"Vina, apa yang terjadi? Kita berada di mana?"Rubby dan Vina terbangun dengan kaget di dalam sebuah gudang tua yang gelap. Mereka merasakan tangan mereka terikat kuat di belakang punggung dan keduanya saling memandang dengan ekspresi ketakutan di wajah mereka.Sedikit demi sedikit, cahaya redup mulai menerobos masuk melalui celah-celah di dinding gudang yang retak. Rubby menatap ke arah Vina dengan mata berkaca-kaca. "Vina, apa yang terjadi? Bagaimana kita bisa berada di sini?"'Aku tidak tahu, Rubby. Sepertinya kita diculik oleh para berandalan. Kita harus tetap tenang dan mencoba mencari cara untuk melepaskan diri." jawab Vina dengan suara teredam.Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang berat semakin dekat, mengisyaratkan kehadiran orang-orang di luar sana.Para Preman memasuki gudang dengan wajah penuh kejahatan saat mereka menatap ke arah Rubby dan Vina. "Hei, lihat siapa yang sudah bangun. Kalian berdua pasti tidak berharap bertemu dengan kami, kan?""Siapa kalian? Kenap
"Huu… yeah… begitu… umm!" Vina menggigit bibirnya menahan perasaan aneh saat telapak tangan Sergio bermain di dada Vina. Sementara Mark yang masih berada di lokasi, harus menelan salivanya saat melihat wajah Vina yang begitu menggoda. Sergio segera tersadar. Bahwa mereka masih dilihat oleh beberapa orang di dalam gudang itu pun melepaskan tangannya dari dada wanita itu. "Gio… kenapa dilepas?" rengek Vina dengan tatapan mata penuh nafsu menatap Gio. Gio melepaskan jasnya. Lalu menutupi tubuh Vina. "Ayo, aku akan kamu pulang, Vina. Kamu dalam pengaruh obat," ucap Gio sambil mengangkat tubuh Vina ke dalam gendongan. Vina mendesis-desis dengan lidah menjulur di ceruk leher Gio. Membuat Gio merinding disusul tubuh yang refleks menggeliat. Langkah kaki Gio terhenti di sisi tubuh Mark yang mematung. Di wajah pria berparas eksotik itu, kini terlihat keringat dingin sudah bertumpu."Mark, sisanya kau yang urus. Segera selidiki siapa dibalik penculikan ini. Dan tolong, urus mobil Rubby. Te
"Kau ingin tahu bagaimana aku mengajarimu, Vina? Maka kau akan tahu setelah ini!" Gio yang sudah berada di dalam kamar hotel menatap penuh gelora dengan wanita yang kini sudah telentang di atas tempat tidur berukuran Size king. Tubuh Vina menggeliat seperti cacing yang terkena garam.Gio membuka kancing kemejanya satu per satu. Demi membuktikan jika dirinya bukan pria impoten, caranya hanya satu. Yaitu membuktikan. Gio meraih tengkuk Vina. Dia, mulai mencumbu bibir Vina dengan penuh nafsu. Satu tangan Gio menarik turun kerah baju Vina dan satu gunung itu pun menyembul keluar. "Akhh…!" Vina tiba-tiba merintih ketika Gio mencubit ujung gunung itu yang sudah terasa keras. "Gio, jangan dicubit. Sakit…!" keluhnya manja. Saat Vina menarik wajahnya ke belakang karena merasakan nyeri di ujung dadanya. "Kalau sakit, seharusnya kau tidak menyindirku. Siap dan tidak, kau harus melayaniku malam ini. Karena kau sudah membuat birahi ku menggila," ujar Gio dengan jari-jari yang terus memelintir
"Kau pikir aku wanita seperti apa?" Vina terperanjat kaget. Wanita itu langsung bangun dari tidurnya saat Gio melemparkan sejumlah uang kertas di atas tubuhnya. Dia tidak Terima dengan apa yang dilakukan oleh Gio. Gio menatap hina. Dia pikir, Vina adalah gadis baik-baik. Nyatanya dia sama halnya seperti wanita di luar sana. Jika malam ini Gio yang menodainya, mungkin saja, Gio akan berubah pikiran. Namun, malam ini Gio begitu kecewa. "Ambil saja, kau bukannya hanya wanita melarat, bukan? Untuk apa munafik? Apa yang aku berikan ini masih kurang?" ujarnya penuh cibiran kepada Vina. Vina meraih uang-uang itu. Dia melempar uang tersebut ke arah Gio dengan dada naik-turun emosi. "Ambil dan bawa uangmu. Aku memang wanita miskin. Dan yang kau lihat belum tentu apa yang kau pikirkan! Kau kecewa karena aku tidak perawan? Ya, aku memang melakukan dengan pacarku sebelumnya. Bukan untuk dibayar!" Vina memekik. Gio tersenyum angkuh melihat Vina seperti tersakiti. "Itulah bodohnya wanita. Kalau
"Hmmm… hoaamm!" Rubby merenggangkan tubuhnya perlahan, masih merasakan tubuhnya terlelap setelah tidur semalaman. Namun, tatapan matanya langsung tertuju pada sebuah kertas note yang melekat di atas meja samping tempat tidurnya. Rubby membaca dengan seksama, senyumnya semakin melebar ketika ia menyadari bahwa itu adalah catatan dari Elvano."Jika sudah bangun, aku sudah menyiapkan susu coklat dan Sandwich. Sarapan barulah ke kampus. Aku sudah kembali ke Mansion karena ada sedikit urusan. Semoga kamu suka dengan sarapan yang aku buat." Rubby membaca catatan tersebut.Rubby merasakan detak jantungnya menjadi semakin cepat, hatinya berdebar kencang saat membayangkan Elvano sibuk menyiapkan sarapan untuk dirinya. Ia merasa sangat istimewa. Rubby bangkit dari tempat tidurnya dengan perasaan bahagia dan antusias yang meluap-luap.Dengan cepat, Rubby membersihkan dirinya dan melangkah keluar dari kamarnya. Ia tercengang ketika melihat meja sudah ada sarapan yang disiapkan oleh Elvano dengan
"Sial! Mereka bahkan tidak bisa menangani wanita itu. Apa susahnya membuat dia cedera!" Di ruang televisi itu, Olivia membanting ponselnya dengan emosi yang membakar dada. Ponsel yang ia banting mengeluar bunyi keras, Dia terlihat benar-benar kacau saat dirinya mendapatkan telepon jika rencananya tersebut gagal total. "Haarrrgghh!" Olivia menjatuhkannya tubuhnya di atas sofa. "Bodoh! Tidak berguna! Aku sudah mentransfer sejumlah uang tapi apa! Sama sekali sia-sia!" geramnya kecewa dengan rasa frustasi. Soraya yang duduk sambil menyeruput teh pun hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya yang seperti orang gila l berteriak lantang dan marah-marah. Soraya meletakkan cangkirnya di atas meja kaca. "Ibu sudah mengatakan, bukan? Kamu jangan dulu mencari masalah dengan Rubby. Apalagi Ayahmu sekarang emosinya begitu tidak stabil," ucap Soraya. Oliva bangun dari sofa dan duduk dengan tegak. Dia menatap tajam ke dalam manik mata Soraya dengan tatapan penuh bara api yang dirinya
Di ruang rapat, Sergio duduk di ujung meja, menghadap teman-temannya. Mereka duduk dengan serius, sedang membahas masalah yang mendesak: konser yang akan digelar dalam waktu dekat. Namun, ada satu masalah yang belum terselesaikan - penyanyi yang akan memeriahkan konser tersebut.Sergio menjelaskan dengan penuh semangat, "Kita perlu menemukan penyanyi yang tepat untuk konser ini. Kita butuh seseorang yang bisa menghidupkan suasana, membuat penonton terpukau. Ide-ide, siapa yang bisa kita undang?"Teman-teman Sergio mulai memberi saran dan mencoba mencari nama-nama penyanyi yang potensial. Mereka berdiskusi dengan penuh semangat, mencoba memilih yang terbaik dari banyak pilihan.Namun, satu orang terdiam sejak Sergio memberikan penjelasan - Elvano. Dia duduk di sudut ruangan, kehilangan sorot matanya. Teman-temannya memperhatikannya dengan kekhawatiran, menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres.Sergio melihat Elvano dengan penuh perhatian. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang mengganggu
"Segeralah mandi dan tidur," ucap Elvano dingin. Elvano merasa tersinggung dengan ucapan Rubby. Suasana yang tadinya penuh gelora, kini menjadi hambar karena ucapan Rubby. Elvano segera meraih handuk putih yang tergantung dan segera mengusap ke rambutnya yang basah dan berlalu dari kamar mandi. Rugby mematung melihat sikap Elvano yang tiba-tiba saja dingin dan cuek. Dia buru-buru meraih handuk kimono dan segera menyusul Elvano. Di dalam kamar, Elvano membuka lemari pakaiannya untuk dikenakan. "Paman, ada apa denganmu? Kenapa kamu bertingkah seperti ini? Apakah aku mengucapkan sesuatu yang salah?" tanya Rugby dengan bingung melihat perubahan sikap yang Elvano tunjukan kepadanya. Sambil mengenakan kemejanya, Elvano pun menjawab. "Rubby, kamu benar. Sepertinya hubungan kita hanya Suami-Istri di atas kertas. Untuk kedepannya, kita masing-masing. Pernikahan ini terjadi karena kita mempunyai tujuan masing-masing." Sedikit terkejut mendengar penuturan Elvano. 'Jadi, yang membuat Paman
Di ballroom hotel, Rubby, Elvano, Vina dan Sergio. Dua pasangan suami istri itu sedang menunggu dengan antusias. Mereka membawa anak-anak mereka, Amora dan Vincent, di gendongan mereka. Mereka ingin melihat Lisa dan Andre yang akan menikah tidak sabar melihat penampilan ratu dan raja untuk hari ini.Elvano, memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Monster kecil, kita pernah melewati banyak halangan. Mulai dari sebuah ikatan kontrak hingga berjanji untuk bersama selamanya. Maaf, jika selama ini aku belum bisa membahagiakanmu," bisak Elvano ketika dia melihat dekorasi pernikahan Andre dan Lisa yang tampak begitu mewah. Rubby menggendong Amora yang sedang tertidur pun menjawab, "Kita sudah berkomitmen, Paman. Pernikahan yang kita lakukan di dekat pantai juga cukup manis dan berkesan untukku. Dan sekarang, aku bahagia memilikimu, Paman. Semoga kebahagiaan kita terus terjaga hingga akhir hayat kita." Elvano mengecup lembut pipi Monster Kecilnya. "Terima kasih, Monster Kecil. Karena sudah m
Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Di ballroom hotel, dekorasi pernikahan sudah siap. Bunga-bunga putih dan merah muda menghiasi meja dan kursi tamu. Di panggung, ada pelaminan yang megah dengan tirai-tirai putih dan lampu-lampu berkilau. Di sana, Andre dan Lisa akan mengucapkan janji suci mereka sebagai suami istri.Di ruang rias, Lisa duduk di kursi roda dengan gaun pengantin putih yang indah. Rambutnya yang pendek dihiasi dengan mahkota bunga. Wajahnya yang pucat tampak berseri-seri dengan senyum bahagia. Hari ini, ia akan menikah dengan Andre, dokter yang telah menemaninya selama ia menderita kanker otak. Andre adalah cinta pertama dan terakhirnya. Ia tidak peduli jika hidupnya tidak akan lama lagi. Yang penting, ia bisa merasakan cinta sejati dari Andre.Lisa menatap wajahnya di pantulan cermin dengan senyuman yang selalu terbit dibibirnya. "Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku akan menikah dengan Andre, pria yang paling aku cintai di dunia ini.
Rubby dan Vina berjalan masuk ke gedung pernikahan yang megah dan mewah. Mereka adalah sahabat dari Lisa, mempelai wanita yang akan menikah besok dengan Andre. Mereka datang untuk membantu mengurus persiapan acara, seperti dekorasi, catering, dan undangan."Wow, lihat itu!" Vina menunjuk ke langit-langit yang dipenuhi dengan balon berwarna-warni. "Ini pasti ide Lisa. Dia suka sekali balon.""Ya, dia memang anak kecil yang besar." Rubby tertawa. "Tapi aku suka dekorasinya. Simpel tapi manis. Seperti Lisa dan Andre.""Mereka memang pasangan yang serasi. Aku senang mereka akhirnya menemukan jodoh masing-masing." Vina menghela napas. "Aku harap mereka bahagia selamanya.""Amin." Rubby mengangguk. "Eh, tapi kita juga harus bahagia, lho. Kita punya suami yang sayang dan anak-anak yang lucu.""Iya, iya. Kita juga beruntung." Vina mengakui. "Tapi kadang aku kangen masa-masa kita masih single dan bebas.""Ha, ha. Kau masih ingat malam terakhir kita sebelum menikah?" Rubby mengingatkan. "Kita b
"Aku pasti bisa!" Seru Andre mencoba menyemangati dirinya sendiri. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menekan bel rumah Lisa. Dia merasa gugup dan deg-degan, karena hari ini Andre akan menemui orang tua Lisa untuk meminta restu pernikahan mereka. Setelah lamaran yang Andre lakukan beberapa hari yang lalu, Andre memutuskan untuk menemui orang tua Lisa menyampaikan perihal pernikahan yang akan dilangsungkan. Setelah mendapatkan izin, akhirnya Lisa hanya menjalani rawat jalan. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka, dan Andre disambut oleh seorang wanita paruh baya yang ramah. Dia adalah ibu Lisa. "Andre, selamat datang. Kami sudah menunggumu," kata ibu Lisa. Wanita paruh baya itu memeluk Andre erat. "Ayo, Nak. Masuk! Ayah Lisa sudah menunggu." wanita tersebut mengajak Andre masuk ke dalam rumah setelah melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Bu. Maaf jika saya mengganggu," kata Andre sopan."Tidak mengganggu sama sekali. Ayo, masuk. Suamiku dan Lisa sudah menunggu di ruang
"Paman, apakah Andre dan Lisa akan bahagia? Atau ... Ada di antara satu yang akan menghilang di antara mereka?" tanya Rubby. Saat ini, Rubby dan Elvano sudah kembali ke kediaman setelah merayakan acara lamaran Andre dan Lisa. Rubby, mengelus-ngelus jakung suaminya itu dengan manja. Elvano yang sedang memainkan helaian rambut istrinya itu pun menjawab, "kita do'akan mereka yang terbaik. Semoga, saat Lisa menikah dengan Andre, penyakit Lisa diangkat oleh Tuhan." Rubby mengangguk, dia membenamkan wajahnya di dada Elvano. "Paman, apakah cintamu tetap utuh untukku?" tanya Rubby. Elvano medekap tubuh monster kecilnya semakin erat ke dalam pelukan. "Satu saja aku belum bisa membahagiakannya, bagaimana bisa cintaku dapat terbagi?"Rubby merasakan getaran baik dari tubuh Elvano dan mengabaikan gejolak dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Elvano dengan mata sayu. "Terima kasih, paman. Aku merasa sangat beruntung memiliki paman sepertimu."Elvano tersenyum, menepuk ringan pipi
"Yey! Selamat untuk kalian berdua!"Setelah Andre selesai melamar Lisa, para sahabatnya yang merupakan bagian dari rencana keluar dari persembunyian mereka. Mereka merasa senang dan gembira seperti Andre karena rencana tersebut sukses dilakukan. Sergio, Elvano, Vina, dan Rubby bergabung dengan Andre dan Lisa. "Wah, bro, selamat, ya! Semoga acara ke depannya lancar seperti jalan tol bebas hambatan!" ucap Elvano sambil mengulurkan tangannya ke arah Andre. Andre tersenyum bahagia, dia tidak menyangka jika momen tersebut terlaksana juga. Andre pun menyambut uluran tangan Elvano. "Thanks, ya! Tanpa kalian acara lamaran ini mungkin tidak akan berjalan dengan lancar," ucap Andre. Sergio menepuk-nepuk pundak Andre dengan gembira. "Jadi, kita sudah tidak akan berebutan wanita lagi ya, Ndre. Semoga bahagia!" ucap Sergio dengan semangat. Andre mengalihkan pandangannya ke arah Sergio. "Thanks bro. Aku merasa bersyukur memiliki kalian," jawab Andre. Sergio dan Elvano pun memeluk tubuh Andre.
Vina, Rubby, Sergio, dan Elvano berjalan menuju taman yang akan mereka dekorasi untuk acara lamaran Andre dan Lisa. Mereka membawa berbagai peralatan seperti balon, lilin, bunga, dan spanduk bertuliskan "Will You Marry Me?"."Ayo, cepat-cepat! Kita harus selesai sebelum Andre dan Lisa datang. Ini adalah hari yang sangat penting bagi mereka," ucap Vina sambil menggenggam erat sejumlah balon warna-warni. Rubby menimpali dengan senyum ceria, "Tentu saja, Vina. Kita akan membuat taman ini menjadi tempat yang tak terlupakan bagi keduanya."Sergio membuka kotak berisi lilin-lilin indah. "Kita perlu menyusunnya dengan rapi. Lilin-lilin ini akan memberikan sentuhan romantis saat malam tiba," kata Sergio seraya meletakkan lilin-lilin di meja yang telah mereka siapkan.Elvano menggantungkan spanduk dengan hati-hati. "Semua harus terlihat sempurna. Andre dan Lisa pasti akan terkejut dan bahagia melihat usaha kita," ujarnya penuh semangat.Saat mereka sibuk merapikan dekorasi, Vina menyelipkan p
"Andre!" Lisa berteriak saat melihat kekasihnya itu menampar pipi Gina. Andre sudah cukup sabar menghadapi sikap Gina selama ini. Seumur hidup, baru kali ini Andre mendaratkan tangannya kepada wanita. Dada Andre tampak naik turun, sedangkan Gina, tertunduk memegangi pipinya yang terasa perih. Gina tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan tamparan dari Andre. "Gina, selagi aku masih punya kesabaran, tolong tinggalkan ruangan ini," ujar Andre. Gina mengangkat wajahnya, menatap Andre dengan mata berkaca-kaca. "Paman, kau lebih memilih wanita kanker itu daripada aku, hah?! Selama kita berhubungan, kau tidak sekasar ini! Kenapa kau menamparku?!" ujar Gina di sela tangisnya. Lisa, wanita yang terkena kanker otak itu pun mencoba untuk bangun, dia mengusap punggung Andre, pria yang kini sedang dilanda amarah. "Ndre, kuasai dirimu," bisik Lisa lemah. Andre memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gina, hubungan kita sudah berakhir." Andre pun berlutut di hadapan Gina. Hal tersebut me
Dua bulan kemudian..."Apakah Kamu sekarang merasa lebih baik?" tanya Andre ketika pria itu menemani Lisa di taman belakang rumah sakit. Setelah mengambil keputusan yang berat, akhirnya Lisa diterbangkan ke Jakarta. Setelah menjalani perawatan intensif dan mencari dokter kanker yang bagus, kondisi Lisa pelan-pelan membaik. Walaupun kini kepala wanita itu telah botak akibat kemo. Namun, kecantikannya masih bisa terpancar dari wajahnya yang pucat. Lisa tersenyum lebar, "Terima kasih, Andre. Aku memang merasa lebih baik sekarang."Andre mengambil tempat di samping Lisa dan mengamati wajahnya. Meskipun terlihat lelah, Lisa tetap terlihat cantik dengan alis mata yang rapi dan senyum manis di bibirnya."Apa kabar yang lain?" tanya Lisa sambil menatap Andre.Andre mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, "Semua orang baik-baik saja." "Syukurlah jika mereka semua baik-baik saja." "Kamu jangan terlalu lama-lama di luar, ya. Nanti kalau kamu kena angin dan sakit lagi bagaimana?" ucap Andr