Berika gem untuk cerita ini agar naik peringkat! Follow yuk untuk update :*
"Maaf, saya harus pergi, Nyonya, Tuan," Clark pamit sambil menundukkan kepalanya. Arren terentak, baru menyadari keberadaan Clark di sana. "Y–ya. Terima kasih, Clark," ucap Arren singkat. Leon mengangguk padanya dengan tenang. “Bisakah kita teruskan di kamar?” tanya Leon samnil mengangkat tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. “Turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri,” teriak Arren dengan perasaan malu. Ia kini sedang terayun dalam dekapan Leon yang tengah berjalan. “Kau lelah, aku menggendongmu agar tidak berjalan sendiri, nanti kakimu sakit.” Dahi Arren berkerut, bibirnya meruncing. Gadis itu selalu kalah cakap dengan Leon yang dapat membalikkan takdir sesuka hatinya. Ia tak lagi protes dengan keadaan ini. Leon memang sering menggendongnya ke manapun, hanya karena Arren tampak kurus dan lemah. Pria itu tidak sabar jika menunggu Arren mengayun langkah, yang bahkan tak lebih cepat dari seekor rubah. “Hhhh,” Arren mendengus, sambil menyembunyikan wajahnya. Ia masih merasa risih mes
Hari-hari telah berlalu dengan biasa. Arren dan Leon menjalani kehidupan mereka dengan kesibukan masing-masing. Leon terkadang pergi ke ibu kota untuk urusan bisnis, sedangkan Arren terus melatih diri agar semakin mahir berkelahi. Tentu saja Arren melakukan itu semua bukan untuk mencari masalah, namun sebagai pertahanan diri. Clark melatihnya dengan tekun, namun, durasi latihan mereka hanya berlangsung selama 2 jam setiap harinya. Leon melarang mereka berlatih terlalu lama, karena ia merasa cemburu, jika Arren dan Clark terlalu sering menghabiskan waktu bersama. Meski Arren menggerutu dan berpikir bahwa alasan Leon tidak masuk akal, namun, gadis itu tidak punya pilihan. Menurut atau kelas dibatalkan. Hanya itu pilihan yang Leon berikan padanya. Tentu saja Arren tidak bisa berkutik dan memilih untuk menurut saja. "Hari ini kita akan latihan dengan menggunakan senjata, Arren. Aku harap, kau berkonsentrasi. Latihan ini akan sangat berbahaya," tegas Clark, yang mulai mengeluarkan b
Leon menyipitkan pandangannya, memindai gadis yang mengajaknya bicara. Rambut gadis itu berwarna hitam dan tergerai indah. Wajahnya kecil dan putih, seperti porselen Cina. Benar, wajahnya bahkan khas orang Asia, dengan mata monolid yang berhiaskan glitter emas di sekitarnya.Gaun merah yang dipadukannya dengan lipstik berwarna senada, membuatnya tampak mempesona. Namun, Leon menolak untuk terlalu lama terpaku pada kecantikannya. Ia merasa berdosa pada Arren jika melakukan hal itu."Maaf, aku tidak bisa berbahasa Cina," tolak Leon sekenanya. Padahal gadis tadi menawarinya minum menggunakan bahasa Inggris yang fasih."Hahaha...," Ford tergelak, menyadari bahwa Leon salah menolak mangsa. "Maaf, Nona. Sepertinya temanku ini sedikit mabuk," tukasnya."Padahal aku berbicara dengan bahasa Inggris, mengapa kau kira aku berbicara dengan bahasa Mandarin, Tuan?" protes gadis itu, kemudian mengambil kursi untuk duduk di sebelah Leon."Whoa!" Leon tersentak, dengan kedekatan dada sang gadis yang
Leon merasa kesadarannya semakin buram. Efek minuman yang dicampur oleh Mei Ling membuatnya merasa limbung dan kehilangan kendali atas tubuhnya. Ford telah terkapar tak sadarkan diri di sebelahnya. Sepertinya, efek minuman malam ini benar-benar membuat mereka tak berdaya. Dengan susah payah, Leon mencoba memusatkan pikirannya dan menilai situasi dengan cermat. Efek mabuk yang dirasakannya berbeda dari yang biasa. Leon menyadari bahwa ada campuran obat yang memicu gejolak birahinya. Gairahnya tiba-tiba meninggi, seperti sedang diberi perangsang secara sengaja. "Ahh, bagaimana ini? Aku sangat menikmati buruanku," desis Mei Ling sambil mencengkram dagu Leon. Gadis itu dengan buas melumat bibir Leon, kemudian memainkan lidahnya dengan liar. "Mmhh… arghh!" Untuk sejenak, Leon merasakan sensasi yang membingungkan antara nafsu dan kewaspadaan. Namun, ia segera menggigit lidah Mei Ling ketika sebuah kilatan cahaya tiba-tiba berkedip di antara mereka. "Bajingan!" geram Leon dengan ke
Dalam kegelapan kamar yang semakin merayap, Leon kembali kehilangan kesadarannya.Efek bius yang ditancapkan seseorang padanya, kembali menguasai alam bawah sadarnya. "Ba--jingan!"Bruk! Leon kembali ambruk. Leon bisa merasakan kesadarannya yang memudar, dan kekuatannya yang perlahan menghilang.Sementara itu, Mei Ling bersama seorang pria bertopeng sedang berada di sisi tempat tidur.Dengan napas terengah-engah, Mei Ling tersenyum ke arah pria itu.Lampu kamar kembali menyala, dan pria itu melepaskan topengnya. "Kerja bagus, Mei Ling," pujinya, dengan selembar cek kosong dalam genggaman yang segera diserahkan kepadanya. "Senang berbisnis dengan Anda, Tuan," sahut Mei Ling yang segera mengambil cek itu. "Apakah Anda ingin saya membunuhnya?" tanya Mei Ling, sejurus kemudian. Adam Hart, sang pria bertopeng, menggeleng. Ia hanya menginginkan rekaman yang telah dikerjakannya. "Aku tidak ingin berbuat terlalu jauh. Aku hanya ingin putriku kembali.""Baiklah," Mei Ling segera beranja
Setelah insiden yang penuh bahaya, Leon ditemukan oleh para pengawalnya dalam keadaan yang sangat lemah dan tidak sadarkan diri.Mereka segera mengevakuasi Leon ke tempat yang aman.Setelah berhasil keluar dari situasi yang mengancam nyawa, kepala pengawal dengan cermat memeriksa luka-luka pada bosnya itu."Tidak ada luka serius," gumam kepala pengawal yang bertindak sebagai paramedis.Kepala pengawal hanya menemukan bekas-bekas lecet dan memar akibat pergulatan yang intens.Tidak ada luka terbuka yang cukup serius, ataupun tanda-tanda perdarahan internal yang mengkhawatirkan.Namun, meskipun luka fisiknya tampak tidak serius, kepala pengawal tetap prihatin dengan kondisi mental Leon.Setelah dipastikan bahwa Leon tidak mengalami luka serius yang mengancam nyawa, para pengawal memutuskan untuk membawanya kembali ke markas.Mereka memindahkan Leon dengan hati-hati, menghindari gerakan yang dapat memicu rasa sakit atau ketidaknyamanan lebih lanjut.Di markas, Leon diletakkan di tempat ti
Kembali ke momen ketika Arren mulai giat berlatih bersama Clark. Gadis itu tampak sangat bersemangat. Ia tidak ingin menjadi gadis yang lemah. Arren berjanji pada dirinya sendiri untuk dapat melindungi nyawanya ketika berada dalam bahaya. Arren muak jika terus-menerus menjadi sasaran kekejaman orang lain. Kali ini, Arren harus bisa menguatkan diri, baik secara mental maupun fisik. Arren sudah merasa semakin dewasa. "Kita akan berlatih pertarungan jarak dekat dengan senjata tajam," ujar Clark dengan serius. "Ingatlah, tujuan utama dari latihan ini adalah untuk melatih refleks dan kecepatanmu." Arren mengangguk, semangatnya kian berkobar. Ia telah bersiap sebaik mungkin untuk latihan ini. Meskipun Arren harap dapat berlatih dengan senjata api, namun, menurut Clark, Arren harus memahami pentingnya dasar-dasar pertarungan dengan belati. Arren menyadari betapa pentingnya kemampuan bertarung jarak dekat, terutama ketika serangan jarak jauh bisa diantisipasi oleh pengawal. "Baik, P
Gerimis di malam itu, terasa mencekam. Arren masih terbayang perasaan tidak nyaman akibat bekas luka tusukan. Luka di lengannya memang terasa nyeri, namun, luka di hatinya, lebih sakit lagi. "Bagaimana ini? Bagaimana jika Leon tidak lagi menginginkanku?" Gemuruh dalam dadanya, kembali menyapa. Arren seakan melupakan rencana melarikan diri dari sang mafia. Entah mengapa, penilaian sang suami menjadi penting dalam citra tubuhnya. Saat ini, Arren benar-benar merasa rendah diri dan tidak memiliki cahaya. "Tidurlah, Arren. Aku akan menjagamu,"Clark sudah di sisinya sejak ia dirawat, siang tadi. Sampai dini hari ini, pria itu masih setia di sana. Arren bahkan belum mendengar kabar tentang Leon. Apakah pria itu baik-baik saja? "Pergilah ke kamarmu, Clark. Aku tidak apa-apa," ucap Arren, sambil tidur membelakangi Clark. Hatinya tidak nyaman, karena terus memikirkan Leon. Clark mendengus, merasa diusir secara halus oleh Arren. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa. "Panggilah aku jika