Seketika, seluruh tubuh Evelyn membeku. “Maksudmu … Duman … jatuh cinta kepada putri Kerajaan Nusantara?”Tanpa berpikir panjang, Griselda menjawab, “Ya, mereka menikah di luar persetujuan kerajaan dan terpaksa hidup dalam pelarian.” Wanita itu mengangkat kedua bahunya, terlihat acuh tidak acuh, bahkan sedikit kentara sedang menganggap Duman sebagai orang bodoh karena termakan cinta dan melupakan tugasnya. “Kalau saja dia dan putri itu tidak saling jatuh cinta, mungkin saja mereka berdua masih bisa mempertahankan nyawa masing-masing.”“Tunggu, Griselda ….” Evelyn meneguk ludah, merasa seluruh tubuhnya diselimuti oleh perasaan tidak enak seiring dia mengungkap informasi terdalam dari seorang Duman Karga, ayah dari Rena. “Kamu bermaksud untuk mengatakan bahwa kematian Duman dan istrinya … adalah karena … Keluarga Kerajaan Nusantara?”***“Terima kasih dan datanglah kembali, Nyonya, Tuan,” ujar para pelayan Osmania seraya membungkuk hormat untuk mengantarkan kepergian Evelyn dan Adam dar
“Mommy!! Daddy!!” Suara teriakan Lili bisa terdengar lantang di kediaman Dean seiring gadis itu berlari kencang untuk memeluk ibu dan ayahnya. “Lili sangat merindukan kalian!”Evelyn berjongkok sedikit untuk mencium pucuk kepala putrinya. “Mommy juga rindu dengan Lili,” balas wanita itu.Di sebelah mereka, terlihat Liam berjalan menghampiri Adam. “Sesuai perintah, Lili sudah kujaga dengan baik, Pa,” lapornya. “Tidak ada masalah di rumah maupun sekolah.”Adam menganggukkan kepalanya. “Kerja bagus.”Adam pun mengadu pelan kepalan tangannya dengan kepalan tangan Liam, sebuah cara baru bagi pasangan ayah-anak itu untuk berkomunikasi.“Di mana Kakek dan Nenek kalian?” tanya Evelyn ke arah dua anaknya.Liam dan Lili melirik satu sama lain, lalu Liam pun memutuskan untuk menjawab, “Karena kalian sudah kembali, Kakek Henry dan Kakek Rafaelle membawa Nenek Diandra dan Nenek Rosa ke luar negeri.” Dia melanjutkan, “Mereka bilang, mereka juga mau bulan madu.”Mendengar hal tersebut, Adam mengerut
Note: Info saja bahwa mungkin awalan masuk bab ini akan terasa sedikit tidak nyambung dengan bab sebelumnya, tapi ini adalah awal dari arc Dominic-Rena yang dimulai dari beberapa hari sebelum hari Evelyn tahu Rena diculik. Kita selesain arc Dominic-Rena dulu sebelum balik ke Evelyn-Adam ya~ Bertahanlah para pecinta Adam-Evelyn! *Beberapa hari yang lalu* “Rena, Pak Adam dan istrinya sedang bulan madu, untuk apa kamu ke kantor?” ujar salah seorang teman kantor Rena sembari melirik gadis itu. “Kenapa tidak pergi jalan-jalan seperti Pak Julian dan kekasihnya?” Rena yang sedang membereskan beberapa berkas tertawa. “Masih ada beberapa dokumen yang perlu kubereskan sebelum Pak Adam dan istrinya kembali dari bulan madu mereka, Mark,” jawabnya singkat. Bohong. Satu-satunya alasan Rena ke kantor adalah untuk menikmati keamanan yang begitu kuat di jaringan internet Eden. Dengan keamanan tinggi, dia akan lebih mudah menelusuri internet untuk mendapatkan informasi tanpa bisa diselidiki orang la
“Calon suami?” Mark membelalakkan mata, begitu pula dengan Stella.Dominic melingkarkan tangannya di pinggang Rena dengan santai. “Apa Rena tidak memberi tahu kalian?”Senyum di bibir Dominic semakin merekah lantaran gadis dalam pelukannya hanya terdiam. Namun, dalam hatinya, dia tahu Rena terdiam karena gadis itu terlalu terkejut.“Mungkin dia malu,” imbuh Dominic dengan wajah sedih. “Apa begitu?” tanyanya pada Rena yang masih tercengang.‘Malu?’ Stella bertanya-tanya dalam hati, lalu memperhatikan Dominic dari atas sampai ke bawah. Tidak hanya itu, dia melirik mobil Dominic yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berada. ‘Apa yang memalukan dari seorang pria berwajah tampan, bertubuh bagus, dan juga kaya?!’Melihat wajah Dominic yang terlihat sendu, Stella merasa hatinya terenyuh. Dia yakin pria itu merasa sedih karena Rena tidak pernah membicarakan tentang dirinya kepada teman-teman lain. Alhasil, Stella langsung berusaha menghapuskan pemikiran buruk pria tersebut.“A ha ha, m
Mendengar ucapan Stella, Rena hanya bisa ternganga. ‘Yang pesta adalah orang lain, kenapa kamu yang asal mengajak?!’ Ingin sekali dia mengatakan hal tersebut! Di sisi lain, Dominic merasa menang bandar karena ucapan Stella. “Syukurlah kalau begitu,” ucapnya sembari tersenyum. “Kapan acaranya dimulai?” “Karena Linda dari departemen IT, dia pulang lebih dulu tadi dan sekarang sudah ada di restoran,” jelas Stella. “Kita bisa pergi sekarang.” “Oke,” balas Dominic. Kemudian, pria itu mendapat satu ide. “Bagaimana kalau Stella dan Mark ikut mobilku juga? Aku bisa mengantarkan kalian.” Mendengar ini, Mark mengangkat tangannya. “Ah, tidak perlu. Aku membawa mobilku sendiri.” Dia merasa tidak enak ikut setelah cara bicaranya yang kurang sopan dengan Dominic tadi. “Kamu bisa tinggalkan mobilmu di sini, aku akan mengantarmu lagi ke sini nanti,” ujar Dominic sembari tersenyum. “Tapi—” “Sudah, ikut saja,” potong Stella, merasa tidak baik kalau Mark terus menolak. Akhirnya, Mark pun hanya bi
Di ruang tamu kediaman Grey, Rena terduduk di sofa sembari terdiam memandang sejumlah foto dan dokumen di atas meja. Di seberangnya, sosok Dominic terlihat sedang memandangnya dalam.Rena meraih sebuah foto seorang wanita berpakaian tradisional khas Nusantara. “Kamu bermaksud untuk mengatakan bahwa … wanita ini berhubungan dengan kematian ayahku?” tanyanya dengan kening berkerut seraya mengalihkan pandangan kepada Dominic. “Ratu Nusantara, Yara Sangramawijaya?” Dia merasa sangat bingung. “Bagaimana mungkin?”Ayahnya adalah seorang pembunuh bayaran, dan memang bukanlah hal aneh apabila salah seorang targetnya adalah keluarga kerajaan. Namun, seharusnya kematian salah seorang targetnya dibereskan dengan sempurna dan tanpa jejak. Demikian, Rena tidak habis pikir bagaimana bisa keluarga Kerajaan Nusantara berakhir menyimpan dendam dan menyingkirkan ayahnya.Pertanyaan Rena membuat Dominic menarik napas, bersiap untuk menjawab. Pria itu pun menyandarkan punggungnya ke sofa, lalu memandang
Rena menutup matanya dengan tangan, merasa sedikit pusing. ‘Kalau informasi yang Dominic nyatakan adalah benar,’ pandangan Rena terarah pada langit malam yang tenang, ‘maka aku harus kembali ke Nusantara.’ KRIEEK! Decit pintu kamar membuat Rena langsung mengalihkan pandangan ke arah pintu. Dia mendudukkan diri, bersiaga, hanya untuk berakhir dengan wajah terperangah. “Dominic?” panggil Rena saat melihat sosok Dominic berdiri di ambang pintu kamarnya. “Apa yang kamu pikir sedang kamu lakukan di larut malam seperti ini?” tanyanya dengan kening berkerut. Sembari bersandar di kusen pintu kamar Rena, Dominic berkata, “Kamu … berencana untuk pergi ke Nusantara, bukan?” Pertanyaan pria tersebut membuat Rena mengerjapkan mata. Bukankah itu suatu hal yang sangat jelas? Apa yang Dominic harapkan setelah memberi tahu dirinya bahwa kematian sang ayah berhubungan dengan keluarga Kerajaan Nusantara? Diam dan duduk manis menunggu dalang pembunuh sang ayah untuk mengaku sendiri? Sadar bahwa pe
“Tidak bisa.”Ucapan tegas Dominic membuat Rena menautkan alisnya. “Apa maksudmu?” tanya Rena dengan ekspresi bingung.Manik hitam segelap malam milik Dominic memandang manik Rena dengan saksama. “Kamu tidak boleh pergi ke Nusantara,” jelasnya.Kerutan pada kening Rena menjadi semakin dalam mendengar ucapan tersebut. “Dominic, kamu tidak berhak melarangku!”Tangan gadis itu mengepal. Berbeda dengan sikap Rena yang biasa hanya menunjukkan amarah melalui ucapannya, saat ini gadis tersebut seakan tengah menahan diri dari melayangkan sebuah tinju pada pria itu.Pada dasarnya, Rena memang bukanlah orang yang sabar. Ditambah dengan kenyataan bahwa dirinya tengah terpacu oleh dendam, emosi gadis itu menjadi lebih mudah hilang kendali!Tidak peduli apa alasan Dominic menghentikannya, tapi sekarang ini di otak Rena hanya ada satu pertanyaan; siapa Dominic sehingga bisa memerintahkannya melakukan sesuatu?!“Kamu berada di daerah kekuasaanku,” balas Dominic membuat Rena terbelalak, terutama saat
Tidak lama setelah Evelyn beserta suami dan ibunya turun dari panggung, iringan merdu piano pun terdengar. Pintu ruang pesta terbuka, membuat setiap pasang mata beralih ke arah sosok berbalut gaun pengantin berwarna putih mutiara yang berjalan memasuki ruang pesta didampingi seorang wanita dengan gaun hijau indah. Itu adalah Rena yang didampingi oleh sang nenek, Yara. Memerhatikan calon istrinya menghampiri, Dominic merasa seakan jantungnya ingin melompat keluar dari dada. Langkah Rena dalam gaun indah itu sangatlah ringan, hampir seperti melayang bak dewi yang turun dari khayangan. Bulu mata lentiknya yang bergetar mengikuti langkahnya membuat penampilan wanita itu memesona Dominic. Saat wanita rupawan itu sudah berada di hadapannya, Dominic hanya bisa membeku seperti orang bodoh, tenggelam dalam pancaran indah sepasang manik hijau yang menghipnotis itu. Dengan tangan yang telah disodorkan oleh Yara kepada Dominic, Rena yang melihat pria itu mematung konyol tersenyum geli. “Tidak
“Tidak kusangka akan tiba hari di mana Tuan Dominic Grey akan berakhir menikah,” ucap Selena, sekretaris Dominic, yang menangis haru melihat sang atasan mengenakan jas putih pernikahan, terlihat begitu cerah dibandingkan hari-hari biasanya.Di sebelah Selena, Julian menepuk-nepuk pundak wanita tersebut. “Aku paham perasaanmu.” Dia sendiri sempat merasakan hal serupa ketika Adam Dean menikah dengan Evelyn Grey.Sembari menggandeng lengan Julian, Elena memasang senyuman geli. Dengan wajah bangga, dia berkata, “Hehe, kalian kurang peka. Sedari awal, aku sama sekali tidak terkejut Adam akan berakhir dengan Evelyn dan Dominic akan berakhir dengan Rena.”Sementara para pemuda-pemudi Capitol mengomentari pernikahan Rena, di satu area khusus yang dijaga banyak pengawal berpakaian tradisional, terlihat Saraswati dan Anindita hadir bersama dengan ibu mereka, Adhisti. Ketiganya terlihat tengah berbincang ramah dengan Diandra dan Henry yang dengan mahir menjamu mereka.Tampak sosok Adhisti juga s
BUK! Suara tubuh yang terbanting ke tempat tidur empuk bisa terdengar. Hal tersebut diikuti dengan kecupan basah dan lenguhan yang saling beradu. Dalam ruang tidur di pesawat pribadi itu, Dominic tampak sedang mengungkung sosok Rena. Tangan pria tersebut menelusup masuk ke dalam pakaian gadis di hadapan, meremas sedikit dan menyebabkan sebuah lenguhan rendah untuk kabur dari bibir Rena. “Hah ….” Napas yang terengah terdengar kala ciuman mereka terpisah. “Dom …,” panggil Rena. Ujung mata gadis itu tampak sedikit merah dan basah, terlihat begitu menggoda. “Jangan sekarang ….” Mereka sekarang di mana? Di dalam pesawat dengan puluhan bawahan yang menunggu di depan ruang pribadi. Kalaupun sudah berpindah ke kamar tidur, tapi Rena tidak bisa menjamin segala hal yang terjadi dalam ruangan tersebut tidak akan didengar oleh orang-orang di luar! Sebagai seseorang yang telah berkutat dengan dunia malam, tidur dengan seorang pria jelas adalah sesuatu yang tidak begitu asing untuknya. Akan te
Adhisti tersenyum, lalu menepuk pelan punggung Rena. “Aku tidak berkata kamu akan menikah sekarang, bukan?” Dia melirik Dominic yang hanya terdiam di tempatnya selagi menatap intens ke arah Rena. “Akan tetapi, aku yakin seseorang tidak bisa lagi menunggu lama.”Satria, yang mendorong kursi roda Adhisti—Rena yakin sepertinya keduanya telah berbaikan setelah mengetahui kebenaran di balik kematian Wulan—tertawa rendah dan menimpali, “Jikalau memang kalian akan merayakannya, jangan lupa untuk mengundang kami.”Mendengar hal itu, Bhadrika langsung bersiaga dan berujar, “Tuan Putri, di hari itu, tolong infokan paling tidak satu bulan sebelum. Banyak persiapan yang perlu regu pengawal siapkan untuk memastikan keluarga kerajaan bisa pergi ke luar kerajaan.” Dia sudah memikirkan seribu satu cara untuk menjaga acara pernikahan tersebut.Rena hanya bisa tertawa mendengar ucapan semua orang. Senyuman di bibirnya merekah lebar lantaran senang semuanya berakhir baik.Pandangan Rena mendarat pada An
Menepiskan pandangan para pengunjung hotel pada dirinya, Dominic masuk ke dalam lift khusus untuk kemudian menuju penthouse miliknya.Sebelum pintu tertutup, manajer hotel tersebut berucap, “Jikalau ada yang diperlukan, silakan menghubungi saya, Tuan Grey. Saya permisi.”Dominic melangkah masuk ke dalam kamar, lalu meletakkan Rena dengan hati-hati di sana. Lelah sepertinya merasuk tubuh gadis tersebut, bahkan setelah semua kericuhan untuk tiba di kamar tersebut, Rena sama sekali tidak terganggu.Tidak ingin mengusik Rena, Dominic pun keluar dari ruangan. Dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.“Kami sudah tiba,” ucap Dominic.“Rena … sudah menemui Eli Black?” tanya suara melantun dari ujung telepon yang lain.“Sudah.”“Apa … dia baik-baik saja?” tanya suara itu lagi.Dominic melirik ke arah Rena dari celah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup. “Dia bertahan, Yang Mulia.”Mendengar balasan Dominic, Yara tersenyum sendu. “Bagus … itu bagus.”Dominic menjatuhkan pandangan, lal
Ketegangan di antara kedua pria asing itu membuat sejumlah pengunjung kafe dan juga pejalan kaki memerhatikan mereka. Hal tersebut membuat Rena langsung mengenakan kembali kaca mata hitamnya dan menarik ujung hoodie putih Dominic.“Kita pergi saja. Jangan menarik perhatian,” ucap Rena dengan suara rendah, takut ada yang mendengar atau mengenali dirinya.Bagaimanapun, mereka masih berada di Kerajaan Nusantara, tempat di mana dirinya sempat dikenal sebagai pewaris takhta.Mendengar permintaan Rena, Dominic pun menurut dan menghempaskan tangan Eli. Dia melingkarkan tangan di pinggang Rena dan menarik gadis itu pergi menjauh dari Eli Black.Sebelum sepenuhnya pergi, Eli sedikit berseru, “Yarena! Apa kamu akan pergi begitu saja?!”Sungguh, Eli berharap Rena akan memberikan ‘akhir’ yang dia inginkan, bukan mengabaikannya seperti ini. Atas segala dosa yang dia lakukan, Eli ingin Rena mengakhirinya dan memberikan balasan yang setimpal.Di saat mendengar pertanyaan Eli, Rena menghentikan langk
*Beberapa waktu lalu* PIP! PIP! PIP! Bunyi mesin yang mengusik telinga bisa terdengar, beriringan dengan terbukanya mata gadis tersebut. Pandangan gadis itu mendarat pada langit-langit yang putih, lalu perlahan maniknya bergeser ke kanan, pada sosok yang tertidur dalam posisi terduduk dan tangan terlipat di depan dada. “Do … minic?” Panggilan itu membuat kening sang pria sedikit berkerut, diikuti dengan matanya yang perlahan terbuka. Saat manik hitam segelap malam milik pria itu mendarat pada netra hijau sang gadis, mata pria tersebut membesar dan dia pun langsung menghampiri pinggir tempat tidur. “Rena!” seru sang pria dengan wajah lega. “Kamu sudah sadar!” Seusai mengatakan hal tersebut, Dominic pun menekan tombol merah di tembok dekat tempat tidur, lalu meraih telepon yang terhubung dengan meja jaga rumah sakit. Gegas dia memanggil perawat untuk memeriksa keadaan Rena yang akhirnya siuman setelah satu minggu tidak sadarkan diri. “Kondisi Nyonya Wijaya telah stabil, tapi per
Di seisi Kerajaan Nusantara, berita mengenai rencana pembunuhan Putri Mahkota Yarena oleh Adinasya tersebar luas. Besarnya kericuhan akibat kejadian tersebut membuat pihak istana tidak mampu menyembunyikannya, terlebih ketika satu berita kematian membuat semua orang berakhir berkabung.“Tidak kusangka bahwa Putri Mahkota akan meninggal ….”“Belum sempat dirinya mengabdi untuk kerajaan secara penuh, tapi langit sudah terlebih dahulu mengambilnya.”“Memang mantan adipati pria yang berbisa! Teganya dia mengorbankan nyawa keluarga kerajaan hanya karena dirinya berambisi terhadap takhta!? Dan lagi, orang yang dia bunuh adalah putri wanita yang dahulu dia cintai!”Komentar-komentar pedas terlontar, mengungkap rasa kecewa yang begitu mendalam terhadap Adinasya dan juga kesedihan terhadap kematian putri mahkota Kerajaan Nusantara, Yarena Sangramawijaya.Belum ada satu minggu putri mahkota itu diangkat, tapi musibah sudah menimpanya dan menyebabkan dirinya kehilangan nyawa.Namun, yang lebih m
Sang dokter terkejut, lalu melirik Yara. Walau nyawanya terancam oleh Dominic, tapi sebagai bagian dari kerajaan, dia lebih tahu kekuasaan tertinggi berada di tangan sang ratu. Wajah pemimpin Kerajaan Nusantara itu tampak tak berdaya. Karena tahu omongan Dominic bukan main-main, dia pun hanya bisa menganggukkan kepala, memberi izin kepada sang dokter untuk lanjut bertindak. Di tengah pekerjaan sang dokter, Dominic mendadak berujar kepada Yara yang berakhir juga menunggu di dalam ruangan, “Kalau sesuatu terjadi padanya … aku tidak akan pernah memaafkanmu.” Mendengar ucapan itu, Yara mendengus selagi menatap sosok Rena yang tidak sadarkan diri. “Tidak perlu dirimu … bahkan aku tidak akan memaafkan diriku sendiri ….” Setelah pertolongan pertama oleh sang dokter dan kondisi Rena semakin stabil, gadis itu pun dipindahkan ke rumah sakit utama Kerajaan Nusantara. Berbeda dari penjagaan yang biasa diberikan untuk keluarga kerajaan, kali ini yang berjaga di depan ruangan Rena bukan hanya p