"Uhuk ... uhuk ...." "Hati-hati, Bu Anna!" Hesti dan Anna akhirnya tiba di kota yang sangat dirindukan oleh Anna. Menantu Hesti harus bekerja dan ia menurunkan Anna dan Hesti di dekat sekolah Darren, tempat yang Anna minta. "Terima kasih, Bu Hesti. Kita tunggu di warung sana saja. Aku bisa melihat anakku dari sana." "Ah, baiklah." Hesti menuntun Anna duduk di warung dan Anna pun terus menatap ke pintu gerbang sekolah Darren. Mendadak kenangan lama itu pun berputar di otaknya dan membuat Anna begitu merindukan semuanya. Air mata Anna menetes sampai Hesti terus menenangkan Anna. Hesti juga tidak tega dan ingin Anna berkumpul kembali dengan keluarganya, tapi Hesti menghormati keputusan Anna karena Hesti juga tidak keberatan Anna tinggal bersamanya. Anna pun terus menatap sampai tidak lama kemudian, sebuah mobil muncul di sana, mobil dengan plat nomor yang membuat debar jantung Anna memacu kencang. Itu mobil Diego. Tidak lama kemudian, Diego keluar dari mobil. Bukan hanya Diego,
"Ibu Anda harus segera dioperasi untuk menyelamatkan nyawanya." Suara tegas sang dokter seketika membuat Anna menahan napasnya sejenak. Sudah satu tahun ini, Martha, ibu Anna menderita gagal ginjal sampai harus rutin cuci darah. Komplikasi membuat kondisinya terus memburuk hingga Martha harus terus menginap di rumah sakit beberapa bulan terakhir ini. Semua harta benda pun sudah dijual habis hingga Anna tidak tahu lagi harus mencari uang ke mana untuk biaya operasi yang selangit itu. "Itu ... apa harus sekarang, Dokter? Bisakah ditunda dulu? Aku masih belum punya uang. Bisakah diobati dulu seperti biasa saja?" Anna mencoba menawar. "Melihat kondisinya sekarang, kami khawatir jantungnya mendadak berhenti saat cuci darah ...." Lagi-lagi Anna menahan napasnya. Jantungnya seolah tertusuk oleh benda tumpul sampai ia sulit bernapas. Tanpa bisa dicegah, air mata Anna pun menetes merasakan bagaimana dunia bisa berputar dalam sekejap. Padahal dulu hidup Anna serba mewah. Lahir di keluar
Mungkin, seumur hidup, orang yang tidak mau Anna temui lagi adalah mantan suaminya. Bukan karena Anna membenci pria itu, tapi Anna terlalu takut pada kemarahan dan kebencian pria itu padanya. Namun, takdir malah membawa Diego, mantan suami Anna berdiri tepat di hadapannya seperti ini. "Bagaimana kabarmu, Bu Anna Wijaya?"Suara Diego membuat Anna tersentak. "D-Diego ...." lirih Anna dengan susah payah. "Pak Diego!" Diego mengoreksi. "Jangan lupa kalau posisi kita sudah setara sekarang. Atau malah ... aku lebih tinggi?" Diego menyeringai. Anna menahan napasnya sejenak dan ekspresi Anna benar-benar membuat Diego puas. "Mengapa ekspresimu seperti sedang melihat hantu, Bu Anna? Kau pasti tidak berharap bertemu denganku lagi kan? Tapi nyatanya kita bertemu lagi."Seringaian itu makin mengembang dengan tatapan yang tidak pernah lepas sedikit pun dari Anna. "Jadi apa hidupmu lebih bahagia setelah membuang suami miskinmu yang tidak berguna ini dan menikah lagi dengan pria kaya?" "Bahka
Anna langsung meradang mendengar persyaratan kurang ajar dari Diego. Walaupun Anna butuh uang, tapi Anna punya harga diri dan Anna tidak akan membiarkan Diego menginjak-injak harga dirinya seperti itu. "Dasar kurang ajar! Berani sekali kau meminta hal seperti itu padaku, Diego?" kecam Anna. "Pak Diego!" Diego mengingatkan. "Bersikap sopanlah padaku!" "Baiklah, Pak Diego!" ulang Anna dengan penuh tekanan. "Tapi aku tidak akan pernah setuju dengan syaratmu!" Diego menaikkan alisnya. "Boleh aku tahu alasannya? Aku menyetujui semua poin yang perusahaanmu minta, sedangkan aku hanya mengajukan satu syarat dariku, apanya yang berat?" "Syaratmu sangat tidak bermoral dan aku menolaknya! Jadi tidak akan ada kesepakatan di antara kita! Permisi!" Anna mencengkeram berkas yang ia pegang dan ia pun buru-buru keluar dari sana dengan jantung yang masih berdebar tidak karuan. Anna menahan dirinya dan terus mengangkat dagunya angkuh sampai saat ia sudah duduk di mobilnya dan tangisannya pun mel
"Hei, bukankah ini Anna Wijaya, anaknya Pak Wijaya yang terhormat, hah?" Suara seorang pria mendadak membuat Anna memalingkan tatapannya dari Diego.Diego sedang duduk sendirian di tengah sofa panjang diapit oleh dua pria yang membawa pasangannya masing-masing. Dan Anna mengenali salah satu pria yang bersama Diego. Namanya Kenny, pengusaha yang menjadi korban penipuan ayahnya Anna juga. Kenny dulu juga pernah mengejar Anna, tapi Anna selalu menolaknya. "Jadi orang yang menjual mobilnya padamu itu adalah Anna Wijaya ini, Pak Diego?" seru Kenny yang membuat Anna membelalak. Ini terlalu kebetulan Diego yang akan membeli mobil Anna. Terlalu kebetulan dan terlalu memalukan. "Apa kau kekurangan uang, hah? Kasihan sekali! Anna Wijaya yang dulu kaya sekarang jadi seperti ini." Kenny mencemooh. "Tapi keluarga kalian pantas mendapatkannya, Anna! Ayahmu itu sombong dan suka merendahkan orang lain! Merasa dirinya yang paling hebat, tapi ternyata tidak lebih dari seorang pencuri! Berapa banya
"Kau benar-benar brengsek, Pak Diego!" Anna langsung mendorong Diego kasar sampai Kenny sontak ikut berdiri siaga dan menghampiri Anna. "Apa yang kau lakukan pada Pak Diego, hah? Kau tidak tahu siapa dia? Berani sekali kau, Anna!" "Kau dan dia sama-sama tidak sopannya!" geram Anna. Kenny tertawa kesal mendengarnya. "Memangnya apa yang Pak Diego minta, hah? Apa yang begitu susah kau turuti? Malahan seharusnya kau bersyukur kalau Pak Diego minta ditemani atau dilayani. Bahkan, aku juga tidak keberatan kalau kau mau melayaniku juga!" seru Kenny dengan menjijikkan sambil mencekal tangan Anna. "Akhh, lepaskan aku, Pak Kenny!" pekik Anna sambil menarik tangannya dari Kenny. "Jangan sok suci, Anna! Kau sudah di sini kan? Ayo kita bersenang-senang sebentar saja!" "Tidak! Lepaskan aku! Lepas!" pekik Anna lagi. Anna sempat menatap Diego, seolah meminta tolong pada pria itu, tapi Diego tetap diam di tempatnya, tanpa peduli apa pun. Anna makin kesal. Anna mengerahkan semu
Dengan cepat, Diego pun langsung melepaskan Anna dan menyambar ponsel itu. Diego mengangkat teleponnya melalui pengeras suara dan ia langsung mematung mendengar suara anak kecil di sana."Mama di mana? Cepat pulang, Mama!"Anna membelalak dan langsung berlari menyambar ponselnya. "Berikan padaku!"Diego yang masih mematung mendengar suara anak kecil memanggil Mama pun hanya bisa diam dan terus menatap Anna dengan tatapan penuh tanya.Diego memang pernah meminta anak buahnya memeriksa tentang Anna dan perusahaannya, tapi anak buahnya hanya melaporkan tentang perusahaan Anna dan tentang suaminya, Diego sama sekali tidak tahu bahwa Anna punya seorang anak."Halo, Sayang?" sapa Anna begitu ia mematikan pengeras suaranya.Suara Anna nampak melembut dan tatapannya pun menghangat saat berbicara di telepon."Mama, cepat pulang! Darren mau sama Mama," rengek seorang anak kecil di sana."Iya, Sayang, Mama pulang sekarang. Darren tunggu Mama ya.""Oke, Mama, jangan lama-lama ya!""Iya, Sayang.""
Anna mengernyit dalam tidurnya pagi itu. Cahaya matahari terasa menyilaukan sampai Anna pun buru-buru membuka matanya. Dan benar saja hari sudah pagi. "Astaga, aku bangun kesiangan!" gumam Anna. Setiap pagi, Darren memang akan bersiap ke sekolah bersama pengasuhnya, lalu Anna yang akan mengantarnya ke sekolah. Anna pun menghela napas panjangnya yang masih begitu berat. Banyaknya masalah yang terjadi akhir-akhir ini membuat Anna begitu lelah, apalagi hari ini, Anna harus survey sekolah baru untuk Darren. Sudah dua tahun ini Darren bersekolah di sekolah internasional terbaik di kota itu. Sebagai orang kaya, tentu saja Anna merasa mampu memberikan pendidikan terbaik untuk Darren. Tapi itu dulu, sebelum tabungan Anna habis tidak bersisa. Anna pun terpaksa harus memindahkan Darren ke sekolah lain yang uang sekolahnya lebih murah tahun ajaran baru nanti. "Maafkan Mama, Sayang. Mama janji akan berusaha bagaimanapun caranya agar kau bisa sekolah di sekolah terbaik lagi. Mama hanya butuh
"Uhuk ... uhuk ...." "Hati-hati, Bu Anna!" Hesti dan Anna akhirnya tiba di kota yang sangat dirindukan oleh Anna. Menantu Hesti harus bekerja dan ia menurunkan Anna dan Hesti di dekat sekolah Darren, tempat yang Anna minta. "Terima kasih, Bu Hesti. Kita tunggu di warung sana saja. Aku bisa melihat anakku dari sana." "Ah, baiklah." Hesti menuntun Anna duduk di warung dan Anna pun terus menatap ke pintu gerbang sekolah Darren. Mendadak kenangan lama itu pun berputar di otaknya dan membuat Anna begitu merindukan semuanya. Air mata Anna menetes sampai Hesti terus menenangkan Anna. Hesti juga tidak tega dan ingin Anna berkumpul kembali dengan keluarganya, tapi Hesti menghormati keputusan Anna karena Hesti juga tidak keberatan Anna tinggal bersamanya. Anna pun terus menatap sampai tidak lama kemudian, sebuah mobil muncul di sana, mobil dengan plat nomor yang membuat debar jantung Anna memacu kencang. Itu mobil Diego. Tidak lama kemudian, Diego keluar dari mobil. Bukan hanya Diego,
Saat kita melakukan kebaikan, mungkin Tuhan tidak akan langsung membalasnya saat itu juga, tapi tanpa kita sadari, kita sudah dijauhkan dari kejahatan. Percayalah, bahwa semua yang kita lakukan tidak akan sia-sia. Saat kita sudah merasa tidak ada jalan lagi untuk melangkah, berserahlah dan Tuhan akan menunjukkan kuasa-Nya. Itulah yang Anna percaya dan itulah yang terjadi dalam hidupnya. Anna pernah berpikir seumur hidup ia berbuat baik pada orang lain, tapi mengapa Tuhan memberinya cobaan yang begitu berat. Bahkan, saat Anna harus pergi dari keluarganya, Anna tidak benar-benar tahu ia harus ke mana. Anna pergi ke kota kecil yang paling dekat dengan kota asal mereka dan Anna duduk sendirian di kursi sebuah rumah sakit kecil, berharap bisa menumpang tidur di sana. Bukan karena tidak punya uang untuk menyewa kamar hotel. Anna masih membawa sedikit uang, Anna hanya takut ia mendadak meninggal di hotel dan tidak ada yang mengetahuinya. Namun, syukurlah, kebaikan yang sudah Anna tanam
"Ibu!" Diego membawa Darren dan Bik Nim pulang ke rumah ibunya di luar kota hari itu. Diego masih mempunyai seorang ibu, satu-satunya keluarga yang ia punya setelah ayahnya meninggal. Diego yang merupakan anak tunggal itu pun sudah meminta ibunya tinggal bersamanya di kota, tapi wanita tua itu menolak. Retha, ibu Diego memilih tetap tinggal di kota kecil, kampung halamannya bersama para tetangganya, tapi Diego sudah merenovasi rumah itu menjadi begitu bagus dan nyaman. Bahkan, Diego membantu renovasi rumah beberapa tetangga mereka sampai semua orang begitu berterima kasih pada Diego dan membantu Diego menjaga Retha. "Diego, anak Ibu!" Retha langsung memeluk Diego begitu erat dan menciuminya, sebelum Retha menatap Darren yang masih berdiri di belakang Diego. Retha menatapnya lama dan air matanya berlinang melihat cetakan mini Diego itu. Diego sudah menceritakan semuanya pada Retha, tidak ada yang Diego sembunyikan dari ibunya yang selalu menemaninya dalam suka dan duka itu. Diego
"Papa kok sekarang kerjanya di rumah terus?"Darren bertanya dengan polosnya hari itu setelah lebih dari satu minggu Diego tidak pernah ke kantor lagi. "Papa tidak ingin jauh dari Darren lagi, Sayang." "Yeay, jadi Papa tiap hari di rumah?" Diego berpikir sejenak, sebelum ia mengangguk. "Untuk sementara iya, tapi nantinya Papa akan kembali bekerja di kantor, walau Papa masih tidak tahu kapan." Ya, Diego akan kembali bekerja di perusahaan, perusahaannya sendiri nanti. Itu rencana Diego. Setelah satu minggu lebih menjadi pengangguran, Diego yang terbiasa bekerja tentu saja tidak betah. Diego melakukan semua yang ia bisa untuk kembali membangun bisnisnya walau sama sekali tidak mudah karena kali ini benar-benar dari nol dan dari apa yang ia punya. Diego kehilangan banyak setelah memilih meninggalkan Bella. Sangat banyak. Bahkan, Diego harus menjual dua properti yang ia punya, hasil kerja kerasnya selama ini demi menutup ganti rugi yang diminta Bella. Tentu saja Diego tidak langsung
Bella benar-benar berharap, semua miliknya bisa membuat Diego tertarik dan bertahan bersamanya, walaupun ia harus kembali menelan kekecewaan kali ini. Diego sendiri kembali mematung di tempatnya karena ia tidak menyangka Bella bisa memberinya pilihan seperti itu. Global Jaya adalah anak perusahaan milik keluarga Bella yang kaya raya. Diego dipercaya menjadi CEO dan pemegang saham di sana, jabatan yang membuatnya karirnya melesat dengan cepat. Dan kehilangan semuanya tentu akan membuat Diego menjadi bukan siapa-siapa lagi. Hati dan otak Diego bergelut untuk sesaat, tapi tidak sedikit pun ia berpikir untuk melanjutkan hubungan apa pun bersama Bella, wanita yang sama sekali tidak dicintainya. "Sebuah pernikahan tidak sepantasnya dibeli dengan uang, Bella.""Aku memang berterima kasih padamu dan keluargamu. Tanpa kalian, aku hanya mantan napi yang tidak berharga. Hanya sampah masyarakat. Hutang budiku ini sampai mati akan tetap kubawa, Bella." "Tapi anakku, sampai mati juga adalah ta
"Darren tidak mau ada Mami, Darren mau Mama saja, Papa!"Tangisan Darren belum juga berhenti bahkan sampai saat ia dan Diego sudah berbaring di ranjang mereka. Untungnya, lengan Darren yang kena panas tidak menimbulkan banyak bekas. Hanya memerah cukup lama, tapi setelahnya membaik. Untung saja supnya bukan sup yang mendidih. Luka Darren yang terkena beling pun tidak parah dan sudah dibalut plester. Namun, sakit di hati Darren yang tidak kunjung usai sampai Diego memeluknya begitu erat. "Maafkan Papa, Darren! Maafkan Papa! Papa janji tidak akan ada Mami! Papa janji, Sayang." "Darren tidak mau Aunty Bella ke sini lagi, Darren tidak suka! Aunty Bella jahat!" "Maafkan Papa lagi, Darren! Papa janji Aunty Bella tidak akan ke sini lagi, Papa janji, Sayang." "Darren mau Mama ... Darren mau dipeluk Mama ...." Tangisan Darren kembali meledak saking ia merindukan Anna. Diego sendiri ikut menangis karena ia juga merindukan Anna begitu besar. "Papa juga mau sama Mama, Darren. Papa juga s
Diego sempat berpikir bahwa pada akhirnya ia dan Bella bisa menjadi teman dan rekan kerja yang baik. Namun, saat Bella mulai agresif kembali setelah Anna pergi, Diego pun kembali menjaga jarak dengan wanita itu. Diego tidak pernah suka Bella datang ke apartemennya kalau itu hanya modus untuk mendekatinya lagi. Diego pun tahu Bella tidak pernah begitu telaten pada anak kecil. Namun, Diego tidak pernah menyangka Bella bisa bersikap begitu kasar pada Darren, anaknya. "Apa yang kau lakukan pada anakku, Bella?" bentak Diego yang akhirnya masuk ke apartemennya dan melihat jelas bagaimana Bella memarahi dan mendorong Darren. Diego tadinya lembur, tapi ia memutuskan pulang lebih awal agar ia bisa menghabiskan waktu bersama Darren dan saat bertemu Bik Nim di depan apartemen, Diego akhirnya tahu Bella ada di sana. Bella sendiri begitu kaget mendengar suara Diego dan ia langsung membelalak saat melihat tatapan tajam Diego padanya. Sungguh, Bella tidak tahu kapan Diego masuk ke sana. "D-Die
"Aku sudah mengecek di semua rumah sakit di kota ini sampai kota terdekat, tapi tidak ada nama Anna Wijaya di sana. Di bandara pun tidak ada nama Anna Wijaya yang melakukan penerbangan selama satu bulan terakhir." Jovan melaporkan hasil pencariannya pagi itu. Sudah satu bulan sejak Anna pergi meninggalkan surat untuk semua orang dan sampai detik ini sama sekali tidak ada petunjuk tentang Anna. Diego pun sudah sampai depresi mencari Anna, tapi Diego tidak menyerah dan ia masih yakin Anna baik-baik saja di suatu tempat. "Baiklah, Jovan! Baiklah! Cari lagi! Tetap cari dia dan jangan menyerah!" Jovan menatap Diego sedikit lebih lama dan mengangguk. "Aku mengerti, Pak." Jovan pun keluar dari ruang kerja itu dan Diego yang ditinggalkan langsung menyisir rambutnya frustasi. Perasaannya tidak bisa diungkapkan lagi. Diego sangat merindukan Anna-nya. "Kau tidak tahu seberapa sulit aku bertahan seperti ini, Anna! Sulit sekali sampai aku hampir gila." "Kau harus baik-baik saja, Anna! Berj
Satu minggu benar-benar terasa seperti satu tahun bagi Diego. Setiap hari ia mencari Anna walaupun ia tidak kunjung menemukannya. Diego sampai hanya menjenguk Darren sesekali, tapi Diego menelepon Darren setiap hari untuk melihat wajah Anna di wajah anaknya itu. Jiwa Diego benar-benar seolah hilang separuh. Diego kehilangan fokusnya dalam bekerja, kehilangan fokus dalam melakukan apa pun, jambang mulai memenuhi dagunya, dan rambutnya pun tidak terawat. Sampai akhirnya Diego sadar ia tidak bisa begini terus. Mimpinya malam itu membuatnya bangkit. Anna muncul di mimpi Diego dan mengingatkan dirinya akan tanggung jawabnya. Di dalam mimpinya, Anna terlihat begitu cantik dan terus tertawa sumringah. Anna menggandeng Diego dan Darren bersamanya, lalu mereka duduk bertiga di hamparan rumput yang luas. Diego berbaring dengan kepala ada di pangkuan Anna dan Darren duduk di perut Diego. Bertiga mereka sangat bahagia. "Papa sayang tidak sama Mama sama Darren?" tanya Anna sambil membelai say