Soraya sempat terkejut ketika merasakan cengkraman Almero yang begitu kuat, menekan lehernya. Ia berusaha menahan erangan sakit yang keluar dari bibirnya.Brak! Tiba-tiba pintu kamar yang tidak di kunci itu terbuka dengan lebar. "Ayah, Ibu! Berhenti! Apa yang kalian lakukan?" teriak Olivia, yang ternyata telah mendengar pertengkaran ini dan berlari masuk ke kamar mereka, wajahnya pucat pasi.Olivia kemudian mencoba melepaskan tangan Almero dari leher Soraya. Sementara itu, tangan Soraya gemetar berusaha melepaskan cengkraman leher yang sangat sakit. Akhirnya, setelah melihat Olivia, Almero melepaskan cengkramannya dan melangkah mundur dengan penuh amarah. "Cih, urus Ibumu yang tidak tahu diri itu!" pepik Almero sambil melangkah penuh emosi meninggalkan kamar itu. Soraya meraba lehernya, memperoleh napas kembali. Air mata mengalir deras di pipinya. Olivia mencoba mengusap Air mata Soraya yang berderai deras. "Bu, apa yang terjadi? Kenapa ayah begitu kasar padamu, Bu?" tanya Olivia d
Saat mentari mulai bercumbu dengan setangkai pucuk daun dan burung-burung menyanyikan melodi-melodi lembut di pagi hari, Elvano pun terjaga dari hilir mimpi."Aww... Badanku terasa remuk. Baru kali ini aku tidur berasa tidur di atas permukaan batu." Elvano mengeram, saat sebuah kelelahan yang begitu berat seperti memikul beban Ultraman kini mendera tubuhnya saat terbangun di atas pembaringan kayu, yang berperan sebagai pondasi percintaan semalam.Niat mengangkat tangannya yang terasa kesemutan, Elvano urungkan ketika melihat bidadari hutan larangan itu kini terbaring lemah di dalam pelukannya.Elvano tersenyum tipis. "Ya Tuhan, aku tidak percaya ada bidadari secantik ini berada di sampingku," gumamnya pelan. Namun, tak lama senyumnya menghilang, digantikan oleh sebuah kekhawatiran yang mendalam. "Astaga! Bidadari ini tubuhnya bentol-bentol akibat gigitan nyamuk." Elvano mengamati ruam-ruam di tubuh istrinya itu.Tok! Tok!Ketukan pintu kayu mengagetkan Elvano saat dia sedang menempelk
"Kakek, terima kasih karena sudah mengizinkan kami bermalam di sini. Jika ada kesempatan, kami akan kembali membalas kebaikan Kakek," ucap Elvano.Mereka yang sudah bersih dan segar berpamitan kepada Kakek Marco. Karena pekerjaan Elvano juga sudah menumpuk, maka dari itu, mereka harus segera tiba di perkampungan dan mencari keberadaan Vina dengan segera."Apa kalian yakin aku tidak perlu mengantar kalian ke perkampungan?" Kakek Marco bertanya.Elvano menggeleng, dia pun menjawab dengan sopan, "Tidak perlu, Kek. Kami sudah merepotkan Kakek. Kakek sudah memberitahukan letaknya saja, kami sudah sangat senang.""Mmm... Baiklah, kalian berhati-hatilah. Semoga kalian tiba dan pulang dengan selamat.""Terima kasih, Kek." Elvano menyalami tangan Kakek Marco. Di telapak tangannya, dia menyelipkan beberapa lembar uang kertas yang akan diberikan kepada pria sepuh itu. "Kami pamit, Kek," ucap Elvano.Pria sepuh itu mengernyitkan dahinya ketika Elvano memberikan uang. "Aku tidak menerima ini—""Ti
Di balik barisan bukit yang menghijau, terhampar sebuah perkampungan yang asri, menawan hati. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basah, bunga-bunga liar, dan daun-daunan di hutan lebat di sekitarnya, mengisi udara dengan keharuman yang menenangkan."Whoaa... Indahnya...!" Rubby begitu kagum melihat pemandangan yang disajikan di depan mata.Ketika Rubby menurunkan kaca jendela mobil saat mobil yang dikendarai oleh Mark kini melintasi Jalanan yang berbatu kecil dan sempit, membelah perkampungan yang menjadi urat nadi kehidupan, dikelilingi oleh pepohonan yang rindang, hamparan sawah, dan kebun yang dipenuhi dengan tanaman sehat dan buah segar.Para penduduk lokal begitu ramah dan memiliki mata yang berseri-seri seolah-olah mereka bahagia bekerja sepenuh hati untuk menyuburkan lingkungan mereka yang indah ini."Hai... Bu, selamat pagi! Selamat beraktivitas!" seru Rubby sambil melambaikan tangannya dengan senyum yang lebar menyapa para penduduk yang sedang melakukan rutinitas pagi.Elv
"Gio, ku mohon, bisakah kau mendengarku? Tidak apa-apa yang aku minta darimu. Aku hanya ingin bebaskan aku dan biarkan aku pergi untuk membesarkan anak dalam kandungku ini. Kumohon, jangan gugurkan," ucap Vina lirih, dia melarutkan keheningan di dalam mobil.Gio yang sedang menyetir tampak berwajah beku. Tidak ada sedikit ekspresi di wajah itu ketika mobil itu melaju menuju rumah sakit untuk proses aborsi yang akan Gio lakukan pada kandungan Vina."Aku tahu kamu benci aku sekarang, Gio. Aku tahu ini semua salahku dan aku minta maaf sejuta kali, tapi aku sangat ingin menjalani hidupku. Aku ingin memberi kesempatan bayi ini untuk hidup," sambung Vina, matanya berkaca-kaca. Dia berharap kata-katanya bisa merasuk ke dalam hati Gio.Gio memainkan jari-jari tangannya di atas kemudi, tatapannya tetap fokus ke jalan di depannya. Untuk beberapa saat, mobil itu hanya diisi dengan suara angin dan mesin."Sudah aku katakan, kamu tidak berhak melakukan negosiasi denganku. Apa kau pikir dengan keha
Mark semakin gelisah saat mendengarkan suara yang mengganggu dari balik partisi. Dia segera menaikkan volume pada pemutar kaset di mobil agar tidak terganggu oleh aktivitas majikannya."Sungguh mengganggu sekali memiliki majikan seperti ini, bagaimana mungkin aku harus mendengarkan suara yang membuat otakku bingung," gumam Mark, dia berkali-kali mencoba mengatur pernapasannya yang seperti tercekat.Sementara itu di bangku belakang, Elvano dan Rubby tengah bercumbu dengan hebat. Helai-helai pakaian yang menempel pada tubuh mereka kini sudah tercerai berai. Mereka telanjang tanpa kain yang menutupi tubuh mereka."Oh... Paman, uummm!" keluh nikmat keluar dari mulut Rubby, saat Elvano dengan rakus mengulum buah dada yang ranum itu. Sesekali, lidah Elvano bermain di sana."Baby, aku yakin saat ini tubuhmu sangat sensitif. Tapi aku suka denganmu yang seperti ini, Monster kecil," ucap Elvano, melepaskan mulutnya dari bukit indah Rubby."Umm... Paman, apakah jari-jarimu begitu mahir? Aku tidak
"Vina? Dia di rumah sakit? Untuk apa dia di sini?" gumam Andre saat melihat wanita itu berlari sambil menangis.Dengan refleks, kaki Andre melangkah mengejar wanita itu, sementara Sergio berada di belakang Andre. Andre mempercepat langkah kakinya, mencoba mengimbangi Vina. Namun, wanita itu terlalu cepat."Sial, dadaku rasanya sesak." Andre mencoba mencari oksigen saat dadanya terasa kembang kempis saat menaiki anak tangga.Sementara Sergio yang tidak jauh dari Andre juga terengah-engah mencari oksigen. "Wanita yang sungguh merepotkan. Jika aku berhasil menangkapnya, jangan harap aku akan berhati lunak lagi." Sergio mengumpat, dia kemudian kembali melangkah.Kembali ke Andre, pria itu sangat penasaran kemana Vina pergi. Kenapa harus ke atap rumah sakit? Apakah dia ingin menenangkan diri? Namun, mata Andre melebar saat melihat Vina berdiri di tepi bangunan tanpa pembatas dan siap untuk terjun bebas."Oh, sial! Apa yang wanita itu pikirkan!" Andre dengan panik segera berlari ke arah Vin
Di ruangan itu, kelima orang berkumpul. Tak ada yang memulai percakapan. Semuanya terdiam. Terlihat dari wajah Sergio yang masih tak terima dengan perlakuan Elvano yang menyerangnya tiba-tiba.Sementara itu, Rubby berusaha menenangkan Vina. Memeluk sahabatnya itu dengan kehangatan dan kekuatan, agar Vina selalu kuat."Vin, tolong jangan bersedih terus, ya. Kita semua ada untukmu. Kalau kau mau, tinggallah bersamaku. Aku akan memastikan bayimu aman dan kita akan membesarkannya bersama," ucap Rubby, sambil mengelus kepala Vina yang telah bersandar di bahunya."Aku bingung, Rubby. Saat ini aku benar-benar kacau. Dalam pikiranku, aku merasa tak berharga karena hanya dijadikan mainan dan kehadiranku tak diharapkan."Andre menghela nafas berat mendengar obrolan Rubby dan Vina. Dia membuang pandangannya kepada Sergio, pria yang menjadi dalang dalam masalah ini."Gio, aku ingin bertanya dan memastikan. Apakah kau benar memang tidak menginginkan anak itu?" tegas Andre.Sergio menatap Andre den
Di ballroom hotel, Rubby, Elvano, Vina dan Sergio. Dua pasangan suami istri itu sedang menunggu dengan antusias. Mereka membawa anak-anak mereka, Amora dan Vincent, di gendongan mereka. Mereka ingin melihat Lisa dan Andre yang akan menikah tidak sabar melihat penampilan ratu dan raja untuk hari ini.Elvano, memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Monster kecil, kita pernah melewati banyak halangan. Mulai dari sebuah ikatan kontrak hingga berjanji untuk bersama selamanya. Maaf, jika selama ini aku belum bisa membahagiakanmu," bisak Elvano ketika dia melihat dekorasi pernikahan Andre dan Lisa yang tampak begitu mewah. Rubby menggendong Amora yang sedang tertidur pun menjawab, "Kita sudah berkomitmen, Paman. Pernikahan yang kita lakukan di dekat pantai juga cukup manis dan berkesan untukku. Dan sekarang, aku bahagia memilikimu, Paman. Semoga kebahagiaan kita terus terjaga hingga akhir hayat kita." Elvano mengecup lembut pipi Monster Kecilnya. "Terima kasih, Monster Kecil. Karena sudah m
Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Di ballroom hotel, dekorasi pernikahan sudah siap. Bunga-bunga putih dan merah muda menghiasi meja dan kursi tamu. Di panggung, ada pelaminan yang megah dengan tirai-tirai putih dan lampu-lampu berkilau. Di sana, Andre dan Lisa akan mengucapkan janji suci mereka sebagai suami istri.Di ruang rias, Lisa duduk di kursi roda dengan gaun pengantin putih yang indah. Rambutnya yang pendek dihiasi dengan mahkota bunga. Wajahnya yang pucat tampak berseri-seri dengan senyum bahagia. Hari ini, ia akan menikah dengan Andre, dokter yang telah menemaninya selama ia menderita kanker otak. Andre adalah cinta pertama dan terakhirnya. Ia tidak peduli jika hidupnya tidak akan lama lagi. Yang penting, ia bisa merasakan cinta sejati dari Andre.Lisa menatap wajahnya di pantulan cermin dengan senyuman yang selalu terbit dibibirnya. "Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku akan menikah dengan Andre, pria yang paling aku cintai di dunia ini.
Rubby dan Vina berjalan masuk ke gedung pernikahan yang megah dan mewah. Mereka adalah sahabat dari Lisa, mempelai wanita yang akan menikah besok dengan Andre. Mereka datang untuk membantu mengurus persiapan acara, seperti dekorasi, catering, dan undangan."Wow, lihat itu!" Vina menunjuk ke langit-langit yang dipenuhi dengan balon berwarna-warni. "Ini pasti ide Lisa. Dia suka sekali balon.""Ya, dia memang anak kecil yang besar." Rubby tertawa. "Tapi aku suka dekorasinya. Simpel tapi manis. Seperti Lisa dan Andre.""Mereka memang pasangan yang serasi. Aku senang mereka akhirnya menemukan jodoh masing-masing." Vina menghela napas. "Aku harap mereka bahagia selamanya.""Amin." Rubby mengangguk. "Eh, tapi kita juga harus bahagia, lho. Kita punya suami yang sayang dan anak-anak yang lucu.""Iya, iya. Kita juga beruntung." Vina mengakui. "Tapi kadang aku kangen masa-masa kita masih single dan bebas.""Ha, ha. Kau masih ingat malam terakhir kita sebelum menikah?" Rubby mengingatkan. "Kita b
"Aku pasti bisa!" Seru Andre mencoba menyemangati dirinya sendiri. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menekan bel rumah Lisa. Dia merasa gugup dan deg-degan, karena hari ini Andre akan menemui orang tua Lisa untuk meminta restu pernikahan mereka. Setelah lamaran yang Andre lakukan beberapa hari yang lalu, Andre memutuskan untuk menemui orang tua Lisa menyampaikan perihal pernikahan yang akan dilangsungkan. Setelah mendapatkan izin, akhirnya Lisa hanya menjalani rawat jalan. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka, dan Andre disambut oleh seorang wanita paruh baya yang ramah. Dia adalah ibu Lisa. "Andre, selamat datang. Kami sudah menunggumu," kata ibu Lisa. Wanita paruh baya itu memeluk Andre erat. "Ayo, Nak. Masuk! Ayah Lisa sudah menunggu." wanita tersebut mengajak Andre masuk ke dalam rumah setelah melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Bu. Maaf jika saya mengganggu," kata Andre sopan."Tidak mengganggu sama sekali. Ayo, masuk. Suamiku dan Lisa sudah menunggu di ruang
"Paman, apakah Andre dan Lisa akan bahagia? Atau ... Ada di antara satu yang akan menghilang di antara mereka?" tanya Rubby. Saat ini, Rubby dan Elvano sudah kembali ke kediaman setelah merayakan acara lamaran Andre dan Lisa. Rubby, mengelus-ngelus jakung suaminya itu dengan manja. Elvano yang sedang memainkan helaian rambut istrinya itu pun menjawab, "kita do'akan mereka yang terbaik. Semoga, saat Lisa menikah dengan Andre, penyakit Lisa diangkat oleh Tuhan." Rubby mengangguk, dia membenamkan wajahnya di dada Elvano. "Paman, apakah cintamu tetap utuh untukku?" tanya Rubby. Elvano medekap tubuh monster kecilnya semakin erat ke dalam pelukan. "Satu saja aku belum bisa membahagiakannya, bagaimana bisa cintaku dapat terbagi?"Rubby merasakan getaran baik dari tubuh Elvano dan mengabaikan gejolak dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Elvano dengan mata sayu. "Terima kasih, paman. Aku merasa sangat beruntung memiliki paman sepertimu."Elvano tersenyum, menepuk ringan pipi
"Yey! Selamat untuk kalian berdua!"Setelah Andre selesai melamar Lisa, para sahabatnya yang merupakan bagian dari rencana keluar dari persembunyian mereka. Mereka merasa senang dan gembira seperti Andre karena rencana tersebut sukses dilakukan. Sergio, Elvano, Vina, dan Rubby bergabung dengan Andre dan Lisa. "Wah, bro, selamat, ya! Semoga acara ke depannya lancar seperti jalan tol bebas hambatan!" ucap Elvano sambil mengulurkan tangannya ke arah Andre. Andre tersenyum bahagia, dia tidak menyangka jika momen tersebut terlaksana juga. Andre pun menyambut uluran tangan Elvano. "Thanks, ya! Tanpa kalian acara lamaran ini mungkin tidak akan berjalan dengan lancar," ucap Andre. Sergio menepuk-nepuk pundak Andre dengan gembira. "Jadi, kita sudah tidak akan berebutan wanita lagi ya, Ndre. Semoga bahagia!" ucap Sergio dengan semangat. Andre mengalihkan pandangannya ke arah Sergio. "Thanks bro. Aku merasa bersyukur memiliki kalian," jawab Andre. Sergio dan Elvano pun memeluk tubuh Andre.
Vina, Rubby, Sergio, dan Elvano berjalan menuju taman yang akan mereka dekorasi untuk acara lamaran Andre dan Lisa. Mereka membawa berbagai peralatan seperti balon, lilin, bunga, dan spanduk bertuliskan "Will You Marry Me?"."Ayo, cepat-cepat! Kita harus selesai sebelum Andre dan Lisa datang. Ini adalah hari yang sangat penting bagi mereka," ucap Vina sambil menggenggam erat sejumlah balon warna-warni. Rubby menimpali dengan senyum ceria, "Tentu saja, Vina. Kita akan membuat taman ini menjadi tempat yang tak terlupakan bagi keduanya."Sergio membuka kotak berisi lilin-lilin indah. "Kita perlu menyusunnya dengan rapi. Lilin-lilin ini akan memberikan sentuhan romantis saat malam tiba," kata Sergio seraya meletakkan lilin-lilin di meja yang telah mereka siapkan.Elvano menggantungkan spanduk dengan hati-hati. "Semua harus terlihat sempurna. Andre dan Lisa pasti akan terkejut dan bahagia melihat usaha kita," ujarnya penuh semangat.Saat mereka sibuk merapikan dekorasi, Vina menyelipkan p
"Andre!" Lisa berteriak saat melihat kekasihnya itu menampar pipi Gina. Andre sudah cukup sabar menghadapi sikap Gina selama ini. Seumur hidup, baru kali ini Andre mendaratkan tangannya kepada wanita. Dada Andre tampak naik turun, sedangkan Gina, tertunduk memegangi pipinya yang terasa perih. Gina tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan tamparan dari Andre. "Gina, selagi aku masih punya kesabaran, tolong tinggalkan ruangan ini," ujar Andre. Gina mengangkat wajahnya, menatap Andre dengan mata berkaca-kaca. "Paman, kau lebih memilih wanita kanker itu daripada aku, hah?! Selama kita berhubungan, kau tidak sekasar ini! Kenapa kau menamparku?!" ujar Gina di sela tangisnya. Lisa, wanita yang terkena kanker otak itu pun mencoba untuk bangun, dia mengusap punggung Andre, pria yang kini sedang dilanda amarah. "Ndre, kuasai dirimu," bisik Lisa lemah. Andre memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gina, hubungan kita sudah berakhir." Andre pun berlutut di hadapan Gina. Hal tersebut me
Dua bulan kemudian..."Apakah Kamu sekarang merasa lebih baik?" tanya Andre ketika pria itu menemani Lisa di taman belakang rumah sakit. Setelah mengambil keputusan yang berat, akhirnya Lisa diterbangkan ke Jakarta. Setelah menjalani perawatan intensif dan mencari dokter kanker yang bagus, kondisi Lisa pelan-pelan membaik. Walaupun kini kepala wanita itu telah botak akibat kemo. Namun, kecantikannya masih bisa terpancar dari wajahnya yang pucat. Lisa tersenyum lebar, "Terima kasih, Andre. Aku memang merasa lebih baik sekarang."Andre mengambil tempat di samping Lisa dan mengamati wajahnya. Meskipun terlihat lelah, Lisa tetap terlihat cantik dengan alis mata yang rapi dan senyum manis di bibirnya."Apa kabar yang lain?" tanya Lisa sambil menatap Andre.Andre mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, "Semua orang baik-baik saja." "Syukurlah jika mereka semua baik-baik saja." "Kamu jangan terlalu lama-lama di luar, ya. Nanti kalau kamu kena angin dan sakit lagi bagaimana?" ucap Andr