"Paman, Aku masih sakit! Aku tidak mau!" Ruby menolak dengan keras kemauan Elvano. Mengingat kembali malam itu, membuat Ruby bergidik saat saat ini Elvano meminta Ruby melayaninya. Elvano yang merasa libidonya sudah naik ke ubun-ubun, membuat dirinya mengangkat tubuh Ruby dan menghempaskan tubuh itu di atas tempat tidur. "Layani aku malam ini!" Elvano menatap Ruby dengan birahi sambil dirinya melepaskan satu persatu kancing bajunya. Ruby beringsut mundur. Melihat Elvano yang seperti itu, membuat Ruby ketakutan. Kadang Ruby tidak pernah mengerti dengan sikap Elvano yang kadang manis dan kadang juga seperti jelmaan Iblis yang berbalut pria tampan. "Paman, tolong. Biarkan lukaku kering—""Aaaa!" Ruby berteriak saat Elvano menarik kakinya. Hingga tubuh Ruby ikut ketarik ke arah Elvano. Elvano yang sudah dikuasai birahi, membuka kedua paha Ruby yang mengenakan gaun selutut. Membuat Elvano dengan jelas dapat melihat gundukan di antara kedua pahanya. Elvano, menggosok-gosok gundukan di
"Mmm…!" Elvano mengerang saat ia membuka matanya. Di pagi itu, sinar matahari perlahan menyinari kamar dimana Elvano dan Ruby berada. Elvano menatap ke arah samping dan dia mendapati Ruby yang masih terlelap memeluk tubuhnya erat sambil wajah wanita itu ia benamkan di bawah ketiak Elvano dengan rambut wanita itu yang terurai di sekeliling bantal."Ahh… tubuh mungil ini, mengapa selalu membuatku menjadi agresif? Bisa-bisanya aku seliar ini dengan wanita ini," Elvano bergumam saat mengingat kejadian semalam. Pria itu memperhatikan punggung Ruby yang polos. Dilihatnya banyak bekas gigitan dan keunguan pada punggung putih itu. Elvano, mengelus punggung itu lembut. "Tubuh monster kecil ini tidak ada yang tahu jika tidak mencicipinya. Sampai-sampai, aku sendiri tidak dibuat gila oleh tubuh mungil ini," Elvano mengamati setia inci tubuh wanita masih tertidur itu dengan kagum. Ruby yang merasakan ada sentuhan di punggungnya, membuat kelopak matanya bergerak. Wanita itu membuka mata dan m
"Sialan, kemana anak itu pergi? Tidak ibu dan anak, sama-sama menjengkelkan!"Siang itu, Almero berjalan menelusuri gang sambil terus menggerutu. Hingga kakinya berhenti di sebuah rumah kumuh yang sangat suram."Emily! Buka pintunya!" Almero mengetuk pintu di hadapannya dengan kuat.Almero mengetuk pintu di hadapannya berulang kali saat ia mengetuk pintu tersebut, tidak ada tanda-tanda sang empu yang menempati rumah kumuh itu membuka pintu. "Emily! Buka atau ku dobrak!" untuk kesekian kalinya Almero berteriak nyaring. Selang beberapa menit, pintu di hadapan pria itu terbuka. Emily yang berdiri di ambang pintu itu mengernyitkan dahinya menatap Almero yang menatapnya penuh murka. "Apa yang kau lakukan disini, Almero?" tanya Emily dengan perasaan tidak enak."Dimana Rubby?" tanya Almero menekan. Emily sudah menduga jika Rubby memang melarikan diri akibat skandal yang terjadi. Karena 5 hari berturut-turut, sudah beberapa orang yang mendatangi Rumah Emily. "Bukankah kau Ayahnya? Dan ka
"Monster kecil, tolong tenang!" Elvano meraih tangan gadis kecilnya itu. Namun, Rubby dengan perasaan panik yang luar biasa segera turun dari mobil dan berlari terburu-buru ke dalam rumah sakit dimana Ibunya dirawat. "Tuhan..., semoga ibu tidak apa-apa."Dengan langkah berlusin bersama rasa cemas yang bersemayam di dalam dada, Rubby menuju ruang inap dengan wajah tegang dapat dilihat dari paras wanita itu.Saat mendengar Kabar tentang ibunya yang masuk rumah sakit menghancurkan hati Rubby. Elvano yang tidak ingin melihat monster kecilnya didera rasa cemas, saat itu juga memperoleh penerbangan. Dari kapal pesiar menaiki helikopter ke bandara dan mengudara selama 9 Jam hingga tiba di rumah sakit. Dengan nafas tersengal, Rubby memasuki ruangan yang menyeruak bau obat. Ya, bau khas rumah sakit. Di lihatnya sang Ibu terbaring dengan kepala di perban. "Ibu..." panggil Rubby lirih.Wanita paruh baya Emily, menoleh ke arah pintu di mana ia melihat Anaknya tersedu-sedu dengan tubuh bergetar
"Nona, tolong, Kecilkan suara Anda!"Pelayan di kediaman Andreson begitu panik. Saat melihat apa yang Rubby lakukan. Rubby memasabodo, 'kan pelayan yang mencoba menenangkannya. Rubby, menambah Volume pada suaranya agar lebih melengking saat wanita itu meneriaki nama Almero."Aduh, Nona tertua, tolong, jangan membuat keadaan semakin kacau." Pinta pelayan itu. Tap! Tap! Tap!Terdengar suara derap langkah kaki menuruni tangga. Pandangan Rubby menuju ke arah suara derap langkah kaki itu. Dan, di tangga itu, Almero, Soraya, dan Olivia turun ke lantai bawah menuju ke arah Rubby."Ada apa ribut-ribut?"Almero membuka percakapan ketika dia melihat kedatangan Rubby. Rubby dengan senyum smirk-nya terukir di bibir tipisnya ketika menyambut kedatangan Almero."Hello Dad, aku pikir kau sudah di giveaway ke Neraka karena penyakit jantungmu!" Rubby mencibir.Mendengar cibiran Rubby, Almero mengeram murka. Entah apa yang ada di pikiran anak sulungnya itu. Mengapa gadis seusianya begitu kurang ajar ke
"Aku baik-baik, saja Paman. Bisakah kita segera ke rumah sakit?" Rubby menjawab pertanyaan Elvano yang panik melihat pipinya yang merah dan sedikit bengkak akibat mendapatkan tamparan beruntun dari Almero—ayahnya. Elvano menangkup kedua pipi wanita itu dengan hati-hati. Sekejam-kejamnya Elvano, Elvano bahkan menjaga wajah wanitanya agar tidak lecet. Namun yang ia lihat ini, begitu menyayat hatinya. "Monster kecil, lama-lama aku akan mengamuk jika melihat kau selalu mendapatkan perlakuan kasar dari ayahmu," Elvano mengusap lembut pipi gadis kecilnya. Rubby menepis tangan Elvano. Saat ini, perasaan Rubby sedang tidak baik. Walaupun Elvano berlaku manis, hal tersebut tidak dapat mengembalikan mood Rubby yang terlanjur hancur. "Bergegaslah, Paman, aku harus menemui Ibu!" Ketus Rubby. Alih-alih menjalankan mobil, Elvano meraih wajah itu lalu dilumatnya bibir gadis di depannya. "Umm... Paman, aku sedang tidak mood—" "Eghh...!" Rubby mendesis saat tangan Elvano menyelinap masuk ke dal
"Astaga, Paman! Sejak kapan kau berada di tempat tidurku?" Rubby, begitu terkejut saat dirinya membuka mata, Elvano sudah tersenyum ke arahnya. Pria yang sudah rapi dengan setelan jas menatap Rubby dengan binar mata bersemangat. "Kamu tidak ke kampus?" Mendengar pertanyaan Elvano, Rubby mengarahkan pandangannya ke arah nakas dimana jam weker itu berada. Di raihnya jam tersebut. "Oh... My, aku telat! Ada jam mata kuliah di jam sembilan nanti!" wanita itu menyibak selimutnya. Elvano menarik tangan Rubby, membuat tubuh mungil itu terjatuh dalam dekapan. Elvano memeluk tubuh mungil itu dari belakang, ia membenamkan hidungnya dalam-dalam di ceruk leher wanita itu. Mencoba menghirup aroma tubuh Rubby yang sudah menjadi candu bagi Elvano. "Hmm... Bau tubuh ini yang selauh membuat aku bergairah," ucap Elvano penuh penghayatan. Tubuh Rubby seperti terkena aliran listrik saat nafas Elvano mengenai kulit lehernya. "Pa... Paman, aku sudah telat—" Elvano memutar tubuh wanita itu berhadapan.
"Paman, aku tidak mau jika Paman mengantarku ke kampus! Apalagi menggunakan mobil yang Paman bawa!“Rubby yang sudah melayani Elvano tadi pagi. Kini berada di basement apartemen. Tepatnya, di samping mobil Elvano yang terparkir di basement tersebut. Elvano yang sudah berada di dalam mobil itu menatap nyalang ke arah Rubby yang kekeh tidak ingin menaiki mobilnya. "Kenapa? Kamu malu, hah? Naik!" Elvano berteriak dari dalam mobilnya."Tidak! Ini terlalu mencolok. Bagaimana jika teman-temanku berpikir yang tidak-tidak?" "Berpikir tentang apa? Tentang kamu yang telah menjual tubuhmu kepada Om-om? Kenapa marah dan takut? Memang kenyataannya demikian!" Sungguh mati, jika bukan pria di dalam mobil di hadapan Rubby tidak lebih tua darinya, Rubby sudah pasti menyumpal mulut pria tua di hadapannya itu dengan sepatunya. Sayangnya, Rubby tidak mempunyai keberanian tersebut. "Sudahlah! Aku naik taksi saja. Terserah Paman, jika ingin memarahiku. Yang jelas, aku tidak ingin naik mobil kuda jingkr