Menantu Charlie tersebut mulai tidak bisa menerima penghinaan yang diberikan Amora terhadap dirinya dan putrinya. Ia pun memerintahkan salah seorang pelayan untuk memanggil petugas keamanan rumahnya, tetapi Amora menghentikannya.
“Tidak perlu repot-repot, Julia. Aku pasti akan pergi dari tempat ini. Aku juga berharap tidak akan pernah bertemu lagi denganmu,” ucap Amora.Gigi-gigi Julia bergemeratak. Ia pun beranjak dari tempat duduknya dan memerintahkan salah seorang pelayan untuk menarik Amora keluar dari rumahnya, tetapi Amora memberontak dan mendorong pelayan tersebut hingga tersungkur di lantai.“Jangan paksa aku untuk berbuat hal yang lebih dari ini, Julia. Kamu kira dengan menginjakku dan mempermalukanku, aku akan meninggalkan kota ini sesuai kemauanmu? Jangan harap hal itu akan terjadi," imbuh Amora seraya tersenyum sinis.Julia memilih untuk tidak memberikan tanggapan apa pun karena ia tidak ingin ayah mertuanya ataupun menantunya curiga dan me“Saya ingin Anda dan bawahan Anda mengikuti mereka. Saya akan memberikan bayarannya ke rekening Anda,” ujar Charlie lagi kepada sosok di seberang teleponnya. Setelah menyampaikan permintaannya, Charlie mengakhiri panggilan telepon tersebut. Ia meletakkan kembali gawainya ke atas meja, lalu melayangkan pandangannya ke luar jendela. Seminggu yang lalu Charlie mendapatkan rekomendasi jasa mata-mata dari salah seorang teman bisnisnya ketika ia menghadiri pertemuan tahunan dengan para rekan sebayanya. Ia mendapatkan nomor kontak seorang mata-mata bayaran yang dapat membantunya dalam proses penyelidikan kasus apa pun. Awalnya Charlie tidak berminat unuk menggunakan jasa seperti itu, tetapi sekarang ia berpikir jika ia perlu sedikit mengambil tindakan untuk membongkar kedok orang-orang di sisinya.Sejak tiga tahun yang lalu Charlie menyerahkan kedudukannya di perusahaan kepada putranya—Mario Lysander, ia tidak terlalu mencampuri masalah bisnis lagi. Namun, satu tahun terakhir ini Charlie
“Kenapa Anda bisa ada di sini? Jangan bilang kalau cuma kebetulan saja.” Amora menatap sosok Regis yang saat ini sedang mengemudi di sampingnya. Beberapa waktu lalu pria itu tiba-tiba menghentikan mobil di samping halte bis dan memanggilnya untuk naik ke dalam mobil tersebut. Awalnya Amora ingin menolak. Akan tetapi, karena memikirkan sisa uang yang ada di dalam saku celananya, ia memilih untuk menerima tawaran gratis itu. Lagipula ada hal penting yang ingin dibicarakannya dengan Regis. “Memang bukan kebetulan,” aku Regis dengan gamblang. “Jadi Anda sengaja membuntuti saya?” selidik Amora dengan netra menyipit tajam. Ia tidak menyangka Regis akan mengakui perbuatan yang dirasanya tidak pantas. Hanya anggukan kecil yang diberikan pria itu karena Regis memilih untuk lebih memfokuskan diri dalam berkendara. Helaan napas panjang pun bergulir dari bibir Amora. “Apa Anda tidak ada kerjaan lain, Tuan Muda Lorenzo?” “Ini termasuk pekerjaanku," sahut Regis dengan acuh tak acuh.Amora me
"Maaf, Tuan Muda Lorenzo. Tadi kamu bilang apa?" tanya Amora dengan kening mengerut.Tepat ketika Regis memberikan jawabannya kepada Amora beberapa detik yang lalu, kebetulan mobil yang melewati mobil mereka membunyikan klakson panjang kepada mobil yang ada di depannya sehingga Amora tidak mendengar Regis dengan jelas.Namun, Regis menghela napas lega karena suara klakson tadi langsung menyadarkan dirinya atas ucapan konyol yang dilontarkannya. Ia tidak menyangka akan memberikan pengakuan yang sangat spontan.Ketika Regis memandang kedua bola mata Amora yang bersinar indah, tiba-tiba saja kalimat itu terlontar dari bibirnya tanpa bisa ia kendalikan."Tuan Muda Lorenzo, tolong ulangi lagi. Tadi saya tidak ….”“Tidak ada pengulangan. Aku tidak pernah mengulang perkataan untuk kedua kalinya,” sela Regis dengan gugup. Ia segera melepaskan tangannya dari dagu wanita itu, kemudian mengalihkan pandangannya ke sisi luar jendela mobilnya untuk meredakan debaran kencang di dalam dadanya."Apa?
Mobil yang dikendarai Regis baru saja tiba di depan pintu masuk rumah sakit, tetapi Mark telah sigap menyambut kedatangannya. “Terima kasih, Tuan Carter,” ucap Amora ketika asisten Regis membukakan pintu untuknya. Mark hanya mengangguk kecil. “Ada ada dengan lengan Anda, Tuan Carter?” tanya Amora ketika tatapannya tak sengaja melihat perban yang melingkar pada lengan asisten Regis tersebut. Kebetulan saat ini Mark menggunakan kaos hoodie berlengan pendek. Penampilannya terlihat santai karena memang bukan dalam kegiatan kantor. “Hanya kecelakaan kecil saja, Nona,” jawab Mark seraya memberikan hormat kecil kepada wanita itu, lalu bergegas menghampiri Regis yang baru saja keluar dari kendaraan itu. Regis menyerahkan kunci mobilnya kepada Mark. Tanpa mengatakan apa pun, Mark sudah memahami tugasnya tersebut. Regis bergegas menyusul langkah Amora yang telah berjalan masuk lebih dulu. Dengan langkah lebar, ia berhasil menyamakan langkahnya dengan wanita itu. Kehadirannya bersama Amor
Sepeninggalan Biana, Amora menghampiri putranya yang saat ini sedang bercengkerama ria dengan Regis. Meskipun wajahnya masih belum terlihat bugar, tetapi melihat putranya dapat berinteraksi dengan ceria membuat hati Amora merasa senang. "Ray, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa masih ada yang sakit, Sayang?" tanya Amora dengan mimik wajah khawatir. Perhatian anak laki-laki itu pun tertuju padanya. "Aku sudah baik-baik saja kok, Ma," jawabnya seraya mengulas senyuman lebar. Bukannya merasa senang, wajah Amora berubah sendu. Ia meraih tangan anak laki-laki itu dan menggenggamnya dengan lembut. Melihat jarum yang tertancap pada punggung tangan mungil buah hatinya itu, hati Amora terasa sangat pilu. "Maafkan Mama, Ray. Mama sudah lalai dalam memberikan perhatian padamu. Seharusnya Mama tahu kalau kamu lagi menahan sakit ...." Suara Amora mulai terdengar lirih. Ia pun menggigit bibirnya untuk menahan isak tangisnya. Dengan cepat Amora menyeka cairan bening yang hendak luruh dari sepas
Senyuman penuh kepuasan terbit di bibir Regis tatkala netranya membaca hasil laporan yang diberikan asistennya. Ia melirik sekilas wajah pucat wanita yang berdiri di hadapannya.Wanita itu meremas kedua jemarinya dengan gugup. Tidak ada lagi keangkuhan dan bantahan yang sering meluncur dari bibir wanita itu kepadanya.“Kamu mau lihat?” tawar Regis seraya menyodorkan gawai asistennya kepada Amora.Wanita itu menatap tajam dirinya, tetapi tetap menerima gawai itu. Manik mata hazel Amora bergerak dengan cepat membaca kesimpulan yang tercantum di hasil akhir pemeriksaan DNA tersebut.Tertera jelas kalimat, “Probabilitas terduga ayah sebagai ayah biologis dari anak adalah lebih dari 99.99 persen.”Amora memejamkan netranya sejenak. Hasil seperti ini tidaklah mengejutkannya karena ia tahu jelas jika pria yang mengambil kesuciannya dan menanamkan benih di rahimnya hanyalah Regis Lorenzo. Tidak ada pria lain yang pernah menyentuhnya selain pria itu.“Sejak kapan kamu merencanakannya?” selidik
“Akhirnya kamu mengakuinya, Amora.”Seulas senyuman penuh kemenangan terukir di lengkungan bibir Regis. Pria itu merasa sangat lega karena dapat memenangkan pertaruhan yang selalu ia risaukan sejak kemarin. Kini ia berhasil menundukkan kesombongan dan menguak kebohongan wanita itu.Meskipun sejak awal Regis sudah memiliki firasat bahwa Rayden adalah hasil dari hubungan panas yang dilaluinya bersama Amora, tetapi tiba-tiba mendapatkan pengakuan dari wanita itu cukup membuatnya berdebar sekaligus lega.Regis tidak tahu harus memasang ekspresi seperti apa yang cocok untuk menunjukkan kegembiraannya ini. Ia berpikir jika dirinya memerlukan sedikit waktu untuk beradaptasi dengan status barunya sebagai seorang ayah dari anak laki-laki yang baru diketahuinya.“Apa yang akan kamu lakukan setelah mengetahuinya, Tuan Muda Lorenzo?” tanya Amora dengan penuh selidik.Amora tidak memiliki pilihan lain selain mengakui semuanya. Ia tidak bisa lagi berkelit dengan bukti kuat yang diberikan Regis saat
Netra tajam Amora melirik pada cengkeraman Regis di pergelangan tangannya. Akhirnya perlahan pria itu melepaskan genggamannya itu.Dengkusan kasar bergulir dari bibir Amora. Ia mencoba menenangkan dirinya selama beberapa detik sebelum berbicara kembali. “Selama ini Ray tidak pernah tahu siapa ayahnya dan menganggap lelaki itu telah melantarkannya dan aku sebagai ibunya,” cetusnya.Manik mata wanita itu kembali mendelik Regis untuk melihat reaksi yang diberikan Regis, tetapi pria itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun.“Menurutmu … di pemikiran anak seusia Ray, apa dia akan bisa menerima kalau ayahnya tiba-tiba saja datang dan mengakuinya sebagai anaknya setelah selama bertahun-tahun dia memupuk kebencian kepada ayah kandungnya?”Penjelasan panjang lebar yang meluncur dari bibir Amora membuat Regis tercenung. Akhirnya ia memahami letak kesalahannya yang cukup besar.Namun, bukan dirinya yang tidak ingin datang menemui anak itu, tetapi karena ia tidak mengingat jika dirinya pernah menid
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi