Coba tebak, apa kiranya yang telah Tom William Smith dan Helen Grace Smith lakukan?
“Ibumu … dibunuh?” Evelyn mengulangi kalimat yang dilontarkan Sienna dengan wajah tak percaya.Sienna yang baru saja menyelesaikan alasan kebenciannya pada sang ayah menganggukkan kepala. “Pernikahan antara Ayah dan ibuku bukan didasari cinta, Evelyn. Mereka dijodohkan oleh Kakek,” terang wanita tersebut sembari melirik ke luar, pada anaknya yang sedang bermain di kamar. “Itulah alasan Ayah tega menyingkirkannya agar bisa bersama wanita yang merupakan kekasihnya sebelum menikah dengan Ibu.”Evelyn memandang Sienna dengan sedikit bingung. “Sebagai putri dari kalangan atas, tidakkah keluarga ibumu menyelidiki tentang kematiannya?”Sebuah dengusan terdengar dari Sienna. Wanita itu menutup mata dan memasang senyuman mengejek.“Menyelidiki kematiannya?” ulang Sienna. Dia pun membuka mata dan ekspresinya sekejap berubah dingin. “Orang-orang itu mengakui diri mereka keluarga hanya ketika Ibu meninggal! Dan itu semua untuk mendapatkan bagian dari warisan!”‘Warisan?’ pikir Evelyn dengan bingu
“Pernikahan putriku, tentu saja aku harus menghadirinya.” Mendengar hal ini, Sienna menatap Rosa dengan bingung. “Bibi, Bibi Helen dan Ayah pasti akan berada di sana.” “Lalu?” Rosa memiringkan kepalanya. “Apa masalahnya?” Sienna terlihat khawatir. Kalaupun Rosa memiliki latar belakang yang tidak lagi lemah seperti dulu, tapi kalau sang ayah tahu tentang keberadaannya di Capitol, bisa-bisa bibinya itu akan berada dalam bahaya! “Kalau Bibi datang ke sana, maka bukankah itu sama saja dengan bunuh diri? Ayah dan Bibi Helen tidak mungkin membiarkan Bibi hidup!” tegas Sienna. Rosa mungkin bukan ibu kandungnya, tapi wanita itulah yang membantu Sienna untuk keluar dari keterpurukan. Dengan bantuan Rosa, Sienna berhasil mendapatkan sebagian warisan ibunya dan berujung menikah dengan orang biasa, bukan menjadi alat Keluarga Smith untuk menjalin hubungan seperti yang telah direncanakan Tom dan istri keduanya. Demikian, Sienna memiliki ikatan yang cukup dalam dengan Rosa dan mengkhawatirkan k
“Hanya dengan ini, kamu berharap aku merestui hubunganmu dengan putriku?”Pertanyaan Rosa sukses membuat seisi ruangan menjadi tegang. Evelyn dan Sienna memandang Adam dan Rosa secara bergantian, khawatir di antara keduanya malah terjadi perkelahian.“Ibu,” panggil Evelyn dengan tangan mengepal. “Hubunganku dengan Adam bukan—"Adam mengangkat tangannya, menghentikan Evelyn dari membelanya. Pria itu menggenggam tangan sang calon istri, sebuah cara untuk mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.“Kalau Ibu Mertua lebih suka menganggapnya demikian, maka tidak masalah,” balas Adam singkat terhadap pertanyaan Rosa sebelumnya.Selama sesaat, Evelyn memperhatikan sosok Rosa terdiam. Pandangan tajam wanita itu sukses membuat Evelyn menguatkan pegangannya pada tangan sang calon suami. Dia takut ibunya itu menjadi semakin tidak suka dengan Adam karena sikap pria itu yang terlewat dingin.Namun, tidak Evelyn sangka bahwa tawa keras malah berujung mengisi ruangan tersebut.“Ha ha ha! Luar bi
‘Dia sengaja!’ teriak Evelyn dalam hati saat tahu niatan Adam. Pria itu sengaja meninggalkannya sendirian dengan Rosa agar mereka berdua terpaksa untuk berbincang!“Calon suamimu itu melakukan hal yang tidak perlu.” Suara Rosa tiba-tiba terdengar, mengalihkan perhatian Evelyn. “Kurasa … tidak ada banyak hal yang bisa dibicarakan antara kita, bukan begitu?” Wanita itu tersenyum simpul, mencoba untuk mengurangi rasa canggung.Mendengar sang ibu mengatakan hal tersebut, Evelyn tertawa kaku selagi menjatuhkan pandangannya ke bawah. Namun, senyuman di wajahnya perlahan menghilang, digantikan dengan ekspresi ragu.“Sebenarnya, ada beberapa hal yang ingin kutanyakan,” ucap Evelyn.Pernyataan Evelyn membuat Rosa terlihat tertarik. “Apa itu?”Di saat ini, Evelyn mengangkat pandangannya dan menatap Rosa saksama. “Setelah selamat dari usaha pembunuhan John Smith, Ibu berujung tinggal di rumah hiburan dan melahirkanku di sana.” Dia terdengar ragu saat bertanya, “Setelah aku lahir, apa yang sebena
“Mereka … terlihat lebih baik sekarang,” ujar Sienna dengan suara rendah selagi mengintip dari ruangan lain. Tahu tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi, wanita itu pun menarik diri dan melirik pria yang berdiri dengan tenang di sebelahnya. “Adam Dean, kamu sudah menduga akan menjadi seperti ini?” Dengan punggung bersandar pada tembok, Adam menjawab, “Tidak.” Dia membuka mata dan mendengarkan tangisan calon istrinya dari ruangan sebelah. “Aku hanya tahu apa yang dia inginkan.” Pria itu mengalihkan pandangan untuk menatap Sienna dan membalas, “Kalau Ibu Mertua tidak memenuhi ekspektasiku dan gagal dalam memberikan apa yang Evelyn inginkan, aku akan membawanya pergi.” Mendengar pernyataan Adam, Sienna sedikit terkejut. Namun, wanita itu kemudian memasang sebuah senyuman. “Ahli waris tunggal Keluarga Dean pandai bergurau,” balas Sienna. Adam memandang Sienna selama sesaat, lalu dia menegapkan tubuhnya seraya memasukkan dua tangannya ke dalam kantong. “Aku tidak bercanda,” balasnya si
“Aku lihat kamu tadi sungguh bertemu dengan suami Sienna,” ujar Evelyn dengan kepala bersandar di pundak Adam. Ucapan wanita itu membuat Adam berkata, “Apa maksudmu dengan ‘sungguh’?” Pria itu melirik Evelyn dengan pandangan terhibur. “Memangnya, kamu kira aku berbohong?” Evelyn mendengus. “Siapa yang tahu kamu tadi hanya berpura-pura ingin bertemu dengannya, tapi ternyata hanya untuk membuatku berbincang dengan Ibu?” balasnya sembari mencubit pinggang pria tersebut pelan, membuat pria itu tertawa rendah. “Grup Smith jelas akan runtuh dalam hitungan hari,” ucap Adam, mulai untuk menjawab pertanyaan Evelyn. “Pada saat itu, akan ada banyak orang yang terkena imbasnya.” Pria itu melanjutkan, “Dengan kemampuan yang dia miliki, juga karena hubungannya dengan Sienna, aku meminta pria itu untuk menjadi perwakilanku dan mengambil alih seluruh pekerja Grup Smith.” Mendengar hal itu, Evelyn menganggukkan kepala sedikit, mengerti niat Adam. Kalaupun pria itu menginginkan kejatuhan Keluarga Sm
“Terutama setelah kalian berdua terlibat dalam pembunuhan Diandra!”Detik itu juga, Helen mematung di tempat. Ekspresi angkuh dan percaya diri yang dia tunjukkan sekejap menghilang entah ke mana.“Apa … maksudmu?” tanya wanita itu dengan suara bergetar. “Istri pertamamu itu mati bunuh diri! Tidak ada hubungannya denganku!”Henry mengepalkan tangannya, memperhatikan bagaimana ekspresi Helen mengkhianati ucapannya sendiri. Walau telah mendengar dari mulut putra bungsunya sendiri, tapi ada secercah harapan dalam hati Henry bahwa istri keduanya itu tidak benar-benar terlibat dalam kematian Diandra. Namun, sekarang ekspresi Helen telah benar-benar menyatakan semuanya.“Teganya dirimu, Helen ….” Tubuh Henry bergetar, hatinya merasa sangat hancur. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa wanita yang telah berada di sisinya selama puluhan tahun itu ternyata merupakan orang yang telah membunuh istri pertam
Suara sejumlah langkah kaki tergesa-gesa bisa terdengar bergema di lorong Capitol Medical Centre. Beberapa suster dan dokter yang melihat kehadiran sejumlah orang tersebut langsung menyingkir dari jalan, tahu bahwa mereka tergesa-gesa dan panik.Dua orang penjaga yang melihat kedatangan rombongan tersebut segera membungkuk hormat. “Tuan Adam, Nyonya Evelyn,” sapa mereka seraya langsung membukakan pintu.Masuk ke dalam ruangan, Evelyn bisa melihat sosok Daniel terbaring di tempat tidur dengan mata terpejam. Melihat betapa pucatnya perawakan pemuda itu membuat hati Evelyn terasa sakit.“Kakek,” panggil Adam begitu bersitatap dengan Noah yang terduduk di sofa ruangan tersebut. “Bagaimana keadaannya?” tanya pria itu dengan wajah tenang, tapi pancaran mata yang begitu panik.Pandangan Noah beralih pada sosok Daniel seiring dirinya menjawab, “Dokter bilang dia beruntung. Dua inci lagi, maka tusukan itu akan mengenai salah satu organ vitalnya dan nyawanya mungkin akan sulit diselamatkan.” Ta
Tidak lama setelah Evelyn beserta suami dan ibunya turun dari panggung, iringan merdu piano pun terdengar. Pintu ruang pesta terbuka, membuat setiap pasang mata beralih ke arah sosok berbalut gaun pengantin berwarna putih mutiara yang berjalan memasuki ruang pesta didampingi seorang wanita dengan gaun hijau indah. Itu adalah Rena yang didampingi oleh sang nenek, Yara. Memerhatikan calon istrinya menghampiri, Dominic merasa seakan jantungnya ingin melompat keluar dari dada. Langkah Rena dalam gaun indah itu sangatlah ringan, hampir seperti melayang bak dewi yang turun dari khayangan. Bulu mata lentiknya yang bergetar mengikuti langkahnya membuat penampilan wanita itu memesona Dominic. Saat wanita rupawan itu sudah berada di hadapannya, Dominic hanya bisa membeku seperti orang bodoh, tenggelam dalam pancaran indah sepasang manik hijau yang menghipnotis itu. Dengan tangan yang telah disodorkan oleh Yara kepada Dominic, Rena yang melihat pria itu mematung konyol tersenyum geli. “Tidak
“Tidak kusangka akan tiba hari di mana Tuan Dominic Grey akan berakhir menikah,” ucap Selena, sekretaris Dominic, yang menangis haru melihat sang atasan mengenakan jas putih pernikahan, terlihat begitu cerah dibandingkan hari-hari biasanya.Di sebelah Selena, Julian menepuk-nepuk pundak wanita tersebut. “Aku paham perasaanmu.” Dia sendiri sempat merasakan hal serupa ketika Adam Dean menikah dengan Evelyn Grey.Sembari menggandeng lengan Julian, Elena memasang senyuman geli. Dengan wajah bangga, dia berkata, “Hehe, kalian kurang peka. Sedari awal, aku sama sekali tidak terkejut Adam akan berakhir dengan Evelyn dan Dominic akan berakhir dengan Rena.”Sementara para pemuda-pemudi Capitol mengomentari pernikahan Rena, di satu area khusus yang dijaga banyak pengawal berpakaian tradisional, terlihat Saraswati dan Anindita hadir bersama dengan ibu mereka, Adhisti. Ketiganya terlihat tengah berbincang ramah dengan Diandra dan Henry yang dengan mahir menjamu mereka.Tampak sosok Adhisti juga s
BUK! Suara tubuh yang terbanting ke tempat tidur empuk bisa terdengar. Hal tersebut diikuti dengan kecupan basah dan lenguhan yang saling beradu. Dalam ruang tidur di pesawat pribadi itu, Dominic tampak sedang mengungkung sosok Rena. Tangan pria tersebut menelusup masuk ke dalam pakaian gadis di hadapan, meremas sedikit dan menyebabkan sebuah lenguhan rendah untuk kabur dari bibir Rena. “Hah ….” Napas yang terengah terdengar kala ciuman mereka terpisah. “Dom …,” panggil Rena. Ujung mata gadis itu tampak sedikit merah dan basah, terlihat begitu menggoda. “Jangan sekarang ….” Mereka sekarang di mana? Di dalam pesawat dengan puluhan bawahan yang menunggu di depan ruang pribadi. Kalaupun sudah berpindah ke kamar tidur, tapi Rena tidak bisa menjamin segala hal yang terjadi dalam ruangan tersebut tidak akan didengar oleh orang-orang di luar! Sebagai seseorang yang telah berkutat dengan dunia malam, tidur dengan seorang pria jelas adalah sesuatu yang tidak begitu asing untuknya. Akan te
Adhisti tersenyum, lalu menepuk pelan punggung Rena. “Aku tidak berkata kamu akan menikah sekarang, bukan?” Dia melirik Dominic yang hanya terdiam di tempatnya selagi menatap intens ke arah Rena. “Akan tetapi, aku yakin seseorang tidak bisa lagi menunggu lama.”Satria, yang mendorong kursi roda Adhisti—Rena yakin sepertinya keduanya telah berbaikan setelah mengetahui kebenaran di balik kematian Wulan—tertawa rendah dan menimpali, “Jikalau memang kalian akan merayakannya, jangan lupa untuk mengundang kami.”Mendengar hal itu, Bhadrika langsung bersiaga dan berujar, “Tuan Putri, di hari itu, tolong infokan paling tidak satu bulan sebelum. Banyak persiapan yang perlu regu pengawal siapkan untuk memastikan keluarga kerajaan bisa pergi ke luar kerajaan.” Dia sudah memikirkan seribu satu cara untuk menjaga acara pernikahan tersebut.Rena hanya bisa tertawa mendengar ucapan semua orang. Senyuman di bibirnya merekah lebar lantaran senang semuanya berakhir baik.Pandangan Rena mendarat pada An
Menepiskan pandangan para pengunjung hotel pada dirinya, Dominic masuk ke dalam lift khusus untuk kemudian menuju penthouse miliknya.Sebelum pintu tertutup, manajer hotel tersebut berucap, “Jikalau ada yang diperlukan, silakan menghubungi saya, Tuan Grey. Saya permisi.”Dominic melangkah masuk ke dalam kamar, lalu meletakkan Rena dengan hati-hati di sana. Lelah sepertinya merasuk tubuh gadis tersebut, bahkan setelah semua kericuhan untuk tiba di kamar tersebut, Rena sama sekali tidak terganggu.Tidak ingin mengusik Rena, Dominic pun keluar dari ruangan. Dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.“Kami sudah tiba,” ucap Dominic.“Rena … sudah menemui Eli Black?” tanya suara melantun dari ujung telepon yang lain.“Sudah.”“Apa … dia baik-baik saja?” tanya suara itu lagi.Dominic melirik ke arah Rena dari celah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup. “Dia bertahan, Yang Mulia.”Mendengar balasan Dominic, Yara tersenyum sendu. “Bagus … itu bagus.”Dominic menjatuhkan pandangan, lal
Ketegangan di antara kedua pria asing itu membuat sejumlah pengunjung kafe dan juga pejalan kaki memerhatikan mereka. Hal tersebut membuat Rena langsung mengenakan kembali kaca mata hitamnya dan menarik ujung hoodie putih Dominic.“Kita pergi saja. Jangan menarik perhatian,” ucap Rena dengan suara rendah, takut ada yang mendengar atau mengenali dirinya.Bagaimanapun, mereka masih berada di Kerajaan Nusantara, tempat di mana dirinya sempat dikenal sebagai pewaris takhta.Mendengar permintaan Rena, Dominic pun menurut dan menghempaskan tangan Eli. Dia melingkarkan tangan di pinggang Rena dan menarik gadis itu pergi menjauh dari Eli Black.Sebelum sepenuhnya pergi, Eli sedikit berseru, “Yarena! Apa kamu akan pergi begitu saja?!”Sungguh, Eli berharap Rena akan memberikan ‘akhir’ yang dia inginkan, bukan mengabaikannya seperti ini. Atas segala dosa yang dia lakukan, Eli ingin Rena mengakhirinya dan memberikan balasan yang setimpal.Di saat mendengar pertanyaan Eli, Rena menghentikan langk
*Beberapa waktu lalu* PIP! PIP! PIP! Bunyi mesin yang mengusik telinga bisa terdengar, beriringan dengan terbukanya mata gadis tersebut. Pandangan gadis itu mendarat pada langit-langit yang putih, lalu perlahan maniknya bergeser ke kanan, pada sosok yang tertidur dalam posisi terduduk dan tangan terlipat di depan dada. “Do … minic?” Panggilan itu membuat kening sang pria sedikit berkerut, diikuti dengan matanya yang perlahan terbuka. Saat manik hitam segelap malam milik pria itu mendarat pada netra hijau sang gadis, mata pria tersebut membesar dan dia pun langsung menghampiri pinggir tempat tidur. “Rena!” seru sang pria dengan wajah lega. “Kamu sudah sadar!” Seusai mengatakan hal tersebut, Dominic pun menekan tombol merah di tembok dekat tempat tidur, lalu meraih telepon yang terhubung dengan meja jaga rumah sakit. Gegas dia memanggil perawat untuk memeriksa keadaan Rena yang akhirnya siuman setelah satu minggu tidak sadarkan diri. “Kondisi Nyonya Wijaya telah stabil, tapi per
Di seisi Kerajaan Nusantara, berita mengenai rencana pembunuhan Putri Mahkota Yarena oleh Adinasya tersebar luas. Besarnya kericuhan akibat kejadian tersebut membuat pihak istana tidak mampu menyembunyikannya, terlebih ketika satu berita kematian membuat semua orang berakhir berkabung.“Tidak kusangka bahwa Putri Mahkota akan meninggal ….”“Belum sempat dirinya mengabdi untuk kerajaan secara penuh, tapi langit sudah terlebih dahulu mengambilnya.”“Memang mantan adipati pria yang berbisa! Teganya dia mengorbankan nyawa keluarga kerajaan hanya karena dirinya berambisi terhadap takhta!? Dan lagi, orang yang dia bunuh adalah putri wanita yang dahulu dia cintai!”Komentar-komentar pedas terlontar, mengungkap rasa kecewa yang begitu mendalam terhadap Adinasya dan juga kesedihan terhadap kematian putri mahkota Kerajaan Nusantara, Yarena Sangramawijaya.Belum ada satu minggu putri mahkota itu diangkat, tapi musibah sudah menimpanya dan menyebabkan dirinya kehilangan nyawa.Namun, yang lebih m
Sang dokter terkejut, lalu melirik Yara. Walau nyawanya terancam oleh Dominic, tapi sebagai bagian dari kerajaan, dia lebih tahu kekuasaan tertinggi berada di tangan sang ratu. Wajah pemimpin Kerajaan Nusantara itu tampak tak berdaya. Karena tahu omongan Dominic bukan main-main, dia pun hanya bisa menganggukkan kepala, memberi izin kepada sang dokter untuk lanjut bertindak. Di tengah pekerjaan sang dokter, Dominic mendadak berujar kepada Yara yang berakhir juga menunggu di dalam ruangan, “Kalau sesuatu terjadi padanya … aku tidak akan pernah memaafkanmu.” Mendengar ucapan itu, Yara mendengus selagi menatap sosok Rena yang tidak sadarkan diri. “Tidak perlu dirimu … bahkan aku tidak akan memaafkan diriku sendiri ….” Setelah pertolongan pertama oleh sang dokter dan kondisi Rena semakin stabil, gadis itu pun dipindahkan ke rumah sakit utama Kerajaan Nusantara. Berbeda dari penjagaan yang biasa diberikan untuk keluarga kerajaan, kali ini yang berjaga di depan ruangan Rena bukan hanya p