Mendengar perintah yang diucapkan Regis kepada bawahannya, Amora langsung keluar dari kamar mandi dan menghentikan Albert keluar dari ruangan itu.“Tu-tunggu sebentar, Tuan Muda Lorenzo. Saya rasa kesalahan tidak pada bunganya, tetapi pada diriku sendiri,” cetus Amora yang berusaha menjelaskan hal yang terjadi padanya.Ia berharap Regis dapat memahami kondisinya dan bukan menyalahkan orang lain. Namun, Regis tetap tidak peduli dan berkata, "Tentu saja pemilik bunga itu juga bersalah."Alis Amora pun mengerut. "Mana bisa begitu, Tuan Muda Lorenzo. Apa yang salah dari bunga itu?" tanyanya tak mengerti.Manik mata Regis menatap Amora dengan lekat, kemudian menjawab, “Bunga itu sudah membuat wanitaku menjadi tidak nyaman. Aku rasa mereka perlu bertanggung jawab.”“A-apa?” Netra Amora langsung terbelalak sempurna. Ia merasa Regis terlalu berlebihan, tetapi ada satu hal yang menarik perhatiannya, yaitu cara Regis mendeskripsikan dirinya dalam ucapannya tadi.'Wanitaku?’ gumam Amora di dalam
Manik mata Amora mengerjap berulang kali dengan gelisah. Ia masih tidak percaya dengan pendengarannya atas kalimat yang baru saja meluncur dari bibir Regis. Suara berat, tetapi juga terdengar lembut dari pria itu membuat debaran di dalam dadanya semakin bergemuruh hebat. Tidak dapat dipungkiri jika pengakuan yang diucapkan Regis sangat menyentuh hatinya. Tidak menyangka jika dirinya dapat mengubah pandangan pria itu terhadap nilai dari sebuah pernikahan. “Apa kamu tidak mau berkata sesuatu, Amora?” tanya Regis yang merasa pengakuannya terasa sia-sia karena wanita itu tidak memberikan tanggapan apa pun. “A-aku … aku tidak tahu kalau aku sehebat itu,” gumam Amora yang masih belum sepenuhnya sadar dari rasa kagetnya. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap Regis. Ia juga tidak pernah mengira pria itu akan tertarik padanya. Sejak awal pertemuannya dengan Regis, Amora selalu berusaha untuk tidak menarik perhatian pria itu. Jika bisa m
Regis terkekeh geli. “Apa sangat menakutkan bagimu kalau tidak diakui?” ledeknya. “Bukan begitu, tapi aku ….” Amora tertegun sejenak. Ia tidak tahu harus bagaimana menjelaskan perasaannya yang mungkin akan terabaikan oleh para anggota keluarga Lorenzo. Ia bisa membayangkan wajah-wajah para tetua yang memandangnya dengan rendah. ‘Membayangkannya saja sudah terasa berat, bagaimana nanti menghadapi mereka?’ batin Amora seraya menghela napas lelah. “Kamu tidak perlu khawatir. Mereka tidak seburuk yang kamu bayangkan,” ucap Regis seolah dapat memahami pikiran wanita itu. Sebenarnya mudah bagi Regis untuk mendapatkan persetujuan dari para tetua. Dengan posisinya sebagai penerus pertama di dalam keluarga itu, mereka tidak akan terlalu mempersulitnya jika Regis bisa memberikan hal yang diinginkan setiap orang. Hanya saja hal yang dikhawatirkan Regis adalah ayahnya dan neneknya. Keduanya memiliki sifat yang cukup keras dan pemilih dalam memilih calon istri untuknya. Status Amora saat in
‘Gila! Ini benar-benar gila!’ pekik Regis di dalam benaknya. Ciuman yang kian mengganas yang tengah dilakukannya dengan Amora membuat gejolak di dalam dirinya bergelora hebat. Kini Regis telah membelenggu tubuh wanita itu pada dinding ruangan. Bibirnya tak hentinya meraup bibir yang telah membuatnya mabuk kepayang. Ingatannya akan malam panas yang dilaluinya tujuh tahun yang lalu terus berlari di dalam benaknya. Deru napas mereka terasa semakin berat hingga akhirnya Regis melepaskan tautan bibirnya, tetapi ia tidak berhenti sampai di sana. Perlahan bibirnya menyusuri leher jenjang wanita itu. “Tu-tuan … Muda Lorenzo, berhenti ….” Regis tidak mengindahkan permintaan wanita itu. Bibirnya terus menjelajahi kulit mulus yang membuatnya semakin ingin merengkuhnya dengan erat.Amora menggigit bibirnya kuat-kuat dan berusaha menghentikan pria itu, Kukunya menancap dengan kuat di pundak pria itu ketika Regis semakin menggila. Kedua tangan pria itu telah bergerak semakin lancang. Menyusup
Pupil mata Rayden langsung membola dan bersinar semakin terang. “Ma-Mama … tidak bohong, kan?”Amora mengangguk. “Mama tidak bohong, Ray. Tapi, mungkin kami perlu sedikit waktu untuk bisa beradaptasi satu sama lain. Mama harap kamu juga demikian.”“Ja-jadi nanti … Paman Lorenzo akan menjadi papaku?” gumam Rayden dengan ekspresi yang masih tidak mampu mempercayai hal yang baru didengarnya.“Iya, dia akan menjadi Papamu setelah kami ...," Amora melirik Regis sekilas, kemudian berkata, "... menikah nanti."Bola mata Rayden berbinar-binar. Ia masih sulit untuk percaya dengan hal yang baru saja diucapkan ibunya. Padahal beberapa jam lalu, ibunya masih belum terlalu yakin waktu ibunya membahas tentang hal yang sama padanya."Apa benar yang dibilang Mama, Paman?" tanya Rayden yang ingin mendapatkan kepastian langsung dari sosok yang bersangkutan. Ia menatap Regis dengan lekat."Tentu saja benar. Aku akan menjadi ayahmu, Ray," ucap pria itu yang membuat Rayden merasa sangat bahagia hingga ta
Hari ini Rayden sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Seperti janjinya, Regis datang untuk menjemput putranya dan Amora. “Apa mau kubantu?” tanya Regis kepada Amora yang sedang sibuk mengemas barang-barang bawaannya. Amora mendelik tajam padanya. Bibirnya tampak merengut kesal. Bagaimana tidak? Sekarang ia sangat direpotkan dengan barang-barang pemberian Regis. “Kemarin seharusnya kamu tidak membelikan barang-barang seperti ini. Seharusnya kamu langsung menaruhnya saja di rumah," gerutunya. Regis hanya tersenyum. Ia telah menggendong Rayden di belakang punggungnya. Melihat hal tersebut, Amora langsung berkata, “Ray, turunlah. Kamu sudah besar kan? Kenapa malah minta digendong?” Wajah ceria Rayden pun berubah mendung. Namun, Regis langsung memberikan pembelaan untuknya, “Bukan salah dia. Aku yang mau melakukannya. Lagian dia belum pernah kan digendong seperti ini.” Amora tahu jika Regis ingin memberikan kasih sayangnya kepada putra mereka. “Jangan terlalu sering memanjakan
“Tidak perlu merasa terbebani, Henry. Aku ingin melakukannya bukan untuk mengharapkan rasa terima kasih ataupun maaf darimu,” tutur Amora yang dapat melihat sikap Henry yang sulit untuk menerima kebaikan yang baru saja dilakukannya. Pria itu menghela napas panjang. “Aku tahu. Aku hanya kaget saja, Amora. Tapi, tidak seharusnya kamu melakukan ini. Aku akan mengembalikan uangnya. Ibuku juga pasti akan berpikiran yang sama atas hal ini,” ujarnya. Penolakan yang diberikan Henry membuat Amora sangat kecewa. Karena alasan inilah, ia tidak memberitahu kepada Emma dan Henry jika dirinya sudah melunasi tagihan rumah sakit tersebut. Namun, ia sungguh tidak menyangka jika pada akhirnya Henry tetap mengetahuinya. “Henry, mungkin kamu tidak terlalu mengenal tentangku. Tapi, aku yakin ibumu tidak akan mengembalikannya kalau dia masih menganggapku sebagai keluarganya,” ucap Amora dengan senyuman yang mengembang dengan penuh keyakinan. Ia tahu jika Henry masih mampu untuk membayar tagihan rumah sa
“Apa Anda tidak pernah diajarkan kalau tidak baik untuk meragukan orang lain tanpa mengenalnya terlebih dahulu?” Suara berat yang terdengar dingin yang terucap dari bibir Regis membuat bulu kuduk Amora meremang. Ia dapat merasakan kemarahan tertahan dari nada suara Regis sehingga Amora bergegas mengakhiri pembicaraan tersebut. Ia tidak ingin terjadi pertumpahan darah di depan matanya. “Ehm, Henry … aku rasa kamu tidak perlu khawatir tentang hal ini. Aku sangat mengenalnya dengan baik. Kami adalah teman lama,” sela Amora yang bergegas menahan Regis yang telah memajukan langkahnya. “Teman lama?” gumam Henry yang tidak merasa takut sedikit pun dengan tatapan tajam penuh ancaman yang dilayangkan Regis padanya. Amora tersenyum kikuk. “Iya, teman lama,” ucapnya kembali menegaskan. Ia telah memegang lengan Regis dengan kuat dan mengisyaratkan pria itu untuk tidak melakukan kekerasan. Namun, Regis menolak hingga akhirnya Amora terpaksa menggunakan jurus jitunya dan berkata dengan nada me
Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la
“Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke
“Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put
“Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.
Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d
Perasaan Amora terasa tidak karuan. Ucapan Alicia masih terngiang jelas di dalam benaknya. “Ini tidak mungkin. Tidak mungkin,” gumam Amora berulang kali.Seth melirik kaca spion mobil tengah untuk memantau kondisi nyonya mudanya tersebut. Ia tidak tahu menahu tentang hal yang terjadi. Tadi wanita itu hanya memintanya untuk segera mengantarkannya ke Mansion Blue Lake.Tadi Alicia berkata jika ia melihat Regis bertemu dengan seorang wanita saat ia dalam perjalanan menuju taman bermain dengan Rayden. Padahal sepengetahuannya, pria itu seharusnya berada dalam perjalanan ke Italia seperti yang dikatakannya kemarin kepadanya.Alicia berkata kepada Amora jika ia telah membuntuti Regis dan melihat keduanya masuk ke dalam Mansion Blue Lake. Tentu saja hal tersebut membuat Amora sangat terkejut. Ia tidak percaya jika Regis melakukan sesuatu yang mengkhianati cinta mereka.Namun, di satu sisi, Amora juga yakin kalau Alicia tidak mungkin membohonginya. ‘Apa mungkin Regis tidak jadi berangkat ke
“Bagaimana? Apa kamu bisa tenang membiarkan Emma membantumu mulai hari ini?” tanya Liliana meminta pendapat menantunya tersebut. Amora tertegun. Ia menatap Emma yang masih menunggu tanggapannya. “Tentu saja aku setuju,” sahutnya dengan mengulas senyuman lebar di bibirnya. Dibandingkan para pengasuh lain, Amora tentu saja akan lebih percaya dengan Emma. Dulu wanita paruh baya itu juga sering membantunya menjaga Rayden. “Tapi, apa Nyonya Adams tidak apa-apa? Aku tidak ingin terus-menerus merepotkan Anda. Apa Henry dan Hilde mengizinkannya?” tanya Amora dengan penuh selidik. Ia tidak ingin putra dan menantu Emma tidak menyetujui hal tersebut. Apalagi kondisi Emma yang pernah dirawat di rumah sakit dulu. “Tenang saja, Amora. Malah mereka memintaku untuk membantumu. Hilde malah lebih mendukungku,” terang Emma yang dapat memahami pemikiran Amora tersebut. “Nanti Tante akan sering-sering datang dan ikut membantu kok,” timpal Liliana yang mencoba meyakinkan menantunya itu. Amora tersen
“Selamat pagi Anak Mama. Bagaimana tidurnya semalam, hm?”Amora berceloteh sendiri dengan Ryuji yang sedang duduk di dalam box bayinya. Amora baru saja bangun saat mendengar suara bayi bertubuh gembul itu.“Anak Mama sudah bangun saja pagi begini. Siapa yang sudah menggantikan popokmu, hm? Papa?” tanya Amora ketika melihat putranya telah berganti pakaian.Ryuji hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan menendang kedua tangan dan kakinya berulang kali. Ia asyik memasukkan teether ke dalam mulutnya dan menggigit-gigitnya dengan gemas.Amora pun menggendong Ryuji keluar dari tempat tidurnya dan mengelilingi kamarnya untuk mencari keberadaan Regis.“Sayang,” panggil Amora. Namun, tidak ada yang menyahutnya.“Ke mana dia?” gumam Amora yang akhirnya kembali ke kamarnya. Ia baru menyadari jika koper yang dipersiapkannya semalam untuk Regis sudah tidak ada di tempatnya.“Dia sudah pergi?” terka Amora dengan terheran-heran.Tidak biasanya Regis pergi tanpa berpamitan padanya. Biasanya Regi