"Nona, tolong, Kecilkan suara Anda!"Pelayan di kediaman Andreson begitu panik. Saat melihat apa yang Rubby lakukan. Rubby memasabodo, 'kan pelayan yang mencoba menenangkannya. Rubby, menambah Volume pada suaranya agar lebih melengking saat wanita itu meneriaki nama Almero."Aduh, Nona tertua, tolong, jangan membuat keadaan semakin kacau." Pinta pelayan itu. Tap! Tap! Tap!Terdengar suara derap langkah kaki menuruni tangga. Pandangan Rubby menuju ke arah suara derap langkah kaki itu. Dan, di tangga itu, Almero, Soraya, dan Olivia turun ke lantai bawah menuju ke arah Rubby."Ada apa ribut-ribut?"Almero membuka percakapan ketika dia melihat kedatangan Rubby. Rubby dengan senyum smirk-nya terukir di bibir tipisnya ketika menyambut kedatangan Almero."Hello Dad, aku pikir kau sudah di giveaway ke Neraka karena penyakit jantungmu!" Rubby mencibir.Mendengar cibiran Rubby, Almero mengeram murka. Entah apa yang ada di pikiran anak sulungnya itu. Mengapa gadis seusianya begitu kurang ajar ke
"Aku baik-baik, saja Paman. Bisakah kita segera ke rumah sakit?" Rubby menjawab pertanyaan Elvano yang panik melihat pipinya yang merah dan sedikit bengkak akibat mendapatkan tamparan beruntun dari Almero—ayahnya. Elvano menangkup kedua pipi wanita itu dengan hati-hati. Sekejam-kejamnya Elvano, Elvano bahkan menjaga wajah wanitanya agar tidak lecet. Namun yang ia lihat ini, begitu menyayat hatinya. "Monster kecil, lama-lama aku akan mengamuk jika melihat kau selalu mendapatkan perlakuan kasar dari ayahmu," Elvano mengusap lembut pipi gadis kecilnya. Rubby menepis tangan Elvano. Saat ini, perasaan Rubby sedang tidak baik. Walaupun Elvano berlaku manis, hal tersebut tidak dapat mengembalikan mood Rubby yang terlanjur hancur. "Bergegaslah, Paman, aku harus menemui Ibu!" Ketus Rubby. Alih-alih menjalankan mobil, Elvano meraih wajah itu lalu dilumatnya bibir gadis di depannya. "Umm... Paman, aku sedang tidak mood—" "Eghh...!" Rubby mendesis saat tangan Elvano menyelinap masuk ke dal
"Astaga, Paman! Sejak kapan kau berada di tempat tidurku?" Rubby, begitu terkejut saat dirinya membuka mata, Elvano sudah tersenyum ke arahnya. Pria yang sudah rapi dengan setelan jas menatap Rubby dengan binar mata bersemangat. "Kamu tidak ke kampus?" Mendengar pertanyaan Elvano, Rubby mengarahkan pandangannya ke arah nakas dimana jam weker itu berada. Di raihnya jam tersebut. "Oh... My, aku telat! Ada jam mata kuliah di jam sembilan nanti!" wanita itu menyibak selimutnya. Elvano menarik tangan Rubby, membuat tubuh mungil itu terjatuh dalam dekapan. Elvano memeluk tubuh mungil itu dari belakang, ia membenamkan hidungnya dalam-dalam di ceruk leher wanita itu. Mencoba menghirup aroma tubuh Rubby yang sudah menjadi candu bagi Elvano. "Hmm... Bau tubuh ini yang selauh membuat aku bergairah," ucap Elvano penuh penghayatan. Tubuh Rubby seperti terkena aliran listrik saat nafas Elvano mengenai kulit lehernya. "Pa... Paman, aku sudah telat—" Elvano memutar tubuh wanita itu berhadapan.
"Paman, aku tidak mau jika Paman mengantarku ke kampus! Apalagi menggunakan mobil yang Paman bawa!“Rubby yang sudah melayani Elvano tadi pagi. Kini berada di basement apartemen. Tepatnya, di samping mobil Elvano yang terparkir di basement tersebut. Elvano yang sudah berada di dalam mobil itu menatap nyalang ke arah Rubby yang kekeh tidak ingin menaiki mobilnya. "Kenapa? Kamu malu, hah? Naik!" Elvano berteriak dari dalam mobilnya."Tidak! Ini terlalu mencolok. Bagaimana jika teman-temanku berpikir yang tidak-tidak?" "Berpikir tentang apa? Tentang kamu yang telah menjual tubuhmu kepada Om-om? Kenapa marah dan takut? Memang kenyataannya demikian!" Sungguh mati, jika bukan pria di dalam mobil di hadapan Rubby tidak lebih tua darinya, Rubby sudah pasti menyumpal mulut pria tua di hadapannya itu dengan sepatunya. Sayangnya, Rubby tidak mempunyai keberanian tersebut. "Sudahlah! Aku naik taksi saja. Terserah Paman, jika ingin memarahiku. Yang jelas, aku tidak ingin naik mobil kuda jingkr
"Vina tolong bantu aku!" Vina segera berlari memapah sahabatnya itu. Sepintas, ia melihat Elvano yang berada kursi kemudi. Tidak heran, orang gila yang menerobos itu adalah Suami sahabatnya sendiri. "Aku mual…," Mendengar penuturan Rubby, Vina melotot. Ia dengan cepat mendekati bibirnya di telinga Rubby, "kamu hamil?" bisiknya. "Hei, tidak! Aku sudah menggunakan kontrasepsi. Jadi, mana mungkin aku hamil—"Vina dengan cepat menutup mulut Rubby saat Devan menatap Rubby dengan tatapan selidik, "kecilkan, suaramu, bodoh! Jika ada yang mendengar, kau akan mendapatkan cibiran!" bisik Vina menekan. Sementara Elvano, memundurkan kendaraan merah itu dan segera meninggalkan kampus Istrinya. "Rubby, mengapa kau sampai naik damkar kemari? Wah, jika Rektor melihat gerbangnya rusak begini, aku takut kamu langsung di DO," ucap Devan yang menghampiri Rubby. Rubby menggaruk tengkuknya. "Haa! Itu karena, aku tidak ingin terlambat. Dari ini aku menghadang petugas pemadam kebakaran. Mungkin, para p
Olivia berlari ke arah toilet dengan nafas tersengal-sengal. Sesampainya di dalam toilet, dia melihat Rubby berdiri di depan cermin wastafel. Dengan emosi yang memuncak, Olivia langsung menarik bahu Rubby. "Plak!" Olivia menamparnya dengan keras di pipi.Rubby, yang tidak terima dengan perlakuan Olivia, langsung membalas dengan menendang kakinya ke perut Olivia. "Bruk!" Membuat Olivia terduduk di atas lantai.Rubby memberikan tatapan tajam ke arah Adik tiri itu. "Apa Maksudmu menamparku, hah? Aku tidak punya urusan dengan wanita bedebah sepertimu, ya!" Rubby memekik.Olivia memandangi Rubby yang berdiri sambil memegangi perutnya yang sakit. "Kenapa kamu masih berani muncul di kampus?" tanyanya dengan suara meringis. Rubby melipat kedua tangannya di dada, "Apa urusanmu? Memangnya ini kampus punya Ibumu, hah? Kau pikir, dengan ayah membekukan semua akunku dan akses yang ku punya, aku akan menangis? Oh... Tentu tidak, Esmeralda!" "Cih, aku tahu, kau memang wanita jalang simpanan Elvan
"Rubyy apa kau tidak apa-apa?" Tanya Vina khawatir saat dirinya menemui Rubyy di cafetaria area kampus ketika wanita di depannya habis berkelahi dengan adik tirinya. "Kelihatannya?" jawab Rubyy ketus. Rubyy memainkan sedotan yang diputar-putar dalam gelas dengan perasaan gondok. Dia mengalah pergi dari rumah agar dirinya tidak melihat wajah menjengkelkan Ibu—Adik tirinya. Tetap saja, walaupun beda semester dan jurusan, Rubyy selalu bertemu dengan Olivia. Wanita rubah bermuka dua itu.Entah Vina harus membuka obrolan seperti apa agar Rubyy tidak merasa tersinggung. "Oh… iya, Rubby, semalam kamu menelpon. Katanya, kamu ingin aku menemanimu, kemana?" setelah berpikir, akhirnya Vina berkata demikian. "Aku ingin kau menemaniku membeli beberapa gaun untuk kupakai malam ini," jawab Rubby yang masih saja memasang wajah kesalnya akibat perkelahian yang terjadi di toilet."Hm… apa Paman Hubby mu itu tidak membelikan mu gaun untukmu?" Rubby tiba-tiba melotot saat Vina mengartikan Elvano ada
"Monster kecil, jangan takut. Aku ada di belakangmu. Apa yang tadi aku katakan, tolong diingat dengan baik-baik!" Elvano menggenggam tangan Rubby memberikan dukungannya kepada wanitanya. Ruby, mencengkram telapak tangan itu dengan kekuatan yang mengalir di sana. "Terima kasih, Paman," jawab Rubby tersenyum haru menatap Elvano. Elvano mendaratkan kecupan lembut di dahi Rubby. Membuat Rubby semakin percaya diri jika klarifikasi malam ini akan berhasil. "Sana, segera turun!" Rubby mengangguk penuh keyakinan. Wanita itu memutar tubuhnya dan meraih handle pintu mobil. Rubby pun turun dari mobil mewah berwarna hitam itu dengan langkah yang begitu anggun. Di bawahnya terhampar karpet merah yang menambah keanggunan langkahnya. Sorotan kamera dan tatapan para reporter langsung tertuju kepada Rubby, membuat Rubby malam ini menjadi pusat perhatian."Nona Rubby, siapa yang berada di dalam mobil itu?""Nona Rubby, bisakah anda melihat kemari?" "Nona Rubby, tolong beri penjelasan mengenai hub