"Amora, Nak, Maam dulu, yuk. Mama suapin," seru Rubby saat melihat putrinya tengah bermain di dalam ruangan yang dikhususkan untuk tempat Amora bermain.
"Tidat mau, Mam. Mola mau main," jawab gadis kecil itu tidak memperdulikan Rubby yang menempelkan bubur yang dia blender dengan sayur dan hati ayam."Nanti mainnya dilanjut lagi, ya, Sayang. Sekarang, Mora maam dulu. Katanya mau cepat besar?" bujuk Rubby.Amora menggelengkan kepalanya, mencoba menghindari sendok yang menempel di bibirnya. "Tidat mau, Mola beyum lapal!" tolak Amora sambil memanyunkan bibirnya.Rubby menghela nafas berat, dia berdiri lalu menonjok-nonjok boneka yang ada di sekitar Amora. Amora yang melihat itu pun terkejut. Gadis kecil segera berdiri. "Mama napa? Napa Mama memutul Doly?" tanya Amora dengan mata berkaca-kaca melihat boneka kesayangannya dipukul oleh Rubby."Mama kesal, Mama sudah lelah buatin Mora makanan. Tapi Mora tidak menghargai Mama dan juga makanaElvano tengah berkutat dengan berkas-berkasnya. Hari ini, sepertinya laporan perusahaan begitu menumpuk. Padahal, Elvano sudah berjanji kepada Amora untuk mengajak keluarga kecil mereka jalan-jalan. "Sampai kapan pekerjaan ini selesai?" Elvano melirik jam di pergelangan tangannya. Rasa rindu dengan kepada Rubby dan Amora membuat Elvano merasa semakin tergesa-gesa. Dia merasa waktu berjalan begitu lambat, seolah-olah jam di pergelangan tangannya berhenti bergerak.Elvano menghela nafas panjang, mencoba meredakan rasa frustrasinya. Dia meraih secangkir kopi yang sudah dingin di meja kerjanya, menyeruputnya pelan sambil menatap tumpukan berkas yang masih harus dia selesaikan.Tok tok tokElvano terperanjat mendengar suara ketukan ruangan. "Masuk!" Perintah Elvano. Pintu pun terbuka, dan Mark melangkah masuk ke dalam ruangan di mana Elvano berada. "Tuan, Nona Olivia ingin bertemu dengan anda." lapor Mark. Elvano mengerutkan alisny
"Kamu kenapa, Monster Kecil? Kenapa terlihat sangat cemas?" tanya Elvano yang kini sedang duduk di gazebo belakang kediaman ditemani oleh Rubby.Dengan meremas kedua tangannya gelisah, Rubby pun menjawab, "tadi siang Amy, ibu kandung Amora menelpon, Paman. Wanita itu meminta uang 50 juta. Jika kita tidak memberikan uang tersebut, mereka akan mencabut hak adopsi Amora." "Apa?!" Elvano terkejut. "Tapi mengapa mereka meminta uang sebesar itu? Bukankah kita sudah membayar biaya adopsi dengan jumlah yang sudah ditentukan?"Rubby menghela nafas berat. "Mungkin ada masalah keuangan di pihak mereka, Paman, atau mungkin mereka memanfaatkan situasi untuk mendapatkan lebih banyak uang karena mereka tahu jika Paman adalah seorang Presdir di sebuah perusahaan terbesar," jawab Rubby.Elvano yang mendengar jawaban Monster Kecilnya pun tersenyum sinis. "Mereka pikir dengan statusku sebagai presdir, mereka bisa meminta uang dengan seenaknya udel mereka? Dikira me
"Maafkan aku, Paman Dokter. Jika penolakanku membuat Paman Dokter kecewa. Bisakah Paman memaafkanku?" ucap Gina lirih menatap Andre dengan tatapan sayu. "Sudahlah, kesempatan sudah aku berikan. Jika kamu masih ingin bertahan, silahkan. Jika tidak, silahkan pergi. Dan satu hal lagi, jangan lupa untuk terus mengkonsumsi pil kontrasepsi. Karena aku tidak ingin kamu hamil. Dan jangan pernah berpikir jika kamu harus mengandung benihku!" tegas Andre. Gina tertunduk mendengar penuturan Andre. Itu terasa sangat menyakitkan hatinya merasa terkoyak. Jika dia tahu dari awal, dia tidak akan menolak pria yang menggunakan jas lab itu. "Hah...!" Gina membuang nafas panjang. "Baiklah Paman Dokter, aku tidak akan hamil anakmu," jawabnya lirih. "Bagus. Jika kamu berpikir demikian. Jadi sekarang, segera bersihkan semua kekacauan yang ada di sini sebelum para pasien berkunjung!" "Baik," jawab Gina, dia segera turun dari bed pasien dan melepaskan seprei
"Untuk apa Ayah harus tahu? Aku sudah cukup dewasa. Jadi berhenti memperlakukan aku seperti Anak kecil lagi!" bentak Olivia. Olivia membalikkan tubuhnya berlalu, dia merasa sakit hati akibat tamparan yang dirinya terima. Almero yang melihat sikap Olivia seperti itu, pria paruh bayah tersebut segera mengejar. "Olivia, dengarkan Ayah! Berhenti!" Almero berteriak lantang melihat Olivia berlalu. Olivia tak memperdulikan teriakan Ayahnya dan terus melangkah cepat menjauh. Air mata mulai membanjir di wajahnya, campur aduk dengan rasa marah dan kekecewaan yang memenuhi hatinya. Setelah beberapa langkah, Olivia berbalik dan melihat Ayahnya yang mencoba mengejarnya. "Ayah, aku sudah dewasa! Aku bisa mengatur hidupku sendiri, tidak perlu ikut campur! Apa yang aku lakukan, aku tentu sudah memikirkan resikonya!" pekik Olivia. Wanita itu kembali melangkah tanpa menunggu jawab dari Almero. "Olivia! Kamu memang anak pembangkang. Ayah bilang berhent
Pagi hari saat matahari sudah menampakkan dirinya menyapa para penduduk bumi, Amora terbangun dari tidurnya. "Mama...!" Panggil gadis kecil sambil melangkah ke arah pintu kamarnya. "Krek!" Amora keluar dari kamar menuju ke kamar orang tuanya. "Mama... Papa!" Panggil Amora di depan pintu kamar. Di dalam kamar, Rubby terperanjat kaget saat mendengar panggilan Amora. Rubby bergegas hendak bangun. Namun tangan Elvano masih melingkar di pinggang wanita itu. Rubby tersenyum menatap Elvano, dia mengusap lembut pipi Suaminya lalu pelan-pelan menyingkirkan tangan Elvano dari pinggangnya. Berharap, suaminya itu tidak terbangun dengan gerakan pelan yang Rubby lakukan. "Mmm...." Elvano mengeram dengan kepala menggeliat beberapa kali lalu membuka matanya yang masih terasa amat berat itu menatap ke arah Rubby. "Monster Kecil, kamu mau ke mana?" Tanya Elvano dengan suara serak. "Amora menangis di depan pintu, Paman. Maka dari itu, aku mau
"Sepertinya, kita harus bertemu untuk membicarakan masalah ini," ucap Rubby membalas ucapan si penelpon. Tidak ada jawaban dari seberang, Rubby hanya mendengar bisik-bisik yang tidak bisa Rubby tangkap pembicaraan di seberang telepon. Sepertinya, Amy sedang berbicara dengan suami atau orang lain di sana. "Baik, jika Nyonya ingin bertemu. Tapi, bawa uang 50 juta yang aku minta. Jika tidak, aku akan mengatakan kepada Amora. Bahwa kamu bukanlah Ibu kandungnya," ucap Amy terdengar seperti mengancam. Rubby merasakan detak jantungnya meningkat dengan cepat saat mendengar ancaman tersebut. Rubby merenung sejenak, lalu menjawab, "baik, aku akan membawa uang sesuai yang kamu minta. Di mana kita akan bertemu?" "Di kafe melati. Aku tunggu!" tanpa menunggu jawaban dari Rubby, wanita itu sudah memutuskan sambungan teleponnya. Rubby menarik nafas dalam-dalam, mencoba menguasai diri. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dalam hatinya, Rubby marah besa
Rubby duduk di kursi sudut paling pojok di sebuah bangunan kafe yang sudah ditetapkan oleh Amy dan dirinya. Sesekali, Rubby menyesap minuman yang sudah dia pesan. "Kenapa lama sekali? Apakah Amy hanya sengaja mengerjaiku?" gumam Rubby, tangannya sibuk memainkan sedotan di dalam gelas. Rubby melirik jam di pergelangan tangannya. "Sudah satu jam aku menunggu. Ditelfon nomornya tidak aktif. Orang ini serius atau hanya bermain-main?" Rubby dengan gelisah masih berharap jika Amy akan datang dan dia ingin menyelesaikan konflik antara dirinya dan Amy. "Maaf, sudah membuat Nyonya menunggu." wanita paruh baya itu menarik kursi dan duduk di hadapan Rubby. Wajah yang Rubby tunjukkan begitu datar saat menyambut kedatangan Amy. "Aku tidak suka basa-basi. Aku akan memberikan uang 50 juta itu sesuai dengan yang kamu minta. Namun, aku ingin ada kesepakatan yang harus kamu setujui," ucap Rubby dengan suara tegas. Amy memandang Rubby dengan tatapan tajam. "Kesepakatan apa yang kamu maksud?" tanya
"Mama...!" seru Amora berlari menghampiri Rubby dengan senyum lebar yang merekah di bibir mungilnya. Rubby merentangkan tangannya menyambut tubuh mungil Amora. Anak yang telah hadir memberikan warna dan senyuman dibibir Rubby setelah insiden kecelakaan. Setelah bertemu dengan Amy, Rubby memutuskan untuk menjemput Amora. Karena tepat dengan waktu pulang Amora. "Mama, tadi atu belajal dan mendapatan teman yang banyat!" celoteh Amora yang begitu bersemangat menceritakan pengalamannya saat les pertama kali. Mendengarkan si kecil berceloteh, tentu hal yang membuat Rubby sangat bersemangat untuk menjalani hidup nya lagi. "Oh ya? Siapa teman barumu, sayang?" tanya Rubby sambil mengelus rambut Amora dengan penuh kasih sayang. "Namanya Salah, Mama. Dia baik banget dan senang setali main dengan Mola. Tita langsung jadi teman!" jawab Amora riang.Rubby tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Amora. "Apa kalian berdua sudah berjanji untuk bertemu lagi besok?" tanya Rubby."Bel
Di ballroom hotel, Rubby, Elvano, Vina dan Sergio. Dua pasangan suami istri itu sedang menunggu dengan antusias. Mereka membawa anak-anak mereka, Amora dan Vincent, di gendongan mereka. Mereka ingin melihat Lisa dan Andre yang akan menikah tidak sabar melihat penampilan ratu dan raja untuk hari ini.Elvano, memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Monster kecil, kita pernah melewati banyak halangan. Mulai dari sebuah ikatan kontrak hingga berjanji untuk bersama selamanya. Maaf, jika selama ini aku belum bisa membahagiakanmu," bisak Elvano ketika dia melihat dekorasi pernikahan Andre dan Lisa yang tampak begitu mewah. Rubby menggendong Amora yang sedang tertidur pun menjawab, "Kita sudah berkomitmen, Paman. Pernikahan yang kita lakukan di dekat pantai juga cukup manis dan berkesan untukku. Dan sekarang, aku bahagia memilikimu, Paman. Semoga kebahagiaan kita terus terjaga hingga akhir hayat kita." Elvano mengecup lembut pipi Monster Kecilnya. "Terima kasih, Monster Kecil. Karena sudah m
Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Di ballroom hotel, dekorasi pernikahan sudah siap. Bunga-bunga putih dan merah muda menghiasi meja dan kursi tamu. Di panggung, ada pelaminan yang megah dengan tirai-tirai putih dan lampu-lampu berkilau. Di sana, Andre dan Lisa akan mengucapkan janji suci mereka sebagai suami istri.Di ruang rias, Lisa duduk di kursi roda dengan gaun pengantin putih yang indah. Rambutnya yang pendek dihiasi dengan mahkota bunga. Wajahnya yang pucat tampak berseri-seri dengan senyum bahagia. Hari ini, ia akan menikah dengan Andre, dokter yang telah menemaninya selama ia menderita kanker otak. Andre adalah cinta pertama dan terakhirnya. Ia tidak peduli jika hidupnya tidak akan lama lagi. Yang penting, ia bisa merasakan cinta sejati dari Andre.Lisa menatap wajahnya di pantulan cermin dengan senyuman yang selalu terbit dibibirnya. "Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku akan menikah dengan Andre, pria yang paling aku cintai di dunia ini.
Rubby dan Vina berjalan masuk ke gedung pernikahan yang megah dan mewah. Mereka adalah sahabat dari Lisa, mempelai wanita yang akan menikah besok dengan Andre. Mereka datang untuk membantu mengurus persiapan acara, seperti dekorasi, catering, dan undangan."Wow, lihat itu!" Vina menunjuk ke langit-langit yang dipenuhi dengan balon berwarna-warni. "Ini pasti ide Lisa. Dia suka sekali balon.""Ya, dia memang anak kecil yang besar." Rubby tertawa. "Tapi aku suka dekorasinya. Simpel tapi manis. Seperti Lisa dan Andre.""Mereka memang pasangan yang serasi. Aku senang mereka akhirnya menemukan jodoh masing-masing." Vina menghela napas. "Aku harap mereka bahagia selamanya.""Amin." Rubby mengangguk. "Eh, tapi kita juga harus bahagia, lho. Kita punya suami yang sayang dan anak-anak yang lucu.""Iya, iya. Kita juga beruntung." Vina mengakui. "Tapi kadang aku kangen masa-masa kita masih single dan bebas.""Ha, ha. Kau masih ingat malam terakhir kita sebelum menikah?" Rubby mengingatkan. "Kita b
"Aku pasti bisa!" Seru Andre mencoba menyemangati dirinya sendiri. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menekan bel rumah Lisa. Dia merasa gugup dan deg-degan, karena hari ini Andre akan menemui orang tua Lisa untuk meminta restu pernikahan mereka. Setelah lamaran yang Andre lakukan beberapa hari yang lalu, Andre memutuskan untuk menemui orang tua Lisa menyampaikan perihal pernikahan yang akan dilangsungkan. Setelah mendapatkan izin, akhirnya Lisa hanya menjalani rawat jalan. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka, dan Andre disambut oleh seorang wanita paruh baya yang ramah. Dia adalah ibu Lisa. "Andre, selamat datang. Kami sudah menunggumu," kata ibu Lisa. Wanita paruh baya itu memeluk Andre erat. "Ayo, Nak. Masuk! Ayah Lisa sudah menunggu." wanita tersebut mengajak Andre masuk ke dalam rumah setelah melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Bu. Maaf jika saya mengganggu," kata Andre sopan."Tidak mengganggu sama sekali. Ayo, masuk. Suamiku dan Lisa sudah menunggu di ruang
"Paman, apakah Andre dan Lisa akan bahagia? Atau ... Ada di antara satu yang akan menghilang di antara mereka?" tanya Rubby. Saat ini, Rubby dan Elvano sudah kembali ke kediaman setelah merayakan acara lamaran Andre dan Lisa. Rubby, mengelus-ngelus jakung suaminya itu dengan manja. Elvano yang sedang memainkan helaian rambut istrinya itu pun menjawab, "kita do'akan mereka yang terbaik. Semoga, saat Lisa menikah dengan Andre, penyakit Lisa diangkat oleh Tuhan." Rubby mengangguk, dia membenamkan wajahnya di dada Elvano. "Paman, apakah cintamu tetap utuh untukku?" tanya Rubby. Elvano medekap tubuh monster kecilnya semakin erat ke dalam pelukan. "Satu saja aku belum bisa membahagiakannya, bagaimana bisa cintaku dapat terbagi?"Rubby merasakan getaran baik dari tubuh Elvano dan mengabaikan gejolak dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Elvano dengan mata sayu. "Terima kasih, paman. Aku merasa sangat beruntung memiliki paman sepertimu."Elvano tersenyum, menepuk ringan pipi
"Yey! Selamat untuk kalian berdua!"Setelah Andre selesai melamar Lisa, para sahabatnya yang merupakan bagian dari rencana keluar dari persembunyian mereka. Mereka merasa senang dan gembira seperti Andre karena rencana tersebut sukses dilakukan. Sergio, Elvano, Vina, dan Rubby bergabung dengan Andre dan Lisa. "Wah, bro, selamat, ya! Semoga acara ke depannya lancar seperti jalan tol bebas hambatan!" ucap Elvano sambil mengulurkan tangannya ke arah Andre. Andre tersenyum bahagia, dia tidak menyangka jika momen tersebut terlaksana juga. Andre pun menyambut uluran tangan Elvano. "Thanks, ya! Tanpa kalian acara lamaran ini mungkin tidak akan berjalan dengan lancar," ucap Andre. Sergio menepuk-nepuk pundak Andre dengan gembira. "Jadi, kita sudah tidak akan berebutan wanita lagi ya, Ndre. Semoga bahagia!" ucap Sergio dengan semangat. Andre mengalihkan pandangannya ke arah Sergio. "Thanks bro. Aku merasa bersyukur memiliki kalian," jawab Andre. Sergio dan Elvano pun memeluk tubuh Andre.
Vina, Rubby, Sergio, dan Elvano berjalan menuju taman yang akan mereka dekorasi untuk acara lamaran Andre dan Lisa. Mereka membawa berbagai peralatan seperti balon, lilin, bunga, dan spanduk bertuliskan "Will You Marry Me?"."Ayo, cepat-cepat! Kita harus selesai sebelum Andre dan Lisa datang. Ini adalah hari yang sangat penting bagi mereka," ucap Vina sambil menggenggam erat sejumlah balon warna-warni. Rubby menimpali dengan senyum ceria, "Tentu saja, Vina. Kita akan membuat taman ini menjadi tempat yang tak terlupakan bagi keduanya."Sergio membuka kotak berisi lilin-lilin indah. "Kita perlu menyusunnya dengan rapi. Lilin-lilin ini akan memberikan sentuhan romantis saat malam tiba," kata Sergio seraya meletakkan lilin-lilin di meja yang telah mereka siapkan.Elvano menggantungkan spanduk dengan hati-hati. "Semua harus terlihat sempurna. Andre dan Lisa pasti akan terkejut dan bahagia melihat usaha kita," ujarnya penuh semangat.Saat mereka sibuk merapikan dekorasi, Vina menyelipkan p
"Andre!" Lisa berteriak saat melihat kekasihnya itu menampar pipi Gina. Andre sudah cukup sabar menghadapi sikap Gina selama ini. Seumur hidup, baru kali ini Andre mendaratkan tangannya kepada wanita. Dada Andre tampak naik turun, sedangkan Gina, tertunduk memegangi pipinya yang terasa perih. Gina tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan tamparan dari Andre. "Gina, selagi aku masih punya kesabaran, tolong tinggalkan ruangan ini," ujar Andre. Gina mengangkat wajahnya, menatap Andre dengan mata berkaca-kaca. "Paman, kau lebih memilih wanita kanker itu daripada aku, hah?! Selama kita berhubungan, kau tidak sekasar ini! Kenapa kau menamparku?!" ujar Gina di sela tangisnya. Lisa, wanita yang terkena kanker otak itu pun mencoba untuk bangun, dia mengusap punggung Andre, pria yang kini sedang dilanda amarah. "Ndre, kuasai dirimu," bisik Lisa lemah. Andre memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gina, hubungan kita sudah berakhir." Andre pun berlutut di hadapan Gina. Hal tersebut me
Dua bulan kemudian..."Apakah Kamu sekarang merasa lebih baik?" tanya Andre ketika pria itu menemani Lisa di taman belakang rumah sakit. Setelah mengambil keputusan yang berat, akhirnya Lisa diterbangkan ke Jakarta. Setelah menjalani perawatan intensif dan mencari dokter kanker yang bagus, kondisi Lisa pelan-pelan membaik. Walaupun kini kepala wanita itu telah botak akibat kemo. Namun, kecantikannya masih bisa terpancar dari wajahnya yang pucat. Lisa tersenyum lebar, "Terima kasih, Andre. Aku memang merasa lebih baik sekarang."Andre mengambil tempat di samping Lisa dan mengamati wajahnya. Meskipun terlihat lelah, Lisa tetap terlihat cantik dengan alis mata yang rapi dan senyum manis di bibirnya."Apa kabar yang lain?" tanya Lisa sambil menatap Andre.Andre mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, "Semua orang baik-baik saja." "Syukurlah jika mereka semua baik-baik saja." "Kamu jangan terlalu lama-lama di luar, ya. Nanti kalau kamu kena angin dan sakit lagi bagaimana?" ucap Andr