Selamat membaca Kakak
Aron yang baru saja membuka matanya nampak heran ketika melihat Arini berdiri di balkon.Sambil mengumpulkan nyawanya Aron berjalan pelan mendekati Arini."Pagi-pagi sudah melamun," kata Aron sembari memeluk istrinya dari belakang.Arini tersentak kaget mendapati pelukan Aron yang secara tiba-tiba, sebelum Aron tau keadaanya dia segera menghapus air mata yang meleleh di pipi."Eh sudah bangun Mas," sahut Arini."Iya Sayang, maaf ya semalam aku pulang telat lagi, pekerjaan di kantor benar-benar banyak, meeting sana-sini membuatku pusing," ungkap Aron.Arini tersenyum lalu mengeratkan pelukan suaminya, ingin sekali menceritakan semua yang dia rasakan kepada Aron tapi Arini takut jika malah timbul salah paham antara Renata dan juga Aron."Nanti pulang jam berapa?" tanya Arini dengan bibir yang maju ke depan."Entah Sayang, ingin sekali nggak masuk tapi kerjaan sangat menumpuk kasian Arion," jawab Aron.Merasa kecewa Arini melepas pelukan Aron, dia kembali menatap Renata yang menjemur Ars
Sebelum berangkat Arini mengingatkan Aron untuk berbicara dengan Mamanya, dia benar-benar ingin permasalahan ini cepat selesai. "Gimana kalau besok Sayang, hari ini aku harus segera berangkat," kata Aron. "Jangan ditunda-tunda Mas," sahut Arini. Arini membujuk Aron untuk pagi ini saja bicara dengan Renata karena kalau menunggu besok pasti akan lupa. Mau nggak mau Aron menuruti kemauan sang istri meski dia bingung harus bicara apa dengan mamanya. Sebelum berangkat Aron pergi ke kamar Arsen, dia melihat Renata yang asik mengayun Arsen. "Ma," panggil Aron. "Iya Aron," balas Renata. "Papa mau berangkat kerja, besok kalau Arsen besar jadilah orang sukses seperti Papa ya," celoteh Renata. Aron nampak bingung, nyalinya menciut ketika ingin berbicara dengan Renata tapi dia telah janji dengan Arini. "Ma bisa kita bicara sebentar," kata Aron. Renata mengangguk lalu meninggalkan Arsen di box bayi. "Mau bicara apa?" tanya Renata. Sebelum bicara Aron menghela nafas dalam-dalam sembari
Tidak seperti biasa hari ini Aron pulang lebih cepat, ketika akan masuk ke dalam kamar dia tidak bisa membuka pintu karena Arini menguncinya dari dalam. "Sayang kenapa pintunya dikunci?" teriak Aron. Beberapa saat kemudian terdengar suara Arini membuka pintu lalu dia menarik Aron masuk ke dalam dan mengunci pintu kembali. "Kamu kenapa sih sayang?" tanya Aron. "Keburu Mama datang dan mengambil Arsen Mas," jawab Arini. "Astaga sayang kenapa sih harus seperti ini kesannya seperti Mama aku itu penjahat," sahut Aron. Ucapan Arion malah membuat Arini marah, dia memarahi Aron balik karena terlalu condong terhadap Renata. "Kalau Mama nggak mendominasi Arsen aku mungkin juga nggak akan seperti ini mas! kalau nggak nyuri-nyuri seperti ini kapan aku bisa bersama Arsen," maki Arini. "Mama ngelakuin itu semua demi kamu, Mama ingin kamu benar-benar pulih, baru bisa mengurus Arsen," sahut Aron yang tak terima Arini menyalahkan mamanya. "Kamu itu nggak tahu terima kasih. Lihatlah ibu-ibu lain
Seharian Arini tidak keluar dari kamar begitu pula dengan Renata yang sibuk mengurus Arsen di dalam kamarnya.Arini berpikir apa yang harus dilakukan jika keadaannya seperti ini, Aron terus membela mamanya begitu pula dengan Renata yang terus mendominasi Arsen sedangkan dirinya bak pecundang yang tidak bisa berbuat apa-apa.Ingin sekali Arini hamil lagi karena dengan begitu Renata yang mengurus Arsen sedangkan dirinya mengurus bayinya yang baru lahir. Tapi, apa itu mungkin mengingat dia melahirkan secara sesar.Matahari telah bersembunyi di ufuk barat, tapi Arini masih saja duduk melamun di balkon kamarnya hingga tak sadar kalau Aron telah pulang."Apa yang kamu lakukan?" tanya Aron.Arini hanya menoleh lalu melemparkan pandangannya kembali, dia benar-benar tidak ingin berbicara dengan Aron daripada ucapan Aron melukai perasaannya."Apa yang kamu lakukan?" tanya Aron kembali.Arini menghela nafas lalu tersenyum ketir tanpa menatap Aron."Tidak ada yang bisa aku lakukan selain melamun,
"Ini kak sudah selesai." Arion meletakkan setumpuk berkas di meja kerja Aron. "Terima kasih Arion," sahut Arsen. "Masama Kak." Sekali lagi Arion memberikan saran kepada Aron agar segera menjemput Arini karena jika wanita dibiarkan terlalu lama hidup sendiri maka dia akan menjadi wanita mandiri dan tidak akan memerlukan lelaki lagi. "Ingat kak penyesalan itu selalu ada di belakang," kata Arion. "Kalau di depan namanya pendaftaran," sahut Aron. Belum waktunya pulang tapi Aron pulang terlebih dahulu karena rencananya ingin menjemput Arini tapi di jalan dia galau kembali, bingung antara menjemput Arini atau tidak. "Aron, jemputlah istri kamu," pinta Renata setelah Aron tiba di rumah. "Tapi...." Belum sempat melanjutkan ucapannya Renata sudah menyela, dia ingin Aron menjemput Arini sore ini juga.Renata tidak ingin Aron menyesal seperti Dion dulu. "Baiklah Ma," sahut Aron. Aron segera melajukan mobilnya pergi ke rumah Arini, saat dia sampai terlihat Arini sedang menyapu halam
"Emangnya teman kamu kenapa mas?" tanya Arini. "Eh tunggu teman kamu cowok kan?" sambungnya dengan tatapan menyelidik. Dengan tertawa Aron mencubit hidung istrinya, lalu dia menjelaskan kalau temannya adalah seorang pria. "Cowok kok Sayang, jadi dia tuh ngajakin aku dan Arion ke rumahnya dan benar saja di rumahnya ada beberapa cewek bule yang jago striptis." "Jangan bilang kamu tergoda dengan penari striptis itu dan pegang yang bukan-bukan," sahut Arini yang mulai kesal dengan suaminya. "Ya nggak dong Sayang, aku dan Arion hanya melihat doang itu pun karena nggak enak sama teman aku," jelasnya. Walaupun hanya melihat tetap membuat Arini marah, lagian waktu kerja bukannya bekerja yang baik malah keluyuran dan lihat yang enggak-enggak. "Seger tuh mata habis lihat body yang aduhai," celetuk Arini dengan kesal. "Tau gitu nggak aku kasih jatah, biar saja berdiri sampai besok," gerutunya. Masih merasa kesal, Arini memunguti pakaiannya lalu membersihkan diri, setelahnya dia keluar ka
"Perbaiki skripsi kamu, kalau masih berantakan seperti ini, saya nggak mau terima," kata Pak Rektor yang bernama pak Adi tersebut. "Pak tolong koreksi lagi, sebelah mana yang harus saya rubah, saya ingin bisa ikut wisuda Pak," rengek seorang mahasiswi yang bernama Feli. Tanpa berkata apa-apa Pak Adi mengambil skripsi Feli lalu membuangnya ke tempat sampah. Hal ini membuat Feli sangat sedih, padahal dia sudah bersusah payah membuat skripsi tersebut. Dania yang mendengar percakapan Pak Adi dan Feli merasa kesal dengan sikap Pak Adi yang seenaknya sendiri terhadap mahasiswa, apa salahnya memberikan pengarahan kepada Feli agar dia bisa secepatnya menyelesaikan skripsi. Tanpa mengambil skripsinya, Feli pergi dengan menangis, lalu Dania mengambil skripsi Feli, dia berusaha membantu siapa tau dengan dirubah skripsi Feli bisa diterima. Selama tiga hari Dania berusaha memperbaiki skripsi Feli, dia berharap Pak Adi menerima skripsi Feli agar Feli bisa wisuda. Ketika Skripsi Feli sudah jad
"Arini malam ini Arsen sama kalian ya, Papa lagi sakit takutnya nular ke Arsen," kata Renata. Tiba-tiba Dion batuk dan pilek sehingga mau nggak mau Renata harus mengantarkan Arsen kepada Arini karena dia tidak ingin cucunya tertular. "Papa sakit apa Ma?" tanya Aron. "Sakit batuk pilek," jawab Renata. Rencananya malam ini Aron dan Arini akan bercinta, oleh karena itu tadi sore mereka sudah meminta Renata untuk menjaga Arsen. "O ya sudah Ma, biar Arsen tidur sama kita saja," sahut Arini. Arini menidurkan Arsen di atas tempat tidurnya, dia dan Aron berharap Arsen segera tidur supaya mereka bisa enak-enak tanpa ada gangguan. Bukannya tidur bocah kecil ini malah mengoceh dengan keras, dia nampak marah bila kedua orang tuanya tidak menanggapi ocehannya. "Kamu itu menggemaskan sekali sih Sayang," kata Arini sembari mencium Arsen. Sudah satu jam Arsen tak juga tidur, hal ini membuat Aron merasa kesal dengan bayi kecilnya. "Mau begadang, mau ngoceh terus sampai pagi, mau cetak rekor M
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes