Di sudut mata Olivia, terlihat pintu ruangan terbuka perlahan. Ketika Elvano masuk, wajahnya yang datar dan tanpa ekspresi membuat Olivia semakin ketakutan. Hal ini tentu saja menambah beban pikiran Olivia mengenai apa yang telah terjadi.Elvano duduk di sisi yang berlawanan dengan Olivia di meja itu. Bersiap untuk mulai menanyai Olivia perihal penculikan Rubby, Elvano menatap matanya yang tampak ketakutan."Baiklah, Olivia. Aku akan langsung ke intinya. Kamu tahu mengapa kamu berada di sini, bukan?" tanya Elvano dengan nada tegas dan dingin. Walaupun tak bernyali untuk menjawab, Olivia terpaksa mengangguk lemah.Olivia merasa tertekan, lalu menelan ludah. "A-aku t-tidak tahu. Tiba-tiba saja a-aku diangkut kesini, tanpa mengetahui apa kesalahanku," kata Olivia dengan nada ketakutan."Dari informasi yang aku dapat, kamu terlibat dalam kasus penculikan Rubby. Aku ingin tahu apa motivasi dibalik perbuatanmu, dan siapa yang bekerja sama denganmu dalam hal ini?" ujar Elvano, masih menatapn
"Kamu darimana, Olivia?" Suara berat itu menghentikan langkah Olivia yang berjalan sambil menundukkan kepalanya. Masih dengan perasaan takut, Olivia mengangkat wajahnya menatap ke arah sang Ibu yang sedang duduk di sebuah sofa."Habis mengerjakan tugas, Bu," jawabnya. Soraya memencingkang matanya mendengar jawaban putrinya itu. Dia pun berdiri menghampiri Olivia. "Apakah kau sudah bertemu dengan Rubby di kampus?" tanya Soraya. Olivia menggeleng. "Ti---tidak, tolong, Bu. Kita tidak perlu mencari masalah lagi dengan Rubby. Bukankah Anderson sekarang sudah menjadi milik kita?" Soraya mendorong dahi Anaknya itu. "Menjadi milik kita? Dasar anak bodoh! Aku bersusah payah menyingkirkan Emily dan kau ingin ini semua sia-sia? Ayah dan Ibu ingin mengundang Elvano dan Rubby untuk makan malam bersama. Jika kau bertemu dengan anak itu, sampaikan niat baik kami kepada mereka!" cetus Soraya, dia memutar tubuhnya berlalu meninggalkan Olivia yang masih berdiri sendirian. "Hais ... Apa ibu ini tida
"Oh, begitu. Baiklah, terima kasih," ucap Rubby dengan nada kecewa. Ia menghela nafas panjang, bingung harus berbuat apa. Kenyataan bahwa Vina telah pergi tanpa memberitahukannya.Di perjalanan ke kampus, Rubby terus memikirkan dimana Vina bisa berada. Ia mencoba mengingat-ingat tempat yang mungkin Vina kunjungi, dan tiba-tiba teringat tentang sebuah kedai kopi favorit mereka. Rubby pun memutuskan untuk mampir ke sana sebelum melanjutkan perjalanan ke kampus."Mark! Aku ingin mampir ke kedai kopi dulu sebelum ke kampus, boleh? Mungkin Vina ada di sana," kata Rubby pada sopir pribadinya."Baik, Nyonya. Kedai kopi yang mana? Aku akan mengantarkan Anda kesana," jawab Mark ramah."Kedai kopi yang sering kita kunjungi bersama, Mark. Kamu tahu, kan?" ucap Rubby."Mengerti, Nyonya. Akan akan mengantar anda."Sesampainya di kedai kopi, Rubby bergegas masuk sambil memeriksa setiap meja untuk melihat apakah Vina ada di sana. Namun sayang, Vina tak kunjung ditemukan. Rubby mencoba menenangkan dir
"Bagaimana grafik perusahaan dalam minggu ini? Apakah sudah stabil?" tanya Elvano saat berada di ruang meeting. Elvano sengaja mengumpulkan seluruh manajemen penting untuk membahas masalah harga saham yang mengalami ketidakstabilan dan juga ingin membahas masalah lahan proyek yang akan diambil alih oleh Kedua Pamannya, Smith dan Johnson.Namun Elvano mempunyai cara karena Elvano tahu, menurunnya pasar saham, karena ulah kedua pamannya yang tidak ingin Elvano menjadi pemimpin. Dengan menjatuhkan harga saham perusahaan Patrice, maka ada cela untuk menjatuhkan Elvano karena tidak becus menstabilkan atau meningkatkan harga pasar saham. "Ini hasil grafik perusahaan dalam minggu ini," kata Salesia, kepala bagian akuntansi, sambil menunjukkan presentasi powerpoint. Seluruh karyawan tampak serius mengamati data yang ditampilkan."Aku melihat ada penurunan yang cukup signifikan, namun kita harus optimis bahwa kita bisa menghadapinya," ujar Elvano, menatap tajam setiap orang yang ada di ruang
"Membosankan, Paman kenapa lama sekali?" Rubby bergumam, dia kini sedang tengkurap di atas sofa dalam ruangan Elvano sambil terus mencoba menghubungi Vina. Pikiran Rubby tidak bisa tenang sebelum dia mengetahui Vina dimana, Rubby memang terlihat begitu tidak peduli dengan sahabatnya itu. Namun, dalam hati yang terdalam, Rubby begitu menyayangi Vina layaknya saudara sendiri. Sebab, Vina wanita yang mandiri dan selalu berpikir dewasa wanita itu selalu memberikan masukan yang berguna bagi Rubby. "Haaah ... Vina, kok, aku mau menangis? Rasanya sesak saat memikirkanmu. Apa kamu benar-benar sedang kesulitan?" lagi-lagi, Rubby bermonolog. Krek! Mendengar suara pintu ruangan terbuka, Rubby bangkit dari tidurnya, dia melihat Elvano dengan panik disertai wajah cemas berlari menghampirinya. "Monster kecil, ada apa denganmu, apa yang terjadi?" Rubby langsung memeluk tubuh Elvano. Menangis di dada bidang suaminya itu. Elvano menjadi tambah bingung, apakah Ayah dan Ibu tirinya menyakitinya a
Vina terkesiap saat mendengar suara derap langkah kaki yang begitu bergema berjalan ke arah sel dimana dirinya ditahan. Dengan segera, Vina beranjak dari lantai dan menuju ke arah jeruji. Dia tahu, itu tentu sipir wanita yang beberapa saat menemuinya. Deg! Pupil mata Vina membulat saat Gio yang berdiri di depan sel tersebut. Pria arogan itu tampsk membakar rokoknya sambil menyemburkan asapnya ke arah Vina. "Uhuk ... Uhuk!" Vina terbatuk, dia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya. "Sepertinya, kau sangat bersemangat melihat kedatanganku, Vina. Bagaimana, apakah kau sudah menyerah?" ujar Gio dengan sinis. Vina menegakkan dirinya dan mengusap air mata yang masih mengalir di pipinya. "Gio, biarlah ini menjadi terakhir kalinya kita bertemu. Tolong, jangan lagi menggangguku. Aku tidak ingin berurusan denganmu lagi," katanya dengan suara bergetar.Gio tertawa sinis. "Oh Vina, kau benar-benar lucu. Bagaimana bisa kau tidak ingin bertemu denganku? Sementara kau memiliki hutang ya
"Paman, apakah kau yakin ingin ikut menemui Ibuku? Kau tahu sendiri bagaimana sikap ibuku terhadapmu," ucap Rubby saat mereka hendak turun dari mobil. "Yakin, selama ini, aku belum minta maaf kepada Ibumu. Apalagi, minta restu kepada ibumu. Malam ini adalah malam yang tepat untuk meminta restu dari ibumu," jawab Elvano sambil tersenyum. Wajah Rubby tampak meragu. Saat terakhir dia pergi meninggalkan Ibunya waktu Rubby mendengar ada suara wanita yang mengangkat teleponnya. Bagaimana reaksi ibu? Tentu ibu akan mengutuknya. Apalagi Ibu yang begitu membenci Elvano karena perseteruan saham.Mengetahui Istrinya dilanda kegelisahan, Elvano menggenggam erat tangan Istrinya itu. "Monster kecil, semuanya akan baik-baik saja! Ada aku, ayo!" ajak Elvano. Mereka berdua akhirnya turun dari mobil, langkah kaki mereka terasa berat. Rubby berusaha untuk mengumpulkan keberanian, meneguk ludah sebelum akhirnya mengetuk pintu rumah. Tak lama, suara langkah kaki Ibunya terdengar dari balik pintu.Pintu
Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju kediaman Anderson. Di perjalanan, Rubby dan Elvano berbicara tentang berbagai hal. Rubby merasa begitu beruntung memiliki suami seperti Elvano yang merupakan seorang CEO yang sukses dan penuh perhatian."Ingat, apapun yang aku katakan, cukup mengangguk," kata Elvano, dengan suara menekan.Rubby mengangguk, "Baik, Paman. Tapi sebenarnya, apa yang ingin Paman berikan kepada mereka? Ayolah, aku sungguh penasaran. Kalau Paman tidak beritahu, aku gantung diri di pohon toge!""Sengaja biar kamunya penasaran." "Ih ... Paman selalu begitu, ih!" Rubby cemberut, dia memalingkan wajahnya ke arah kaca mobil yang melaju. Elvano tersenyum melihat reaksi Rubby. Hingga mobil itu tiba di kediaman Anderson, mereka segera membuka pintu mobil, berjalan dengan langkah ringan menuju pintu depan. Rubby mencoba untuk tidak terlihat gugup, tetapi rasa penasaran dan kecemasan membuat jantungnya berdebar kencang saat mereka berjalan mendekati pintu rumah.Mereka berdu
Di ballroom hotel, Rubby, Elvano, Vina dan Sergio. Dua pasangan suami istri itu sedang menunggu dengan antusias. Mereka membawa anak-anak mereka, Amora dan Vincent, di gendongan mereka. Mereka ingin melihat Lisa dan Andre yang akan menikah tidak sabar melihat penampilan ratu dan raja untuk hari ini.Elvano, memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Monster kecil, kita pernah melewati banyak halangan. Mulai dari sebuah ikatan kontrak hingga berjanji untuk bersama selamanya. Maaf, jika selama ini aku belum bisa membahagiakanmu," bisak Elvano ketika dia melihat dekorasi pernikahan Andre dan Lisa yang tampak begitu mewah. Rubby menggendong Amora yang sedang tertidur pun menjawab, "Kita sudah berkomitmen, Paman. Pernikahan yang kita lakukan di dekat pantai juga cukup manis dan berkesan untukku. Dan sekarang, aku bahagia memilikimu, Paman. Semoga kebahagiaan kita terus terjaga hingga akhir hayat kita." Elvano mengecup lembut pipi Monster Kecilnya. "Terima kasih, Monster Kecil. Karena sudah m
Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Di ballroom hotel, dekorasi pernikahan sudah siap. Bunga-bunga putih dan merah muda menghiasi meja dan kursi tamu. Di panggung, ada pelaminan yang megah dengan tirai-tirai putih dan lampu-lampu berkilau. Di sana, Andre dan Lisa akan mengucapkan janji suci mereka sebagai suami istri.Di ruang rias, Lisa duduk di kursi roda dengan gaun pengantin putih yang indah. Rambutnya yang pendek dihiasi dengan mahkota bunga. Wajahnya yang pucat tampak berseri-seri dengan senyum bahagia. Hari ini, ia akan menikah dengan Andre, dokter yang telah menemaninya selama ia menderita kanker otak. Andre adalah cinta pertama dan terakhirnya. Ia tidak peduli jika hidupnya tidak akan lama lagi. Yang penting, ia bisa merasakan cinta sejati dari Andre.Lisa menatap wajahnya di pantulan cermin dengan senyuman yang selalu terbit dibibirnya. "Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku akan menikah dengan Andre, pria yang paling aku cintai di dunia ini.
Rubby dan Vina berjalan masuk ke gedung pernikahan yang megah dan mewah. Mereka adalah sahabat dari Lisa, mempelai wanita yang akan menikah besok dengan Andre. Mereka datang untuk membantu mengurus persiapan acara, seperti dekorasi, catering, dan undangan."Wow, lihat itu!" Vina menunjuk ke langit-langit yang dipenuhi dengan balon berwarna-warni. "Ini pasti ide Lisa. Dia suka sekali balon.""Ya, dia memang anak kecil yang besar." Rubby tertawa. "Tapi aku suka dekorasinya. Simpel tapi manis. Seperti Lisa dan Andre.""Mereka memang pasangan yang serasi. Aku senang mereka akhirnya menemukan jodoh masing-masing." Vina menghela napas. "Aku harap mereka bahagia selamanya.""Amin." Rubby mengangguk. "Eh, tapi kita juga harus bahagia, lho. Kita punya suami yang sayang dan anak-anak yang lucu.""Iya, iya. Kita juga beruntung." Vina mengakui. "Tapi kadang aku kangen masa-masa kita masih single dan bebas.""Ha, ha. Kau masih ingat malam terakhir kita sebelum menikah?" Rubby mengingatkan. "Kita b
"Aku pasti bisa!" Seru Andre mencoba menyemangati dirinya sendiri. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menekan bel rumah Lisa. Dia merasa gugup dan deg-degan, karena hari ini Andre akan menemui orang tua Lisa untuk meminta restu pernikahan mereka. Setelah lamaran yang Andre lakukan beberapa hari yang lalu, Andre memutuskan untuk menemui orang tua Lisa menyampaikan perihal pernikahan yang akan dilangsungkan. Setelah mendapatkan izin, akhirnya Lisa hanya menjalani rawat jalan. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka, dan Andre disambut oleh seorang wanita paruh baya yang ramah. Dia adalah ibu Lisa. "Andre, selamat datang. Kami sudah menunggumu," kata ibu Lisa. Wanita paruh baya itu memeluk Andre erat. "Ayo, Nak. Masuk! Ayah Lisa sudah menunggu." wanita tersebut mengajak Andre masuk ke dalam rumah setelah melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Bu. Maaf jika saya mengganggu," kata Andre sopan."Tidak mengganggu sama sekali. Ayo, masuk. Suamiku dan Lisa sudah menunggu di ruang
"Paman, apakah Andre dan Lisa akan bahagia? Atau ... Ada di antara satu yang akan menghilang di antara mereka?" tanya Rubby. Saat ini, Rubby dan Elvano sudah kembali ke kediaman setelah merayakan acara lamaran Andre dan Lisa. Rubby, mengelus-ngelus jakung suaminya itu dengan manja. Elvano yang sedang memainkan helaian rambut istrinya itu pun menjawab, "kita do'akan mereka yang terbaik. Semoga, saat Lisa menikah dengan Andre, penyakit Lisa diangkat oleh Tuhan." Rubby mengangguk, dia membenamkan wajahnya di dada Elvano. "Paman, apakah cintamu tetap utuh untukku?" tanya Rubby. Elvano medekap tubuh monster kecilnya semakin erat ke dalam pelukan. "Satu saja aku belum bisa membahagiakannya, bagaimana bisa cintaku dapat terbagi?"Rubby merasakan getaran baik dari tubuh Elvano dan mengabaikan gejolak dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Elvano dengan mata sayu. "Terima kasih, paman. Aku merasa sangat beruntung memiliki paman sepertimu."Elvano tersenyum, menepuk ringan pipi
"Yey! Selamat untuk kalian berdua!"Setelah Andre selesai melamar Lisa, para sahabatnya yang merupakan bagian dari rencana keluar dari persembunyian mereka. Mereka merasa senang dan gembira seperti Andre karena rencana tersebut sukses dilakukan. Sergio, Elvano, Vina, dan Rubby bergabung dengan Andre dan Lisa. "Wah, bro, selamat, ya! Semoga acara ke depannya lancar seperti jalan tol bebas hambatan!" ucap Elvano sambil mengulurkan tangannya ke arah Andre. Andre tersenyum bahagia, dia tidak menyangka jika momen tersebut terlaksana juga. Andre pun menyambut uluran tangan Elvano. "Thanks, ya! Tanpa kalian acara lamaran ini mungkin tidak akan berjalan dengan lancar," ucap Andre. Sergio menepuk-nepuk pundak Andre dengan gembira. "Jadi, kita sudah tidak akan berebutan wanita lagi ya, Ndre. Semoga bahagia!" ucap Sergio dengan semangat. Andre mengalihkan pandangannya ke arah Sergio. "Thanks bro. Aku merasa bersyukur memiliki kalian," jawab Andre. Sergio dan Elvano pun memeluk tubuh Andre.
Vina, Rubby, Sergio, dan Elvano berjalan menuju taman yang akan mereka dekorasi untuk acara lamaran Andre dan Lisa. Mereka membawa berbagai peralatan seperti balon, lilin, bunga, dan spanduk bertuliskan "Will You Marry Me?"."Ayo, cepat-cepat! Kita harus selesai sebelum Andre dan Lisa datang. Ini adalah hari yang sangat penting bagi mereka," ucap Vina sambil menggenggam erat sejumlah balon warna-warni. Rubby menimpali dengan senyum ceria, "Tentu saja, Vina. Kita akan membuat taman ini menjadi tempat yang tak terlupakan bagi keduanya."Sergio membuka kotak berisi lilin-lilin indah. "Kita perlu menyusunnya dengan rapi. Lilin-lilin ini akan memberikan sentuhan romantis saat malam tiba," kata Sergio seraya meletakkan lilin-lilin di meja yang telah mereka siapkan.Elvano menggantungkan spanduk dengan hati-hati. "Semua harus terlihat sempurna. Andre dan Lisa pasti akan terkejut dan bahagia melihat usaha kita," ujarnya penuh semangat.Saat mereka sibuk merapikan dekorasi, Vina menyelipkan p
"Andre!" Lisa berteriak saat melihat kekasihnya itu menampar pipi Gina. Andre sudah cukup sabar menghadapi sikap Gina selama ini. Seumur hidup, baru kali ini Andre mendaratkan tangannya kepada wanita. Dada Andre tampak naik turun, sedangkan Gina, tertunduk memegangi pipinya yang terasa perih. Gina tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan tamparan dari Andre. "Gina, selagi aku masih punya kesabaran, tolong tinggalkan ruangan ini," ujar Andre. Gina mengangkat wajahnya, menatap Andre dengan mata berkaca-kaca. "Paman, kau lebih memilih wanita kanker itu daripada aku, hah?! Selama kita berhubungan, kau tidak sekasar ini! Kenapa kau menamparku?!" ujar Gina di sela tangisnya. Lisa, wanita yang terkena kanker otak itu pun mencoba untuk bangun, dia mengusap punggung Andre, pria yang kini sedang dilanda amarah. "Ndre, kuasai dirimu," bisik Lisa lemah. Andre memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gina, hubungan kita sudah berakhir." Andre pun berlutut di hadapan Gina. Hal tersebut me
Dua bulan kemudian..."Apakah Kamu sekarang merasa lebih baik?" tanya Andre ketika pria itu menemani Lisa di taman belakang rumah sakit. Setelah mengambil keputusan yang berat, akhirnya Lisa diterbangkan ke Jakarta. Setelah menjalani perawatan intensif dan mencari dokter kanker yang bagus, kondisi Lisa pelan-pelan membaik. Walaupun kini kepala wanita itu telah botak akibat kemo. Namun, kecantikannya masih bisa terpancar dari wajahnya yang pucat. Lisa tersenyum lebar, "Terima kasih, Andre. Aku memang merasa lebih baik sekarang."Andre mengambil tempat di samping Lisa dan mengamati wajahnya. Meskipun terlihat lelah, Lisa tetap terlihat cantik dengan alis mata yang rapi dan senyum manis di bibirnya."Apa kabar yang lain?" tanya Lisa sambil menatap Andre.Andre mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, "Semua orang baik-baik saja." "Syukurlah jika mereka semua baik-baik saja." "Kamu jangan terlalu lama-lama di luar, ya. Nanti kalau kamu kena angin dan sakit lagi bagaimana?" ucap Andr