Di ruangan itu, kelima orang berkumpul. Tak ada yang memulai percakapan. Semuanya terdiam. Terlihat dari wajah Sergio yang masih tak terima dengan perlakuan Elvano yang menyerangnya tiba-tiba.Sementara itu, Rubby berusaha menenangkan Vina. Memeluk sahabatnya itu dengan kehangatan dan kekuatan, agar Vina selalu kuat."Vin, tolong jangan bersedih terus, ya. Kita semua ada untukmu. Kalau kau mau, tinggallah bersamaku. Aku akan memastikan bayimu aman dan kita akan membesarkannya bersama," ucap Rubby, sambil mengelus kepala Vina yang telah bersandar di bahunya."Aku bingung, Rubby. Saat ini aku benar-benar kacau. Dalam pikiranku, aku merasa tak berharga karena hanya dijadikan mainan dan kehadiranku tak diharapkan."Andre menghela nafas berat mendengar obrolan Rubby dan Vina. Dia membuang pandangannya kepada Sergio, pria yang menjadi dalang dalam masalah ini."Gio, aku ingin bertanya dan memastikan. Apakah kau benar memang tidak menginginkan anak itu?" tegas Andre.Sergio menatap Andre den
Sergio melangkah memasuki sebuah klub malam. Apakah ini kudeta hati nurani, atau murni munafik, ia tak tahu. Hanya rasa bosan yang terus menggerogoti. Ia ingin mencari kebahagiaan, melepaskan seluruh kekecewaan di hari itu. Ia berjalan menyusuri lorong hingar-bingar, mencari muka asing yang bisa melepaskan kekesalan di hatinya.Sepatunya melangkah ke arah kursi sofa paling pojok. "Haaa...!" Sergio membuang nafas berat, menjatuhkan tubuhnya di atas sofa itu. "Bangsat, aku merasa seperti terbuang oleh sahabat-sahabatku!" Sergio memekik dengan kepala menopang kepalanya pada sandaran sofa.Suara musik techno yang mendominasi ruangan, ditambah cahaya berkedip dari sorot lampu laser, mengajak Sergio semakin terjebak dalam lentera kegelapan klub malam itu. Beban perasaan semakin hilang, digantikan amarah yang dibalut rasa menyesal.Tiba-tiba, seorang wanita menjatuhkan bokongnya di samping Sergio. "Sepertinya, kau sedang frustasi, Gio," ucap wanita itu.Sergio membuka matanya, dengan kepala
"Ayo, segera! Kita harus bertemu dengan Elvano, sebelum Anderson benar-benar hancur," ajak Almero yang tampak tergesa-gesa menuju ke arah mobil."Iya, ini juga aku menyusul. Bisa sabar, nggak sih!" Soraya berjalan tergopoh-gopoh menuju Almero.Suami-istri itu segera menaiki mobil mereka. Setelah berdiskusi dan berpikir, mereka akhirnya mengalah. Jika Anderson akan mereka berikan kepada Rubby. Melihat profit perusahaan mereka yang terus turun dengan terjal membuat Almero mengambil keputusan tersebut walaupun dengan hati yang berat."Ayah, apa kau yakin kita akan disambut di kediaman Patrice?" tanya Soraya membuka pembicaraan."Tentu, kita sudah menelpon mereka tapi nomor mereka tidak dapat dihubungi. Kalau terus-terusan begini, aku benar harus gulung tikar!" jawab Almero."Lalu, apakah Emily juga akan ikut tinggal bersama kita jika Anderson dialihkan kepada Rubby?"Almero tampak berpikir, yang jadi masalahnya, apakah mereka yang akan ditendang atau menyiapkan rumah yang layak untuk Emi
"Haa... Rasanya segar sekali sehabis mandi," gumam Vina sambil berdiri di atas balkon, menikmati udara malam yang membuat dirinya begitu terlepas.Pikiran Vina kini jauh berkelana. Tiba-tiba saja, dia teringat dengan Sergio. Entahlah, dia adalah wanita yang bodoh atau sedang dibutakan oleh cinta. Bahkan sampai Sergio menghancurkan dirinya hingga berkeping-keping, dirinya masih tidak bisa membuang bayangan pria brengsek itu.Tok tok tokVina terhenyak dari lamunan saat mendengar pintu kamarnya diketuk. "Sebentar!" seru Vina, dia berlari kecil ke arah pintu. "Krek!" pintu di hadapannya pun terbuka."Nyonya, Tuan Andre meminta Anda untuk menemuinya di meja makan," ucap pelayan yang sudah berdiri di depan pintu kamar."Terima kasih, sebentar lagi aku akan ke sana," jawab Vina dengan tersenyum tipis. Pelayan itu mengangguk hormat dan kemudian pergi menjalankan tugasnya yang lain.Vina menarik nafas dalam-dalam, mencoba merasakan kedamaian yang sempat dia rasakan sebelumnya di balkon. Dia t
"Andre! Aku ingin bicara!" Sergio berteriak di depan pintu kediaman Andre.Beberapa petugas keamanan datang untuk mencoba menenangkan Sergio yang mengamuk. Setelah berpikir, Sergio tidak bisa membiarkan Vina begitu saja. Di satu sisi, gara-gara Vina, dia sering muntah dan merasa ngidam, dan menginginkan sesuatu di luar nalarnya."Tuan Sergio, Tuan sedang istirahat. Tolong, jika Anda ada keperluan, Anda bisa datang besok pagi," ucap petugas keamanan di kediaman Andre."Katakan kepada Tuanmu, aku ingin menjemput wanita yang dia bawa! Aku akan mengembalikan uangnya. Tapi berikan Vina kepadaku!" Sergio memekik.Petugas keamanan saling pandang. Mereka memeriksa ulang apakah situasi aman sebelum berbicara. Salah satu dari mereka langsung menghubungi Andre melalui telepon, memberitahu bahwa Sergio berada di pintu dan ingin bicara dengannya. Andre pun keluar untuk berbicara dengan Sergio."Kenapa kamu berteriak-teriak di depan pintu rumahku, Sergio?" tanya Andre dengan tenang, tapi matanya pe
Sergio menundukkan kepalanya, kesal dan bingung. "Aku... Aku tidak tahu, Ndre. Aku... Aku sungguh menginginkan Vina, tapi... Aku juga tidak ingin mengecewakan keluargaku, membuat mereka dipermalukan. Aku benar-benar terjepit," ujarnya dengan suara bergetar."Kadang, Gio, kita memang harus membuat keputusan yang berat dalam hidup ini. Apakah yang lebih penting bagimu sekarang, kebahagiaan Vina atau mengejar nama baik keluarga?" tanya Andre dengan serius, mencoba membantu Sergio dalam membuat keputusan. Walaupun hatinya kini tersayat, namun Andre mencoba untuk tidak egois demi persahabatan dan wanita yang dicintainya.Sergio terdiam, menatap Andre dan mencoba meraba apa yang ada dalam hatinya. Setelah berpikir beberapa saat, ia menggelengkan kepala dan berkata, "Kau benar, Ndre. Aku harus memilih kebahagiaan Vina. Aku mencintainya, dan aku tidak ingin melihatnya menderita karena pernikahan ini."Andre menghela napas lega, kemudian menepuk bahu Sergio. "Baiklah, Gio. Aku akan melepaskan
Elvano perlahan-lahan membuka jendela kamar Rubby. Sinar matahari pagi itu menghiasi wajah cantik yang tengah tertidur lelap dan pulas, menampakkan sisi polos Rubby yang tak pernah terlihat saat ia merajuk. Elvano tersenyum, menyimpan kejutan kecil di balik punggungnya."Hei, monster kecilku, sudah saatnya terbangun," ujar Elvano pelan, dengan menepuk-nepuk pelan wajah Rubby.Rubby yang masih terlelap dalam tidurnya, mendengus sebelum akhirnya membuka matanya dan menatap Elvano dengan ekor mata. Gerakannya lambat, tak ingin melepaskan genggaman dari mimpi indah yang nyaris membuatnya melupakan kisruh yang terjadi semalam."Hmm ... Paman, mengapa kamu membangunkanku pagi-pagi begini? Apakah Paman ingin menggoda ku?" balasnya dengan suara yang lemah, seraya merajuk.Elvano tertawa kecil dan mengangkat kejutan yang tersimpan di balik punggungnya. "Ini dia, Rubby. Aku membawakan mu sarapan spesial yang kupersiapkan. Mungkin ini bisa mengobati kekesalan mu tadi malam," katanya sambil melet
Rubby dan Elvano tiba di gedung perusahaan Patrice, Almero dan Soraya sudah menunggu di ruang rapat. Mereka terlihat agak tegang, namun tetap ramah saat menyambut kedatangan Elvano dan Rubby."Rubby, kamu tampak cantik sekali! Sementara itu, Elvano, aku senang melihat kamu dalam keadaan yang baik," ujar Soraya ramah."Tidak perlu basa-basi. kita langsung ke intinya saja." kata Rubby dengan nada sinis.Elvano mengejapkan matanya, sedikit terkejut dengan nada Rubby yang tiba-tiba berubah. Namun dia mengangguk dengan setuju dan segera membawa diskusi ke topik yang serius. "Baiklah, kita akan membahas rencana pengalihan Grup Anderson kepada pewaris yang sesungguhnya. Yaitu, Rubby Anderson. Jadi, aku sudah katakan. Jika kalian datang ke grup Pratoce, itu artinya kalian setuju dengan pengalihan ini beserta syarat-syaratnya," ucap Elvano membuka percakapan. Walaupun Almero dan Soroya sudah tahu mengenai syarat-syarat yang diajukan, mereka berdua masih terlihat agak ragu namun tertarik denga
Di ballroom hotel, Rubby, Elvano, Vina dan Sergio. Dua pasangan suami istri itu sedang menunggu dengan antusias. Mereka membawa anak-anak mereka, Amora dan Vincent, di gendongan mereka. Mereka ingin melihat Lisa dan Andre yang akan menikah tidak sabar melihat penampilan ratu dan raja untuk hari ini.Elvano, memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Monster kecil, kita pernah melewati banyak halangan. Mulai dari sebuah ikatan kontrak hingga berjanji untuk bersama selamanya. Maaf, jika selama ini aku belum bisa membahagiakanmu," bisak Elvano ketika dia melihat dekorasi pernikahan Andre dan Lisa yang tampak begitu mewah. Rubby menggendong Amora yang sedang tertidur pun menjawab, "Kita sudah berkomitmen, Paman. Pernikahan yang kita lakukan di dekat pantai juga cukup manis dan berkesan untukku. Dan sekarang, aku bahagia memilikimu, Paman. Semoga kebahagiaan kita terus terjaga hingga akhir hayat kita." Elvano mengecup lembut pipi Monster Kecilnya. "Terima kasih, Monster Kecil. Karena sudah m
Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Di ballroom hotel, dekorasi pernikahan sudah siap. Bunga-bunga putih dan merah muda menghiasi meja dan kursi tamu. Di panggung, ada pelaminan yang megah dengan tirai-tirai putih dan lampu-lampu berkilau. Di sana, Andre dan Lisa akan mengucapkan janji suci mereka sebagai suami istri.Di ruang rias, Lisa duduk di kursi roda dengan gaun pengantin putih yang indah. Rambutnya yang pendek dihiasi dengan mahkota bunga. Wajahnya yang pucat tampak berseri-seri dengan senyum bahagia. Hari ini, ia akan menikah dengan Andre, dokter yang telah menemaninya selama ia menderita kanker otak. Andre adalah cinta pertama dan terakhirnya. Ia tidak peduli jika hidupnya tidak akan lama lagi. Yang penting, ia bisa merasakan cinta sejati dari Andre.Lisa menatap wajahnya di pantulan cermin dengan senyuman yang selalu terbit dibibirnya. "Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku akan menikah dengan Andre, pria yang paling aku cintai di dunia ini.
Rubby dan Vina berjalan masuk ke gedung pernikahan yang megah dan mewah. Mereka adalah sahabat dari Lisa, mempelai wanita yang akan menikah besok dengan Andre. Mereka datang untuk membantu mengurus persiapan acara, seperti dekorasi, catering, dan undangan."Wow, lihat itu!" Vina menunjuk ke langit-langit yang dipenuhi dengan balon berwarna-warni. "Ini pasti ide Lisa. Dia suka sekali balon.""Ya, dia memang anak kecil yang besar." Rubby tertawa. "Tapi aku suka dekorasinya. Simpel tapi manis. Seperti Lisa dan Andre.""Mereka memang pasangan yang serasi. Aku senang mereka akhirnya menemukan jodoh masing-masing." Vina menghela napas. "Aku harap mereka bahagia selamanya.""Amin." Rubby mengangguk. "Eh, tapi kita juga harus bahagia, lho. Kita punya suami yang sayang dan anak-anak yang lucu.""Iya, iya. Kita juga beruntung." Vina mengakui. "Tapi kadang aku kangen masa-masa kita masih single dan bebas.""Ha, ha. Kau masih ingat malam terakhir kita sebelum menikah?" Rubby mengingatkan. "Kita b
"Aku pasti bisa!" Seru Andre mencoba menyemangati dirinya sendiri. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menekan bel rumah Lisa. Dia merasa gugup dan deg-degan, karena hari ini Andre akan menemui orang tua Lisa untuk meminta restu pernikahan mereka. Setelah lamaran yang Andre lakukan beberapa hari yang lalu, Andre memutuskan untuk menemui orang tua Lisa menyampaikan perihal pernikahan yang akan dilangsungkan. Setelah mendapatkan izin, akhirnya Lisa hanya menjalani rawat jalan. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka, dan Andre disambut oleh seorang wanita paruh baya yang ramah. Dia adalah ibu Lisa. "Andre, selamat datang. Kami sudah menunggumu," kata ibu Lisa. Wanita paruh baya itu memeluk Andre erat. "Ayo, Nak. Masuk! Ayah Lisa sudah menunggu." wanita tersebut mengajak Andre masuk ke dalam rumah setelah melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Bu. Maaf jika saya mengganggu," kata Andre sopan."Tidak mengganggu sama sekali. Ayo, masuk. Suamiku dan Lisa sudah menunggu di ruang
"Paman, apakah Andre dan Lisa akan bahagia? Atau ... Ada di antara satu yang akan menghilang di antara mereka?" tanya Rubby. Saat ini, Rubby dan Elvano sudah kembali ke kediaman setelah merayakan acara lamaran Andre dan Lisa. Rubby, mengelus-ngelus jakung suaminya itu dengan manja. Elvano yang sedang memainkan helaian rambut istrinya itu pun menjawab, "kita do'akan mereka yang terbaik. Semoga, saat Lisa menikah dengan Andre, penyakit Lisa diangkat oleh Tuhan." Rubby mengangguk, dia membenamkan wajahnya di dada Elvano. "Paman, apakah cintamu tetap utuh untukku?" tanya Rubby. Elvano medekap tubuh monster kecilnya semakin erat ke dalam pelukan. "Satu saja aku belum bisa membahagiakannya, bagaimana bisa cintaku dapat terbagi?"Rubby merasakan getaran baik dari tubuh Elvano dan mengabaikan gejolak dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Elvano dengan mata sayu. "Terima kasih, paman. Aku merasa sangat beruntung memiliki paman sepertimu."Elvano tersenyum, menepuk ringan pipi
"Yey! Selamat untuk kalian berdua!"Setelah Andre selesai melamar Lisa, para sahabatnya yang merupakan bagian dari rencana keluar dari persembunyian mereka. Mereka merasa senang dan gembira seperti Andre karena rencana tersebut sukses dilakukan. Sergio, Elvano, Vina, dan Rubby bergabung dengan Andre dan Lisa. "Wah, bro, selamat, ya! Semoga acara ke depannya lancar seperti jalan tol bebas hambatan!" ucap Elvano sambil mengulurkan tangannya ke arah Andre. Andre tersenyum bahagia, dia tidak menyangka jika momen tersebut terlaksana juga. Andre pun menyambut uluran tangan Elvano. "Thanks, ya! Tanpa kalian acara lamaran ini mungkin tidak akan berjalan dengan lancar," ucap Andre. Sergio menepuk-nepuk pundak Andre dengan gembira. "Jadi, kita sudah tidak akan berebutan wanita lagi ya, Ndre. Semoga bahagia!" ucap Sergio dengan semangat. Andre mengalihkan pandangannya ke arah Sergio. "Thanks bro. Aku merasa bersyukur memiliki kalian," jawab Andre. Sergio dan Elvano pun memeluk tubuh Andre.
Vina, Rubby, Sergio, dan Elvano berjalan menuju taman yang akan mereka dekorasi untuk acara lamaran Andre dan Lisa. Mereka membawa berbagai peralatan seperti balon, lilin, bunga, dan spanduk bertuliskan "Will You Marry Me?"."Ayo, cepat-cepat! Kita harus selesai sebelum Andre dan Lisa datang. Ini adalah hari yang sangat penting bagi mereka," ucap Vina sambil menggenggam erat sejumlah balon warna-warni. Rubby menimpali dengan senyum ceria, "Tentu saja, Vina. Kita akan membuat taman ini menjadi tempat yang tak terlupakan bagi keduanya."Sergio membuka kotak berisi lilin-lilin indah. "Kita perlu menyusunnya dengan rapi. Lilin-lilin ini akan memberikan sentuhan romantis saat malam tiba," kata Sergio seraya meletakkan lilin-lilin di meja yang telah mereka siapkan.Elvano menggantungkan spanduk dengan hati-hati. "Semua harus terlihat sempurna. Andre dan Lisa pasti akan terkejut dan bahagia melihat usaha kita," ujarnya penuh semangat.Saat mereka sibuk merapikan dekorasi, Vina menyelipkan p
"Andre!" Lisa berteriak saat melihat kekasihnya itu menampar pipi Gina. Andre sudah cukup sabar menghadapi sikap Gina selama ini. Seumur hidup, baru kali ini Andre mendaratkan tangannya kepada wanita. Dada Andre tampak naik turun, sedangkan Gina, tertunduk memegangi pipinya yang terasa perih. Gina tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan tamparan dari Andre. "Gina, selagi aku masih punya kesabaran, tolong tinggalkan ruangan ini," ujar Andre. Gina mengangkat wajahnya, menatap Andre dengan mata berkaca-kaca. "Paman, kau lebih memilih wanita kanker itu daripada aku, hah?! Selama kita berhubungan, kau tidak sekasar ini! Kenapa kau menamparku?!" ujar Gina di sela tangisnya. Lisa, wanita yang terkena kanker otak itu pun mencoba untuk bangun, dia mengusap punggung Andre, pria yang kini sedang dilanda amarah. "Ndre, kuasai dirimu," bisik Lisa lemah. Andre memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gina, hubungan kita sudah berakhir." Andre pun berlutut di hadapan Gina. Hal tersebut me
Dua bulan kemudian..."Apakah Kamu sekarang merasa lebih baik?" tanya Andre ketika pria itu menemani Lisa di taman belakang rumah sakit. Setelah mengambil keputusan yang berat, akhirnya Lisa diterbangkan ke Jakarta. Setelah menjalani perawatan intensif dan mencari dokter kanker yang bagus, kondisi Lisa pelan-pelan membaik. Walaupun kini kepala wanita itu telah botak akibat kemo. Namun, kecantikannya masih bisa terpancar dari wajahnya yang pucat. Lisa tersenyum lebar, "Terima kasih, Andre. Aku memang merasa lebih baik sekarang."Andre mengambil tempat di samping Lisa dan mengamati wajahnya. Meskipun terlihat lelah, Lisa tetap terlihat cantik dengan alis mata yang rapi dan senyum manis di bibirnya."Apa kabar yang lain?" tanya Lisa sambil menatap Andre.Andre mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, "Semua orang baik-baik saja." "Syukurlah jika mereka semua baik-baik saja." "Kamu jangan terlalu lama-lama di luar, ya. Nanti kalau kamu kena angin dan sakit lagi bagaimana?" ucap Andr