontrol rutin nantinya." "Oh, syukurlah! Selamat, Sayang! Selamat!" Retha memeluk Diego dan Anna bersamaan. Bukan hanya Retha yang bahagia luar biasa, tapi Joyce dan keluarganya langsung melonjak kegirangan saat Anna meneleponnya dan memberitahu tentang kehamilan ini. Dan yang paling bahagia tentu saja Darren yang baru diberitahu saat anak itu pulang sekolah. "Adiknya dua, Mama? Darren mau punya
Diego pulang keesokan harinya dengan rasa rindu yang luar biasa pada keluarganya. Setiap hari, Diego selalu melakukan video call dengan Anna dan Anna selalu menunjukkan dirinya yang segar, walaupun sebenarnya lemas. Namun, sejak Anna mengetahui hasil tespeknya, Anna benar-benar merasa segar. Bahkan, rasa mual yang ia alami sudah terasa tidak mengganggu lagi. "Yeay, Papa pulang!" seru Darren yang langsung naik ke gendongan Diego. "Halo, Anak Papa! Papa membawa banyak oleh-oleh untukmu!" Diego menciumi anaknya itu. "Yeay, Darren mau oleh-oleh. Mana, Papa?" "Haha, sebentar! Bik, tolong ambilkan yang tas besar itu, itu untuk Darren." Bik Nim langsung mengambilkan tas besar yang dibawa oleh Diego, isinya mainan dan baju baru untuk Darren sampai Darren memekik kegirangan. "Yeay, ada mainan robot! Yeay!" Darren pun heboh sendiri dengan mainan barunya. "Kau pulang, Diego!" sapa Retha juga. "Iya, Ibu! Aku membawakan oleh-oleh untuk Ibu juga. Di sana ada untuk Bik Nim dan untuk Anna
Beberapa waktu berlalu setelah bulan madu dan liburan yang menyenangkan, Diego dan Anna kembali pada aktivitasnya. Darren sendiri akhirnya naik kelas dan anak itu tidak jadi pindah sekolah karena Diego bertekad tetap menyekolahkan anaknya di sekolah yang terbaik. "Aku tidak apa kalau Darren harus pindah ke sekolah yang lebih ringan biayanya, Diego. Bukan karena aku tidak percaya padamu, tapi biaya sekolah Darren yang sekarang benar-benar mahal," kata Anna waktu mereka mendaftarkan Darren ke SD. "Aku paham apa yang kau pikirkan, Sayang, tapi Darren sudah nyaman di sekolah yang sekarang, semua temannya melanjutkan di sekolah yang sama, dan aku juga mau anakku sekolah di sana. Percayalah padaku, aku siap menanggung anakku dan keluarga kita. Jangan pikirkan yang lain karena aku yakin Tuhan akan selalu membuka jalannya untuk kita!" Dan benar saja, sejak Diego dan Anna menikah, rejeki yang berlimpah ruah tidak berhenti memenuhi hidup mereka, mengalir seperti mata air yang tidak pernah h
"Mama, ayo foto!" Dua minggu setelah pernikahan, Diego dan Anna pun lanjut berbulan madu. Tidak lupa mereka membawa Darren dan Bik Nim. Sebenarnya Retha sudah menawarkan diri untuk menjaga cucunya itu agar Diego dan Anna bisa menikmati bulan madu, tapi mereka tidak mau meninggalkan putranya itu. Retha sendiri sudah diajak, tapi ia menolak dan lebih memilih liburan di kampung halamannya saja. Dan di sinilah mereka, bulan madu sekaligus liburan di Bali, pulau yang begitu eksotis dan sangat cocok untuk berlibur. Diego sendiri sebenarnya ingin mengajak Anna ke luar negeri, tapi mati-matian Anna menolak. "Kita sedang merintis karir lagi, untuk apa membuang uang hanya demi liburan? Kemarin pesta nikah saja sudah menghabiskan uang!" omel Anna waktu itu. "Tapi bisnis baru kita sudah mulai jalan, Sayang! Rejeki pengantin itu tidak akan ada habisnya, jadi tidak usah dipikirkan tentang uangnya, kita bisa mencarinya lagi!" "Tetap tidak, Diego! Jangan boros! Kita harus berhemat! Liburan di
"Akhirnya pesta usai juga!" Diego dan Anna akhirnya masuk ke kamar hotel mereka malam itu setelah serangkaian pesta yang panjang. Setelah melakukann pemberkatan nikah di pagi hari dan jamuan makan, mereka kembali menjamu undangan lain di malam hari. Pesta tanpa henti dan kebahagiaan tanpa henti juga. Dan setelah semuanya berakhir, Anna merasa sangat lelah. Anna pun langsung duduk di sofa yang nyaman, sedangkan Diego langsung menghampiri istrinya itu. "Aku akan membuatmu nyaman, Sayang." Dengan cekatan, Diego berjongkok untuk membukakan kedua sepatu Anna, lalu Diego membuka jasnya sendiri, sebelum ia duduk dan mengangkat kaki Anna ke pangkuannya. Diego memijati kaki Anna dengan lembut mulai dari tungkai sampai ke telapak kakinya. "Bagaimana rasanya?" "Hmm, enak sekali." "Bagian mana lagi yang pegal, Sayang? Aku akan memijatinya. Apa punggungmu pegal?" "Hmm, punggungku juga pegal, tapi aku harus melepaskan gaun ini dulu agar lebih nyaman." "Tentu saja, Sayang!" Diego memban
Cinta habis di orang lama. Mungkin ungkapan itu adalah kalimat yang paling tepat menunjukkan apa yang Diego dan Anna rasakan. Saat kehilangan Anna, Diego tidak pernah memikirkan cinta lagi. Di hatinya hanya ada hasrat untuk balas dendam, tapi hanya ada satu nama yang menjadi benci dan cintanya, Anna. Saat Diego kehilangan Anna lagi untuk kedua kalinya, Diego seperti mayat hidup. Cintanya sudah dihabiskan pada Anna dan sisanya hanya melanjutkan hidup. Begitu juga dengan Anna. Setelah kehilangan Diego, tidak ada lagi cinta dan ia hanya hidup untuk Darren. Saat Anna harus meninggalkan Diego untuk kedua kalinya, Anna menyimpan cinta di hatinya tetap untuk satu nama, Diego. Dan sekarang Tuhan mempersatukan mereka kembali. Cinta mereka memang habis di orang lama, tapi mereka saling menemukan dan kembali bersama. Kali ini untuk selamanya. Diego dan Anna bertatapan dengan penuh cinta. Senyum dan air mata bercampur menjadi satu, pancaran kebahagiaan tidak bisa ditutupi dari wajah kedua
"Kau gagah sekali, Diego!" Retha tersenyum sambil merapikan jas yang dipakai Diego pagi itu. Setelah dua bulan mempersiapkan pernikahan, akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Hari ini Diego dan Anna akan menikah lagi. Semua orang begitu antusias menantikan hari ini, termasuk Retha, seorang ibu yang sudah melihat bagaimana anaknya jatuh bangun mencintai wanita yang sama. "Terima kasih, Ibu! Aku bahagia sekali, akhirnya aku mendapatkannya lagi," ucap Diego penuh kesungguhan. Retha mengangguk. "Kau pantas mendapatkannya, Diego. Dan kali ini, Ibu yakin kalian akan bahagia selamanya." "Amin, Ibu!" Diego berpelukan dengan Retha. Hanya dengan restu ibunya itu, Diego bisa berdiri sampai detik ini. Tidak lama kemudian, Diego pun dipanggil memasuki venue acara dan Retha mengantar anaknya itu dengan penuh kebahagiaan. Diego menyapa semua orang yang hadir di acara mereka. Tidak banyak, Diego dan Anna hanya mengundang tidak lebih dari 50 undangan, hanya teman dan klien dekat, termasuk ay