Beranda / Romansa / Gairah Cinta CEO Muda / Bab 6 : Awal dari Perubahan

Share

Bab 6 : Awal dari Perubahan

Penulis: firaslfn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-16 23:25:23

Pagi ini, cuaca di luar kantor Mahendra Group begitu cerah. Matahari bersinar hangat, seakan memberi semangat pada semua orang yang bekerja di dalam gedung itu. Di salah satu sudut ruangan, Nayara duduk di mejanya, memandangi dokumen yang berserakan. Hatinya sedikit cemas karena harus menyelesaikan beberapa tugas yang menumpuk, tapi ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri.

"Semangat, Nayara," gumamnya pada diri sendiri sambil mulai membuka laptop.

Suara langkah-langkah sepatu terdengar dari arah pintu utama ruangan. Beberapa kolega Nayara berjalan melintas, tersenyum ramah. Salah satu dari mereka, Lisa Adriani, atau kerap di sapa Lisa. Ia berhenti sejenak di meja Nayara.

"Pagi, Nay! Banyak kerjaan, ya?" tanya Lisa sambil menaruh secangkir kopi di meja Nayara.

Nayara mengangkat wajahnya, tersenyum kecil. "Seperti biasa, Lis. Tapi nggak apa-apa. Lagi coba menyelesaikan yang bisa hari ini."

"Kalau butuh bantuan, kasih tahu, ya. Tapi kayaknya, nggak lama lagi ada yang mau bantu kamu secara spesial," goda Lisa dengan nada misterius.

Nayara mengernyit. "Maksud kamu apa?"

Lisa hanya tersenyum lebar tanpa menjawab, lalu melanjutkan langkahnya ke mejanya sendiri. Nayara menggeleng pelan, mengabaikan komentar aneh itu.

Namun, hanya berselang beberapa menit, suara langkah sepatu terdengar lagi, kali ini dengan ritme yang lebih tegas. Nayara mendongak dan mendapati sosok tinggi Devandra Satya Mahendra berjalan melewati ruang kerja mereka. Seperti biasa, sang CEO tampak rapi dengan setelan jas hitamnya, menampilkan aura wibawa yang membuat siapa pun merasa kecil di hadapannya.

"Selamat pagi," suara baritonnya terdengar singkat, membuat suasana di ruangan langsung berubah menjadi lebih hening.

"Selamat pagi, Tuan Mahendra," jawab para karyawan serempak, termasuk Nayara.

Devandra berhenti sejenak di depan meja Nayara, tatapannya jatuh pada dokumen-dokumen yang terbuka. "Nayara, saya butuh laporan progres proyek minggu lalu. Bisa kamu siapkan untuk meeting nanti?"

Nayara mengangguk cepat. "Tentu, Tuan Mahendra. Akan saya siapkan sebelum jam makan siang."

"Bagus. Kalau ada yang kurang jelas, langsung datang ke ruangan saya." Tanpa menunggu jawaban, Devandra melanjutkan langkahnya menuju ruangannya.

Setelah pria itu menghilang di balik pintu kaca besar, Lisa mendekat ke meja Nayara lagi. "Lihat kan, Nay? Tatapannya tadi... beda, lho," goda Lisa dengan nada berbisik.

Nayara memutar matanya. "Sudahlah, Lis. Itu cuma tugas biasa."

"Tugas biasa? Hmm, entahlah. Aku rasa, Tuan Mahendra punya cara pandang khusus ke kamu."

"Lisa, cukup!" Nayara berkata sambil menahan senyum malu, berusaha tetap fokus pada pekerjaannya.

Tidak terasa hari sudah menjelang waktu siang.

Setelah beberapa jam berkutat dengan laporan, Nayara akhirnya merasa puas dengan hasil kerjanya. Ia mencetak dokumen-dokumen tersebut, lalu memutuskan untuk langsung menyerahkannya ke ruangan Devandra.

Di depan pintu kaca yang tertutup, Nayara mengetuk dua kali dengan hati-hati.

"Masuk," suara Devandra terdengar dari dalam.

Nayara membuka pintu perlahan, mendapati Devandra sedang duduk di balik mejanya, membaca sesuatu di laptopnya. Tanpa mengangkat pandangannya, ia menunjuk kursi di depannya. "Duduk."

Nayara melangkah masuk, duduk dengan sikap hati-hati. "Ini laporan yang Tuan minta," ujarnya sambil meletakkan dokumen itu di meja.

Devandra mengambilnya, memeriksanya dengan teliti. Suasana hening untuk beberapa saat.

"Bagus," katanya akhirnya, sambil menutup dokumen itu. "Kamu selalu bisa diandalkan, Nayara."

"Terima kasih, Tuan."

Devandra mengangkat wajahnya, menatap langsung ke arah Nayara. "Tapi aku penasaran, Nayara. Apa yang membuatmu tetap bertahan di perusahaan ini, dengan semua tekanan yang ada?"

Pertanyaan itu membuat Nayara tertegun. Ia tidak menduga percakapan akan berubah menjadi personal. "Saya... merasa ini tempat yang tepat untuk belajar dan berkembang," jawabnya pelan. "Meskipun berat, saya menikmatinya."

Devandra tersenyum tipis. "Jawaban yang jujur. Itu salah satu alasan kenapa saya memilih kamu untuk tim inti proyek ini."

Nayara merasa pipinya sedikit memanas. "Terima kasih atas kepercayaannya, Tuan."

"Tidak perlu formal. Cukup panggil saya Devandra jika di ruangan ini," katanya tiba-tiba.

Nayara mengerjap, tidak tahu bagaimana harus merespons. "Baik, Tuan Mah—maksud saya, Devandra," ujarnya ragu.

Devandra tertawa kecil, sesuatu yang jarang ia lakukan. "Santai saja, Nayara. Saya tahu saya bukan tipe atasan yang mudah didekati. Tapi saya ingin kamu tahu, saya sangat menghargai semua kerja kerasmu."

Kata-katanya terdengar tulus, membuat Nayara merasa sedikit canggung. "Saya hanya melakukan tugas saya."

"Tapi tidak semua orang melakukannya dengan sepenuh hati seperti kamu."

Hening sejenak, sebelum Devandra melanjutkan. "Kalau tidak keberatan, makan siang bersama nanti? Ada beberapa hal yang perlu saya diskusikan."

Nayara menatapnya, sedikit bingung. "Tentu, Devandra. Saya akan menyesuaikan waktu."

"Baik. Saya akan menunggumu di restoran di lantai bawah, jam satu," katanya sebelum kembali fokus pada laptopnya.

Nayara keluar dari ruangan itu dengan pikiran yang mulai dipenuhi banyak hal. Sesuatu dalam cara Devandra berbicara dan memperlakukannya terasa berbeda hari ini.

Namun, Nayara memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya... setidaknya untuk saat ini.

Tepat pukul satu siang, Nayara melangkah menuju restoran di lantai bawah gedung Mahendra Group. Restoran itu memiliki suasana elegan dengan interior modern dan musik instrumental yang mengalun lembut. Beberapa karyawan terlihat sedang makan siang bersama rekan-rekan mereka, tapi mata Nayara langsung menangkap sosok Devandra yang duduk di salah satu meja dekat jendela.

Ia mengenakan kemeja putih yang lengan atasnya digulung, memperlihatkan lengan kokohnya. Pemandangan itu membuat Nayara sedikit gugup, tapi ia segera menenangkan dirinya dan melangkah mendekat.

"Devan?" sapanya dengan sopan saat tiba di meja.

Devandra mengangkat wajahnya dari ponsel, lalu tersenyum kecil. "Duduklah, Nayara."

Nayara menurut, lalu merapikan sedikit rambutnya yang berantakan karena perjalanan singkat tadi. Seorang pelayan datang membawakan menu, tapi sebelum Nayara sempat membuka, Devandra berbicara.

"Saya sudah memesan untuk kita. Saya harap kamu tidak keberatan."

"Oh, tidak, tidak masalah," jawab Nayara cepat.

Devandra mengangguk, lalu tatapannya beralih ke Nayara. Ada sesuatu dalam cara ia menatapnya—tenang, tapi penuh perhatian. Nayara merasa sedikit gugup, tapi ia mencoba untuk tidak memperlihatkannya.

"Terima kasih sudah mau makan siang bersama," kata Devandra, memecah keheningan. "Ada beberapa hal yang ingin saya diskusikan, tapi jangan khawatir, ini tidak sepenuhnya tentang pekerjaan."

Nayara mengernyit, sedikit bingung. "Oh? Kalau begitu, tentang apa?"

Devandra tersenyum samar. "Pertama, saya ingin tahu bagaimana pendapatmu tentang proyek baru yang sedang kita tangani. Saya ingin mendengar perspektifmu sebagai salah satu anggota tim inti."

"Oh," Nayara mengangguk, merasa lega bahwa percakapan tetap profesional. "Saya pikir proyek ini memiliki banyak potensi, terutama dengan konsep yang kita tawarkan. Tapi mungkin ada beberapa tantangan dalam eksekusinya, terutama terkait timeline yang cukup ketat."

Devandra mendengarkan dengan serius, sesekali mengangguk. "Pendapat yang bagus. Saya akan mempertimbangkan itu saat meeting dengan klien nanti."

Nayara tersenyum kecil. "Terima kasih, Devan. Saya hanya mencoba memberikan masukan terbaik."

Makanan mereka tiba, dan untuk beberapa saat, percakapan mereka terhenti. Nayara merasa suasananya lebih santai dibandingkan biasanya, meskipun ia masih merasa sedikit canggung berada di dekat Devandra di luar konteks kerja.

Namun, ketika mereka hampir selesai makan, Devandra berbicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih serius.

"Nayara," katanya, meletakkan garpunya. "Ada satu hal lagi yang ingin saya bicarakan denganmu."

Nayara mengangkat wajahnya, menatapnya dengan hati-hati. "Apa itu?"

Devandra terdiam sejenak, seolah mencari kata-kata yang tepat. "Saya ingin lebih mengenalmu, bukan hanya sebagai rekan kerja. Tapi sebagai... Nayara."

Nayara tertegun. Perkataannya terdengar sederhana, tapi nada suaranya mengisyaratkan sesuatu yang lebih dalam. "Mengenal saya?" tanyanya ragu.

Devandra tersenyum tipis. "Ya. Saya tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi selama kita bekerja bersama, Saya merasa kamu adalah seseorang yang berbeda. Kamu punya dedikasi yang luar biasa, tapi saya juga melihat sisi lain dari dirimu. Saya ingin tahu lebih banyak tentang itu."

Nayara merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Ia tidak tahu harus merespons bagaimana. "Saya... tidak tahu harus berkata apa."

"Saya tidak meminta jawaban sekarang, Naya," potong Devandra lembut. "Saya hanya ingin kamu tahu bahwa saya menghargai keberadaanmu, bukan hanya sebagai bagian dari tim, tapi juga sebagai individu."

Nayara terdiam, mencoba memproses kata-kata itu. Suasana di antara mereka menjadi lebih hening, tapi tidak terasa canggung. Ada kehangatan dalam tatapan Devandra yang tidak biasa Nayara lihat sebelumnya.

"Tapi, kita masih atasan dan bawahan," ujar Nayara pelan, mencoba menjaga batasan.

Devandra tersenyum kecil, lalu mengangguk. "Saya tahu. Dan saya tidak akan melakukan apa pun yang membuatmu merasa tidak nyaman. Kita bisa mulai dengan pelan-pelan, kalau kamu mau."

Nayara tidak tahu bagaimana harus merespons. Ia hanya bisa mengangguk kecil, berharap itu cukup untuk saat ini.

Ketika mereka kembali ke kantor setelah makan siang, Nayara merasa suasana di antara mereka mulai berubah. Tidak ada lagi ketegangan yang sama seperti sebelumnya. Sebaliknya, ada perasaan yang lebih ringan—seolah Devandra telah membuka pintu kecil untuk sesuatu yang baru di antara mereka.

Namun, Nayara tahu, ini hanyalah awal dari sesuatu yang mungkin akan jauh lebih rumit ke depannya.

***

To Be Continued.

Bab terkait

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 7 : Langkah yang Berbeda

    Setelah makan siang itu, Nayara kembali ke mejanya dengan langkah sedikit lebih lambat dari biasanya. Pikiran-pikirannya berputar pada percakapan mereka di restoran tadi. Saya ingin lebih mengenalmu. Kata-kata Devandra masih terngiang-ngiang di telinganya, membuat jantungnya berdebar lebih cepat dari yang seharusnya. "Nayara!" Suara Lisa mengejutkannya dari lamunan. Nayara mengerjap, menoleh cepat ke arah sahabatnya yang berdiri dengan senyum usil. "Kamu kenapa sih? Dari tadi senyum-senyum sendiri. Ada apa, nih?" "Apa sih, Lis?" Nayara buru-buru merapikan dokumen di mejanya, berusaha mengalihkan topik. Namun Lisa tentu saja tidak akan berhenti semudah itu. "Jangan bohong! Tadi aku lihat kalian berdua makan siang bareng di restoran bawah." Lisa memelankan suaranya sambil mendekat. "Ada apa, Nay? Jangan bilang bos kita yang super dingin itu mulai menunjukkan sisi manusiawinya?" "Lisa, tolong, ya." Nayara mendesah pelan, menyembunyikan rasa malunya. "Itu cuma makan siang biasa. Dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 8 : Jejak Luka Masa Lalu

    Hujan deras mengguyur kota malam itu, menciptakan irama yang samar menenangkan namun penuh kesedihan. Di apartemennya yang luas, Devandra duduk sendirian di ruang kerja, tenggelam dalam bayang-bayang masa lalu. Sebuah gelas bourbon hampir kosong berada di atas meja, sementara tangan kirinya memegang sebuah bingkai foto tua. Foto itu sederhana, tetapi menyimpan begitu banyak kenangan. Seorang bocah kecil dengan senyum polos berdiri di samping seorang wanita cantik yang memeluknya penuh kasih. Wanita itu adalah ibunya—sosok yang dulu menjadi dunianya, sebelum segalanya berubah menjadi mimpi buruk yang tak pernah ia harapkan. Kilasan Masa Lalu Devandra kecil duduk di tangga rumah mewahnya, memeluk boneka singa lusuh kesayangannya. Di ruang tamu, suara teriakan memecah keheningan malam. Ayahnya berdiri dengan wajah merah padam, memandang ibunya dengan penuh amarah. “Kamu pikir aku tidak tahu? Kamu menyembunyikan uang dariku!” bentaknya kasar. "Aku hanya ingin menyimpan sedikit untuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 9 : Bayangan yang Kembali

    Pagi ini, langit cerah dengan sinar matahari yang lembut menerobos kaca jendela ruang kerja Devandra. Di luar, hiruk-pikuk kota mulai terasa, tetapi di dalam ruangan itu, keheningan mendominasi. Nayara baru saja menyelesaikan presentasinya di hadapan beberapa petinggi perusahaan, termasuk Devandra. Tatapan pria itu sulit ditebak, tetapi ada sesuatu di matanya yang membuat Nayara gugup.Setelah rapat usai, Nayara hendak kembali ke mejanya ketika suara berat Devandra menghentikannya.“Nayara, tunggu sebentar.”Nayara berbalik, menatap pria itu dengan sedikit kebingungan. “Ada apa, Pak Devandra?”“Kamu punya waktu sebentar? Aku ingin membahas sesuatu.”Nada suaranya terdengar santai, tetapi Nayara merasakan ketegangan yang tersirat. Ia mengangguk, mengikuti langkah Devandra menuju ruangannya.Setelah berada di dalam ruangan, Devandra duduk di balik mejanya, sementara Nayara duduk di seberangnya. Suasana terasa canggung, seperti ada sesuatu yang ingin Devandra katakan tetapi ia ragu untu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 10 : Jejak di Tengah Hujan

    Langit yang tadinya cerah mendadak berubah mendung. Hujan deras mulai turun saat Devandra dan Nayara keluar dari gedung tempat mereka menghadiri rapat dengan salah satu klien penting. Jalanan mulai dipenuhi genangan air, dan suara derasnya hujan mengisi keheningan di antara mereka.“Sepertinya kita harus menunggu hujan reda,” ucap Nayara, memandang langit yang gelap.Devandra mengangguk. “Tunggu di sini. Aku akan meminta sopir membawa mobil lebih dekat.”Namun, sebelum Devandra sempat melangkah pergi, sebuah pengumuman terdengar dari ponselnya. “Pak, maaf. Mobil terjebak macet di persimpangan. Mungkin akan memakan waktu lebih lama.”Devandra menghela napas pelan, lalu kembali berdiri di samping Nayara. Ia melirik wanita itu yang mulai gelisah karena angin dingin yang menyertai hujan.“Di sini terlalu dingin. Kita cari tempat berteduh,” ucap Devandra sambil melangkah lebih dulu menuju sebuah teras kecil di dekat mereka.Mereka duduk di kursi kayu yang sudah agak basah karena cipratan h

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 11: Bayangan Masa Lalu dan Langkah Baru

    Langkah Arga terdengar jelas di tengah keheningan. Suaranya yang memanggil nama Nayara membuat suasana menjadi tegang. Devandra tetap berdiri di samping Nayara, melindungi wanita itu dengan caranya yang tenang tapi penuh kewibawaan.“Arga, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Nayara, mencoba menenangkan diri meski hatinya bergemuruh.Arga melangkah mendekat, sorot matanya serius. “Aku mendengar tentangmu dari teman-teman lama. Aku tahu aku bukan bagian dari hidupmu lagi, tapi aku ingin kita bicara. Hanya sebentar.”Devandra menatap Arga tajam, tapi tidak berkata apa-apa. Ia menoleh pada Nayara, memberikan ruang untuknya memutuskan.Nayara menghela napas panjang, lalu menatap Devandra. “Aku akan bicara dengannya. Sebentar saja.”Devandra ragu, tapi akhirnya mengangguk. “Aku akan menunggu di sini kalau kamu butuh.”Nayara melangkah keluar bersama Arga. Mereka berhenti di sebuah sudut yang cukup sepi, jauh dari perhatian orang-orang. Hujan masih terdengar samar di luar gedung, menciptak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 12 : Jejak di Antara Keraguan

    Beberapa hari kemudian, suasana kantor terasa lebih sibuk dari biasanya. Koleksi baru hasil kolaborasi Nayara dan Devandra mulai menarik perhatian media. Semua karyawan tampak bersemangat, membicarakan desain-desain yang akan segera diluncurkan.Nayara duduk di ruangannya, memeriksa prototipe terakhir gaun-gaun yang akan digunakan dalam koleksi tersebut. Pikirannya masih bercampur aduk setelah wawancara dengan majalah fashion ternama. Kata-kata sang pewawancara terus terngiang di kepalanya."Apakah Anda berencana untuk kembali ke dunia modeling?"Ia menghela napas panjang. Tidak semudah itu baginya untuk kembali, meskipun dukungan publik begitu besar. Ada banyak kenangan pahit yang masih membekas di hatinya, kenangan yang membuatnya takut untuk melangkah lagi.Devandra muncul di pintu ruangannya, mengetuk pintu dengan pelan. “Bagaimana hasil revisi terakhirnya?” tanyanya, suaranya seperti biasa, tenang dan lugas.Nayara menoleh, menunjukkan beberapa sketsa di mejanya. “Aku sudah menye

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 13 : Diantara Impian dan Trauma

    Nayara termenung dalam duduk nya. Hari ini setelah rapat yang panjang mengenai pakaian desain nya yang akan di luncurkan sudah di setujui dan akan di laksanakan esok harinya. Entah mengapa Nayara seakan tidak tau langkah setelah ini.Ia memikirkan mengenai perkataan orang-orang yang mendukung nya untuk kembali ke dunia modeling dimana dirinya sudah dua tahun meninggalkan dunia itu dan berhenti dari dunia itu juga tidak semudah itu. Banyak yang dilalui Nayara setelahnya.Diwaktu yang sama, di dalam ruangan Devandra. Ia sibuk berkutat dengan ponsel nya. Melihat perkembangan mengenai berita tentang Nayara yang kembali tersorot.Devandra tersenyum tipis, sangat tipis. Tapi tidak sampai beberapa detik senyuman itu hilang bersama dengan layar ponsel nya yang menunjukkan telpon masuk dari nomor yang tidak ia kenal.Dengan ragu, Devandra menjawab telpon tersebut.Seketika wajahnya berubah datar dan dingin setelah tau si penelpon."Apa lagi!" ucapnya dengan menekan setiap katanya."Saya tida

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 14 : Pilihan Devandra

    Setelah kepergian Nayara, Devandra masih duduk di sofanya, memandang map yang ditinggalkan Nayara. Perasaannya campur aduk. Ia tahu mendukung Nayara adalah hal yang benar, tetapi pikirannya terusik oleh kenyataan bahwa kepergian Nayara ke New York akan membuatnya kehilangan sosok yang selama ini memberinya semangat.Ia mengambil map itu, mencoba fokus pada laporan yang Nayara bawa, tetapi pikirannya terus melayang pada kata-kata terakhir Nayara. "Terima kasih, Devandra." Kalimat itu terdengar tulus, tetapi di balik senyumnya, Devandra merasakan jarak yang tak bisa ia jangkau. Nayara belum siap membuka hati, dan ia tahu itu. Namun, apakah ia harus menyerah?Devandra bangkit dari sofa dan berjalan ke arah jendela besar di ruangannya. Matanya tertuju pada kerlip lampu kota yang seolah mencerminkan kegelisahan di hatinya. Ponselnya yang tergeletak di meja mulai berdering lagi, kali ini dari nomor yang sama. Dengan enggan, Devandra mengangkatnya."Ayah, saya sudah bilang—""Devandra," suar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 18: Antara Cinta dan Ketakutan

    Devandra kembali ke kamarnya, matanya tertuju pada bayangannya sendiri di cermin. Ia menatap wajahnya yang dingin, mencerminkan kepribadiannya yang keras kepala dan tertutup. Ia selalu begitu, tak mau menunjukkan kelemahan di depan orang lain. Ia terbiasa dengan dunia yang keras dan penuh bahaya.Ia mengingat perkataan Nayara, "Kamu tidak harus menghadapi semuanya sendirian." Namun, bagaimana bisa ia berbagi beban yang ia tanggung selama ini?Ia tak pernah melupakan kekecewaan yang dalam yang ia rasakan ketika ayahnya, Mahendra, meninggalkan ibunya dan dirinya. Kekecewaan itu menyeruak kembali ketika ia melihat Mahendra bersama istri barunya. Devandra tak pernah memaafkan ayahnya.Ayahnya yang seharusnya menjadi tiang penyangga kehidupan, yang seharusnya memberikan perlindungan dan cinta, justru meninggalkan mereka saat mereka paling membutuhkan. Devandra merasa dikhianati. Ia merasakan bahwa ibunya men

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 17: Bayang Ancaman dan Perpisahan yang Berat

    Setelah Nayara pergi, Devandra berdiri mematung di sudut ruangan. Pikirannya kacau, bercampur aduk antara rasa marah, khawatir, dan sedih. Kehadiran ayahnya, Mahendra, di acara ini bukan hanya mengancam dirinya tetapi juga orang-orang yang ia sayangi. Dan sekarang, ancaman itu semakin nyata. Devandra melangkah menuju balkon hotel untuk menenangkan diri. Udara malam yang dingin menerpa wajahnya, tetapi tidak cukup untuk mendinginkan pikirannya yang bergolak. Ia mengingat setiap kata ayahnya, setiap ancaman yang dilontarkan dengan nada datar namun penuh intimidasi. "Kalau aku menyerah pada ancamannya, aku sama saja membiarkan dia menang," gumam Devandra sambil mengepalkan tangannya. "Tapi kalau aku terus melawan, Nayara dan yang lain akan menjadi targetnya." Ia menatap langit malam yang gelap. Pikirannya melayang ke masa lalu, saat ibunya masih hidup. Ia teringat senyuman lembut ibunya yang selalu menjadi sumber kekuatan bagi dirinya. Tapi sekarang, ia merasa sendirian. Hanya dirinya

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 16: Kemunculan Ayah Devandra

    Saat ini Devandra kembali masuk ke dalam hotel dengan langkah berat, pikirannya terus tertuju pada sang ayah yang setelah sekian lama nya ia diberi peringatan yang begitu membuatnya terancam, dimana ayahnya mengancam seluruh orang terdekat di sekitar nya termasuk Nayara. Entah jalan apa yang akan ia ambil untuk langkah selanjutnya. Karna awal ancaman ayahnya dulu sangat tidak terlalu membuatnya takut tidak seperti sekarang, karena semuanya sudah berubah. Inilah yang ia takutkan di saat ingin mendekati lebih sosok Nayara karena cepat atau lambat ayah nya pasti tau dirinya mendekati seorang perempuan dan sekarang akan menjadi tersangka ancaman nya.Disaat Devandra tengah berkelahi dengan pikiran nya, jauh dari sana seseorang memperhatikan Devandra dengan secangkir minuman di tangannya. "Kamu sudah tidak bisa lari lagi dari ku, Devan." Pria itu, berjalan mendekati Devandra dengan langkah tenang. Dia, Ayah Devandra yang tidak lama datang menginjak lantai hotel dan bergabung dengan tamu

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 15 : Peringatan Ayah Devandra

    Setelah percakapan singkat itu, Nayara melangkah meninggalkan Devandra. Namun, Devandra tetap berdiri di tempatnya, memperhatikan punggung Nayara yang perlahan menghilang di balik kerumunan tamu undangan. Ia merasa ada sesuatu yang belum selesai, tetapi ia juga tahu tidak ada gunanya memaksakan sesuatu yang Nayara belum siap untuk menerima. Suasana pesta semakin meriah. Musik lembut mengalun, lampu-lampu kristal memancarkan kilauan elegan, dan tamu-tamu saling bercakap dengan gelas sampanye di tangan. Devandra memutuskan untuk menepi sejenak, mencari udara segar di balkon hotel. Saat ia keluar, ia menemukan Arga berdiri di sana, memandangi pemandangan kota malam. Devandra mengerutkan kening. Ia tidak menyangka pria itu akan hadir di acara ini, apalagi setelah pertemuan mereka di kafe tadi malam. "Arga," sapa Devandra dengan nada datar. Arga menoleh, wajahnya menyiratkan kejengkelan yang sama seperti sebelumnya. "Kita bertemu lagi. Dunia ini memang kecil, ya?" Devandra berjalan me

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 14 : Pilihan Devandra

    Setelah kepergian Nayara, Devandra masih duduk di sofanya, memandang map yang ditinggalkan Nayara. Perasaannya campur aduk. Ia tahu mendukung Nayara adalah hal yang benar, tetapi pikirannya terusik oleh kenyataan bahwa kepergian Nayara ke New York akan membuatnya kehilangan sosok yang selama ini memberinya semangat.Ia mengambil map itu, mencoba fokus pada laporan yang Nayara bawa, tetapi pikirannya terus melayang pada kata-kata terakhir Nayara. "Terima kasih, Devandra." Kalimat itu terdengar tulus, tetapi di balik senyumnya, Devandra merasakan jarak yang tak bisa ia jangkau. Nayara belum siap membuka hati, dan ia tahu itu. Namun, apakah ia harus menyerah?Devandra bangkit dari sofa dan berjalan ke arah jendela besar di ruangannya. Matanya tertuju pada kerlip lampu kota yang seolah mencerminkan kegelisahan di hatinya. Ponselnya yang tergeletak di meja mulai berdering lagi, kali ini dari nomor yang sama. Dengan enggan, Devandra mengangkatnya."Ayah, saya sudah bilang—""Devandra," suar

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 13 : Diantara Impian dan Trauma

    Nayara termenung dalam duduk nya. Hari ini setelah rapat yang panjang mengenai pakaian desain nya yang akan di luncurkan sudah di setujui dan akan di laksanakan esok harinya. Entah mengapa Nayara seakan tidak tau langkah setelah ini.Ia memikirkan mengenai perkataan orang-orang yang mendukung nya untuk kembali ke dunia modeling dimana dirinya sudah dua tahun meninggalkan dunia itu dan berhenti dari dunia itu juga tidak semudah itu. Banyak yang dilalui Nayara setelahnya.Diwaktu yang sama, di dalam ruangan Devandra. Ia sibuk berkutat dengan ponsel nya. Melihat perkembangan mengenai berita tentang Nayara yang kembali tersorot.Devandra tersenyum tipis, sangat tipis. Tapi tidak sampai beberapa detik senyuman itu hilang bersama dengan layar ponsel nya yang menunjukkan telpon masuk dari nomor yang tidak ia kenal.Dengan ragu, Devandra menjawab telpon tersebut.Seketika wajahnya berubah datar dan dingin setelah tau si penelpon."Apa lagi!" ucapnya dengan menekan setiap katanya."Saya tida

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 12 : Jejak di Antara Keraguan

    Beberapa hari kemudian, suasana kantor terasa lebih sibuk dari biasanya. Koleksi baru hasil kolaborasi Nayara dan Devandra mulai menarik perhatian media. Semua karyawan tampak bersemangat, membicarakan desain-desain yang akan segera diluncurkan.Nayara duduk di ruangannya, memeriksa prototipe terakhir gaun-gaun yang akan digunakan dalam koleksi tersebut. Pikirannya masih bercampur aduk setelah wawancara dengan majalah fashion ternama. Kata-kata sang pewawancara terus terngiang di kepalanya."Apakah Anda berencana untuk kembali ke dunia modeling?"Ia menghela napas panjang. Tidak semudah itu baginya untuk kembali, meskipun dukungan publik begitu besar. Ada banyak kenangan pahit yang masih membekas di hatinya, kenangan yang membuatnya takut untuk melangkah lagi.Devandra muncul di pintu ruangannya, mengetuk pintu dengan pelan. “Bagaimana hasil revisi terakhirnya?” tanyanya, suaranya seperti biasa, tenang dan lugas.Nayara menoleh, menunjukkan beberapa sketsa di mejanya. “Aku sudah menye

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 11: Bayangan Masa Lalu dan Langkah Baru

    Langkah Arga terdengar jelas di tengah keheningan. Suaranya yang memanggil nama Nayara membuat suasana menjadi tegang. Devandra tetap berdiri di samping Nayara, melindungi wanita itu dengan caranya yang tenang tapi penuh kewibawaan.“Arga, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Nayara, mencoba menenangkan diri meski hatinya bergemuruh.Arga melangkah mendekat, sorot matanya serius. “Aku mendengar tentangmu dari teman-teman lama. Aku tahu aku bukan bagian dari hidupmu lagi, tapi aku ingin kita bicara. Hanya sebentar.”Devandra menatap Arga tajam, tapi tidak berkata apa-apa. Ia menoleh pada Nayara, memberikan ruang untuknya memutuskan.Nayara menghela napas panjang, lalu menatap Devandra. “Aku akan bicara dengannya. Sebentar saja.”Devandra ragu, tapi akhirnya mengangguk. “Aku akan menunggu di sini kalau kamu butuh.”Nayara melangkah keluar bersama Arga. Mereka berhenti di sebuah sudut yang cukup sepi, jauh dari perhatian orang-orang. Hujan masih terdengar samar di luar gedung, menciptak

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 10 : Jejak di Tengah Hujan

    Langit yang tadinya cerah mendadak berubah mendung. Hujan deras mulai turun saat Devandra dan Nayara keluar dari gedung tempat mereka menghadiri rapat dengan salah satu klien penting. Jalanan mulai dipenuhi genangan air, dan suara derasnya hujan mengisi keheningan di antara mereka.“Sepertinya kita harus menunggu hujan reda,” ucap Nayara, memandang langit yang gelap.Devandra mengangguk. “Tunggu di sini. Aku akan meminta sopir membawa mobil lebih dekat.”Namun, sebelum Devandra sempat melangkah pergi, sebuah pengumuman terdengar dari ponselnya. “Pak, maaf. Mobil terjebak macet di persimpangan. Mungkin akan memakan waktu lebih lama.”Devandra menghela napas pelan, lalu kembali berdiri di samping Nayara. Ia melirik wanita itu yang mulai gelisah karena angin dingin yang menyertai hujan.“Di sini terlalu dingin. Kita cari tempat berteduh,” ucap Devandra sambil melangkah lebih dulu menuju sebuah teras kecil di dekat mereka.Mereka duduk di kursi kayu yang sudah agak basah karena cipratan h

DMCA.com Protection Status