Apa yang telah Helen lakukan!?
“Terutama setelah kalian berdua terlibat dalam pembunuhan Diandra!”Detik itu juga, Helen mematung di tempat. Ekspresi angkuh dan percaya diri yang dia tunjukkan sekejap menghilang entah ke mana.“Apa … maksudmu?” tanya wanita itu dengan suara bergetar. “Istri pertamamu itu mati bunuh diri! Tidak ada hubungannya denganku!”Henry mengepalkan tangannya, memperhatikan bagaimana ekspresi Helen mengkhianati ucapannya sendiri. Walau telah mendengar dari mulut putra bungsunya sendiri, tapi ada secercah harapan dalam hati Henry bahwa istri keduanya itu tidak benar-benar terlibat dalam kematian Diandra. Namun, sekarang ekspresi Helen telah benar-benar menyatakan semuanya.“Teganya dirimu, Helen ….” Tubuh Henry bergetar, hatinya merasa sangat hancur. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa wanita yang telah berada di sisinya selama puluhan tahun itu ternyata merupakan orang yang telah membunuh istri pertam
Suara sejumlah langkah kaki tergesa-gesa bisa terdengar bergema di lorong Capitol Medical Centre. Beberapa suster dan dokter yang melihat kehadiran sejumlah orang tersebut langsung menyingkir dari jalan, tahu bahwa mereka tergesa-gesa dan panik.Dua orang penjaga yang melihat kedatangan rombongan tersebut segera membungkuk hormat. “Tuan Adam, Nyonya Evelyn,” sapa mereka seraya langsung membukakan pintu.Masuk ke dalam ruangan, Evelyn bisa melihat sosok Daniel terbaring di tempat tidur dengan mata terpejam. Melihat betapa pucatnya perawakan pemuda itu membuat hati Evelyn terasa sakit.“Kakek,” panggil Adam begitu bersitatap dengan Noah yang terduduk di sofa ruangan tersebut. “Bagaimana keadaannya?” tanya pria itu dengan wajah tenang, tapi pancaran mata yang begitu panik.Pandangan Noah beralih pada sosok Daniel seiring dirinya menjawab, “Dokter bilang dia beruntung. Dua inci lagi, maka tusukan itu akan mengenai salah satu organ vitalnya dan nyawanya mungkin akan sulit diselamatkan.” Ta
“Astaga, apa yang membuatmu memanggilku kemari malam-malam begini, hah?!” omel seorang gadis berpakaian santai sembari membanting tubuhnya ke kursi restoran. Pandangannya terangkat pada sosok yang duduk sembari menyeruput minuman bersoda di tangan. “Aneh ….”Sosok bernetra hitam gelap berwajah rupawan itu mengangkat alis kanannya. “Apa maksudmu?” tanyanya, menanggapi pertanyaan sang gadis sebelum lanjut meraih satu kentang goreng dan mengunyahnya. “Apa yang aneh?”Gadis di hadapan menyangga wajahnya dengan satu tangan dan berkata, “Siapa yang akan menyangka Dominic Grey, sang Penguasa Dunia Bawah, bisa menghabiskan waktu di restoran cepat saji dengan pakaian seperti anak muda?” Pandangannya memperhatikan topi bola, sweter putih, dan celana jeans yang dikenakan pria di hadapan. “Astaga, semakin dipikirkan semakin mengerikan! Bisa-bisanya ada orang yang— mmh!”Ucapan gadis itu terhenti karena sebuah burger yang menyumpal mulutnya.“Berisik,” balas Dominic dengan wajah datar. “Apakah Eve
“Pergi dari sini!” Teriakan nyaring terdengar bergema di kediaman Keluarga Smith. Terlihat sosok Tom membelalak selagi menatap wanita di hadapannya dengan wajah penuh kengerian. “Kenapa kamu malah datang kemari setelah melakukan hal gila seperti itu, hah?!” bentaknya lagi. “Kamu sudah tidak waras, Helen!” Helen yang tengah berada di ruang tamu mengernyitkan dahinya. “Teganya Kakak mengatakan hal itu!” balasnya seraya mengambil langkah maju, mendekati sang kakak yang terus menjauh darinya. “Aku sedang berada dalam masalah, tapi Kakak malah mengusirku?!” “Kamu yang mencari masalah itu sendiri, bukan aku!” sahut Tom. “Orang waras macam apa yang akan melukai putra kandungnya sendiri, hah!?” geramnya, kentara sangat tidak ingin terlibat dalam kegilaan adiknya. Mendengar ucapan Tom, Helen memasang wajah marah. “Jangan coba-coba untuk bersikap suci di hadapanku, Kak! Aku tahu semua kebusukan Kakak!” bentak Helen. “Bukan hanya Kakak yang membunuh putri Keluarga Allen dan mengambil warisanny
‘Sial! Sial! Sial!’ Helen menggigit kukunya tanpa henti, terlihat sangat gelisah. ‘Apa aku sungguh akan pergi dari Capitol seperti ini saja?’ tanya wanita itu kepada dirinya sendiri. Dari ekspresi yang terpasang di wajah Helen, terlihat jelas bahwa wanita itu masih tidak rela meninggalkan Capitol. Pergi dari negara itu sama saja dengan kehilangan semua yang telah dia perjuangkan selama ini; status, kekuasaan, kekayaan, dan juga kehormatan! Memikirkan bagaimana sosok Evelyn, putri kandung dari Rosa, akan segera menyandang status yang lebih terhormat darinya dalam hitungan hari membuat hati Helen terasa panas. Terbayang sosok Evelyn, putri sepupu yang paling dia benci, juga Adam, putra tunggal wanita yang merebut seluruh perhatian Henry, tersenyum di altar pernikahan mengakibatkan Helen merasakan kecemburuan yang mendalam. ‘Enak saja mereka berbahagia semudah itu!’ Helen mengepalkan tangannya. ‘Paling tidak, sebelum pergi dari Capitol, aku harus mengacaukan pernikahan mereka!’ sumpahn
“Kakek … Kakek bilang apa?” Wajah Daniel yang beberapa saat lalu telah kembali cerah langsung berubah pucat saat mendengar berita mengerikan dari Noah.Hari baru dimulai, tapi kenapa dia harus menerima berita mengerikan seperti ini?“Ibu … kenapa …?” tanya Daniel lagi dengan tangan mencengkeram kuat selimutnya.Dengan tangan menggenggam ujung tongkat jalannya, Noah menghela napas dan berkata, “Mobil yang dikendarai Helen terlibat kecelakaan dan meledak.” Pria itu menutup mata saat menyatakan satu kenyataan pahit. “Dia tidak selamat.”Tangan Daniel yang mencengkeram kuat selimut bergetar, begitu pula dengan tubuhnya. “Tidak ….” Tenggorokan pria itu tercekat.Melihat pandangan putranya sedikit tidak fokus, Henry pun berkata, “Daniel, tenang dulu, Nak.” Dia mencoba untuk menghampiri sang putra dengan niatan untuk menenangkan. “Kamu harus—"“Tidak mungkin!” teriak Daniel selagi berusaha untuk turun dari tempat tidur. “Aku ingin melihat Ibu!”Bahkan kalaupun dirinya hampir kehilangan nyawa
“Melapor dari lokasi kejadian, terlihat kepala Keluarga Smith, Tom William Smith, tengah berjuang untuk menembus barikade penjagaan kantor Grup Dean dengan bantuan pengawalnya agar bisa mencapai lift. Hal ini dilakukan guna bertemu dengan ahli waris Keluarga Dean, Adam Dean, untuk meminta pertanggungjawaban atas meninggalnya adik semata wayangnya yang dinyatakan meninggal dalam kecelakaan.” Laporan langsung dari sejumlah wartawan bisa terdengar dari berbagai sisi lobi kantor Grup Dean. Setiap dari mereka mengutarakan hal yang tak jauh berbeda, yakni tindakan Tom yang datang untuk meminta pertanggungjawaban Adam. “Adam Dean! Keluar kamu!” Seorang pria paruh baya terlihat mengepalkan tangan dengan wajah sedih dan marah. “Kamu harus bertanggung jawab atas kematian adikku!” Teriakan pria yang tak lain dan tak bukan adalah Tom Smith tersebut membuat suasana menjadi semakin ricuh. Sejumlah pegawai juga mulai menggosipkan hubungan antaranggota Keluarga Dean. “Ada yang bilang Adam Dea
“Dibandingkan dengan Helen, bukankah Paman, yang telah membunuh istri pertama dan merencanakan kematian adik kandung paman sendiri lebih pantas disebut orang tidak waras?” Detik Evelyn mengatakan hal tersebut, seisi ruangan berubah hening. Sejumlah wanita terkesiap, sedangkan yang pria membelalakkan mata karena bingung bercampur terkejut dengan tuduhan putri Keluarga Grey itu. “Apa maksudmu, hah?!” geram Tom dengan tatapan nyalang, suaranya terdengar begitu tinggi sampai-sampai orang di sekitarnya tersentak. Tom tidak menyangka Evelyn akan datang dan mengatakan hal seperti itu. Dia melirik ke kanan dan ke kiri, memeriksa ekspresi orang-orang ketika menatapnya. Saat menyadari lebih banyak orang terlihat bingung ketimbang terkejut saat mendengar omongan wanita di hadapan, Tom pun menjadi lebih tenang. “Jangan sembarangan berbicara kamu!” bentak Tom dengan jari telunjuk terarah kepada Evelyn. “Bukti apa yang kamu miliki ketika mengatakan hal itu?!” “Sembarangan berbicara?” Evelyn men
Tidak lama setelah Evelyn beserta suami dan ibunya turun dari panggung, iringan merdu piano pun terdengar. Pintu ruang pesta terbuka, membuat setiap pasang mata beralih ke arah sosok berbalut gaun pengantin berwarna putih mutiara yang berjalan memasuki ruang pesta didampingi seorang wanita dengan gaun hijau indah. Itu adalah Rena yang didampingi oleh sang nenek, Yara. Memerhatikan calon istrinya menghampiri, Dominic merasa seakan jantungnya ingin melompat keluar dari dada. Langkah Rena dalam gaun indah itu sangatlah ringan, hampir seperti melayang bak dewi yang turun dari khayangan. Bulu mata lentiknya yang bergetar mengikuti langkahnya membuat penampilan wanita itu memesona Dominic. Saat wanita rupawan itu sudah berada di hadapannya, Dominic hanya bisa membeku seperti orang bodoh, tenggelam dalam pancaran indah sepasang manik hijau yang menghipnotis itu. Dengan tangan yang telah disodorkan oleh Yara kepada Dominic, Rena yang melihat pria itu mematung konyol tersenyum geli. “Tidak
“Tidak kusangka akan tiba hari di mana Tuan Dominic Grey akan berakhir menikah,” ucap Selena, sekretaris Dominic, yang menangis haru melihat sang atasan mengenakan jas putih pernikahan, terlihat begitu cerah dibandingkan hari-hari biasanya.Di sebelah Selena, Julian menepuk-nepuk pundak wanita tersebut. “Aku paham perasaanmu.” Dia sendiri sempat merasakan hal serupa ketika Adam Dean menikah dengan Evelyn Grey.Sembari menggandeng lengan Julian, Elena memasang senyuman geli. Dengan wajah bangga, dia berkata, “Hehe, kalian kurang peka. Sedari awal, aku sama sekali tidak terkejut Adam akan berakhir dengan Evelyn dan Dominic akan berakhir dengan Rena.”Sementara para pemuda-pemudi Capitol mengomentari pernikahan Rena, di satu area khusus yang dijaga banyak pengawal berpakaian tradisional, terlihat Saraswati dan Anindita hadir bersama dengan ibu mereka, Adhisti. Ketiganya terlihat tengah berbincang ramah dengan Diandra dan Henry yang dengan mahir menjamu mereka.Tampak sosok Adhisti juga s
BUK! Suara tubuh yang terbanting ke tempat tidur empuk bisa terdengar. Hal tersebut diikuti dengan kecupan basah dan lenguhan yang saling beradu. Dalam ruang tidur di pesawat pribadi itu, Dominic tampak sedang mengungkung sosok Rena. Tangan pria tersebut menelusup masuk ke dalam pakaian gadis di hadapan, meremas sedikit dan menyebabkan sebuah lenguhan rendah untuk kabur dari bibir Rena. “Hah ….” Napas yang terengah terdengar kala ciuman mereka terpisah. “Dom …,” panggil Rena. Ujung mata gadis itu tampak sedikit merah dan basah, terlihat begitu menggoda. “Jangan sekarang ….” Mereka sekarang di mana? Di dalam pesawat dengan puluhan bawahan yang menunggu di depan ruang pribadi. Kalaupun sudah berpindah ke kamar tidur, tapi Rena tidak bisa menjamin segala hal yang terjadi dalam ruangan tersebut tidak akan didengar oleh orang-orang di luar! Sebagai seseorang yang telah berkutat dengan dunia malam, tidur dengan seorang pria jelas adalah sesuatu yang tidak begitu asing untuknya. Akan te
Adhisti tersenyum, lalu menepuk pelan punggung Rena. “Aku tidak berkata kamu akan menikah sekarang, bukan?” Dia melirik Dominic yang hanya terdiam di tempatnya selagi menatap intens ke arah Rena. “Akan tetapi, aku yakin seseorang tidak bisa lagi menunggu lama.”Satria, yang mendorong kursi roda Adhisti—Rena yakin sepertinya keduanya telah berbaikan setelah mengetahui kebenaran di balik kematian Wulan—tertawa rendah dan menimpali, “Jikalau memang kalian akan merayakannya, jangan lupa untuk mengundang kami.”Mendengar hal itu, Bhadrika langsung bersiaga dan berujar, “Tuan Putri, di hari itu, tolong infokan paling tidak satu bulan sebelum. Banyak persiapan yang perlu regu pengawal siapkan untuk memastikan keluarga kerajaan bisa pergi ke luar kerajaan.” Dia sudah memikirkan seribu satu cara untuk menjaga acara pernikahan tersebut.Rena hanya bisa tertawa mendengar ucapan semua orang. Senyuman di bibirnya merekah lebar lantaran senang semuanya berakhir baik.Pandangan Rena mendarat pada An
Menepiskan pandangan para pengunjung hotel pada dirinya, Dominic masuk ke dalam lift khusus untuk kemudian menuju penthouse miliknya.Sebelum pintu tertutup, manajer hotel tersebut berucap, “Jikalau ada yang diperlukan, silakan menghubungi saya, Tuan Grey. Saya permisi.”Dominic melangkah masuk ke dalam kamar, lalu meletakkan Rena dengan hati-hati di sana. Lelah sepertinya merasuk tubuh gadis tersebut, bahkan setelah semua kericuhan untuk tiba di kamar tersebut, Rena sama sekali tidak terganggu.Tidak ingin mengusik Rena, Dominic pun keluar dari ruangan. Dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.“Kami sudah tiba,” ucap Dominic.“Rena … sudah menemui Eli Black?” tanya suara melantun dari ujung telepon yang lain.“Sudah.”“Apa … dia baik-baik saja?” tanya suara itu lagi.Dominic melirik ke arah Rena dari celah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup. “Dia bertahan, Yang Mulia.”Mendengar balasan Dominic, Yara tersenyum sendu. “Bagus … itu bagus.”Dominic menjatuhkan pandangan, lal
Ketegangan di antara kedua pria asing itu membuat sejumlah pengunjung kafe dan juga pejalan kaki memerhatikan mereka. Hal tersebut membuat Rena langsung mengenakan kembali kaca mata hitamnya dan menarik ujung hoodie putih Dominic.“Kita pergi saja. Jangan menarik perhatian,” ucap Rena dengan suara rendah, takut ada yang mendengar atau mengenali dirinya.Bagaimanapun, mereka masih berada di Kerajaan Nusantara, tempat di mana dirinya sempat dikenal sebagai pewaris takhta.Mendengar permintaan Rena, Dominic pun menurut dan menghempaskan tangan Eli. Dia melingkarkan tangan di pinggang Rena dan menarik gadis itu pergi menjauh dari Eli Black.Sebelum sepenuhnya pergi, Eli sedikit berseru, “Yarena! Apa kamu akan pergi begitu saja?!”Sungguh, Eli berharap Rena akan memberikan ‘akhir’ yang dia inginkan, bukan mengabaikannya seperti ini. Atas segala dosa yang dia lakukan, Eli ingin Rena mengakhirinya dan memberikan balasan yang setimpal.Di saat mendengar pertanyaan Eli, Rena menghentikan langk
*Beberapa waktu lalu* PIP! PIP! PIP! Bunyi mesin yang mengusik telinga bisa terdengar, beriringan dengan terbukanya mata gadis tersebut. Pandangan gadis itu mendarat pada langit-langit yang putih, lalu perlahan maniknya bergeser ke kanan, pada sosok yang tertidur dalam posisi terduduk dan tangan terlipat di depan dada. “Do … minic?” Panggilan itu membuat kening sang pria sedikit berkerut, diikuti dengan matanya yang perlahan terbuka. Saat manik hitam segelap malam milik pria itu mendarat pada netra hijau sang gadis, mata pria tersebut membesar dan dia pun langsung menghampiri pinggir tempat tidur. “Rena!” seru sang pria dengan wajah lega. “Kamu sudah sadar!” Seusai mengatakan hal tersebut, Dominic pun menekan tombol merah di tembok dekat tempat tidur, lalu meraih telepon yang terhubung dengan meja jaga rumah sakit. Gegas dia memanggil perawat untuk memeriksa keadaan Rena yang akhirnya siuman setelah satu minggu tidak sadarkan diri. “Kondisi Nyonya Wijaya telah stabil, tapi per
Di seisi Kerajaan Nusantara, berita mengenai rencana pembunuhan Putri Mahkota Yarena oleh Adinasya tersebar luas. Besarnya kericuhan akibat kejadian tersebut membuat pihak istana tidak mampu menyembunyikannya, terlebih ketika satu berita kematian membuat semua orang berakhir berkabung.“Tidak kusangka bahwa Putri Mahkota akan meninggal ….”“Belum sempat dirinya mengabdi untuk kerajaan secara penuh, tapi langit sudah terlebih dahulu mengambilnya.”“Memang mantan adipati pria yang berbisa! Teganya dia mengorbankan nyawa keluarga kerajaan hanya karena dirinya berambisi terhadap takhta!? Dan lagi, orang yang dia bunuh adalah putri wanita yang dahulu dia cintai!”Komentar-komentar pedas terlontar, mengungkap rasa kecewa yang begitu mendalam terhadap Adinasya dan juga kesedihan terhadap kematian putri mahkota Kerajaan Nusantara, Yarena Sangramawijaya.Belum ada satu minggu putri mahkota itu diangkat, tapi musibah sudah menimpanya dan menyebabkan dirinya kehilangan nyawa.Namun, yang lebih m
Sang dokter terkejut, lalu melirik Yara. Walau nyawanya terancam oleh Dominic, tapi sebagai bagian dari kerajaan, dia lebih tahu kekuasaan tertinggi berada di tangan sang ratu. Wajah pemimpin Kerajaan Nusantara itu tampak tak berdaya. Karena tahu omongan Dominic bukan main-main, dia pun hanya bisa menganggukkan kepala, memberi izin kepada sang dokter untuk lanjut bertindak. Di tengah pekerjaan sang dokter, Dominic mendadak berujar kepada Yara yang berakhir juga menunggu di dalam ruangan, “Kalau sesuatu terjadi padanya … aku tidak akan pernah memaafkanmu.” Mendengar ucapan itu, Yara mendengus selagi menatap sosok Rena yang tidak sadarkan diri. “Tidak perlu dirimu … bahkan aku tidak akan memaafkan diriku sendiri ….” Setelah pertolongan pertama oleh sang dokter dan kondisi Rena semakin stabil, gadis itu pun dipindahkan ke rumah sakit utama Kerajaan Nusantara. Berbeda dari penjagaan yang biasa diberikan untuk keluarga kerajaan, kali ini yang berjaga di depan ruangan Rena bukan hanya p