“Akhirnya kamu mengakuinya, Amora.”Seulas senyuman penuh kemenangan terukir di lengkungan bibir Regis. Pria itu merasa sangat lega karena dapat memenangkan pertaruhan yang selalu ia risaukan sejak kemarin. Kini ia berhasil menundukkan kesombongan dan menguak kebohongan wanita itu.Meskipun sejak awal Regis sudah memiliki firasat bahwa Rayden adalah hasil dari hubungan panas yang dilaluinya bersama Amora, tetapi tiba-tiba mendapatkan pengakuan dari wanita itu cukup membuatnya berdebar sekaligus lega.Regis tidak tahu harus memasang ekspresi seperti apa yang cocok untuk menunjukkan kegembiraannya ini. Ia berpikir jika dirinya memerlukan sedikit waktu untuk beradaptasi dengan status barunya sebagai seorang ayah dari anak laki-laki yang baru diketahuinya.“Apa yang akan kamu lakukan setelah mengetahuinya, Tuan Muda Lorenzo?” tanya Amora dengan penuh selidik.Amora tidak memiliki pilihan lain selain mengakui semuanya. Ia tidak bisa lagi berkelit dengan bukti kuat yang diberikan Regis saat
Netra tajam Amora melirik pada cengkeraman Regis di pergelangan tangannya. Akhirnya perlahan pria itu melepaskan genggamannya itu.Dengkusan kasar bergulir dari bibir Amora. Ia mencoba menenangkan dirinya selama beberapa detik sebelum berbicara kembali. “Selama ini Ray tidak pernah tahu siapa ayahnya dan menganggap lelaki itu telah melantarkannya dan aku sebagai ibunya,” cetusnya.Manik mata wanita itu kembali mendelik Regis untuk melihat reaksi yang diberikan Regis, tetapi pria itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun.“Menurutmu … di pemikiran anak seusia Ray, apa dia akan bisa menerima kalau ayahnya tiba-tiba saja datang dan mengakuinya sebagai anaknya setelah selama bertahun-tahun dia memupuk kebencian kepada ayah kandungnya?”Penjelasan panjang lebar yang meluncur dari bibir Amora membuat Regis tercenung. Akhirnya ia memahami letak kesalahannya yang cukup besar.Namun, bukan dirinya yang tidak ingin datang menemui anak itu, tetapi karena ia tidak mengingat jika dirinya pernah menid
“Haaah ….” Satu tarikan napas panjang bergulir dari bibir Amora. Entah sudah keberapa kalinya hari ini wanita itu menghela napas panjang seperti itu. Rayden yang sedang menonton kartun di atas ranjang pasien pun menoleh. Ia memperhatikan ibunya yang seperti sedang merisaukan sesuatu. Sejak kemarin sore, ia melihat ibunya selalu melamun tanpa sebab. Meskipun Rayden mempertanyakan kerisauan ibunya, tetapi wanita itu tetap enggan menceritakan padanya. Rayden menerka jika ada sesuatu hal yang terjadi pada ibunya dengan Regis Lorenzo. Sejak ibunya mengatakan akan mengantarkan pria itu keluar dari rumah sakit setelah menjenguknya, ibunya terlihat kehilangan fokusnya dalam mengerjakan sesuatu hal. Pandangan Rayden kembali beralih pada tontonannya. Ia tidak ingin mempertanyakannya lagi karena tidak ingin menambah kegundahan ibunya itu. Amora tidak menyadari jika putranya sedang mengkhawatirkannya. Ia masih melamunkan hal yang terus menjadi masalah di dalam benaknya sejak kemarin. Manik
Sepasang manik mata hazel Rayden mengerjap berulang kali. Ia mencoba mencerna kembali pertanyaan yang terlontar untuknya.“Mama … tidak demam, kan?” timpal anak laki-laki itu dengan nada yang terdengar ragu.Rayden meletakkan punggung tangannya yang mungil di atas kening ibunya. Ekspresinya terlihat sangat serius dengan kedua alis bertaut. “Tidak demam,” gumamnya.Amora tersenyum lebar. Perlahan ia menurunkan tangan putranya dari keningnya. “Mama memang tidak demam, Ray,” timpalnya.Anak laki-laki itu memiringkan kepalanya, kemudian bertanya lebih lanjut, “Terus? Kenapa Mama bisa tiba-tiba bertanya seperti itu?”Sorot mata penuh kecurigaan dilayangkan Rayden kepada ibunya. Tidak biasanya ibunya membahas tentang sosok ayah dengannya dan hal ini tentu saja menjadi bahan pertanyaan yang sangat besar bagi Rayden. Padahal dulu setiap kali Rayden membahasnya, ibunya akan terus berkelit dengan segudang alasannya.Apalagi ibunya bisa bertanya tentang penilaiannya terhadap Regis Lorenzo apabil
Di depan pintu masuk rumah sakit, mobil sedan mewah baru saja berhenti. Terlihat sosok Mark yang bergegas turun dari pintu samping penumpang kanan. Ia bergegas membukakan mobil untuk tuan mudanya.Regis turun dengan penampilan semi formal. Ia mengenakan blazer hitam yang dipadukan dengan t-shirt putih dan celana jeans berpotongan ramping. “Apa sudah kamu siapkan semuanya, Mark?” tanya Regis, menoleh kepada asistennya itu.“Sudah, Tuan,” sahut Mark. Pria itu menyodorkan selembar dokumen yang telah dicetak rapi dan dimasukkan ke dalam map bening kepada tuan mudanya.“Bantu Albert bawa masuk barang-barangnya,” titah Regis sebelum melangkah masuk ke dalam gedung rumah sakit tersebut.Mark mengangguk, kemudian bergegas membantu sopir pribadi Regis—Albert Parker untuk mengeluarkan barang-barang yang baru saja dibeli oleh tuan mudanya itu. Ia pun bergegas menyusul langkah tuan mudanya yang telah berjalan cukup jauh.Beberapa waktu lalu tuan mudanya baru saja memborong beberapa barang yang
Mendengar perintah yang diucapkan Regis kepada bawahannya, Amora langsung keluar dari kamar mandi dan menghentikan Albert keluar dari ruangan itu.“Tu-tunggu sebentar, Tuan Muda Lorenzo. Saya rasa kesalahan tidak pada bunganya, tetapi pada diriku sendiri,” cetus Amora yang berusaha menjelaskan hal yang terjadi padanya.Ia berharap Regis dapat memahami kondisinya dan bukan menyalahkan orang lain. Namun, Regis tetap tidak peduli dan berkata, "Tentu saja pemilik bunga itu juga bersalah."Alis Amora pun mengerut. "Mana bisa begitu, Tuan Muda Lorenzo. Apa yang salah dari bunga itu?" tanyanya tak mengerti.Manik mata Regis menatap Amora dengan lekat, kemudian menjawab, “Bunga itu sudah membuat wanitaku menjadi tidak nyaman. Aku rasa mereka perlu bertanggung jawab.”“A-apa?” Netra Amora langsung terbelalak sempurna. Ia merasa Regis terlalu berlebihan, tetapi ada satu hal yang menarik perhatiannya, yaitu cara Regis mendeskripsikan dirinya dalam ucapannya tadi.'Wanitaku?’ gumam Amora di dalam
Manik mata Amora mengerjap berulang kali dengan gelisah. Ia masih tidak percaya dengan pendengarannya atas kalimat yang baru saja meluncur dari bibir Regis. Suara berat, tetapi juga terdengar lembut dari pria itu membuat debaran di dalam dadanya semakin bergemuruh hebat. Tidak dapat dipungkiri jika pengakuan yang diucapkan Regis sangat menyentuh hatinya. Tidak menyangka jika dirinya dapat mengubah pandangan pria itu terhadap nilai dari sebuah pernikahan. “Apa kamu tidak mau berkata sesuatu, Amora?” tanya Regis yang merasa pengakuannya terasa sia-sia karena wanita itu tidak memberikan tanggapan apa pun. “A-aku … aku tidak tahu kalau aku sehebat itu,” gumam Amora yang masih belum sepenuhnya sadar dari rasa kagetnya. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap Regis. Ia juga tidak pernah mengira pria itu akan tertarik padanya. Sejak awal pertemuannya dengan Regis, Amora selalu berusaha untuk tidak menarik perhatian pria itu. Jika bisa m
Regis terkekeh geli. “Apa sangat menakutkan bagimu kalau tidak diakui?” ledeknya. “Bukan begitu, tapi aku ….” Amora tertegun sejenak. Ia tidak tahu harus bagaimana menjelaskan perasaannya yang mungkin akan terabaikan oleh para anggota keluarga Lorenzo. Ia bisa membayangkan wajah-wajah para tetua yang memandangnya dengan rendah. ‘Membayangkannya saja sudah terasa berat, bagaimana nanti menghadapi mereka?’ batin Amora seraya menghela napas lelah. “Kamu tidak perlu khawatir. Mereka tidak seburuk yang kamu bayangkan,” ucap Regis seolah dapat memahami pikiran wanita itu. Sebenarnya mudah bagi Regis untuk mendapatkan persetujuan dari para tetua. Dengan posisinya sebagai penerus pertama di dalam keluarga itu, mereka tidak akan terlalu mempersulitnya jika Regis bisa memberikan hal yang diinginkan setiap orang. Hanya saja hal yang dikhawatirkan Regis adalah ayahnya dan neneknya. Keduanya memiliki sifat yang cukup keras dan pemilih dalam memilih calon istri untuknya. Status Amora saat in
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi