“Bersikap kejam?” Dominic memicingkan mata mendengar pesan yang disampaikan sang bawahan. Matanya membara dengan amarah. “Dia pikir … apa yang bisa dia lakukan?”Sadar bahwa atasannya tersinggung, bawahan Dominic langsung menunduk kembali. “Tentu saja dia tidak bisa melakukan apa pun di Capitol, Tuan. Akan tetapi, orang kita yang sekarang berada di Nusantara ….”Mendengar hal tersebut, aura yang Dominic keluarkan menjadi semakin gelap dan mengerikan. Ucapan bawahannya benar, orang yang dia kirimkan untuk bertemu dengan Yara akan berada dalam bahaya.Sebenarnya, tepat setelah Evelyn dan Adam memberitahukan dirinya dan Rena perihal ancaman yang menghantui, Dominic dengan sigap mengambil tindakan menangkap orang yang memata-matai mereka. Dengan melakukan itu, dia pun langsung tahu bahwa orang yang tengah menargetkan dirinya dan Rena adalah ratu dari Kerajaan Nusantara, Yara Sangramawijaya.Dari interogasi yang dia lakukan, Dominic mengetahui bahwa Yara menginginkan cucunya, Rena, untuk k
“Om Dominic!”Seruan nyaring dari sosok Lili bisa terdengar bergema di ruang tamu kediaman Dean. Gadis kecil yang sibuk menggambar itu langsung berdiri meninggalkan Liam dan menghampiri sang paman.Saat melihat sosok Rena, Lili pun tersenyum lebar. “Ada Tante Rena juga!”“Hai, Lili!” sapa Rena sembari berjongkok di depan gadis menggemaskan itu. “Tante dengar dari Om Julian kamu menangis kemarin karena kangen sama mama-papamu?”Pertanyaan Rena membuat wajah Lili merona. “Enggak, kok! Om Julian bohong! Jangan didengar!”“Tapi, tadi pagi Lili ngerengek mau nyusul Mama sama Papa, ‘kan?” celetuk Liam yang sedang duduk tenang sembari membaca bukunya di sofa.Mendengar ucapan Liam, Lili langsung memajukan bibirnya. “Liam bawel! Sejak nggak ada Papa sama Mama, Liam jadi bawel banget!” komplain gadis itu membuat Rena memasang wajah tak berdaya.Terlihat Liam hanya melirik Lili sebentar sebelum lanjut membaca bukunya lagi. Sepertinya, bocah itu sudah biasa dengan kelakuan sang adik. Liam tahu k
“Siapa dirimu?” tanya Rena. “Beraninya kamu menginjakkan kaki di tempat ini dengan begitu lancang?!”Alih-alih takut, orang tersebut malah melangkah masuk dan menghampiri Rena. Hal tersebut membuat gadis itu bergegas melayangkan pandangan ke sekeliling ruangan demi mencari benda yang bisa digunakan untuk melindungi diri.Karena hanya ada pensil yang tergeletak di meja, Rena pun meraih benda tersebut dan mengacungkannya ke arah sosok bertubuh besar itu. “Satu langkah lagi, maka jangan salahkan aku bertindak kejam,” tegas Rena.Mendengar hal itu, pria tersebut menghentikan langkahnya. Kemudian, dia pun menyilangkan satu tangannya di depan dada sebelum akhirnya membungkuk sembilan puluh derajat di hadapan Rena.“Tuan Putri, maaf telah menyinggung Anda,” ucap pria itu dengan hormat, membuat Rena terbelalak.‘Tuan putri, katanya?’ Rena menautkan alisnya, menatap penampilan itu dari atas ke bawah. Pakaian tradisional khas Kerajaan Nusantara menjadi jawaban untuk gadis tersebut perihal ident
“Kamu bermaksud untuk berkata bahwa Ratu Yara mengetahui sesuatu?”Kepala Bhadrika mengangguk pelan sebagai tanggapan terhadap pertanyaan Rena. Kemudian dia pun menegaskan, “Hanya dengan kembali, barulah Tuan Putri mampu mendapatkan informasi yang diinginkan.” Pria itu tidak lupa menyelipkan kalimat mutiara, “Seharusnya, Tuan Putri lebih tahu dibandingkan siapa pun bahwa kembali ke Nusantara tidak akan merugikan Tuan Putri sedikit pun.”Tidak akan merugikan Rena sedikit pun?Sejujurnya, Bhadrika tidak sepenuhnya salah. Dari cara Yara mengirimkan Bhadrika untuk membujuk Rena kembali ke Nusantara, kentara bahwa wanita itu sama sekali tidak berniat menyakiti gadis tersebut. Wanita penguasa itu hanya ingin bertemu dengan cucunya.Apa tujuan Yara sebenarnya? Rena tidak yakin. Akan tetapi, yang jelas dirinya juga ingin bertemu dengan neneknya itu untuk mencari tahu dalang pembunuhan kedua orang tuanya!“Kalau begitu, aku akan—"‘Rena berikan aku satu minggu.’Suara Dominic dan senyuman tipi
“Sederhananya, Ibu merasa kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan keluarga Rena,” ucap Rosa dengan tangan terlipat di depan dada. “Kalau Rena memerlukan bantuan, tentunya Ibu tidak akan mempermasalahkannya. Akan tetapi, sejauh yang Ibu ketahui, kamu yang telah memaksa Rena untuk tetap diam dan tidak mengambil tindakan dengan leluasa.” Mendengar ucapan ibunya, Dominic langsung melemparkan pandangan mematikan kepada sosok Selena—sekretaris pribadinya—yang tengah duduk di sofa bersama dengan Rosa. Pandangan itu membuat wanita tersebut membuang wajah, tidak ingin membalas tatapan Dominic yang seperti akan mengulitinya. “Jangan memberikan pandangan seperti itu kepada Selena, Ibu yang sudah memerintahkannya untuk memperhatikan gerak-gerikmu,” bela Rosa saat sadar cara Dominic memperhatikan Selena. Kalaupun Selena menutupi kenyataan Rena berhubungan dengan keluarga Kerajaan Nusantara, tapi wanita itu tetap membocorkan sejumlah tindakan yang Dominic lakukan belakangan ini. Oleh karena i
*Dua hari kemudian* Di salah satu bar ternama yang berada di pusat ibu kota Capitol, terlihat sosok Dominic tengah menikmati malamnya dengan tenggelam dalam minuman keras. Dirinya terduduk seorang diri di kursi bar selagi meneguk habis gelasnya. Bartender yang melayani Dominic melirik ke belakang pria tersebut, melihat sejumlah anggota klan mafia Grey yang berlutut di lantai dengan wajah babak belur. Kentara jelas bahwa setiap dari mereka baru saja menerima amarah sang pemimpin, entah karena alasan apa. Sejak insiden tiga hari yang lalu, di mana anggotanya dijatuhkan dengan begitu mudah oleh sekelompok pasukan dari negara kecil, pemimpin klan Grey itu selalu berakhir melayangkan tinjunya untuk melampiaskan amarah kepada para bawahannya yang lalai dalam bertugas. Mungkin … ini adalah salah satu bentuk pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka. Atau … Dominic Grey memang sulit mengendalikan emosinya saja. TAK! Suara gelas yang dibanting mengalihkan fokus sang bartender. “Berik
Bola mata yang bersembunyi di dalam kelopaknya itu bergerak-gerak, menunjukkan bahwa tidur gadis tersebut tidak sepenuhnya tenang. Keringat yang mengalir menuruni pelipisnya, juga napasnya yang sedikit terengah menyatakan bahwa sepertinya gadis tersebut tengah mengalami mimpi buruk.“Ah!”Gadis itu terkesiap dan membelalakkan matanya, terbangun dari mimpi buruknya. Kelopaknya yang terbuka memamerkan netra hijau indah, sesuatu yang tidak lagi disembunyikan di balik kontak lensa berwarna seperti biasanya.Dengan manik hijaunya, gadis itu menyapu pemandangan sekeliling, mendapati dirinya tengah berada di dalam sebuah pesawat pribadi dengan interior mewah.“Anda baik-baik saja, Tuan Putri?”Pertanyaan tersebut membuat gadis itu menoleh, menatap sosok pria bertubuh tinggi dan besar yang mendadak masuk ke ruangan untuk memeriksa keadaannya. Jelas suara terkesiapnya begitu kencang sehingga mengejutkan pria yang tengah berjaga di luar ruangan khusus itu.“Aku … baik-baik saja, Jenderal Bhadri
Menyusuri area istana Kerajaan Nusantara, harus Rena akui bahwa tempat tersebut terasa seperti dunia lain baginya. Semua orang di istana berpakaian tradisional, menggunakan bahasa Nusantara yang sangat santun dan kaku, dan bersikap seakan ini adalah era tahun tiga puluh.Melihat kedatangan Bhadrika, semua pelayan menghentikan langkah mereka dan menyingkir ke pinggir jalan untuk kemudian memberi hormat kepada pria tersebut. Hal itu membuat Rena yakin bahwa Bhadrika bukan hanya jenderal biasa, melainkan salah satu jenderal terhormat kerajaan ini.Setelah melewati sejumlah pelayan, Rena mendengar sejumlah komentar yang membuatnya mengerutkan kening.“Akhirnya, Jenderal Bhadrika kembali juga dari liburannya.”“Ya, dengan begitu Ratu Yara tidak akan marah-marah lagi.”“Siapa gadis asing itu? Istri mudanya?”“Jaga mulutmu kalau masih ingin mempertahankan kepalamu, gadis itu saudara jauhnya ….”“Oh, aku kira dia istri mudanya ….”Kalau bukan karena karena peringatan Bhadrika perihal kemungki
Tidak lama setelah Evelyn beserta suami dan ibunya turun dari panggung, iringan merdu piano pun terdengar. Pintu ruang pesta terbuka, membuat setiap pasang mata beralih ke arah sosok berbalut gaun pengantin berwarna putih mutiara yang berjalan memasuki ruang pesta didampingi seorang wanita dengan gaun hijau indah. Itu adalah Rena yang didampingi oleh sang nenek, Yara. Memerhatikan calon istrinya menghampiri, Dominic merasa seakan jantungnya ingin melompat keluar dari dada. Langkah Rena dalam gaun indah itu sangatlah ringan, hampir seperti melayang bak dewi yang turun dari khayangan. Bulu mata lentiknya yang bergetar mengikuti langkahnya membuat penampilan wanita itu memesona Dominic. Saat wanita rupawan itu sudah berada di hadapannya, Dominic hanya bisa membeku seperti orang bodoh, tenggelam dalam pancaran indah sepasang manik hijau yang menghipnotis itu. Dengan tangan yang telah disodorkan oleh Yara kepada Dominic, Rena yang melihat pria itu mematung konyol tersenyum geli. “Tidak
“Tidak kusangka akan tiba hari di mana Tuan Dominic Grey akan berakhir menikah,” ucap Selena, sekretaris Dominic, yang menangis haru melihat sang atasan mengenakan jas putih pernikahan, terlihat begitu cerah dibandingkan hari-hari biasanya.Di sebelah Selena, Julian menepuk-nepuk pundak wanita tersebut. “Aku paham perasaanmu.” Dia sendiri sempat merasakan hal serupa ketika Adam Dean menikah dengan Evelyn Grey.Sembari menggandeng lengan Julian, Elena memasang senyuman geli. Dengan wajah bangga, dia berkata, “Hehe, kalian kurang peka. Sedari awal, aku sama sekali tidak terkejut Adam akan berakhir dengan Evelyn dan Dominic akan berakhir dengan Rena.”Sementara para pemuda-pemudi Capitol mengomentari pernikahan Rena, di satu area khusus yang dijaga banyak pengawal berpakaian tradisional, terlihat Saraswati dan Anindita hadir bersama dengan ibu mereka, Adhisti. Ketiganya terlihat tengah berbincang ramah dengan Diandra dan Henry yang dengan mahir menjamu mereka.Tampak sosok Adhisti juga s
BUK! Suara tubuh yang terbanting ke tempat tidur empuk bisa terdengar. Hal tersebut diikuti dengan kecupan basah dan lenguhan yang saling beradu. Dalam ruang tidur di pesawat pribadi itu, Dominic tampak sedang mengungkung sosok Rena. Tangan pria tersebut menelusup masuk ke dalam pakaian gadis di hadapan, meremas sedikit dan menyebabkan sebuah lenguhan rendah untuk kabur dari bibir Rena. “Hah ….” Napas yang terengah terdengar kala ciuman mereka terpisah. “Dom …,” panggil Rena. Ujung mata gadis itu tampak sedikit merah dan basah, terlihat begitu menggoda. “Jangan sekarang ….” Mereka sekarang di mana? Di dalam pesawat dengan puluhan bawahan yang menunggu di depan ruang pribadi. Kalaupun sudah berpindah ke kamar tidur, tapi Rena tidak bisa menjamin segala hal yang terjadi dalam ruangan tersebut tidak akan didengar oleh orang-orang di luar! Sebagai seseorang yang telah berkutat dengan dunia malam, tidur dengan seorang pria jelas adalah sesuatu yang tidak begitu asing untuknya. Akan te
Adhisti tersenyum, lalu menepuk pelan punggung Rena. “Aku tidak berkata kamu akan menikah sekarang, bukan?” Dia melirik Dominic yang hanya terdiam di tempatnya selagi menatap intens ke arah Rena. “Akan tetapi, aku yakin seseorang tidak bisa lagi menunggu lama.”Satria, yang mendorong kursi roda Adhisti—Rena yakin sepertinya keduanya telah berbaikan setelah mengetahui kebenaran di balik kematian Wulan—tertawa rendah dan menimpali, “Jikalau memang kalian akan merayakannya, jangan lupa untuk mengundang kami.”Mendengar hal itu, Bhadrika langsung bersiaga dan berujar, “Tuan Putri, di hari itu, tolong infokan paling tidak satu bulan sebelum. Banyak persiapan yang perlu regu pengawal siapkan untuk memastikan keluarga kerajaan bisa pergi ke luar kerajaan.” Dia sudah memikirkan seribu satu cara untuk menjaga acara pernikahan tersebut.Rena hanya bisa tertawa mendengar ucapan semua orang. Senyuman di bibirnya merekah lebar lantaran senang semuanya berakhir baik.Pandangan Rena mendarat pada An
Menepiskan pandangan para pengunjung hotel pada dirinya, Dominic masuk ke dalam lift khusus untuk kemudian menuju penthouse miliknya.Sebelum pintu tertutup, manajer hotel tersebut berucap, “Jikalau ada yang diperlukan, silakan menghubungi saya, Tuan Grey. Saya permisi.”Dominic melangkah masuk ke dalam kamar, lalu meletakkan Rena dengan hati-hati di sana. Lelah sepertinya merasuk tubuh gadis tersebut, bahkan setelah semua kericuhan untuk tiba di kamar tersebut, Rena sama sekali tidak terganggu.Tidak ingin mengusik Rena, Dominic pun keluar dari ruangan. Dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.“Kami sudah tiba,” ucap Dominic.“Rena … sudah menemui Eli Black?” tanya suara melantun dari ujung telepon yang lain.“Sudah.”“Apa … dia baik-baik saja?” tanya suara itu lagi.Dominic melirik ke arah Rena dari celah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup. “Dia bertahan, Yang Mulia.”Mendengar balasan Dominic, Yara tersenyum sendu. “Bagus … itu bagus.”Dominic menjatuhkan pandangan, lal
Ketegangan di antara kedua pria asing itu membuat sejumlah pengunjung kafe dan juga pejalan kaki memerhatikan mereka. Hal tersebut membuat Rena langsung mengenakan kembali kaca mata hitamnya dan menarik ujung hoodie putih Dominic.“Kita pergi saja. Jangan menarik perhatian,” ucap Rena dengan suara rendah, takut ada yang mendengar atau mengenali dirinya.Bagaimanapun, mereka masih berada di Kerajaan Nusantara, tempat di mana dirinya sempat dikenal sebagai pewaris takhta.Mendengar permintaan Rena, Dominic pun menurut dan menghempaskan tangan Eli. Dia melingkarkan tangan di pinggang Rena dan menarik gadis itu pergi menjauh dari Eli Black.Sebelum sepenuhnya pergi, Eli sedikit berseru, “Yarena! Apa kamu akan pergi begitu saja?!”Sungguh, Eli berharap Rena akan memberikan ‘akhir’ yang dia inginkan, bukan mengabaikannya seperti ini. Atas segala dosa yang dia lakukan, Eli ingin Rena mengakhirinya dan memberikan balasan yang setimpal.Di saat mendengar pertanyaan Eli, Rena menghentikan langk
*Beberapa waktu lalu* PIP! PIP! PIP! Bunyi mesin yang mengusik telinga bisa terdengar, beriringan dengan terbukanya mata gadis tersebut. Pandangan gadis itu mendarat pada langit-langit yang putih, lalu perlahan maniknya bergeser ke kanan, pada sosok yang tertidur dalam posisi terduduk dan tangan terlipat di depan dada. “Do … minic?” Panggilan itu membuat kening sang pria sedikit berkerut, diikuti dengan matanya yang perlahan terbuka. Saat manik hitam segelap malam milik pria itu mendarat pada netra hijau sang gadis, mata pria tersebut membesar dan dia pun langsung menghampiri pinggir tempat tidur. “Rena!” seru sang pria dengan wajah lega. “Kamu sudah sadar!” Seusai mengatakan hal tersebut, Dominic pun menekan tombol merah di tembok dekat tempat tidur, lalu meraih telepon yang terhubung dengan meja jaga rumah sakit. Gegas dia memanggil perawat untuk memeriksa keadaan Rena yang akhirnya siuman setelah satu minggu tidak sadarkan diri. “Kondisi Nyonya Wijaya telah stabil, tapi per
Di seisi Kerajaan Nusantara, berita mengenai rencana pembunuhan Putri Mahkota Yarena oleh Adinasya tersebar luas. Besarnya kericuhan akibat kejadian tersebut membuat pihak istana tidak mampu menyembunyikannya, terlebih ketika satu berita kematian membuat semua orang berakhir berkabung.“Tidak kusangka bahwa Putri Mahkota akan meninggal ….”“Belum sempat dirinya mengabdi untuk kerajaan secara penuh, tapi langit sudah terlebih dahulu mengambilnya.”“Memang mantan adipati pria yang berbisa! Teganya dia mengorbankan nyawa keluarga kerajaan hanya karena dirinya berambisi terhadap takhta!? Dan lagi, orang yang dia bunuh adalah putri wanita yang dahulu dia cintai!”Komentar-komentar pedas terlontar, mengungkap rasa kecewa yang begitu mendalam terhadap Adinasya dan juga kesedihan terhadap kematian putri mahkota Kerajaan Nusantara, Yarena Sangramawijaya.Belum ada satu minggu putri mahkota itu diangkat, tapi musibah sudah menimpanya dan menyebabkan dirinya kehilangan nyawa.Namun, yang lebih m
Sang dokter terkejut, lalu melirik Yara. Walau nyawanya terancam oleh Dominic, tapi sebagai bagian dari kerajaan, dia lebih tahu kekuasaan tertinggi berada di tangan sang ratu. Wajah pemimpin Kerajaan Nusantara itu tampak tak berdaya. Karena tahu omongan Dominic bukan main-main, dia pun hanya bisa menganggukkan kepala, memberi izin kepada sang dokter untuk lanjut bertindak. Di tengah pekerjaan sang dokter, Dominic mendadak berujar kepada Yara yang berakhir juga menunggu di dalam ruangan, “Kalau sesuatu terjadi padanya … aku tidak akan pernah memaafkanmu.” Mendengar ucapan itu, Yara mendengus selagi menatap sosok Rena yang tidak sadarkan diri. “Tidak perlu dirimu … bahkan aku tidak akan memaafkan diriku sendiri ….” Setelah pertolongan pertama oleh sang dokter dan kondisi Rena semakin stabil, gadis itu pun dipindahkan ke rumah sakit utama Kerajaan Nusantara. Berbeda dari penjagaan yang biasa diberikan untuk keluarga kerajaan, kali ini yang berjaga di depan ruangan Rena bukan hanya p