‘Pria sialan!’ Bella menggemeratakkan giginya dengan mengepalkan sebelah tangannya erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia memutuskan untuk kembali bergabung di tempat duduk sebelumnya, tepatnya di meja bar dan di sebelah Emma.
Suasana canggung karena kedatangan Glenn seketika terasa dan membuat semua menghentikan permainan. Apa yang baru saja terjadi merupakan sebuah pemandangan mengejutkan yang tidak pernah mereka lihat dari sosok Glenn sebelumnya. Sebagian wanita yang juga merupakan aktris yang terpilih membintangi film kini menatap kagum pada sosok Glenn.
Lain halnya dengan para wanita itu, Bella justru menatap Glenn dengan sorot mata tajam penuh kekesalan. Gadis itu menenggak wine dengan kasar, masih dengan tatapan membunuh yang tidak lepas dari lelaki itu.
"Hei hentikan! Apa kau ingin bunuh diri dengan minum sebanyak itu?" bisik Emma lirih pada sahabatnya.
"Diamlah kau, Emma! Aku ingin mencuci mulutku dari kotoran kecoak mesum yang tiba-tiba hinggap di mulutku," gumam Bella yang membuat semua yang duduk di meja seketika mendelik ke arahnya, kaget dengan pernyataan Bella yang begitu berani.
Emma kebingungan dan tersenyum kikuk, "Sepertinya dia sudah sangat mabuk. Aku akan segera mengantarnya pulang,” pamit Emma seraya membantu Bella berdiri dan segera undur diri.
Malam semakin pekat. Suhu yang mencapai minus tiga derajat celcius memberikan sensasi menusuk pada tulang mereka yang berada di luar rumah. Taksi yang sebelumnya membawa Bella dan Emma baru saja pergi lantaran jalanan menuju rumah Bella terlalu sempit dan hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki.
Sembari berjalan, Emma harus merangkul bahu Bella yang tengah mabuk berat. Gadis itu begitu berusaha keras karena tubuhnya yang kecil membopong tubuh Bella yang lebih tinggi darinya.
Dengan jalan sempoyongan, Bella bergumam sendiri sambil terus memaki Glenn tiada henti. Tanpa sungkan, Bella terus mengatakan bagaimana Glenn merupakan seekor kecoak mesum yang menjijikkan. “Karena kecoak itu bibirku sudah tidak suci lagi. Bagaimana dengan nasib pangeran berkuda putihku?! Kesucianku tak berhasil kupertahankan," Bella mulai merengek. Lalu, ekspresinya kembali terlihat marah. "Lihat saja, Glenn Lucas! Akan kupastikan untuk membalasmu!"
Emma menggeram rendah, merasa tubuh Bella sangat berat. "Ayolah, yang kau sebut kecoak adalah lelaki yang digilai para gadis di kota ini. Aku tidak yakin apa yang akan dilakukan para penggemarnya jika mendengarmu menyamakan idola mereka dengan seekor kecoak mesum. Apa kau tidak tahu bagaimana gilanya fans fanatik dari seorang Glenn Lucas?" Dia tak lagi tahan diam saja ketika mendengar celotehan Bella.
Mata Bella membesar, lalu memicing ke arah Emma. "Kenapa kau malah membela kecoak mesum itu? Apa kau lupa tentang pangeran berkuda putihku? Aku telah berjanji padanya! Namun, sekarang aku malah mengingkari janjinya.” Bella menghentikan kalimatnya sejenak sebelum akhirnya mendekatkan wajahnya ke hadapan wajah Emma. “Dan, ini semua terjadi karenamu, Emma!"
Emma memutar bola matanya jengah. "Itu hanya mimpi Bella, apa yang bisa seorang pria dalam mimpi lakukan untukmu?” Dia melanjutkan, “Hadapi kenyataan! Sampai kapan kau akan terus menghindar dari seorang pria? Aku tidak ingin kau menjadi perawan tua dan tidak pernah berkencan selamanya.” Walau Emma tahu sahabatnya itu mungkin tak akan ingat ucapannya di esok hari, tapi di saat itu, yang dia inginkan adalah menasihati Bella.
Karena yang Bella lakukan setelah itu adalah menegur dirinya, Emma malas untuk melanjutkan percakapan lain. Tak akan ada yang beres ketika berhadapan dengan seorang mabuk.
Tak lama, Emma—dengan Bella dalam pelukannya—tiba di depan pekarangan rumah sederhana, tempat itu merupakan tempat tinggal Bella. Sudah lebih dari tiga kali Emma menekan tombol bel rumah seraya berdiri tepat di depan pagar. Namun, masih belum juga terdengar suara atau tanda-tanda dibukanya pagar oleh sang empu rumah yang berada di dalam.
Beberapa menit berselang, keluarlah seorang wanita bertubuh pendek, sedikit tambun, dan berambut keriting berwarna pirang. Wajah wanita itu mencerminkan usianya yang hampir mencapai setengah abad. Ia membuka pagar rumahnya sembari menautkan kedua alis kala menatap dua gadis yang sudah menggangu tidurnya dengan suara bel.
Hening, wanita itu tidak membuka suara. Sebaliknya, wanita paruh baya itu hanya menyilangkan kedua tangannya di depan dada seraya menampilkan raut wajah tidak suka.
"Selamat malam, Miss Dorothy," sapa Emma dengan menelan ludah susah payah.
"Ck, bawa dia masuk dan cepatlah pergi!" decak Miss Dorothy dengan wajah tidak acuh kemudian membalik tubuh dan melenggang pergi.
Ya, wanita itu dikenal dengan panggilan “Miss Dorothy”, bibi dari Bella. Akibat kecelakaan yang menyebabkan kematian kedua orang tuanya, sejak berusia sepuluh tahun Bella tinggal bersama Miss Dorothy dan sepupunya yang bernama Barbara. Walau mereka memiliki hubungan darah, tapi Bella tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari bibinya itu. Ia selalu diperlakukan tidak adil layaknya pembantu. Bahkan, ia juga harus menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari uang yang harus diberikan pada Miss Dorothy.
Menakjubkan bagaimana gadis itu masih bisa tumbuh dengan senyum ceria yang terus menempel di wajahnya.
Sesampainya di ruang tamu yang ada di dalam rumah, tampak seorang gadis cantik berambut hitam panjang dan sedikit bergelombang, memiliki tahi lalat kecil di atas bibir. Ia adalah Barbara, sepupu Bella. Terlihat gadis itu sedang bersantai sembari berbaring di atas sofa sambil memainkan telepon genggam miliknya.
Menyadari kedatangan Bella dan Emma, gadis itu mengalihkan pandangannya sejenak hanya untuk melemparkan tatapan sinis pada keduanya. Tatapannya sama persis dengan tatapan yang diperlihatkan Miss Dorothy sebelumnya, yaitu tatapan tidak suka.
Namun, Emma tidak menanggapi dan hanya mengembuskan napas panjang. Ia hanya ingin segera merebahkan tubuh Bella yang semakin lama semakin terasa berat di tubuhnya yang mungil. Emma sudah benar-benar merasa kelelahan.
Sesampainya di kamar berukuran kecil dan sederhana milik Bella, Emma segera merebahkan tubuh sahabatnya itu di kasur. "Apa berat badanmu bertambah? Kau harus menjaga berat badanmu sebagai seorang artis. Apa kau ingin terlihat seperti seekor piggie di layar televisi?" cecar Emma setelah berhasil merebahkan tubuh Bella.
Untuk membalas cecaran Emma, Bella hanya bisa meracau tidak jelas. “Aku seksi! Itu alasannya pangeran berkuda putih menyukaiku!” Matanya terpejam selagi tubuhnya telah memeluk guling kesayangannya.
Emma menggelengkan kepalanya, tahu bahwa setengah roh temannya itu telah tenggelam ke dunia mimpi. "Aku pulang dulu," ujar Emma seraya meraih tasnya dan berjalan ke arah pintu.
Masih dengan mata terpenjam, Bella membalas Emma, "Bye-bye, Emma. I love you, bestie!"
Emma yang sedang menggenggam kenop pintu tersenyum. Sebagai teman baik Bella, Emma tahu bagaimana gadis itu sangat menyayanginya. Sebaliknya, Emma juga demikian. Bella merupakan sahabat baik dan juga salah satu orang terpenting bagi Emma.
“Sampai berjumpa besok, Bestie.”
~~~
"Lady Bella! Tolong jangan berlari seperti itu! Anda bisa terjatuh!" teriak beberapa wanita yang tengah mengejar seorang gadis.
Beberapa wanita itu mengenakan pakaian serupa dayang-dayang dalam film kerajaan Eropa zaman dahulu. Di sisi lain, gadis yang sedang dikejar para pelayan tersebut mengenakan gaun mewah yang begitu cantik.
Mendengar teriakan pengejarnya, gadis bernama Bella itu menoleh ke belakang. Tunggu, wajah itu … bukankah itu Bella Marlene?!
Bella tidak menghentikan langkah kakinya seraya berteriak, “Tenanglah! Kalian pergi saja! Ayah tidak akan menghukumku karena aku berjanji tidak akan membuat masalah lagi!"
Tak peduli apa ucapan majikan muda mereka, para dayang tidak bersedia menyerah untuk mengejar Bella. Hingga akhirnya, gadis itu sampai pada jalan tembusan keluar kecil dari kediamannya. Pandangan mata Bella mengedar dengan kepala cecelingukan.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara tapak kuda yang menggema dari arah hutan. Seorang pria yang wajahnya tidak seberapa jelas terlihat tengah menunggang kuda berwarna putih dan menghampiri Bella. Pria itu terbalut dengan jubah berwarna hitam dengan penutup kepala.
Melihat pria itu, Bella tersenyum lebar. “Pangeran!”
~~~
Seorang pria yang dipanggil Bella dengan sebutan Pangeran itu menghentikan kuda putihnya tepat di samping Bella. Dengan jubah hitam dan penutup kepala yang menutupi sebagian wajahnya, aura misterius terpancar dari pria tersebut. Sebelah tangan pria itu kemudian terulur dan menarik tubuh Bella agar bisa menaiki kuda yang ditungganginya. Bibir Bella melengkung membentuk senyuman. Ini adalah hari yang cukup lama ia tunggu-tunggu. Dengan cepat pria itu pun memacu kuda hingga berlari menjauh dari kediaman Bella. Sementara para dayang yang masih mengejar, sontak berhenti saat melihat Lady mereka tidak mungkin bisa dikejar lagi. "Apa kau senang?" bisik pria yang berada di belakang Bella. Jarak tubuh keduanya kini begitu dekat. "Tentu saja, Pangeran. Anda sudah berjanji akan membawa saya ke tempat yang menyenangkan bukan?" Bella tersenyum seraya menoleh ke belakang. Sepanjang perjalanan menyusuri hutan, senyuman cerah terus terbit dari wajah cantik Be
Emma tengah menunggu kedatangan Bella di lobi kantor MBE Entertainment ditemani dengan segelas cappucino dan dua slice roti sandwich. Sudah hampir enam puluh menit, tetapi sahabatnya itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.Emma kemudian berniat untuk mengambil gawai di dalam saku celana agar bisa kembali menghubungi Bella. Namun belum sempat jemari lentiknya mengusap layar benda pipih itu, sosok yang ia tunggu-tunggu sudah berdiri di ambang pintu.Melambaikan sebelah tangan ke atas, Emma segera memanggil Bella dengan suara sedikit meninggi. Bella yang sedang mengedarkan pandangan pun akhirnya menemukan Emma dan segera berjalan mendekat ke arah gadis imut dengan potongan rambut pendek sebahu itu."Duduklah!" pinta Emma seraya menepuk sebelah telapak tangan pada permukaan sofa."Mengapa kau masih di sini, Emma? Apakah rapatnya belum dimulai?" tanya Bella sambil mendudukkan bokong di sebelah Emma."Belum, mana
Kini Pablo berjalan beriringan bersama Bella di lorong yang sepi. Mereka hendak menuju kafetaria untuk membicarakan semua yang baru saja terjadi di ruang direktur. "Jadi, apa ini ada hubungannya dengan bayaran yang tiba-tiba naik menjadi 60% seperti yang kau bilang tadi? Aku bersedia menandatangani kontrak karena tidak ada adegan yang tidak kusukai sebelumnya, Pablo," tegas Bella sebelum Pablo memulai pembicaraan. Pablo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seraya tersenyum kering, "Kurasa hanya sedikit adegan yang ditambahkan. Menurutku film tanpa adegan adult juga kurang pas. Bagaikan sayur tanpa garam. Lagipula kau hanya akan berciuman seperti adegan yang ada di dalam film-film pada umumnya. Bukan adegan yang mengharuskanmu telanjang, Bella," cecar Pablo masih dengan berjalan di samping Bella. Bella tiba-tiba menghentikan langkahnya. Tenggorokannya terasa tercekat, tidak mampu berkata-kata. Tentu saja gadis itu memiliki alasan mengapa ia begitu te
"Excuse me! Berapa totalnya?" Seorang wanita paruh baya melambaikan sebelah tangan di depan wajah Bella yang sedang melamun. Bella terkesiap dan dengan segera mengambil satu persatu barang di atas permukaan meja kasir berupa mie instan, soda, gula, dan yang lainnya untuk didekatkan pada barcode scanner. "Maafkan aku. Semua totalnya US$ 9, Nyonya Kelly." Ya, Bella memang mengenal sosok wanita paruh baya bernama Nyonya Kelly yang kini ada di hadapannya. Sebab, wanita dengan rambut putih penuh uban dan selalu digulung rapi itu sering datang ke minimarket tempat saat ini Bella berjaga. Suasana musim dingin di Veneto, Venesia saat ini membuat alam bawah sadar Bella terasa nyaman untuk mengelana. Meskipun telah terpasang penghangat ruangan di dalam minimarket, tetapi membaringkan tubuh di kasur dengan lilitan selimut tebal tentu saja terasa lebih menyenangkan bagi Bella. Terlebih, seharian ini Bella telah berada di MB
Sekitar satu tahun yang lalu di Veneto, Venesia. Musim semi membuat bunga-bunga tulip bermekaran dengan menawan. Bahkan, tidak sedikit penduduk yang sudah menyiapkan bunga tulip untuk dipamerkan di festival bunga pekan depan. Tentu saja, musim semi terasa membahagiakan bagi sebagian penduduk. Begitu juga dengan beberapa gadis yang kini juga sedang berbahagia dan berada di Teatro Ala Scalaa. Sebentar lagi akan ada pementasan pertunjukan drama teater mereka untuk pertama kalinya. Kini mereka tengah sibuk berdandan di ruang make up dan tentu saja salah satu dari mereka adalah Bella Marlene. "Bukankah gaun pelayan yang kita kenakan saat ini cukup unik, Emma?" ujar Bella seraya melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Gadis itu sedang mengenakan gaun panjang mengembang yang biasa dikenakan oleh para pelayan di Eropa abad pertengahan. "Ck, kau memang cocok mengenakannya, Bella. Tapi lihatlah bagian bawah gaun ini terlalu panjang untukku!"
Ini adalah saatnya. Hari pertama Bella melakukan syuting film 'My Boss My Love'. Para kru sedang berlalu lalang dan menyiapkan segala keperluan di lokasi syuting. Untuk scene awal akan diambil di dalam sebuah kamar hotel mewah. Pemeran utama wanita akan memergoki kekasihnya yang tengah berselingkuh dan memadu kasih bersama perempuan lain. "Apa kau mau minum coffee?" Aaron membawa dua cup coffee dan berdiri di samping Bella yang sedang duduk mempelajari naskah. "Terima kasih banyak, Aaron," jawab Bella seraya tersenyum tipis dan menerima satu cup coffee dari Aaron. "Apa aku boleh duduk di sebelahmu?" "Tentu saja, silakan!" Bella tersenyum ramah seraya sedikit menggeser bokong. "Apa kau sedang mempelajari naskahmu?" Aaron berbasa-basi untuk mencairkan suasana. "Ya, sebentar lagi giliranku syuting bersama Black dan Mona. Apa kau sudah mempelajari naskahmu? Kita akan berakting bersama s
"Hei, bukankah hari ini masih belum ada pengambilan adegan untuk Glenn?" "Sepertinya begitu. Giliran Glenn masih beberapa hari lagi. "Lalu mengapa ia datang? Bukankah kita selalu menunggu lama saat jadwal adegan Glenn dimulai karena dia selalu datang terlambat? Apa kau tidak merasa ada yang aneh?" "Entahlah, tetapi aku tetap merasa senang bisa melihat wajahnya yang tampan. Lihatlah penampakan bokong pemenang American Top Model itu! Kedua mataku seolah diberkati, ho-ho-ho." Masih terdengar suara riuh gaduh dari para kru yang sejak tadi berlalu lalang menyiapkan segala sesuatu di lokasi syuting. Bella yang duduk di sebelah Aaron, bahkan bisa mendengar bisikan mereka. Sementara diam-diam Aaron mengamati Bella yang menjadi tidak fokus pada lembaran naskah yang sebelumnya mereka baca bersama. Lelaki itu melihat Bella tercenung dengan tatapan kosong. "Apa kau sedang memikirkan sesuatu?" tanya Aaron secara tiba-tib
Lagi dan lagi kalimat mengejutkan keluar dari mulut Glenn dengan begitu santainya. Para kru dan artis lainnya sontak terkejut dengan ide yang mereka yakini tidak mungkin keluar dari mulut Glenn. Pasalnya, untuk sekadar berciuman, hanya di film ini Glenn bersedia melakukannya. Bagaimana mungkin kali ini ia ingin menambahkan adegan adult yang lainnya? Bella yang juga mendengar cetusan Glenn sontak terbelalak dan seketika menatap tajam lelaki tampan yang duduk di sebelah sutradara itu. Sementara sosok lelaki yang memberikan cetusan gila itu justru tersenyum culas serta memiringkan sedikit kepala melihat Bella. Senyuman jahat, tetapi memikat semakin terkembang saat ekspresi Bella berubah menjadi penuh keterkejutan. Kembali hidup Bella terporak porandakan oleh seorang Glenn Lucas. ~~~ Tuan Jhon seorang pria paruh baya dengan tubuh tambun berkepala botak tengah berada di dalam ruang kantornya. Pria itu merupakan direktur film 'My Boss My Love'. Namun kini
Alhamdulillah ... penulis dapat merampungkan cerita GCBT sesuai dengan plot yang sudah ada di dalam kepala. Bagaimana dengan endingnya? Maaf jika ending cerita ini cukup berbeda dengan kebanyakan novel yang diakhiri dengan ritual pernikahan, bulan madu, dan memiliki bayi. Kalian bisa mengimajinasikan kebahagiaan itu sendiri untuk kisah Bella dan Glenn yang sudah berakhir bahagia ️ Dan sesuai dengan janji penulis sebelumnya berkaitan dengan giveaway, penulis akan memilih satu dari komentar yang terbaik dan mendapat paket bingkisan dari penulis. Namun, penulis juga akan memberi hadiah transfer atau pulsa senilai @50.000 pada bebe
Langit malam seketika menyambut netra seorang gadis yang berada dalam gendongan pria yang dicintainya. Wajah gadis itu memucat dan tidak ada lagi semburat warna di wajahnya. Warna-warna itu telah pergi bersama dengan sebuah kehormatan yang dimiliki. Gadis itu adalah Bella yang hanya menunggu hitungan detik untuk kematiannya. Pandangan Bella yang mulai meremang berusaha menatap sayu pada ukiran wajah tampan pria yang dicintainya dari bawah sinar rembulan dan langit malam yang bertabur bintang. Sayangnya, jiwa gadis itu telah terbunuh sebelum belati tajam mengiris pembuluh darah arteri karotis di lehernya. Jika Tuhan memberikannya kesempatan, gadis itu ingin mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria tampan yang kini sedang ia lihat di bawah sinar rembulan, sosok pria yang selalu menjadi perisai di hidupnya, sosok pria yang tetap datang di saat-saat terakhir, dan sosok pria yang merupakan Pangeran berkuda putihnya. Namun, takdir berkata lain. Takdir itu
Pintu terbuka dengan suara nyaring karena terbentur dinding. Pangeran Glenrhys berdiri di ambang pintu dengan aroma kematian yang tersebar di wajah. Bella dapat melihat keterkejutan dan rasa sakit hati yang terpancar di riak-riak mata pria yang dicintainya tersebut. Tiba-tiba, Bella merasakan ujung pisau di lehernya. "Majulah selangkah dan kau akan melihat pisauku tertancap di leher wanitamu, Kakak." Pangeran Stefan tersenyum menyeringai dengan belati lipat di tangannya yang diarahkan di leher Bella. Pangeran Glenrhys membeku. "Apa yang kau inginkan, Stefan?" Suaranya tenang, tetapi terlihat betapa tajamnya tatapan Pangeran Glenrhys pada adik tirinya. Percayalah! Bella justru merasa ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Rasa malu, trauma, hina, dan marah kini bergejolak dalam darahnya dan merasuk hingga tulangnya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika seseorang yang ia cintai—Pangeran Glenrhys akan melihatnya dalam kondisi tanpa sehelai benan
✍️ Hallo, bab ini menurut penulis akan cukup dark. Jika tidak suka, bisa diskip meskipun bab ini cukup vital dan juga merupakan inti dari cerita. ~~~ Bella kembali membuka mata. Kedua tangan dan kakinya masih terikat dengan tali. Mulutnya juga tersumpal dengan kain. Masih terbalut gaun mewah dengan bawahan mengembang, wajah Bella sudah tampak lusuh meskipun kecantikanya masih tetap terlihat. Sudah berhari-hari Bella diculik dan disekap oleh Pangeran Stefan. Berkali-kali Pangeran gila itu menyatakan cinta dan berkali-kali pula Bella menolaknya dan meludah di wajah Pangeran tersebut. Bella berusaha membebaskan diri dari ikatannya, tetapi tak satupun ikatan itu mengendur. Gadis itu benar-benar ingin kabur dan melarikan diri dari Pangeran mengerikan yang terobsesi padanya. Saat masih berusaha melepas ikatan tali, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit, pertanda seseorang telah membukanya. Sosok pria berdiri di ambang pintu. Ya, pria itu ad
Pangeran Glenrhys menaiki kereta kuda kala baru saja keluar dari kapal yang membawanya dari London. Pangeran itu menuju istana untuk bertemu dengan Ratu Cecilia. Turun dari kereta kuda, langkah Pangeran Glenrhys menyusuri taman istana barat untuk menuju aula Ratu.Hingga akhirnya, Pangeran itu telah tiba di depan pintu kamar Ratu. Jemari panjangnya mulai terulur dan membuka pintu ganda kamar yang seketika memperlihatkan seorang wanita yang sedang terbaring di atas tempat tidur.Pangeran Glenrhys melangkah mendekat, "Apakah kau sudah meminum obatmu?" Suara bariton yang terdengar begitu dalam keluar dari mulut Pangeran tersebut.Ratu Cecilia yang awalnya memejamkan mata mulai membuka kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik dan seketika memperlihatkan iris mata biru yang indah, mirip seperti iris mata milik Pangeran Glenrhys. Wanita cantik itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum menatap sang putra yang tiba-tiba datang mengunjunginya."Obat
Secret~Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang dan bertopi fedora memasuki salah satu ruang kamar yang berada di istana. Ia menunduk sopan kala berhadapan dengan seorang Pangeran yang duduk santai di peraduannya dengan sebatang cerutu di tangannya. Pria paruh baya itu adalah Pollux. Sedangkan Pangeran itu adalah Stefanus Aldrich."Dia sudah menyetujuinya, My Lord. Duchess Marimar bersedia berada di pihak kita. Semua rencana sudah kita bicarakan dan tinggal menunggu waktunya."Senyuman menyeringai tergambar di bibir Pangeran Stefan. Sebelah tangannya mulai mendekatkan sebatang cerutu di bibir merah mudanya. Menyesap sari pati tembakau, Pangeran itu mengembuskannya secara perlahan, "Bagus, Pollux. Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku tidak sabar bersama dengannya," desis Pangeran Stefan masih dengan senyuman menyeringai yang belum memudar.Hingga akhirnya, hari itu pun tiba. Hari di mana Enzo menjemput Bella yang sedang berada di markas
Secret~Hari ini adalah jadwal dilakukannya penyulingan air di Desa Oldegloe sebagai upaya penyelematan dari wabah seperti yang telah dicetuskan Bella di rumah kesehatan bersama Derek sebelumnya. Pangeran Glenrhys sedang bersiap menuju Desa dan melihat kembali beberapa bahan-bahan penyulingan dari alam yang berada di kereta kuda. Bahan-bahan itu akan di bawa ke desa seperti yang diminta oleh Bella. Sedangkan Bella dan Emma sudah berangkat terlebih dahulu ke desa menaiki kuda.Pangeran Stefan yang juga berada di mansion kediaman Duke Arandel diam-diam memandangi Pangeran Glenrhys dari kejauhan. Berhiaskan wajah datar, Pangeran itu merasa muak dengan sikap Pangeran Glenrhys yang menangani semua masalah penduduk dengan tangannya sendiri. Terlebih, ia juga geram kala belakangan ini Pangeran Glenrhys menjadi semakin dekat dengan Bella. Tak lama, langkahnya mendekat."Sepertinya kakakku cukup sibuk akhir-akhir ini. Apakah aku perlu membantu?" Senyuman menggemask
Secret~Apakah kalian pernah mendengar sebuah kisah tentang obsesi maniak cinta yang melenceng dari jalurnya dan bisa berakhir tidak sehat atau biasa dikenal dengan Obsessive Compulsive Disorder atau OCD? Ya, hal itu yang dialami Aaron di kehidupan Bella Marlene di masa depan.Namun, bukankah seseorang yang terobesi pada kekasihnya memang sudah biasa dan sering terjadi? Dan kini ... apakah kalian pernah mendengar cerita tentang sebuah obsesi maniak pada ibunya sendiri? Bahkan, cerita itu pernah menjadi sebuah legenda di Indonesia, Sangkuriang.Anehnya, hal itu justru dialami oleh seorang anak berusia sepuluh tahun. Ayolah, bagaimana mungkin anak sekecil itu mengetahui hal semacam cinta? Tidak. Anak itu bahkan tidak tahu apa itu cinta. Yang dia tau, hanyalah ibunya yang selalu membuatnya merasa nyaman dan dia ingin selalu bersama sang ibu.Bukankah hal itu wajar? Bukankah setiap Anak memang ingin selalu dekat bersama sang ibu? Benar, setiap Ana
Tiba-tiba terdengar suara keributan yang memekakkan telinga dan menembus alam bawah sadar Bella. Gadis itu lantas membuka kelopak mata dan mendapati dirinya masih berada di dalam kereta kuda. Namun, kereta kuda itu berhenti dan justru berganti dengan berbagai macam suara jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang yang saling beradu dan berdesing di telinga. Dan, di mana Emma? Hanya Bella yang ada di dalam kereta kuda tersebut.Layaknya Cinderella, Bella keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca yang terbalut sempurna di tubuhnya. Namun, kini yang ada di depan mata Bella bukanlah pemandangan indah berupa istana sang pangeran yang akan digunakan Cinderella berdansa hingga jam dua belas malam, tetapi justru hal mengerikan di mana para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Ya, Enzo dan Emma kini tergeletak di atas permukaan tanah.Manik mata Bella seketika membulat. Tubuhnya mematung dengan kedua tangan gemetaran. Dihampirinya Emma y