"Uhuk ... uhuk ...." "Hati-hati, Bu Anna!" Hesti dan Anna akhirnya tiba di kota yang sangat dirindukan oleh Anna. Menantu Hesti harus bekerja dan ia menurunkan Anna dan Hesti di dekat sekolah Darren, tempat yang Anna minta. "Terima kasih, Bu Hesti. Kita tunggu di warung sana saja. Aku bisa melihat anakku dari sana." "Ah, baiklah." Hesti menuntun Anna duduk di warung dan Anna pun terus menatap ke pintu gerbang sekolah Darren. Mendadak kenangan lama itu pun berputar di otaknya dan membuat Anna begitu merindukan semuanya. Air mata Anna menetes sampai Hesti terus menenangkan Anna. Hesti juga tidak tega dan ingin Anna berkumpul kembali dengan keluarganya, tapi Hesti menghormati keputusan Anna karena Hesti juga tidak keberatan Anna tinggal bersamanya. Anna pun terus menatap sampai tidak lama kemudian, sebuah mobil muncul di sana, mobil dengan plat nomor yang membuat debar jantung Anna memacu kencang. Itu mobil Diego. Tidak lama kemudian, Diego keluar dari mobil. Bukan hanya Diego,
"Apa kata suster, Diego? Tidak ada berita tentang Anna?" Sambil melangkah keluar lobby, Retha memeluk tangan Diego dan bertanya tentang hasil pencariannya. "Belum ada, Ibu. Anna tidak pernah ke rumah sakit ini lagi. Hatiku rasanya berat sekali." Ekspresi Diego begitu sendu sampai Retha pun membelai sayang lengan anaknya itu. "Bersabarlah! Nanti kita cari lagi! Ibu percaya Tuhan akan menunjukkan jalan." Diego mengangguk dan melangkah bersama Retha keluar dari lobby rumah sakit. Di saat yang sama, Bu Hesti pun masih begitu panik melihat Anna yang dinaikkan ke brankar lalu didorong ke UGD. Bu Hesti tidak berani mendekat, tapi saat para petugas sudah mendorong brankarnya, Bu Hesti pun berlari menyusul ke UGD. "Bertahanlah, Bu Anna! Bertahanlah!" Hesti terus menangis sambil menyebut nama Anna. Hesti sama sekali tidak melihat Diego di sana, pria yang sempat dilihatnya tadi di sekolah Darren. Hesti melewatinya begitu saja dan masuk ke UGD, tapi Diego yang mendengar nama Anna disebut
"Apa pun yang hilang darimu akan dikembalikan, sama seperti Tuhan yang mengangkatmu dari keterpurukan. Selalu ada jalan, lewat sesuatu atau seseorang, apa pun itu, Tuhan akan menunjukkan jalannya." Ucapan Retha waktu itu mendadak terngiang lagi saat Diego menatap Anna di hadapannya. Anna-nya yang hilang akhirnya kembali padanya. Entah lewat apa pun, tapi Tuhan menunjukkan jalan bagi Diego untuk menemukan Anna, walaupun hati Diego sakit melihat Anna yang terbaring tidak berdaya, tubuhnya kurus, dan wajahnya sangat pucat. "Anna ... Anna ...." Diego langsung menghambur dan memeluk Anna yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Tangannya terangkat menangkup wajah cantik Anna yang selamanya akan tetap cantik di mata Diego. "Anna, kau ke mana saja? Apa yang terjadi padamu, Sayang? Dokter, Suster, dia kenapa? Dokter! Suster!" Diego memanggil dokter dan suster, tapi tidak ada satu pun yang datang karena memang Anna sudah ditangani dan semua orang masih menangani pasien kecelakaan. Han
"Anna, aku sangat merindukanmu. Maafkan aku yang begitu emosional. Aku tidak bisa menahan air mataku, seharusnya aku tidak boleh menangis." Joyce tidak bisa menahan dirinya. Setelah mengetahui Anna sudah sadar, Joyce kembali ke rumah sakit dan bergantian menjenguk Anna. "Anna, jangan pergi lagi ya! Sangat banyak hal yang terjadi, semalam saja tidak cukup untuk menceritakannya, Anna. Tapi kita punya banyak waktu. Tunggu kau pulang dari rumah sakit, kita akan bercerita sangat banyak. Kau mau kan, Anna? Kau harus sembuh. Kau harus sembuh." Air mata Anna terus meleleh dan Anna mengedipkan matanya. Joyce tidak diijinkan terlalu lama di dalam, sehingga akhirnya ia keluar lagi dengan enggan karena di ICU, pasien tidak boleh sembarangan dijenguk. "Bagaimana dia, Joyce? Bagaimana dia?" tanya Diego setelah Joyce keluar. "Dia bisa tersenyum dan mengedipkan mata, tapi kurasa dia terlalu lemah untuk bicara." "Tidak apa! Tidak apa! Dia butuh istirahat, dia akan segera pulih! Ya, dia akan seg
"Maaf harus mengatakan ini, tapi Bu Anna sedang dalam kondisi koma saat ini." Anna tidur lagi setelah bicara dengan Joyce dan Diego hari itu. Anna tidur dan tidak pernah bangun lagi sampai dua puluh empat jam sudah berlalu. Anna koma dan semua orang makin patah hati mendengarnya. "Apa yang bisa kami lakukan, Dokter? Tolong selamatkan Anna! Tolong!" "Saat ini, satu-satunya jalan adalah dengan transplantasi hati, sudah tidak ada jalan lain lagi, Pak." "Lalu tunggu apa lagi? Segera lakukan transplantasi hati itu! Apa yang kalian tunggu sampai Anna menjadi begini?" Diego begitu emosional. "Apa yang diperlukan untuk transplantasi? Aku akan menandatangani semua persetujuannya. Tolong lakukan transplantasi itu. Aku akan menyiapkan uangnya juga! Lakukan apa pun agar Anna sembuh! Tolong!" Suara lirih Diego membuat semua hati semua orang ikut teriris. Diego pun membayar uang muka untuk operasi besar itu, tapi uangnya tidak cukup lagi untuk melunasi semuanya. Diego dilanda kestresan baru s
"Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, Pak Diego berpotensi besar menjadi pendonor yang cocok." Setelah beberapa hari melakukan pemeriksaan yang membuat Diego terus berdebar, akhirnya dokter memberikan hasilnya. Ucapan dokter pun langsung membuat Diego bernapas lega. Sungguh, Diego terus memohon pada Tuhan agar ia diberi kesempatan untuk melakukan sesuatu yang bisa menyelamatkan Anna dan sekarang Tuhan menjawab doanya. Air mata Diego pun menetes bahagia dan ia terus mengatupkan tangannya. "Kalau begitu, tunggu apa lagi, Dokter? Kapan pun operasinya dilakukan, aku siap, Dokter! Aku siap!" "Masih ada sedikit pemeriksaan lanjutan sebelum operasi itu bisa dilakukan, Pak. Tapi sejauh ini, peluangnya cukup besar." Diego tertawa di dalam tangisnya. "Lakukan semua pemeriksaan itu, Dokter! Lakukan segera karena Anna-ku tidak bisa menunggu lama, Dokter. Tolong!" "Kami akan berusaha sebaik mungkin, Pak. Yang terpenting sekarang adalah jaga kondisi Anda, bukan hanya kondisi fisik, tapi juga
"Bu Martha, aku tahu Anda sudah tenang di sana. Aku tidak akan mengganggu Anda. Aku hanya ingin meminta ... kalau Anda dekat dengan Tuhan, tolong minta keselamatan ... bukan untukku, tapi untuk Anna." "Anna akan dioperasi dan restuilah agar operasi ini berjalan lancar. Maaf waktu itu aku terlambat mengetahui semuanya. Maaf aku tidak sempat menyelamatkan Anda. Tapi kali ini ... aku janji akan menyelamatkan anak Anda." "Aku janji akan membuat anak Anda bahagia. Aku janji, Bu Martha. Aku hanya meminta restu Anda ...." Diego menatap langit penuh bintang malam itu dan berharap Martha bisa mendengarnya. Semua pemeriksaan sudah dielesaikan dalam beberapa hari berikutnya dan Diego dinyatakan siap melakukan operasi transplantasi hati itu. Jadwal operasi pun sudah dibuat dan besok, Diego akan memberikan hatinya untuk wanita yang sangat ia cintai itu. Semua orang sudah merestui, entah terpaksa atau tidak, Diego sudah tidak mau memikirkannya lagi. Diego hanya minta doa agar semuanya dilanca
Cahaya putih yang menyilaukan menusuk kelopak mata Anna saat ia membuka matanya. Ada sensasi berat di tubuhnya, seolah ia baru saja melewati sesuatu yang sangat besar. Dadanya terasa sesak, dan ada selang oksigen yang membantu pernapasannya. Semua terasa asing, tapi juga … ringan.Anna berkedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan ruangan di sekelilingnya. Dinding putih, bau antiseptik yang menusuk, serta suara monitor jantung yang berdetak pelan di sampingnya. Pandangannya masih buram, tapi ia bisa melihat bayangan beberapa orang di sekitarnya. "Anna, kau sudah sadar? Anna ...."Anna mengenali suara Joyce yang penuh kecemasan. Perlahan pandangannya mulai jelas dan benar saja, wajah Joyce terlihat di hadapannya. Sahabatnya itu membungkuk sambil tertawa haru. "Anna ... kau lihat aku? Kau kenal aku kan?" "J-Joyce ...."Anna mencoba berbicara, tapi tenggorokannya kering, suaranya hanya keluar sebagai bisikan. Ia mencoba menggerakkan tangannya dan Joyce langsung menggenggamn
Hidup ini bukan sekedar tentang memiliki, tapi tentang memberi dan menerima. Memberi semampu yang bisa kita berikan dengan tulus tanpa mengharap balasan, dan menerima dengan ikhlas tiga hal yang pasti dalam hidup kita. Yang pertama adalah rejeki. Tidak peduli seberapa keras kita berusaha atau sejauh mana kita melangkah, rejeki akan datang sesuai takarannya. Kadang lebih cepat, kadang lebih lambat, tapi selalu cukup sesuai kebutuhan.Yang kedua adalah takdir. Tidak peduli jalan mana yang kita pilih, takdir akan menemukan jalannya sendiri. Ada hal-hal yang bisa kita upayakan, tapi ada pula yang sudah digariskan dan harus diterima dengan kebesaran hati.Dan yang terakhir adalah kematian. Tidak peduli siap atau tidak, kematian akan datang menjemput pada waktunya. Itu adalah kepastian yang mengajarkan kita untuk lebih menghargai setiap detik kehidupan.Dan Anna sudah merasakan semua itu begitu jelas, bahkan juga begitu dekat dengan kematian itu. Saat Anna kehilangan Martha yang tidak
Delapan bulan kehamilan Anna adalah delapan bulan yang paling luar biasa. Berbagai perasaan campur aduk saat ia hamil anak kembar. Ada rasa berlebihan saat ia mulai sensitif, ada rasa mual parah dan tidak nafsu makan, ada rasa pegal luar biasa sampai kesulitan bernapas karena perutnya terlalu sesak, ada rasa sakit juga saat bayinya menendang, sulit berjalan karena perutnya terlalu berat, dan semua masalah lain dalam kehamilan. Namun, di atas semua itu, ada rasa haru, ada rasa bahagia saat ia diperhatikan dan dimanjakan, ada rasa bangga pada suami dan anaknya, dan terlebih ada rasa syukur yang tidak terkira. Tuhan baik dan mengijinkan Anna melewati delapan bulan kehamilan ini tanpa halangan yang berarti. Bahkan, Anna sempat berdebar dan berpikir mungkin kehamilan ini tidak akan sama bagi orang yang pernah melakukan transplantasi hati. Namun, seolah Tuhan berkata dengan restu-Nya, semua hal buruk itu tidak akan berarti apa pun. Dan di sinilah Anna, menantikan saat melahirkan yang s
"Kembar? Ibu akan punya cucu kembar?"Retha memekik senang saat Diego memberitahunya tentang kehamilan Anna. "Benar, cucu Ibu akan bertambah dua sekaligus!" "Ya Tuhan, bagaimana ini? Ibu senang sekali! Oh, Anna, kau hamil anak kembar? Tapi kalian sudah memastikan semuanya baik-baik saja kalau Anna hamil sekarang kan?" "Tenang saja, Ibu, kami sudah memberitahu dokter yang merawat Anna dan tidak ada masalah. Kondisi Anna sendiri juga sangat stabil untuk melanjutkan kehamilan. Tentu saja kami akan melakukan kontrol rutin nantinya." "Oh, syukurlah! Selamat, Sayang! Selamat!" Retha memeluk Diego dan Anna bersamaan. Bukan hanya Retha yang bahagia luar biasa, tapi Joyce dan keluarganya langsung melonjak kegirangan saat Anna meneleponnya dan memberitahu tentang kehamilan ini. Dan yang paling bahagia tentu saja Darren yang baru diberitahu saat anak itu pulang sekolah. "Adiknya dua, Mama? Darren mau punya
Diego pulang keesokan harinya dengan rasa rindu yang luar biasa pada keluarganya. Setiap hari, Diego selalu melakukan video call dengan Anna dan Anna selalu menunjukkan dirinya yang segar, walaupun sebenarnya lemas. Namun, sejak Anna mengetahui hasil tespeknya, Anna benar-benar merasa segar. Bahkan, rasa mual yang ia alami sudah terasa tidak mengganggu lagi. "Yeay, Papa pulang!" seru Darren yang langsung naik ke gendongan Diego. "Halo, Anak Papa! Papa membawa banyak oleh-oleh untukmu!" Diego menciumi anaknya itu. "Yeay, Darren mau oleh-oleh. Mana, Papa?" "Haha, sebentar! Bik, tolong ambilkan yang tas besar itu, itu untuk Darren." Bik Nim langsung mengambilkan tas besar yang dibawa oleh Diego, isinya mainan dan baju baru untuk Darren sampai Darren memekik kegirangan. "Yeay, ada mainan robot! Yeay!" Darren pun heboh sendiri dengan mainan barunya. "Kau pulang, Diego!" sapa Retha juga. "Iya, Ibu! Aku membawakan oleh-oleh untuk Ibu juga. Di sana ada untuk Bik Nim dan untuk Anna
Beberapa waktu berlalu setelah bulan madu dan liburan yang menyenangkan, Diego dan Anna kembali pada aktivitasnya. Darren sendiri akhirnya naik kelas dan anak itu tidak jadi pindah sekolah karena Diego bertekad tetap menyekolahkan anaknya di sekolah yang terbaik. "Aku tidak apa kalau Darren harus pindah ke sekolah yang lebih ringan biayanya, Diego. Bukan karena aku tidak percaya padamu, tapi biaya sekolah Darren yang sekarang benar-benar mahal," kata Anna waktu mereka mendaftarkan Darren ke SD. "Aku paham apa yang kau pikirkan, Sayang, tapi Darren sudah nyaman di sekolah yang sekarang, semua temannya melanjutkan di sekolah yang sama, dan aku juga mau anakku sekolah di sana. Percayalah padaku, aku siap menanggung anakku dan keluarga kita. Jangan pikirkan yang lain karena aku yakin Tuhan akan selalu membuka jalannya untuk kita!" Dan benar saja, sejak Diego dan Anna menikah, rejeki yang berlimpah ruah tidak berhenti memenuhi hidup mereka, mengalir seperti mata air yang tidak pernah h
"Mama, ayo foto!" Dua minggu setelah pernikahan, Diego dan Anna pun lanjut berbulan madu. Tidak lupa mereka membawa Darren dan Bik Nim. Sebenarnya Retha sudah menawarkan diri untuk menjaga cucunya itu agar Diego dan Anna bisa menikmati bulan madu, tapi mereka tidak mau meninggalkan putranya itu. Retha sendiri sudah diajak, tapi ia menolak dan lebih memilih liburan di kampung halamannya saja. Dan di sinilah mereka, bulan madu sekaligus liburan di Bali, pulau yang begitu eksotis dan sangat cocok untuk berlibur. Diego sendiri sebenarnya ingin mengajak Anna ke luar negeri, tapi mati-matian Anna menolak. "Kita sedang merintis karir lagi, untuk apa membuang uang hanya demi liburan? Kemarin pesta nikah saja sudah menghabiskan uang!" omel Anna waktu itu. "Tapi bisnis baru kita sudah mulai jalan, Sayang! Rejeki pengantin itu tidak akan ada habisnya, jadi tidak usah dipikirkan tentang uangnya, kita bisa mencarinya lagi!" "Tetap tidak, Diego! Jangan boros! Kita harus berhemat! Liburan di
"Akhirnya pesta usai juga!" Diego dan Anna akhirnya masuk ke kamar hotel mereka malam itu setelah serangkaian pesta yang panjang. Setelah melakukann pemberkatan nikah di pagi hari dan jamuan makan, mereka kembali menjamu undangan lain di malam hari. Pesta tanpa henti dan kebahagiaan tanpa henti juga. Dan setelah semuanya berakhir, Anna merasa sangat lelah. Anna pun langsung duduk di sofa yang nyaman, sedangkan Diego langsung menghampiri istrinya itu. "Aku akan membuatmu nyaman, Sayang." Dengan cekatan, Diego berjongkok untuk membukakan kedua sepatu Anna, lalu Diego membuka jasnya sendiri, sebelum ia duduk dan mengangkat kaki Anna ke pangkuannya. Diego memijati kaki Anna dengan lembut mulai dari tungkai sampai ke telapak kakinya. "Bagaimana rasanya?" "Hmm, enak sekali." "Bagian mana lagi yang pegal, Sayang? Aku akan memijatinya. Apa punggungmu pegal?" "Hmm, punggungku juga pegal, tapi aku harus melepaskan gaun ini dulu agar lebih nyaman." "Tentu saja, Sayang!" Diego memban
Cinta habis di orang lama. Mungkin ungkapan itu adalah kalimat yang paling tepat menunjukkan apa yang Diego dan Anna rasakan. Saat kehilangan Anna, Diego tidak pernah memikirkan cinta lagi. Di hatinya hanya ada hasrat untuk balas dendam, tapi hanya ada satu nama yang menjadi benci dan cintanya, Anna. Saat Diego kehilangan Anna lagi untuk kedua kalinya, Diego seperti mayat hidup. Cintanya sudah dihabiskan pada Anna dan sisanya hanya melanjutkan hidup. Begitu juga dengan Anna. Setelah kehilangan Diego, tidak ada lagi cinta dan ia hanya hidup untuk Darren. Saat Anna harus meninggalkan Diego untuk kedua kalinya, Anna menyimpan cinta di hatinya tetap untuk satu nama, Diego. Dan sekarang Tuhan mempersatukan mereka kembali. Cinta mereka memang habis di orang lama, tapi mereka saling menemukan dan kembali bersama. Kali ini untuk selamanya. Diego dan Anna bertatapan dengan penuh cinta. Senyum dan air mata bercampur menjadi satu, pancaran kebahagiaan tidak bisa ditutupi dari wajah kedua
"Kau gagah sekali, Diego!" Retha tersenyum sambil merapikan jas yang dipakai Diego pagi itu. Setelah dua bulan mempersiapkan pernikahan, akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Hari ini Diego dan Anna akan menikah lagi. Semua orang begitu antusias menantikan hari ini, termasuk Retha, seorang ibu yang sudah melihat bagaimana anaknya jatuh bangun mencintai wanita yang sama. "Terima kasih, Ibu! Aku bahagia sekali, akhirnya aku mendapatkannya lagi," ucap Diego penuh kesungguhan. Retha mengangguk. "Kau pantas mendapatkannya, Diego. Dan kali ini, Ibu yakin kalian akan bahagia selamanya." "Amin, Ibu!" Diego berpelukan dengan Retha. Hanya dengan restu ibunya itu, Diego bisa berdiri sampai detik ini. Tidak lama kemudian, Diego pun dipanggil memasuki venue acara dan Retha mengantar anaknya itu dengan penuh kebahagiaan. Diego menyapa semua orang yang hadir di acara mereka. Tidak banyak, Diego dan Anna hanya mengundang tidak lebih dari 50 undangan, hanya teman dan klien dekat, termasuk ay