"Andre! Aku ingin bicara!" Sergio berteriak di depan pintu kediaman Andre.Beberapa petugas keamanan datang untuk mencoba menenangkan Sergio yang mengamuk. Setelah berpikir, Sergio tidak bisa membiarkan Vina begitu saja. Di satu sisi, gara-gara Vina, dia sering muntah dan merasa ngidam, dan menginginkan sesuatu di luar nalarnya."Tuan Sergio, Tuan sedang istirahat. Tolong, jika Anda ada keperluan, Anda bisa datang besok pagi," ucap petugas keamanan di kediaman Andre."Katakan kepada Tuanmu, aku ingin menjemput wanita yang dia bawa! Aku akan mengembalikan uangnya. Tapi berikan Vina kepadaku!" Sergio memekik.Petugas keamanan saling pandang. Mereka memeriksa ulang apakah situasi aman sebelum berbicara. Salah satu dari mereka langsung menghubungi Andre melalui telepon, memberitahu bahwa Sergio berada di pintu dan ingin bicara dengannya. Andre pun keluar untuk berbicara dengan Sergio."Kenapa kamu berteriak-teriak di depan pintu rumahku, Sergio?" tanya Andre dengan tenang, tapi matanya pe
Sergio menundukkan kepalanya, kesal dan bingung. "Aku... Aku tidak tahu, Ndre. Aku... Aku sungguh menginginkan Vina, tapi... Aku juga tidak ingin mengecewakan keluargaku, membuat mereka dipermalukan. Aku benar-benar terjepit," ujarnya dengan suara bergetar."Kadang, Gio, kita memang harus membuat keputusan yang berat dalam hidup ini. Apakah yang lebih penting bagimu sekarang, kebahagiaan Vina atau mengejar nama baik keluarga?" tanya Andre dengan serius, mencoba membantu Sergio dalam membuat keputusan. Walaupun hatinya kini tersayat, namun Andre mencoba untuk tidak egois demi persahabatan dan wanita yang dicintainya.Sergio terdiam, menatap Andre dan mencoba meraba apa yang ada dalam hatinya. Setelah berpikir beberapa saat, ia menggelengkan kepala dan berkata, "Kau benar, Ndre. Aku harus memilih kebahagiaan Vina. Aku mencintainya, dan aku tidak ingin melihatnya menderita karena pernikahan ini."Andre menghela napas lega, kemudian menepuk bahu Sergio. "Baiklah, Gio. Aku akan melepaskan
Elvano perlahan-lahan membuka jendela kamar Rubby. Sinar matahari pagi itu menghiasi wajah cantik yang tengah tertidur lelap dan pulas, menampakkan sisi polos Rubby yang tak pernah terlihat saat ia merajuk. Elvano tersenyum, menyimpan kejutan kecil di balik punggungnya."Hei, monster kecilku, sudah saatnya terbangun," ujar Elvano pelan, dengan menepuk-nepuk pelan wajah Rubby.Rubby yang masih terlelap dalam tidurnya, mendengus sebelum akhirnya membuka matanya dan menatap Elvano dengan ekor mata. Gerakannya lambat, tak ingin melepaskan genggaman dari mimpi indah yang nyaris membuatnya melupakan kisruh yang terjadi semalam."Hmm ... Paman, mengapa kamu membangunkanku pagi-pagi begini? Apakah Paman ingin menggoda ku?" balasnya dengan suara yang lemah, seraya merajuk.Elvano tertawa kecil dan mengangkat kejutan yang tersimpan di balik punggungnya. "Ini dia, Rubby. Aku membawakan mu sarapan spesial yang kupersiapkan. Mungkin ini bisa mengobati kekesalan mu tadi malam," katanya sambil melet
Rubby dan Elvano tiba di gedung perusahaan Patrice, Almero dan Soraya sudah menunggu di ruang rapat. Mereka terlihat agak tegang, namun tetap ramah saat menyambut kedatangan Elvano dan Rubby."Rubby, kamu tampak cantik sekali! Sementara itu, Elvano, aku senang melihat kamu dalam keadaan yang baik," ujar Soraya ramah."Tidak perlu basa-basi. kita langsung ke intinya saja." kata Rubby dengan nada sinis.Elvano mengejapkan matanya, sedikit terkejut dengan nada Rubby yang tiba-tiba berubah. Namun dia mengangguk dengan setuju dan segera membawa diskusi ke topik yang serius. "Baiklah, kita akan membahas rencana pengalihan Grup Anderson kepada pewaris yang sesungguhnya. Yaitu, Rubby Anderson. Jadi, aku sudah katakan. Jika kalian datang ke grup Pratoce, itu artinya kalian setuju dengan pengalihan ini beserta syarat-syaratnya," ucap Elvano membuka percakapan. Walaupun Almero dan Soroya sudah tahu mengenai syarat-syarat yang diajukan, mereka berdua masih terlihat agak ragu namun tertarik denga
"Paman, terima kasih karena sudah mengembalikan Anderson kepadaku dan juga ibuku," ucap Rubby saat Soraya dan Almero sudah berlalu pergi. "Kemari dan duduk di sini." Elvano menepuk-nepuk pahanya. Meminta Monster Kecilnya untuk duduk di pangkuan. Rubby yang duduk di sofa berlari kecil. Dengan manja, wanita itu duduk di pangkuan Elvano, mengalungkan kedua tangannya di leher pria yang berbeda umur 14 tahun itu."Setelah ini, kau ingin apa?" tanya Elvano. "Umm ...," Rubby terlihat berpikir, dia bingung harus berbuat apa ke depannya. "Aku tidak tahu, Paman. Ku rasa, jarak antara pernikahan kita tinggal sedikit lagi, ya, Paman," ucap Rubby, wajahnya tersirat kesedihan saat dia berkata demikian. Ada perih saat mendengar Rubby mengatakan hal demikian. Namun, dia juga tidak bisa egois. Rubby masih muda dan pernikahan ini hanyalah pernikahan kontrak. Jika Rubby ingin pergi meninggalkannya, tentu Elvano harus berlapang dada menerima hal itu. Meski dia memohon agar Rubby tetap berada di sisiny
"Paman, aku ingin itu," tunjuk Rubby ke arah penjual kaki lima saat mobil yang dikendarai oleh Elvano berhenti karena lampu merah."Kamu ingin gulali? Kamu ini sudah dewasa, loh! Jangan makan yang manis-manis karena kamu sudah manis. Diabetes aku lama-lama," ucap Elvano."Aku ingin, Paman. Sejak menikah dengan paman, aku sangat jarang membeli jajanan," Rubby terlihat menekuk wajahnya.Tit... Tit... Tit!Suara klason mobil dari beberapa pengendara lainnya mengagetkan Elvano. Dia dengan cepat menepikan mobilnya di bahu jalan karena tidak ingin Monster Kecilnya itu merajuk."Oke, aku belikan, tapi ingat ya, satu saja. Setelah itu kita ke rumah ibu untuk mengajak ibumu makan malam bersama sekaligus memberikan kabar gembira jika Anderson kini sudah menjadi milikmu," ucap Elvano.Rubby mengangguk. "Umm... Baik, aku setuju jika demikian."Elvano mengelus pucuk kepala Rubby dengan sayang sambil tersenyum. "Tunggu di sini, aku akan pergi membelikan untukmu.""Oke!"Elvano segera turun dari mobi
"Tuhan, tolong! Selamatkanlah Monster kecilku. Aku belum sanggup kehilangan dia. Kuharap Engkau mengabulkan permohonanku," pinta Elvano dalam doa yang dia panjatkan.Samar-samar, Elvano mendengar suara derap langkah kaki orang berlari. Kini, bajunya terdapat darah yang masih menempel. Elvano segera berdiri, dia menatap ke arah Andre dengan air mata yang seketika tumpah."Bro...," ucapannya tergantung, dia memeluk tubuh Andre dengan punggung bergetar."Vano, tenang, tolong kontrol dirimu. Semoga Rubby tidak apa-apa," ucap Andre dengan lirih, dia mengusap punggung Elvano, mencoba memberikan kekuatan dari usapannya."Aku tidak akan memanfaatkan diriku sendiri, Ndre, jika terjadi sesuatu kepada Rubby. Karena aku telah gagal menjaganya," ucap Elvano di sela tangisnya.Andre meneguk salivanya dalam-dalam, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menghibur Elvano. "Kau tidak gagal menjaganya, Vano. Ini bukan salahmu. Kita semua tahu betapa kau
Keringat dingin mulai mengucur di dahi Vina. Ia tidak menyangka bahwa perkenalan ini akan berlangsung begitu terbuka dan menegangkan. Namun, Gio tetap berdiri di sampingnya, menunjukkan dukungan yang tidak goyah.Sergio menatap ke arah Bella, adiknya. "Kau mengkhawatirkan tentang keluarga Vortex? Aku yang akan menemui mereka dan menjelaskan semuanya!" ujar Gio penuh ketegasan."Kau pikir kau berhadapan dengan siapa, Sergio Emerson! Kau datang membawa aib dan ingin menjelaskan masalah ini kepada Vortex bersama wanita tidak tahu diri ini?" Julius angkat bicara. Dia menatap ke arah Vina dengan tajam.Vina tertunduk. Ternyata, dugaan Vina yang membayangkan keluarga Sergio ramah dan hangat hanya khayalannya saja. Nyatanya, mereka yang berada di dalam ruangan ini menatapnya dengan sinis dan memberikan pandangan mencemooh."Ini sudah keputusanku! Keberatan dan tidak, aku akan menikahinya. Karena dia sedang mengandung anakku!" jawab Gio penuh keyakinan.
Di ballroom hotel, Rubby, Elvano, Vina dan Sergio. Dua pasangan suami istri itu sedang menunggu dengan antusias. Mereka membawa anak-anak mereka, Amora dan Vincent, di gendongan mereka. Mereka ingin melihat Lisa dan Andre yang akan menikah tidak sabar melihat penampilan ratu dan raja untuk hari ini.Elvano, memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Monster kecil, kita pernah melewati banyak halangan. Mulai dari sebuah ikatan kontrak hingga berjanji untuk bersama selamanya. Maaf, jika selama ini aku belum bisa membahagiakanmu," bisak Elvano ketika dia melihat dekorasi pernikahan Andre dan Lisa yang tampak begitu mewah. Rubby menggendong Amora yang sedang tertidur pun menjawab, "Kita sudah berkomitmen, Paman. Pernikahan yang kita lakukan di dekat pantai juga cukup manis dan berkesan untukku. Dan sekarang, aku bahagia memilikimu, Paman. Semoga kebahagiaan kita terus terjaga hingga akhir hayat kita." Elvano mengecup lembut pipi Monster Kecilnya. "Terima kasih, Monster Kecil. Karena sudah m
Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Di ballroom hotel, dekorasi pernikahan sudah siap. Bunga-bunga putih dan merah muda menghiasi meja dan kursi tamu. Di panggung, ada pelaminan yang megah dengan tirai-tirai putih dan lampu-lampu berkilau. Di sana, Andre dan Lisa akan mengucapkan janji suci mereka sebagai suami istri.Di ruang rias, Lisa duduk di kursi roda dengan gaun pengantin putih yang indah. Rambutnya yang pendek dihiasi dengan mahkota bunga. Wajahnya yang pucat tampak berseri-seri dengan senyum bahagia. Hari ini, ia akan menikah dengan Andre, dokter yang telah menemaninya selama ia menderita kanker otak. Andre adalah cinta pertama dan terakhirnya. Ia tidak peduli jika hidupnya tidak akan lama lagi. Yang penting, ia bisa merasakan cinta sejati dari Andre.Lisa menatap wajahnya di pantulan cermin dengan senyuman yang selalu terbit dibibirnya. "Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku akan menikah dengan Andre, pria yang paling aku cintai di dunia ini.
Rubby dan Vina berjalan masuk ke gedung pernikahan yang megah dan mewah. Mereka adalah sahabat dari Lisa, mempelai wanita yang akan menikah besok dengan Andre. Mereka datang untuk membantu mengurus persiapan acara, seperti dekorasi, catering, dan undangan."Wow, lihat itu!" Vina menunjuk ke langit-langit yang dipenuhi dengan balon berwarna-warni. "Ini pasti ide Lisa. Dia suka sekali balon.""Ya, dia memang anak kecil yang besar." Rubby tertawa. "Tapi aku suka dekorasinya. Simpel tapi manis. Seperti Lisa dan Andre.""Mereka memang pasangan yang serasi. Aku senang mereka akhirnya menemukan jodoh masing-masing." Vina menghela napas. "Aku harap mereka bahagia selamanya.""Amin." Rubby mengangguk. "Eh, tapi kita juga harus bahagia, lho. Kita punya suami yang sayang dan anak-anak yang lucu.""Iya, iya. Kita juga beruntung." Vina mengakui. "Tapi kadang aku kangen masa-masa kita masih single dan bebas.""Ha, ha. Kau masih ingat malam terakhir kita sebelum menikah?" Rubby mengingatkan. "Kita b
"Aku pasti bisa!" Seru Andre mencoba menyemangati dirinya sendiri. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menekan bel rumah Lisa. Dia merasa gugup dan deg-degan, karena hari ini Andre akan menemui orang tua Lisa untuk meminta restu pernikahan mereka. Setelah lamaran yang Andre lakukan beberapa hari yang lalu, Andre memutuskan untuk menemui orang tua Lisa menyampaikan perihal pernikahan yang akan dilangsungkan. Setelah mendapatkan izin, akhirnya Lisa hanya menjalani rawat jalan. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka, dan Andre disambut oleh seorang wanita paruh baya yang ramah. Dia adalah ibu Lisa. "Andre, selamat datang. Kami sudah menunggumu," kata ibu Lisa. Wanita paruh baya itu memeluk Andre erat. "Ayo, Nak. Masuk! Ayah Lisa sudah menunggu." wanita tersebut mengajak Andre masuk ke dalam rumah setelah melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Bu. Maaf jika saya mengganggu," kata Andre sopan."Tidak mengganggu sama sekali. Ayo, masuk. Suamiku dan Lisa sudah menunggu di ruang
"Paman, apakah Andre dan Lisa akan bahagia? Atau ... Ada di antara satu yang akan menghilang di antara mereka?" tanya Rubby. Saat ini, Rubby dan Elvano sudah kembali ke kediaman setelah merayakan acara lamaran Andre dan Lisa. Rubby, mengelus-ngelus jakung suaminya itu dengan manja. Elvano yang sedang memainkan helaian rambut istrinya itu pun menjawab, "kita do'akan mereka yang terbaik. Semoga, saat Lisa menikah dengan Andre, penyakit Lisa diangkat oleh Tuhan." Rubby mengangguk, dia membenamkan wajahnya di dada Elvano. "Paman, apakah cintamu tetap utuh untukku?" tanya Rubby. Elvano medekap tubuh monster kecilnya semakin erat ke dalam pelukan. "Satu saja aku belum bisa membahagiakannya, bagaimana bisa cintaku dapat terbagi?"Rubby merasakan getaran baik dari tubuh Elvano dan mengabaikan gejolak dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Elvano dengan mata sayu. "Terima kasih, paman. Aku merasa sangat beruntung memiliki paman sepertimu."Elvano tersenyum, menepuk ringan pipi
"Yey! Selamat untuk kalian berdua!"Setelah Andre selesai melamar Lisa, para sahabatnya yang merupakan bagian dari rencana keluar dari persembunyian mereka. Mereka merasa senang dan gembira seperti Andre karena rencana tersebut sukses dilakukan. Sergio, Elvano, Vina, dan Rubby bergabung dengan Andre dan Lisa. "Wah, bro, selamat, ya! Semoga acara ke depannya lancar seperti jalan tol bebas hambatan!" ucap Elvano sambil mengulurkan tangannya ke arah Andre. Andre tersenyum bahagia, dia tidak menyangka jika momen tersebut terlaksana juga. Andre pun menyambut uluran tangan Elvano. "Thanks, ya! Tanpa kalian acara lamaran ini mungkin tidak akan berjalan dengan lancar," ucap Andre. Sergio menepuk-nepuk pundak Andre dengan gembira. "Jadi, kita sudah tidak akan berebutan wanita lagi ya, Ndre. Semoga bahagia!" ucap Sergio dengan semangat. Andre mengalihkan pandangannya ke arah Sergio. "Thanks bro. Aku merasa bersyukur memiliki kalian," jawab Andre. Sergio dan Elvano pun memeluk tubuh Andre.
Vina, Rubby, Sergio, dan Elvano berjalan menuju taman yang akan mereka dekorasi untuk acara lamaran Andre dan Lisa. Mereka membawa berbagai peralatan seperti balon, lilin, bunga, dan spanduk bertuliskan "Will You Marry Me?"."Ayo, cepat-cepat! Kita harus selesai sebelum Andre dan Lisa datang. Ini adalah hari yang sangat penting bagi mereka," ucap Vina sambil menggenggam erat sejumlah balon warna-warni. Rubby menimpali dengan senyum ceria, "Tentu saja, Vina. Kita akan membuat taman ini menjadi tempat yang tak terlupakan bagi keduanya."Sergio membuka kotak berisi lilin-lilin indah. "Kita perlu menyusunnya dengan rapi. Lilin-lilin ini akan memberikan sentuhan romantis saat malam tiba," kata Sergio seraya meletakkan lilin-lilin di meja yang telah mereka siapkan.Elvano menggantungkan spanduk dengan hati-hati. "Semua harus terlihat sempurna. Andre dan Lisa pasti akan terkejut dan bahagia melihat usaha kita," ujarnya penuh semangat.Saat mereka sibuk merapikan dekorasi, Vina menyelipkan p
"Andre!" Lisa berteriak saat melihat kekasihnya itu menampar pipi Gina. Andre sudah cukup sabar menghadapi sikap Gina selama ini. Seumur hidup, baru kali ini Andre mendaratkan tangannya kepada wanita. Dada Andre tampak naik turun, sedangkan Gina, tertunduk memegangi pipinya yang terasa perih. Gina tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan tamparan dari Andre. "Gina, selagi aku masih punya kesabaran, tolong tinggalkan ruangan ini," ujar Andre. Gina mengangkat wajahnya, menatap Andre dengan mata berkaca-kaca. "Paman, kau lebih memilih wanita kanker itu daripada aku, hah?! Selama kita berhubungan, kau tidak sekasar ini! Kenapa kau menamparku?!" ujar Gina di sela tangisnya. Lisa, wanita yang terkena kanker otak itu pun mencoba untuk bangun, dia mengusap punggung Andre, pria yang kini sedang dilanda amarah. "Ndre, kuasai dirimu," bisik Lisa lemah. Andre memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gina, hubungan kita sudah berakhir." Andre pun berlutut di hadapan Gina. Hal tersebut me
Dua bulan kemudian..."Apakah Kamu sekarang merasa lebih baik?" tanya Andre ketika pria itu menemani Lisa di taman belakang rumah sakit. Setelah mengambil keputusan yang berat, akhirnya Lisa diterbangkan ke Jakarta. Setelah menjalani perawatan intensif dan mencari dokter kanker yang bagus, kondisi Lisa pelan-pelan membaik. Walaupun kini kepala wanita itu telah botak akibat kemo. Namun, kecantikannya masih bisa terpancar dari wajahnya yang pucat. Lisa tersenyum lebar, "Terima kasih, Andre. Aku memang merasa lebih baik sekarang."Andre mengambil tempat di samping Lisa dan mengamati wajahnya. Meskipun terlihat lelah, Lisa tetap terlihat cantik dengan alis mata yang rapi dan senyum manis di bibirnya."Apa kabar yang lain?" tanya Lisa sambil menatap Andre.Andre mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, "Semua orang baik-baik saja." "Syukurlah jika mereka semua baik-baik saja." "Kamu jangan terlalu lama-lama di luar, ya. Nanti kalau kamu kena angin dan sakit lagi bagaimana?" ucap Andr