Elvano dan Rubby berjalan menuju mansion setelah merayakan ulang tahun Rubby di ruangan. Setibanya di mansion, Elvano dengan penuh kasih sayang menggendong tubuh istrinya, menuju ke arah kamar dengan keinginan yang terpendam."Apa kau sudah siap?" tanya Elvano dengan senyuman nakal menatap Rubby yang kini berada di dalam gendongannya. Rubby tersenyum lembut, dia memberikan kecupan singkat di pipi Elvano. "Tentu aku siap, aku sudah berjanji, jika aku akan melayani Paman malam ini," ucap Rubby menggoda. Elvano sedikit mengangkat tubuh Rubby, Dia melahap bibir wanita itu dengan kasar dan penuh nafsu yang sedari tadi pria itu pendam. Rubby bergelayut pada leher pria itu dan membalas cumbu-cumbuan yang diberikan oleh Elvano dengan lidah yang kian liar dengan deru nafas mereka kian menderu.Kini Elvano memasuki kamar mereka tanpa melepaskan ciuman liar dari bibir mereka, Elvano meletakkan tubuh Rubby dengan lembut di tempat tidur sambil tangannya membuka kancing kemejanya satu persatu tan
"Jika tidak penting, kenapa Paman tidak mengizinkanku untuk melihat siapa yang menelpon?"Rubby merasa sangat kesal ketika Elvano mematikan ponselnya. Ia berpikir bahwa ada hal penting yang menyebabkan ponselnya berdering, namun Elvano dengan seenaknya memutuskan sambungan telepon tersebut."Sudah aku katakan, malam ini kamu denganku! Tidak ada orang lain yang mengganggu kita! Mau penting atau tidak, kamu harus menemaniku!" Sama halnya dengan Rubby, Elvano juga merasa kesal. Dia sedang berusaha menciptakan suasana romantis, tetapi acaranya terganggu oleh bunyi dering ponsel. Tanpa ragu, Elvano segera mematikan ponsel tersebut agar tidak mengganggu momen yang sedang ia ciptakan."Paman, kamu harus lebih memperhatikan perasaanku. Aku ingin kita bisa saling mendukung dan menghargai satu sama lain dan tidak saling mengekang!" kata Rubby dengan sedikit nada kekecewaan."Aku hanya tidak ingin momen kita bersama ini dikacaukan oleh orang lain!" ketus Elvano.Rubby yang masih merasa sangat ke
"Untung saja, Paman tidak ikut. Mana ada pria nongkrong dengan wanita?"Rubby bermonolog saat dirinya kini sedang menyetir menuju ke arah cafe dimana dia dan Vina sudah membuat janji untuk bertemu. Sebelumnya, Elvano ingin ikut karena khawatir jika Rubby pergi sendiri. Sebab, malam juga sudah larut. Setelah beberapa menit, mobil merah itu terparkir di depan kafe. Rubby segera turun dari mobilnya dan menuju ke arah bangunan kafe. Dia merasa senang dan bersemangat saat dirinya masuk ke dalam cafe, dia melihat Vina, temannya, sudah menunggunya dengan senyum cerah di wajahnya."Hai Vina! Terima kasih sudah menunggu!" seru Rubby saat berdiri di depan Vina yang sudah bersama dengan satu kue ulang tahun di depannya.Vina berdiri sambil memeluk tubuh sahabatnya itu. "Selamat ulang tahun, Rubby! Semoga kamu selalu bahagia, ya!" ucapnya penuh semangat.Rubby begitu tersentuh mendengar ucapan yang Vina katakan. "Terima kasih, Vina! Kuenya terlihat enak sekali. Aku benar-benar beruntung memiliki
"Tuan mesum yang satu ini, tentu sedang kesal Lihatlah rahangnya yang kini mengalami korosi karena terlalu banyak dibuang, Dengkul aman, Vano?"Elvano yang baru saja tiba di ruang bilyard kediaman Sergio pun disambut dengan sindiran dari Sergio. Tanpa menjawab, Elvano berjalan ke arah meja bar mini. Dia segera meminta bartender mengambil satu botol vodka. "Kenapa wajahmu begitu tidak enak dilihat Elvano? Apakah Istrimu meninggalkanmu, huh?" tanya Sergio.Elvano memutar kursinya. Menatap ke arah dua orang yang kini sibuk bermain bilyard dengan beberapa wanita yang bergelayut manja di antara kedua manusia itu. "Yah, dia pergi bersama temannya," Elvano menjawab pertanyaan Sergio.Andre dari sudut meja bilyard menertawakan Elvano. "Ya ampun, Elvano! Istrimu meninggalkanmu karena kamu terlalu pemarah atau karena kamu terlalu cuek? Tentu kamu membosankan di atas ranjang. Dari itu, dia mencari udara segar!" celetuk Andre mengejek."Dia hanya ada urusan mendadak dengan temannya. Tidak ada s
"Vina, apa yang terjadi? Kita berada di mana?"Rubby dan Vina terbangun dengan kaget di dalam sebuah gudang tua yang gelap. Mereka merasakan tangan mereka terikat kuat di belakang punggung dan keduanya saling memandang dengan ekspresi ketakutan di wajah mereka.Sedikit demi sedikit, cahaya redup mulai menerobos masuk melalui celah-celah di dinding gudang yang retak. Rubby menatap ke arah Vina dengan mata berkaca-kaca. "Vina, apa yang terjadi? Bagaimana kita bisa berada di sini?"'Aku tidak tahu, Rubby. Sepertinya kita diculik oleh para berandalan. Kita harus tetap tenang dan mencoba mencari cara untuk melepaskan diri." jawab Vina dengan suara teredam.Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang berat semakin dekat, mengisyaratkan kehadiran orang-orang di luar sana.Para Preman memasuki gudang dengan wajah penuh kejahatan saat mereka menatap ke arah Rubby dan Vina. "Hei, lihat siapa yang sudah bangun. Kalian berdua pasti tidak berharap bertemu dengan kami, kan?""Siapa kalian? Kenap
"Huu… yeah… begitu… umm!" Vina menggigit bibirnya menahan perasaan aneh saat telapak tangan Sergio bermain di dada Vina. Sementara Mark yang masih berada di lokasi, harus menelan salivanya saat melihat wajah Vina yang begitu menggoda. Sergio segera tersadar. Bahwa mereka masih dilihat oleh beberapa orang di dalam gudang itu pun melepaskan tangannya dari dada wanita itu. "Gio… kenapa dilepas?" rengek Vina dengan tatapan mata penuh nafsu menatap Gio. Gio melepaskan jasnya. Lalu menutupi tubuh Vina. "Ayo, aku akan kamu pulang, Vina. Kamu dalam pengaruh obat," ucap Gio sambil mengangkat tubuh Vina ke dalam gendongan. Vina mendesis-desis dengan lidah menjulur di ceruk leher Gio. Membuat Gio merinding disusul tubuh yang refleks menggeliat. Langkah kaki Gio terhenti di sisi tubuh Mark yang mematung. Di wajah pria berparas eksotik itu, kini terlihat keringat dingin sudah bertumpu."Mark, sisanya kau yang urus. Segera selidiki siapa dibalik penculikan ini. Dan tolong, urus mobil Rubby. Te
"Kau ingin tahu bagaimana aku mengajarimu, Vina? Maka kau akan tahu setelah ini!" Gio yang sudah berada di dalam kamar hotel menatap penuh gelora dengan wanita yang kini sudah telentang di atas tempat tidur berukuran Size king. Tubuh Vina menggeliat seperti cacing yang terkena garam.Gio membuka kancing kemejanya satu per satu. Demi membuktikan jika dirinya bukan pria impoten, caranya hanya satu. Yaitu membuktikan. Gio meraih tengkuk Vina. Dia, mulai mencumbu bibir Vina dengan penuh nafsu. Satu tangan Gio menarik turun kerah baju Vina dan satu gunung itu pun menyembul keluar. "Akhh…!" Vina tiba-tiba merintih ketika Gio mencubit ujung gunung itu yang sudah terasa keras. "Gio, jangan dicubit. Sakit…!" keluhnya manja. Saat Vina menarik wajahnya ke belakang karena merasakan nyeri di ujung dadanya. "Kalau sakit, seharusnya kau tidak menyindirku. Siap dan tidak, kau harus melayaniku malam ini. Karena kau sudah membuat birahi ku menggila," ujar Gio dengan jari-jari yang terus memelintir
"Kau pikir aku wanita seperti apa?" Vina terperanjat kaget. Wanita itu langsung bangun dari tidurnya saat Gio melemparkan sejumlah uang kertas di atas tubuhnya. Dia tidak Terima dengan apa yang dilakukan oleh Gio. Gio menatap hina. Dia pikir, Vina adalah gadis baik-baik. Nyatanya dia sama halnya seperti wanita di luar sana. Jika malam ini Gio yang menodainya, mungkin saja, Gio akan berubah pikiran. Namun, malam ini Gio begitu kecewa. "Ambil saja, kau bukannya hanya wanita melarat, bukan? Untuk apa munafik? Apa yang aku berikan ini masih kurang?" ujarnya penuh cibiran kepada Vina. Vina meraih uang-uang itu. Dia melempar uang tersebut ke arah Gio dengan dada naik-turun emosi. "Ambil dan bawa uangmu. Aku memang wanita miskin. Dan yang kau lihat belum tentu apa yang kau pikirkan! Kau kecewa karena aku tidak perawan? Ya, aku memang melakukan dengan pacarku sebelumnya. Bukan untuk dibayar!" Vina memekik. Gio tersenyum angkuh melihat Vina seperti tersakiti. "Itulah bodohnya wanita. Kalau