Ayo kirimkan gem untuk cerita ini. Tinggalkan ulasan bintang 5 ya biar semangat nulisnya. Terima kasih, telah membaca☺
Dalam kegelapan lorong yang semakin merangkak, Vennina, Clark, dan Arren terus berlari menuju ke arah pintu keluar.Pintu itu menjadi satu-satunya peluang untuk menuju wilayah lain, keluar dari Pulau Lesea.Sebuah perahu motor telah menunggu mereka dengan kesabaran yang luar biasa. Namun, rencana mereka hampir saja berantakan akibat pergokan seorang sipir yang juga melarikan diri dari kobaran api.Tanpa diduga, mereka bertemu di persimpangan lorong yang mengarah ke jalur utama dan ke dermaga. Situasi semakin rumit ketika keempat orang tersebut terlibat dalam persinggungan di dalam lorong untuk mencapai jalan keluar masing-masing."Berhenti di tempat!" seru sipir tersebut, memecah ketegangan di antara mereka. Suara langkah kaki dan peringatan kerasnya terdengar dari arah belakang. Dengan langkah cepat yang semakin mendekat, sipir itu mulai mengejar ketiga orang yang ia kira sebagai tahanan yang sedang melarikan diri.Vennina menoleh ke arah suara itu, sementara Arren dan Clark terus
Leon terpaku, memandang ke arah laut dengan tatapan kosong. Laut itu semakin menggelap, seolah dapat membaca suasana hatinya yang serupa. Angin bertiup kencang, menerpa wajahnya yang pucat.Hatinya berdesir dalam gejolak emosi yang sulit dijelaskan. Rasa marah, kecewa, dan sedih bercampur menjadi satu di dalam dirinya, membentuk gelombang emosi yang menghantam keras, tanpa pernah ia duga sebelumnya.Leon merasakan kehilangan yang begitu dalam setelah kepergian Arren.Jantungnya seperti tercabut tiba-tiba. Leon bahkan bisa merasakan napasnya yang semakin menderu, dalam ketegangan yang intens akibat perasaan amarah yang ia tahan."Tuan!"Kakinya tak lagi dapat menopang gemuruh dalam dirinya. Leon, pria itu benar-benar merasakan sakit yang tiada terperi. Ia kini ambruk dalam keadaan yang tidak pernah terjadi sebelumnya."Aku tidak apa-apa...," lirih Leon, kemudian mencoba bangkit. Meskipun, ia masih merasakan gejolak kegelisahan atas apa yang terjadi selanjutnya.Kepergian Arren meni
Jawaban ringan Clark membuat hati Arren nyeri.. “Mantan kekasih?” “Memangnya bukan?” Tatapan Arren semakin tajam, ia ingin mencakar wajah Clark yang seolah mudah membawa kenangan masa lalu mereka. “Kau banyak berbohong kepadaku, Clark!” “Tidak, Arrren. Aku tidak berbohong,” ucap Clark tegas. Namun, memang ia hanya tidak mengatakan segala hal pada gadis itu. "Malam ini bulan purnama," Clark tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Tatapannya melayang pada keindahan rembulan yang ada di atas kepala. Di dek kapal yang kecil, mereka duduk berdampingan, menyaksikan langit malam, meski dalam suasana yang tak ideal. Arren tidak menanggapi omong kosong Clak. Ia masih merasa, pria itu menyembunyikan sesuatu darinya. “Arren, tidakkah kau ingat pertemuan pertama kita?” tanya Clark, mencoba menggali masa lalu bersama sang mantan kekasih. “Tidak,” jawab Arren dingin. Ia kini meringkuk dan memegangi lututnya dengan erat, mencoba mengusir hawa dingin yang mulai mendesak masuk ke dalam tubuhn
Di tengah momen canggung itu, tiba-tiba suasana berubah drastis.Ombak datang menggulung dengan kuat, membuat kapal boat mereka terguncang hebat. Arren dan Clark terhempas ke sisi kabin, keduanya merasa cemas dan terkejut karena tidak menduga bahwa hal seperti ini akan terjadi.“Arren! Pegangan yang erat!” perintah Clark sambil berusaha menjaga keseimbangannya.Kapal berguncang hebat, dan mereka merasa sulit untuk tetap berdiri.Arren memegang teralis jendela, seperti yang diperintahkan, sambil mencoba menahan keseimbangan.Pandangan matanya mencari Clark yang berada tidak jauh darinya. "Clark, apa yang terjadi?" teriak Arren di tengah gemuruh ombak yang mengganas.Clark tampak tegang. Sebelum ia bisa menjawab, suara sirine memenuhi ruangan mereka. Situasi darurat sedang terjadi, dan para penumpang harus bersiap menghadapi situasi terburuk.Perubahan cuaca yang mendadak membuat nahkoda tidak dapat memprediksi kejadian ini sebelumnya.Mereka akhirnya berusaha sekuat tenaga untuk menye
“Rahasia?” “Ya…” “Hm…” Clark memandang wajah Arren dengan tatapan penuh arti, namun, Arren tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan pria itu. “Entahlah. Haruskah aku mengatakan semuanya padamu?” tanya Clark retoris, seakan, ia memang sedang menyembunyikan banyak hal. “Sudahlah, lupakan. Anggap kau tak pernah mendengar apapun dariku,” Arren terlihat merajuk, karena perkataannya tidak ditanggapi serius oleh Clark. Pria itu terkekeh, dan menilai bahwa sikap Arren itu sangat imut, seperti kucing yang sedang marah. “Kau akan mengetahuinya nanti, secepatnya,” sahut Clark misterius. Pria itu meraih rambut emas Arren yang tampak berkibar, tertiup angin laut. Dalam pandangannya yang memabukkan, ia seolah ingin mengulang kembali kehidupan sebelum Leon masuk dan merusak kebersamaan mereka. “Tidakkah kau ingin kembali padaku, Arren?” tanya Clark dengan seutas senyuman. Arren ragu untuk menjawab, namun, ia juga tidak dengan tegas menolak ajakan itu. Hatinya masih dilingkupi kebimbangan.
Pelabuhan Rossie terhampar di depan mata, memanjakan indera dengan pesona yang memukau bagi setiap orang yang singgah di sana.Matahari pagi memancarkan sinar emas yang lembut, menerobos awan tipis dan menyinari segala sudut bangunan-bangunan di seberang dermaga. Dermaga kayu yang kokoh, tampak memancarkan kilauan alami, dengan hentakan air laut yang terkadang menyentuh ujung-ujungnya. Jejak pasir lembut yang tertinggal di sepanjang dermaga, mengingatkan pengunjung akan perjalanan pasang surut yang masih terus berlangsung di sana. Pohon-pohon kelapa berkibar, dengan daun yang menari-nari, menangkap hembusan angin laut yang masih sejuk dan menciptakan harmoni yang menenangkan hati.Namun, segala keindahan yang tersaji, tidak membawa kesenangan bagi hati Arren. Malah sebaliknya, situasi itu mengundang kenangan-kenangan buruk di masa lalu yang tidak ingin diingatnya kembali. Lagi-lagi, gambar mawar itu, mawar emas yang sangat ia benci, muncul di hadapannya."Clark! Katakan! Apakah in
"Tuan! Akh... Tuan!" "Errgh... akh! Kau sangat nikmat, Sayang." Adam Hart terkulai lemas di samping wanita penghibur yang menjadi penghangat ranjangnya, malam ini. Di sela-sela kesibukannya untuk mendapatkan Arren kembali, ia masih sempat membeli kenikmatan seperti ini. Apalagi kalau bukan dari uang saku yang diberikan oleh Abigail Rossie. "Anda akan memanggil saya lagi, Kan?" tanya wanita itu dengan gerakan menggoda, jemarinya mulai meremas-remas kejantanan Adam yang sudah tak berdaya. "Ya, tentu saja. Jangan berikan slot waktumu untuk pria lain..." Di tengah panasnya kamar mereka, sebuah dobrakan keras di pintu, mengejutkan keduanya. "Adam Hart?!" Adam melonjak kaget, sekonyong-konyong menutupi tubuh polosnya yang tampak penuh keriput itu dengan segera. "A--Abbey! Apa yang kau lakukan!" "Bisa-bisanya kau bersenang-senang di saat genting seperti ini! Dasar sampah!" Wanita itu melemparkan tasnya ke arah Adam, dengan kemurkaan yang luar biasa. Wanita penghibur yang ada di
(20 tahun yang lalu)Tuan Besar Rossie adalah seorang veteran perang.Ia berhasil kembali ke wilayahnya dengan selamat, berkat sebuah mukjizat.Pada hari kepulangannya, Tuan Besar membawa seorang anak laki-laki yang disebut sebagai penyelamat nyawanya.Anak tersebut berhasil mencegah Tuan Besar menginjak ranjau yang tersembunyi di wilayah buruan, dan sebagai tanda terima kasih, Tuan Besar membawa anak pemberani itu ke Mansionnya.Anak tersebut adalah Clark.Tuan Besar pernah berkata, "Aku ingin kau menjadi pelita, seperti anak-anak pemberani pada umumnya."Ucapan itu meninggalkan kesan di dalam hati Clark, yang kemudian bersumpah untuk melindungi keluarga Rossie seumur hidupnya.Beberapa tahun berlalu, Clark tumbuh menjadi remaja pemberani, yang kemudian menjadi tangan kanan Tuan Besar.Dengan cermat ia mengamati situasi di Wilayah Rossie sebelum akhirnya memulai tugas pertamanya sebagai pengawas, di usia yang masih sangat muda.Tuan Besar sangat mempercayainya, hingga memberikan tangg