"Apa yang sedang kau lakukan, Glenn?"
Seorang pria berpakaian serba hitam yang sedang menadahkan pistol dan seorang pria dalam posisi jatuh terduduk itu menoleh bersamaan ke arah Bella.
Ekspresi dingin tercetak jelas di raut wajah Glenn yang sedang membawa pistol, membuat siapapun yang kini melihatnya tanpa sadar bergidik ngeri entah mengapa.
Sementara Aaron mulai beranjak berdiri, "Kau juga berada di sini, Bella? Tidak ada apa-apa. Hanya sebuah kesalahpahaman kecil saja," ujar Aaron yang berusaha menenangkan Bella seraya membersihkan celana dan jas hitamnya dari rumput yang menempel.
Glenn yang sedang menadahkan pistol menghela napas panjang sebelum memasukkan kembali pistol tersebut ke dalam saku jasnya dengan santai. Pria itu kemudian berjalan ke arah Bella dan membawa gadis itu pergi. Menyisakan Emma dan Aaron yang masih berdiri di sudut taman.
"Apa kau sungguh tidak apa-apa, Aaron? Apakah ada yang terluka? Sudut bibirmu tampaknya b
Emma yang duduk di dalam mobil Aaron sedang berusaha menenangkan debaran jantungnya sendiri. Gadis itu takut jika Aaron yang duduk di sebelahnya mampu mendengar suara detak jantung yang menurutnya terlalu kuat karena organ itu sedang memompa darah ke seluruh tubuh lebih cepat. Kini, Emma hanya mengarahkan wajahnya menatap keluar jendela mobil. Bahkan, kepala dan leher gadis itu juga terlihat kaku menatap ke jendela itu, tidak bergerak sedikit pun. Emma benar-benar menghindari untuk bertatapan dengan Aaron. Sungguh gadis mungil yang begitu polos! Sementara Aaron yang merasakan kecanggungan Emma hanya tersenyum kecil kala melihat tingkah gadis itu, "Kurasa lehermu akan sakit jika kau terus melihat ke arah sana," celetuk Aaron yang membuat Emma terkesiap. "Ah, maaf. Aku hanya sedang menikmati pemandangan musim semi," kilah Emma dengan memalsukan senyuman. Terang saja Emma merasa tidak nyaman. Sebab, gadis itu masih mengingat dengan jelas momen keti
Green Hill, London; Kediaman Old Master Lucas.Bella memasuki sebuah mansion mewah kediaman Old Master Lucas dengan perasaan gugup dan berdebar. Ya, sesuai dengan reputasinya yang selalu disamakan dengan anggota keluarga kerajaan, semua yang terlihat di sekeliling Bella saat ini memang benar-benar tampak seperti sebuah istana megah yang sering terlihat dalam negeri dongeng.Pandangan gadis itu seolah tidak dapat berhenti mengedar untuk mengagumi setiap interior elegan klasik yang melekat begitu kental pada bangunan tersebut, pigura-pigura dengan lukisan abad pertengahan bernilai tinggi yang tampak menghiasi sepanjang dinding, serta sofa beledu merah yang juga hampir memenuhi lantai bawah dengan sebuah meja melingkar mewah.Kini, Bella dan Glenn sedang berjalan menuju lantai dua mansion. Dengan setelan jas kelabu yang membungkus tubuhnya yang sempurna, Glenn melipat sebelah lengan untuk mempersilakan jemari lentik Bella melingkar indah di sana. Sedangkan dengan b
Musik tarantella napoletana khas Italia masih menggema seantero ruangan lantai dua kediaman Old Master Lucas. Beberapa pasang pria dan wanita sedang asyik menggerakkan kaki dengan begitu energik seraya tertawa gembira penuh sukacita. Sementara Bella dan Glenn kini juga sudah berada di antara mereka, di tengah ruangan."Apa kau sudah siap?" tanya Glenn dengan senyuman menawan.Bella mengangguk dan tersenyum cerah. Glenn melipat lengan dan langsung disambut dengan jemari lentik Bella yang melingkar indah di lengan bagian dalamnya. Mereka berputar dan menggerakkan kaki mengikuti irama musik dengan tempo yang cukup tinggi."Apakah kau tahu asal dari tarian tarantella ini?" Glenn bertanya di sela-sela kegiatan mereka menari."Tidak, tetapi aku sungguh menyukainya. Ternyata ini begitu menyenangkan!" Bella tertawa renyah seraya berputar-putar dan menggerakkan kakinya. Sementara Glenn ikut menarik sudut bibirnya tersenyum karena melihat wajah ceria gadis itu. "Ja
Emma memasukkan beberapa ons buah anggur ke dalam wadah styrofoam yang nantinya akan dilapisi plastik transparan dan dijajahkan ke market-market terdekat. Sebuah senyuman manis tidak ada hentinya terbit dan menyinari bibir mungil gadis tersebut. Wajahnya berbinar cerah seolah akan menyilaukan siapa pun yang melihatnya.Sementara tidak jauh dari Emma berada, terdapat seorang pria berusia lima puluhan bertubuh tinggi dan kekar, diam-diam mengamati Emma yang tengah tersenyum-senyum sendiri. Dia adalah Ayah kandung Emma—Jackson yang lebih sering dipanggil Jack—yang sedang memindahkan beberapa kotak kayu berisi pesanan buah-buah apel ke dalam mobil pick up."Aku takut gigimu akan mengering jika kau terus tersenyum dan tertawa sendiri seperti itu," sahut Jack dengan beberapa tumpukan kotak kayu di kedua tangannya.Namun, Emma tidak menanggapi dan justru melamun sendiri. Gadis itu tidak menyadari jika Jack sedang menyindirnya. Sementara Jackson yang m
Berbagai macam hidangan lezat yang berasal dari mahakarya koki yang tidak diragukan lagi kualitasnya kini telah tertata rapi di atas meja. Sebuah meja makan dengan ukuran cukup besar dan mewah itu telah terduduk Bella, Glenn, Master Lucas, dan juga Madam Cecile yang akan menikmati makan malam bersama.Dengan gaya elegan, Bella mengambil kain serbet dan menaruhnya di pangkuan. Jemari lentiknya kemudian mengambil garpu di tangan kiri dan pisau di tangan kanan. Gadis itu memilih ratatouille sebagai hidangan makan malamnya. Sementara Glenn memilih sup a l'oignon kesukaannya.Suasana hening menyergap ruang makan sekitar dua puluh menit sebelum akhirnya mereka semua telah menyelesaikan kegiatan makan sembari membersihkan mulut dengan serbet dengan kedua tangan."Apakah kau menyukai hidangannya, Bella sayang?" Madam Cecile tersenyum ramah.Bella mengangguk dengan wajah ceria, "Ya, aku menyukainya, Mom. Makanannya sungguh lezat sampai-sampai aku ingin berkenalan
Madam Cecile dan Bella kini tengah duduk bersebelahan di permukaan sofa berbulu lembut dengan sebuah album foto yang menjadi pusat perhatian di antara keduanya. Dua wanita cantik tersebut sibuk melihat-lihat setiap lembar foto yang tersusun rapi di dalamnya.Sedangkan di ujung sana, seorang pria justru sedang duduk menyendiri dengan wajah ditekuk kala mendengar tawa menggema dari dua wanita itu. Dia adalah Glenn yang sedang dilingkupi aura kekesalan. Bagaimana tidak? Mereka kini tengah melihat foto-foto pertumbuhannya dari masa bayi, anak-anak, remaja, hingga dewasa.Dengan tatapan tajam dan aura suram yang begitu kentara, Glenn menatap Ibu dan kekasihnya dari kejauhan. Namun, tetap saja tidak mampu menghentikan kegiatan menyenangkan yang dilakukan oleh dua wanita cantik tersebut. Membuat ekspresi dingin Glenn menjadi semakin dingin dan siap disandingkan dengan beruang kutub.Lembar buku halaman pertama telah dibuka oleh jemari lentik Madam Cecile, "Lihatl
"Ya, bukankah sebelumnya kau begitu bersemangat untuk menertawakan foto-fotoku yang kau lihat?" ujar Glenn dengan wajah datar seraya mengingatkan kembali perihal album foto masa kecilnya.Bella merotasikan kedua mata, menghindar dari tatapan Glenn. Bagaimana gadis itu bisa melupakan jika telah berani menertawakan sosok pria gila yang tidak mungkin bisa ia hindari?"Astaga mengapa kau begitu pendendam, Glenn? Sifat seperti itu sungguh tidak cocok untukmu." Bella terkekeh kecil mencoba mencairkan suasana.Namun, Glenn justru beranjak dari tempatnya. Pria itu berjalan mendekat ke arah Bella. Sementara Bella mulai menelan ludah susah payah. Bulu roma gadis itu seketika bergidik ngeri dengan reflek memundurkan tubuh ke belakang."A-apa yang sedang kau lakukan, Glenn?""Menghukummu.""M-menghukumku?" Bola mata Bella membeliak."Ya, menghukummu dengan cara yang begitu manis dan tanpa ampun. Tidakkah kau menyukainya?" kata Glenn dengan tatapa
Bella tengah menuangkan teko listrik pemanas air yang telah berisi teh chamomile dengan asap yang mengepul ke dalam cangkir milik Emma. Gadis itu telah kembali ke Venesia setelah beberapa hari berada di London dan menginap di kediaman Old Master Lucas. Kini, Bella sedang berada di apartemen miliknya, ditemani Emma yang tengah berbaring di sofa sembari menonton televisi.Meletakkan cangkir berisi teh chamomile di atas meja, Bella menatap sahabatnya dengan lekat, "Sekarang katakan bagaimana bisa kau tiba-tiba berkencan dengannya, Emma? Apakah selama ini kau memang sengaja menyembunyikan hubunganmu dariku?" tanya Bella dengan memicingkan mata.Emma beranjak mendudukkan separuh tubuhnya untuk menyesap teh panas yang dibuatkan oleh Bella sebelum akhirnya mengulas senyum, "Semua terjadi begitu saja." Emma kemudian kembali merebahkan tubuh, "Aku sepertinya benar-benar menyukainya," gumam Emma yang tiba-tiba menutup wajahnya yang merona menggunakan bantal kecil sofa. Kini, gad
Alhamdulillah ... penulis dapat merampungkan cerita GCBT sesuai dengan plot yang sudah ada di dalam kepala. Bagaimana dengan endingnya? Maaf jika ending cerita ini cukup berbeda dengan kebanyakan novel yang diakhiri dengan ritual pernikahan, bulan madu, dan memiliki bayi. Kalian bisa mengimajinasikan kebahagiaan itu sendiri untuk kisah Bella dan Glenn yang sudah berakhir bahagia ️ Dan sesuai dengan janji penulis sebelumnya berkaitan dengan giveaway, penulis akan memilih satu dari komentar yang terbaik dan mendapat paket bingkisan dari penulis. Namun, penulis juga akan memberi hadiah transfer atau pulsa senilai @50.000 pada bebe
Langit malam seketika menyambut netra seorang gadis yang berada dalam gendongan pria yang dicintainya. Wajah gadis itu memucat dan tidak ada lagi semburat warna di wajahnya. Warna-warna itu telah pergi bersama dengan sebuah kehormatan yang dimiliki. Gadis itu adalah Bella yang hanya menunggu hitungan detik untuk kematiannya. Pandangan Bella yang mulai meremang berusaha menatap sayu pada ukiran wajah tampan pria yang dicintainya dari bawah sinar rembulan dan langit malam yang bertabur bintang. Sayangnya, jiwa gadis itu telah terbunuh sebelum belati tajam mengiris pembuluh darah arteri karotis di lehernya. Jika Tuhan memberikannya kesempatan, gadis itu ingin mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria tampan yang kini sedang ia lihat di bawah sinar rembulan, sosok pria yang selalu menjadi perisai di hidupnya, sosok pria yang tetap datang di saat-saat terakhir, dan sosok pria yang merupakan Pangeran berkuda putihnya. Namun, takdir berkata lain. Takdir itu
Pintu terbuka dengan suara nyaring karena terbentur dinding. Pangeran Glenrhys berdiri di ambang pintu dengan aroma kematian yang tersebar di wajah. Bella dapat melihat keterkejutan dan rasa sakit hati yang terpancar di riak-riak mata pria yang dicintainya tersebut. Tiba-tiba, Bella merasakan ujung pisau di lehernya. "Majulah selangkah dan kau akan melihat pisauku tertancap di leher wanitamu, Kakak." Pangeran Stefan tersenyum menyeringai dengan belati lipat di tangannya yang diarahkan di leher Bella. Pangeran Glenrhys membeku. "Apa yang kau inginkan, Stefan?" Suaranya tenang, tetapi terlihat betapa tajamnya tatapan Pangeran Glenrhys pada adik tirinya. Percayalah! Bella justru merasa ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Rasa malu, trauma, hina, dan marah kini bergejolak dalam darahnya dan merasuk hingga tulangnya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika seseorang yang ia cintai—Pangeran Glenrhys akan melihatnya dalam kondisi tanpa sehelai benan
✍️ Hallo, bab ini menurut penulis akan cukup dark. Jika tidak suka, bisa diskip meskipun bab ini cukup vital dan juga merupakan inti dari cerita. ~~~ Bella kembali membuka mata. Kedua tangan dan kakinya masih terikat dengan tali. Mulutnya juga tersumpal dengan kain. Masih terbalut gaun mewah dengan bawahan mengembang, wajah Bella sudah tampak lusuh meskipun kecantikanya masih tetap terlihat. Sudah berhari-hari Bella diculik dan disekap oleh Pangeran Stefan. Berkali-kali Pangeran gila itu menyatakan cinta dan berkali-kali pula Bella menolaknya dan meludah di wajah Pangeran tersebut. Bella berusaha membebaskan diri dari ikatannya, tetapi tak satupun ikatan itu mengendur. Gadis itu benar-benar ingin kabur dan melarikan diri dari Pangeran mengerikan yang terobsesi padanya. Saat masih berusaha melepas ikatan tali, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit, pertanda seseorang telah membukanya. Sosok pria berdiri di ambang pintu. Ya, pria itu ad
Pangeran Glenrhys menaiki kereta kuda kala baru saja keluar dari kapal yang membawanya dari London. Pangeran itu menuju istana untuk bertemu dengan Ratu Cecilia. Turun dari kereta kuda, langkah Pangeran Glenrhys menyusuri taman istana barat untuk menuju aula Ratu.Hingga akhirnya, Pangeran itu telah tiba di depan pintu kamar Ratu. Jemari panjangnya mulai terulur dan membuka pintu ganda kamar yang seketika memperlihatkan seorang wanita yang sedang terbaring di atas tempat tidur.Pangeran Glenrhys melangkah mendekat, "Apakah kau sudah meminum obatmu?" Suara bariton yang terdengar begitu dalam keluar dari mulut Pangeran tersebut.Ratu Cecilia yang awalnya memejamkan mata mulai membuka kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik dan seketika memperlihatkan iris mata biru yang indah, mirip seperti iris mata milik Pangeran Glenrhys. Wanita cantik itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum menatap sang putra yang tiba-tiba datang mengunjunginya."Obat
Secret~Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang dan bertopi fedora memasuki salah satu ruang kamar yang berada di istana. Ia menunduk sopan kala berhadapan dengan seorang Pangeran yang duduk santai di peraduannya dengan sebatang cerutu di tangannya. Pria paruh baya itu adalah Pollux. Sedangkan Pangeran itu adalah Stefanus Aldrich."Dia sudah menyetujuinya, My Lord. Duchess Marimar bersedia berada di pihak kita. Semua rencana sudah kita bicarakan dan tinggal menunggu waktunya."Senyuman menyeringai tergambar di bibir Pangeran Stefan. Sebelah tangannya mulai mendekatkan sebatang cerutu di bibir merah mudanya. Menyesap sari pati tembakau, Pangeran itu mengembuskannya secara perlahan, "Bagus, Pollux. Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku tidak sabar bersama dengannya," desis Pangeran Stefan masih dengan senyuman menyeringai yang belum memudar.Hingga akhirnya, hari itu pun tiba. Hari di mana Enzo menjemput Bella yang sedang berada di markas
Secret~Hari ini adalah jadwal dilakukannya penyulingan air di Desa Oldegloe sebagai upaya penyelematan dari wabah seperti yang telah dicetuskan Bella di rumah kesehatan bersama Derek sebelumnya. Pangeran Glenrhys sedang bersiap menuju Desa dan melihat kembali beberapa bahan-bahan penyulingan dari alam yang berada di kereta kuda. Bahan-bahan itu akan di bawa ke desa seperti yang diminta oleh Bella. Sedangkan Bella dan Emma sudah berangkat terlebih dahulu ke desa menaiki kuda.Pangeran Stefan yang juga berada di mansion kediaman Duke Arandel diam-diam memandangi Pangeran Glenrhys dari kejauhan. Berhiaskan wajah datar, Pangeran itu merasa muak dengan sikap Pangeran Glenrhys yang menangani semua masalah penduduk dengan tangannya sendiri. Terlebih, ia juga geram kala belakangan ini Pangeran Glenrhys menjadi semakin dekat dengan Bella. Tak lama, langkahnya mendekat."Sepertinya kakakku cukup sibuk akhir-akhir ini. Apakah aku perlu membantu?" Senyuman menggemask
Secret~Apakah kalian pernah mendengar sebuah kisah tentang obsesi maniak cinta yang melenceng dari jalurnya dan bisa berakhir tidak sehat atau biasa dikenal dengan Obsessive Compulsive Disorder atau OCD? Ya, hal itu yang dialami Aaron di kehidupan Bella Marlene di masa depan.Namun, bukankah seseorang yang terobesi pada kekasihnya memang sudah biasa dan sering terjadi? Dan kini ... apakah kalian pernah mendengar cerita tentang sebuah obsesi maniak pada ibunya sendiri? Bahkan, cerita itu pernah menjadi sebuah legenda di Indonesia, Sangkuriang.Anehnya, hal itu justru dialami oleh seorang anak berusia sepuluh tahun. Ayolah, bagaimana mungkin anak sekecil itu mengetahui hal semacam cinta? Tidak. Anak itu bahkan tidak tahu apa itu cinta. Yang dia tau, hanyalah ibunya yang selalu membuatnya merasa nyaman dan dia ingin selalu bersama sang ibu.Bukankah hal itu wajar? Bukankah setiap Anak memang ingin selalu dekat bersama sang ibu? Benar, setiap Ana
Tiba-tiba terdengar suara keributan yang memekakkan telinga dan menembus alam bawah sadar Bella. Gadis itu lantas membuka kelopak mata dan mendapati dirinya masih berada di dalam kereta kuda. Namun, kereta kuda itu berhenti dan justru berganti dengan berbagai macam suara jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang yang saling beradu dan berdesing di telinga. Dan, di mana Emma? Hanya Bella yang ada di dalam kereta kuda tersebut.Layaknya Cinderella, Bella keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca yang terbalut sempurna di tubuhnya. Namun, kini yang ada di depan mata Bella bukanlah pemandangan indah berupa istana sang pangeran yang akan digunakan Cinderella berdansa hingga jam dua belas malam, tetapi justru hal mengerikan di mana para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Ya, Enzo dan Emma kini tergeletak di atas permukaan tanah.Manik mata Bella seketika membulat. Tubuhnya mematung dengan kedua tangan gemetaran. Dihampirinya Emma y