“Apa maksudnya om, tante? Apa kalian tak mendengarku? Zack menjualku! Menjual keponakanmu kepada pria lain hanya untuk kepentingan bisnis. Dia sama sekali tidak menghargai aku dan Om. Bagaimana mungkin aku berhubungan kembali dengannya?”
Emily merasa tidak habis pikir. Bagaimana bisa, om dan tantenya tak merasa tersinggung sama sekali dan justru membela Zack?“Aku tahu, Emily. Aku mengerti perasaanmu. Tapi, kamu juga tahu kan kalau perusahaan Om bergantung pada Zack. Om tidak bisa …”Melihat Edward melemah, Regina mengambil alih, “Kau pikirkan ini, Emily. Aku dan Om-mu telah memberikan nafkah dan tempat tinggal untukmu selama ini. Kami melakukannya secara tulus dan tanpa mengharapkan pamrih," ucap tantenya, menatap Emily nanar, "Tapi, paling tidak kau tahu sedikitlah cara membalas budi, Emily. Zack melakukan itu untuk kepentingan bisnis berarti dia telah melakukan banyak pertimbangan untuk melakukannya.”“Dengan menjualku? Aku bahkan belum menjadi istrinya! Tapi, dia telah berani melakukan hal gila seperti itu. Apalagi jika sudah menjadi istri. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini!,” Emily bersikeras. Dia tidak bisa membayangkan menghabiskan waktu seumur hidupnya bersama orang seperti Zack. Seumur hidup itu terlalu lama untuk dihabiskan dengan orang yang salah. Bisa-bisa Emily gila.“Hei, bocah bodoh. Kau memang tidak bisa diajak bicara baik-baik ya. Otakmu itu bebal sekali. Kau masih saja bertindak egois dengan kelakuan jahatmu itu. Aku tidak mau tahu, pokoknya kau harus berbaikan dengan Zack. Aku tidak mau keluarga ini hancur gara-gara kau!”Emily berlari ke kamar, dia tidak mau mendengarkan perkataan Regina yang menusuk hati. Kalau saja dia masih punya orang tua di sisinya pasti ada yang membelanya. Regina bahkan tidak peduli dengan penampilan Emily yang kusut dan acak-acakan.Emily mengusap pipinya, tak lama Edward mengetuk pintu dan masuk. Dia terlihat lunglai dan lelah.“Emily, maafkan Tantemu ya. Dia terlalu tajam dalam berbicara. Tapi, bagaimanapun semua yang dikatakan tantemu itu adalah benar. Meski kami menerima bagian ketika mengadopsimu, tapi bagian itu kami pergunakan untuk memberi keluarga kita nafkah. Memberimu kehidupan yang layak. Dan sekarang, perusahaan kita berada di ujung tanduk.”Ketika Emily melihat wajah Edward yang kusut, seketika, hatinya terasa melunak. Edward adalah pamannya, keluarganya. Saat ini pamannya sedang kesulitan dan satu-satunya harapan pamannya untuk menyelesaikan masalah keluarga ini adalah dirinya.Bagaimana mungkin dia bisa begitu egois hingga menghancurkan semua yang telah Edward kerjakan selama bertahun-tahun? Uang peninggalan ayahnya juga telah diinvestasikan di perusahaan itu.Perusahaan itu adalah miliknya juga. Dia memiliki tanggung jawab untuk menjaganya agar tidak bangkrut. Paling tidak dia harus melakukannya demi alasan ini. Karena kata paman, hanya Emily yang bisa menyelesaikan masalah ini. Dia harus membantu Edward. Tidak demi Regina, tapi demi Edward, pamannya.Emily lantas memeluk Edward. "Aku mengerti, Om. Maafkan aku. Aku akan segera berbaikan dengan Zack demi perusahaan kita."Edward memeluknya erat-erat dan tersenyum. "Terima kasih, Emily. Kau memang keponakanku tersayang yang pengertian. Aku akan berbicara dengan Zack setelah kau berbaikan agar dia bisa memperlakukanmu dengan lebih baik di masa depan sekaligus meminta Zack berjanji agar kejadian itu tidak akan terulang lagi."***“Tuan Benedict, gadis itu bernama Emily Davis, usianya 22 tahun, dia dijodohkan dengan Zack oleh pamannya, Edward Davis, yang mengadopsinya. Sejak kuliah dia memiliki beberapa pekerjaan paruh waktu, salah satunya sebagai penyanyi cafe." Ucap James, asisten Benedict panjang lebar pada Benedict yang sedang berjemur di kursi tepian kolam renang.Dia membungkuk lalu menyerahkan file yang diminta oleh Benedict kepada majikannya itu.James agak mendecak di dalam hati, sebelumnya bosnya itu sempat berkata di mobil kalau, 'wanita itu bukan siapa-siapa' tapi, tahu-tahu minta dicarikan informasi mengenai 'wanita yang bukan siapa-siapa' itu.Benedict melepaskan kacamata hitamnya, tangannya mulai bergerak membuka lembaran file.‘Penyanyi? Pantas saja suaranya saat mengerang saat indah,’ gumam benedict pelan."Edward Davis menyarankan pernikahan dilakukan secepatnya. Seharusnya keduanya menikah setengah bulan lagi.”Bukankah itu usia yang terlalu muda untuk menikah?Memikirkan itu, Benedict mendengus, dia yakin ada sesuatu di sini. “Jadi, ada kesepakatan apa antara Edward dan Zack?"James merasa sedikit kagum dengan naluri Benedict dalam mencium ketidakberesan. “Tuan benar, ada kesepakatan di antara keduanya. Perusahaan milik Edward sudah lama bangkrut, namun tertahan karena money laundry dari Zack. Tanpa bantuan Zack, perusahaan Edward hancur. Mungkin karena itulah Edward Davis sangat ingin menikahkan Emily dengan Zack Carson.”Mata Benedict sedikit menggelap. Jadi itulah yang memotivasi mereka. Yang dipedulikan Edward Davis hanyalah uang, bahkan sampai tega menjual keponakannya sendiri kepada Zack.Benedict melihat foto Emily yang ada di tangannya. Dia sudah mendengar sebelumnya kalau Emily putus dengan Zack saat di lampu merah. Tanpa sadar Benedict tersenyum, ketika mengingat rambut merah terang Emily yang tergerai di bawahnya.Tak lama, terdengar suara dari belakangnya. Pagi itu, dia memang menerima permintaan pertemuan dari Zack.Benedict meletakkan map file itu ke meja di sampingnya sedangkan James melangkah mundur untuk memberikan privasi meski masih dalam jarak bisa mendengar percakapan.“Tuan Benedict yang terhormat,” sapa Zack dengan senyum sumringah.“Aku tak ingin berbasa-basi denganmu, Zack. Katakan saja, mengapa kau mengirimkan kekasihmu padaku malam itu?" tanya Benedict dengan tatapan dingin, rahangnya mengeras, mencoba menahan emosinya.Mendengar pertanyaan itu, Zack justru menyeringai, “Aku mengirimkan hadiah kepadamu, Tuan Benedict. Apa dia bukan seleramu?”“Memangnya apa yang kau inginkan?”Merasa Benedict telah masuk ke dalam jaring jebakannya, Zack pun tersenyum puas dan mendekar. "Begini, Tuan Benedict, aku baru saja berinvestasi dalam sebuah bisnis dan aku memerlukan suntikan dana. Tidak banyak, hanya 200 juta dolar saja. Ini adalah kerja sama yang menguntungkan, tolong bantu aku kali ini saja, Tuan!”Benedict Maven, meskipun masih terbilang muda, dia dikenal sebagai pebisnis yang handal dan kejam di Maven Group. Kekuatan individunya di Maven Group bukanlah isapan jempol belaka.Bibir tipis Benedict membentuk senyuman sinis, "Apa yang membuatmu berpikir kalau aku akan memberimu dua ratus juta dolar hanya untuk satu malam bersama calon tunanganmu itu?"“Tuan Benedict!" Zack tergagap. "Emily dan Anda terlihat memasuki kamar pribadi Anda kemarin, dan itu tertangkap kamera pengawas hotel." Kilatan jahat di mata Zack mulai terlihat, "Bagaimana jika rekaman itu sampai beredar di publik? Apa yang akan mereka pikirkan tentang Anda jika mereka tahu kalau Anda tidur dengan calon tunangan rekan bisnis Anda? Anda mungkin saja akan kehilangan jabatan Anda sebagai CEO Maven Group ..."James memelototi Zack, beraninya dia mengancam Benedict!Benedict bangkit dari kursi lalu dengan tenang menghentikan James dengan tangannya, memberi isyarat untuk tetap tenang. Namun, James sendiri bisa melihat, manik gelap atasannya itu kini berkilat, menatap Zack dingin seolah akan melahap mangsanya.“Apa saat ini kau sedang mengancamku, Zack Carson?"Zack merasa dirinya membeku, "Oh, tidak, Tuan! Aku tidak bermaksud untuk mengancammu. Aku hanya ingin menjelaskan situasinya kepadamu, Tuan Benedict.”"Keluar," Jawab Benedict sambil menunjuk ke pintu.“Tuan Benedict, tolonglah." Zack menjadi gelisah."Haruskah aku mengulangi kata-kataku lagi?"Zack akhirnya mundur, dia memohon pada Benedict untuk mempertimbangkannya lagi saat dia pergi.Tak lama James menghampirinya, "Tuan, sepertinya Zack ada benarnya. Kita tidak bisa membiarkan rekaman itu sampai tersebar. Itu akan menghancurkan imejmu, Tuan Benedict.” Mendengar itu Benedict tersenyum datar.Fakta kalau Benedict tidur dengan Emily akan menjadi hal yang lumrah jika Emily adalah miliknya, dan rekaman video pengawas itu akan menjadi tidak berguna.Apalagi Emily dan Zack telah putus dan gadis itu juga sedang mencari pria kaya untuk menyelesaikan masalahnya. Jadi di sinilah dia, Benedict adalah jalan keluar bagi permasalahan Emily.Memikirkan itu membuat Benedict tersenyum. Ini akan mudah, dan mungkin saja Benedict akan menikmatinya.“Kau pikir, akan semudah itu, James? Biarlah dia bersenang-senang dengan permainan anak kecilnya.”Emily baru saja tiba di rumah Zack. Dia bermaksud membunyikan bel pintu ketika Emily menyadari kalau pintu sudah dalam keadaan sedikit terbuka.Emily dengan hati-hati berjalan ke lorong dan berhenti. Dia mendengar napas mesra seorang pria dan seorang wanita.Jantung Emily berhenti berdetak. Dengan hati-hati, dia melangkah menuju kamar tidur… seketika Emily membeku. “Hibur aku dengan tubuhmu, Laila.” Laila? Nama itu terdengar tak asing baginya. Emily memekakkan telinganya, mencoba mendengarkan lebih banyak dari percakapan antara Zack, dengan seorang perempuan yang terduduk di atas sang pria. “Emily seenaknya saja meninggalkanku." Zack menghela nafas. "Namun, yang paling sial adalah ... Benedict memutuskan untuk tidak berinvestasi di perusahaanku. Aku merasa seperti orang bodoh. Aku sangat membutuhkanmu sentuhanmu, sayang.” Ucap Zack dengan manja, bibirnya melengkung ke bawah.Tiba-tiba, ruangan itu hening. Namun, yang terdengar hanyalah kecupan basah antara Zack dan wanita di atasn
“Kamu ...!”Rambut perak yang dia kenal, serta seringai yang membuatnya teringat ke malam itu seketika membuat emosi kembali memenuhi kepalanya.Emily buru-buru bangkit dari tempat tidur, bermaksud untuk kabur dari tempat itu, namun rasa pusing menusuk kepalanya hingga membuatnya pandangannya menjadi kabur.Belum sempat kaki jenjangnya menyentuh lantai, Benedict melingkarkan lengan kekarnya di pinggang Emily."Lepaskan aku!" Teriak Emily dengan keras, mencoba mencari pertolongan dari siapapun yang ada di rumah besar itu. Emily menyapukan kukunya ke wajah pria itu, membuat Benedict mengumpat dengan keras. Namun meskipun ada rasa perih yang menjalari wajahnya, Benedict tetap tidak melepaskan pegangannya.Karena melepaskan berarti menjatuhkan ke lantai. Sedangkan kondisi wanita dengan kuku bak Wolverine ini masih belum stabil.Sebagai gantinya Benedict mengangkat Emily ke dalam pelukannya lalu menjatuhkannya ke tempat tidur."Jangan berani-berani turun dari ranjang ini." Dia memperingat
“Apa maksudmu!?”Permintaan gila dari pria di hadapannya seketika membuat Emily tercengang. Emily tidak menyangka kalau dia akan mengalami hal yang pernah ia baca di novel-novel picisan.Yang lebih membuatnya kesal, adalah betapa santainya pria itu berbicara terkait kepemilikan. Dia merasa dibeli!"Apa kau gila? Aku tidak akan segila itu menjual diriku kepadamu!” ucap Emily, menatap tajam ke arah Benedict. Tak menunggu balasan dari sang pria, Emily pun bergegas untuk pergi. Namun, sebelum itu, Emily menyempatkan diri untuk mengacungkan tinjunya ke arah Benedict sembari mengucapkan kata ‘bangsat’ dengan tanpa suara. Zack saja seperti itu, apalagi rekannya yang jelas-jelas telah 'melahapnya' ini. Emily tidak mau lepas dari mulut setan tapi justru masuk ke dalam pelukan iblis berambut perak ini.Emily lantas meminta pakaiannya pada Agnes dan berganti pakaian. Dia kemudian meninggalkan kediaman Benedict yang mengawasi Emily pergi dengan tawa kecil dan gelas alkohol di tangan.“Cih, kamu
Hujan turun dengan derasnya, Emily buru-buru membuka payung yang ada di tangannya. Namun, meskipun begitu, payung kecil itu tak mampu melindungi dirinya dari percikan air hujan.Hari bahkan sudah menjadi gelap dan hampir tidak ada orang di jalan ini apalagi hujan turun dengan begitu derasnya sehingga tidak akan ada orang yang begitu bodohnya berada di luar ruangan. Tidak seperti dirinya. Dia pasti sudah sangat putus asa sampai mau berhujan-hujanan ria seperti ini.Kemarin telepon dari iblis berambut perak itu menyebutkan kalau mereka akan bertemu di tempat ini. Tapi, Emily tak menyangka kalau cuaca hari ini akan seburuk ini, untung saja dia sempat membawa payung tadi karena memang ketika berangkat dari rumah langit telah mendung. Lihat, bahkan langit saja tidak menyetujui pertemuan ini. Ini sepertinya adalah langkah yang buruk. Tapi, mau bagaimana lagi, hanya ini cara satu-satunya yang bisa ia lakukan.Sebuah mobil melaju kencang melewati genangan air yang berada tak jauh dari tempat
Seolah mengerti, James memencet ikon di layar untuk membatasi area antara kursi penumpang dengan barisan sopir sehingga dapat memberi privasi bagi bosnya.Benedict menyampirkan rambut Emily, lalu melabuhkan kecupannya di bibir gadis itu. Ciuman hangat itu dalam sekejap berubah menjadi panas, hingga membuat Emily meremang. Dia tak tahu, apa ini demam ataukah panas tubuh mereka berdua yang menyebabkannya.Emily tahu, dia harus memberikan sedikit makanan pada anjing pemburu agar mau berburu untuknya. Anggap saja ciuman ini adalah makanan itu.Jadi, ketika Benedict mulai bergerilya meminta lebih dari ciuman dengan menangkup payudaranya, Emily mendorong Benedict. Lalu, memberi tamparan keras pada pria itu, membuat Benedict yang tidak mengira akan hal tersebut tertegun."Apa yang kau lakukan?" tanya pria itu.James yang ada di depan saja sampai terkejut, hingga ikut-ikutan bertanya, "Bos, kau tidak apa-apa? Apa kau membutuhkan bantuan?""Apa maksudmu dengan membutuhkan bantuan? Apa menurutmu
"Halo!""Kau sudah tiba di rumah?" tanya suara dari seberang sana."Ya," sahut Emily ragu-ragu, "Ini kau?""Menurutmu siapa lagi kalau bukan aku?"Emily menarik napas, "Zack mengajakku untuk pergi bersama ke acara perjamuan. Di sana pasti akan ada pembicaraan soal pernikahan. Bagaimana caramu untuk membantuku?" Emily bercerita begitu saja pada Benedict. Toh, memang hal inilah yang menghubungkan mereka berdua."Kau pergi saja ke sana dengannya. Masalah lainnya aku yang atur," tegas Benedict. Meski tidak tahu dengan pasti apa rencana pria itu, tapi, sedikit banyak perkataan Benedict membuat Emily sedikit tenang.Tak lama setelah panggilan itu berakhir, Emily ke toilet. Begitu selesai, di lorong kamar dia bertemu dengan Layla yang menatapnya dengan sinis.Emily bermaksud untuk mengabaikannya saja saat Layla justru berkata, "Sepertinya sekarang kau menjadi sugar baby ya, Emily?" Dia terang-terangan menatap pakaian baru yang dikenakan Emily, kalau tidak dari menjadi sugar baby darimana Emil
Seorang pria tampan bertubuh tinggi tegap dengan setelan abu-abu terang melangkah masuk. Keanggunan dan kepercayaan dirinya terlihat sedemikian rupa hingga menarik perhatian semua orang yang ada di ruangan itu.Rambut peraknya membuat Emily menyadari kalau itu adalah Benedict, iblis yang melakukan perjanjian dengannya. Emily mengalami kelegaan sekaligus kebingungan karena Benjamin menyebut Benedict yang baru datang sebagai cucunya."Emily, kau pasti kaget melihat Benedict, dia adalah cucuku yang sudah lama di luar negeri mengurus bisnis keluarga, baru beberapa bulan ini dia kembali, jadi ini pasti pertama kalinya kalian bertemu," Benjamin memperkenalkan Emily pada Benedict, "Benedict, gadis ini adalah Emily, dia calon istri Zack."Benjamin baru saja menyelesaikan perkataannya ketika Benedict berjalan menghampiri Emily lalu berkata, "Tentu saja aku mengenal Emily, Kek. Tapi, bukan sebagai calon istri Zack melainkan wanita yang berkencan denganku. Emily adalah pacarku. Jika dia akan memi
"Aku perlu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi?" jawab Zack."Apa lagi yang perlu kau cari tahu, Zack," tukas Layla, "Sudah terlihat jelas kalau Emily itu telah berselingkuh dengan sepupumu. Itu semua sudah terlihat di depan mata."Zack menggelengkan kepalanya, "Itu tidak mungkin. Aku mengenal Emily. Dia gadis baik-baik. Jadi, itu adalah hal yang tidak mungkin kalau dia berkencan dan berselingkuh dengan sepupuku. Itu sungguh tidak masuk akal. Pasti ada konspirasi di sini. Aku perlu mencari tahu.""Zack," Layla lagi-lagi menahan lengan Zack, "Aku tidak ingin mengatakan ini dan menambah luka di hatimu. Tapi, malam sebelumnya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Emily diantar oleh seorang pria yang tadi baru kuketahui kalau itu adalah pengawalnya sepupumu. Bahkan mobil yang digunakan pun sama. Itu mobil sepupumu. Emily memakai pakaian baru bermerek yang sudah dapat dipastikan tidak akan bisa dia dapatkan jika tidak berkencan dengan sepupumu itu. Dan kurasa Emily bahkan telah mel
“Kalau kau mau, aku punya sebuah apartemen,” kata Jeffry sembari mengedikkan bahu. "Saat ini sedang kosong. Jika kau mau, kau bisa memakainya." Jeffry mengeluarkan pena dan kertas, lalu menuliskan alamatnya, merogoh saku lalu menyerahkan kunci apartemen pada gadis itu. "Apakah … maksudmu aku bisa tinggal di sana? Di apartemenmu?" Emily tergagap. “Aku tidak akan memaksa kalau kau tidak mau, Emily.” “Tidak. Maksudku … aku mau. Tentu saja aku mau. Aku memang membutuhkannya saat ini,” Emily mengucapkan terima kasih. “Baiklah, kalau begitu …” Jeffry mengambil sejumlah uang dari dompet lalu menyodorkannya ke tangan Emily, "Untuk membuatmu bangkit kembali, oke?" Emily mengucapkan terima kasih lagi, lalu memanggil taksinya, melambaikan tangan. “Kenapa kau tidak ikut denganku, Jeff?” Dia bertanya sambil naik ke bangku penumpang. Jeffry menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa. Karena sekarang ada yang harus kulakukan. Mungkin nanti." Dia berkata dengan canggung, dan mundur saat dia
Emily sempat hendak mundur ketika melihat ekspresi keras di wajah pria itu. Apakah dia salah orang? Terlebih ketika pria itu melangkah maju. Tapi, langkah Emily untuk menghindar tertahan karena rengkuhan tiba-tiba dari pria itu. "Emily, kau kemana saja. Aku rindu," bisikan lembut di telinga Emily membuat Emily gemetar. Jadi, dia tidak salah mengenali. Pria ini memang Jeffry. "Emily, apakah kamu mengenal Jeffry?" Tanya Oscar, penasaran. Emily mengangguk. Lebih dari sekedar “tahu,”. Mereka tumbuh bersama di panti asuhan. Setelah kematian ayahnya, Emily hampir menangis setiap hari, terkadang dengan isak tangis yang menggelegar, terkadang dengan rintihan lemah. Saat itu, dunianya terasa runtuh. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Emily merasa sendirian tanpa tahu harus berbuat apa. Kala itu, saat tidur dia selalu bermimpi buruk, membuatnya sering menyendiri di panti. Waktu itulah dia bertemu Jeffry. Seorang anak laki-laki tinggi kurus dengan mata biru. Jeffry duduk di sampin
Emily menarik napas dengan kesal. Dia benar-benar diusir dari rumah oleh paman dan bibinya seolah dia pencuri saja. Emily melangkah dengan gontai, lampu-lampu jalan berpendar oranye. Dari arah yang berlawanan terlihat seorang pria berjalan sempoyongan, sepertinya pria itu agak mabuk. Tatapannya terlihat tidak fokus, namun ketika Emily melewatinya, pria itu berbelok dramatis dan mendekatinya. "Hai cantik!" Secepat bicaranya secepat itu juga tangan pria itu meremas pinggul Emily. Emily memekik karena kaget, clutch di tangannya refleks ia layangkan ke arah kepala pria itu. "Dasar pria mesum," makinya sambil menambahkan pukulan. Pria itu berteriak marah, dia hendak memukul balik Emily, tapi Emily dengan cepat melancarkan tendangan ke arah selangkangan pria itu hingga pria itu terduduk dan melolong kesakitan. "Biar tahu rasa kau, pria mesum. Dasar bajingan!" Pria itu mengaduh kesakitan, bukan hanya kepala atasnya saja yang sakit karena mabuk, tapi kepala bawahnya benar-benar menderit
"Plak!" Satu tamparan keras melayang ke pipi Benedict."Apaan sih gigit-gigit? Kamu pikir aku ini mangsa vampire apa?"Emily menarik tali gaunnya yang nyaris robek lalu melepaskan sabuk pengaman. Namun, belum sempat dia keluar, Benedict menariknya hingga kembali ke posisi semula."Kamu mau kemana?""Tentu saja aku mau pulang.""Pulang? Apa maksudmu dengan pulang? Kamu pikir om dan tantemu akan menerimamu kembali ke rumah setelah kejadian tadi?"Emily menggigit bibirnya dengan kesal, "Ini semua gara-gara kamu. Ini salahmu. Kalau tidak karena ulahmu tadi aku tidak perlu menghadapi hal seperti ini. Sekarang, bahkan untuk pulang saja aku tidak bisa.""Apa yang sulit dengan itu? Kamu hanya perlu ikut denganku saja dan tinggal di kediamanku, Emily. The End. Masalah selesai.""Tidak semudah itu, Tuan Muda." Dia tidak mau tinggal dengan pria biadab ini dan masuk perangkap seperti ikan yang masuk ke dalam jaring.Benedict mengerutkan dahi, "Jangan katakan kalau kau bermaksud untuk mengingkari p
"Aku perlu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi?" jawab Zack."Apa lagi yang perlu kau cari tahu, Zack," tukas Layla, "Sudah terlihat jelas kalau Emily itu telah berselingkuh dengan sepupumu. Itu semua sudah terlihat di depan mata."Zack menggelengkan kepalanya, "Itu tidak mungkin. Aku mengenal Emily. Dia gadis baik-baik. Jadi, itu adalah hal yang tidak mungkin kalau dia berkencan dan berselingkuh dengan sepupuku. Itu sungguh tidak masuk akal. Pasti ada konspirasi di sini. Aku perlu mencari tahu.""Zack," Layla lagi-lagi menahan lengan Zack, "Aku tidak ingin mengatakan ini dan menambah luka di hatimu. Tapi, malam sebelumnya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Emily diantar oleh seorang pria yang tadi baru kuketahui kalau itu adalah pengawalnya sepupumu. Bahkan mobil yang digunakan pun sama. Itu mobil sepupumu. Emily memakai pakaian baru bermerek yang sudah dapat dipastikan tidak akan bisa dia dapatkan jika tidak berkencan dengan sepupumu itu. Dan kurasa Emily bahkan telah mel
Seorang pria tampan bertubuh tinggi tegap dengan setelan abu-abu terang melangkah masuk. Keanggunan dan kepercayaan dirinya terlihat sedemikian rupa hingga menarik perhatian semua orang yang ada di ruangan itu.Rambut peraknya membuat Emily menyadari kalau itu adalah Benedict, iblis yang melakukan perjanjian dengannya. Emily mengalami kelegaan sekaligus kebingungan karena Benjamin menyebut Benedict yang baru datang sebagai cucunya."Emily, kau pasti kaget melihat Benedict, dia adalah cucuku yang sudah lama di luar negeri mengurus bisnis keluarga, baru beberapa bulan ini dia kembali, jadi ini pasti pertama kalinya kalian bertemu," Benjamin memperkenalkan Emily pada Benedict, "Benedict, gadis ini adalah Emily, dia calon istri Zack."Benjamin baru saja menyelesaikan perkataannya ketika Benedict berjalan menghampiri Emily lalu berkata, "Tentu saja aku mengenal Emily, Kek. Tapi, bukan sebagai calon istri Zack melainkan wanita yang berkencan denganku. Emily adalah pacarku. Jika dia akan memi
"Halo!""Kau sudah tiba di rumah?" tanya suara dari seberang sana."Ya," sahut Emily ragu-ragu, "Ini kau?""Menurutmu siapa lagi kalau bukan aku?"Emily menarik napas, "Zack mengajakku untuk pergi bersama ke acara perjamuan. Di sana pasti akan ada pembicaraan soal pernikahan. Bagaimana caramu untuk membantuku?" Emily bercerita begitu saja pada Benedict. Toh, memang hal inilah yang menghubungkan mereka berdua."Kau pergi saja ke sana dengannya. Masalah lainnya aku yang atur," tegas Benedict. Meski tidak tahu dengan pasti apa rencana pria itu, tapi, sedikit banyak perkataan Benedict membuat Emily sedikit tenang.Tak lama setelah panggilan itu berakhir, Emily ke toilet. Begitu selesai, di lorong kamar dia bertemu dengan Layla yang menatapnya dengan sinis.Emily bermaksud untuk mengabaikannya saja saat Layla justru berkata, "Sepertinya sekarang kau menjadi sugar baby ya, Emily?" Dia terang-terangan menatap pakaian baru yang dikenakan Emily, kalau tidak dari menjadi sugar baby darimana Emil
Seolah mengerti, James memencet ikon di layar untuk membatasi area antara kursi penumpang dengan barisan sopir sehingga dapat memberi privasi bagi bosnya.Benedict menyampirkan rambut Emily, lalu melabuhkan kecupannya di bibir gadis itu. Ciuman hangat itu dalam sekejap berubah menjadi panas, hingga membuat Emily meremang. Dia tak tahu, apa ini demam ataukah panas tubuh mereka berdua yang menyebabkannya.Emily tahu, dia harus memberikan sedikit makanan pada anjing pemburu agar mau berburu untuknya. Anggap saja ciuman ini adalah makanan itu.Jadi, ketika Benedict mulai bergerilya meminta lebih dari ciuman dengan menangkup payudaranya, Emily mendorong Benedict. Lalu, memberi tamparan keras pada pria itu, membuat Benedict yang tidak mengira akan hal tersebut tertegun."Apa yang kau lakukan?" tanya pria itu.James yang ada di depan saja sampai terkejut, hingga ikut-ikutan bertanya, "Bos, kau tidak apa-apa? Apa kau membutuhkan bantuan?""Apa maksudmu dengan membutuhkan bantuan? Apa menurutmu
Hujan turun dengan derasnya, Emily buru-buru membuka payung yang ada di tangannya. Namun, meskipun begitu, payung kecil itu tak mampu melindungi dirinya dari percikan air hujan.Hari bahkan sudah menjadi gelap dan hampir tidak ada orang di jalan ini apalagi hujan turun dengan begitu derasnya sehingga tidak akan ada orang yang begitu bodohnya berada di luar ruangan. Tidak seperti dirinya. Dia pasti sudah sangat putus asa sampai mau berhujan-hujanan ria seperti ini.Kemarin telepon dari iblis berambut perak itu menyebutkan kalau mereka akan bertemu di tempat ini. Tapi, Emily tak menyangka kalau cuaca hari ini akan seburuk ini, untung saja dia sempat membawa payung tadi karena memang ketika berangkat dari rumah langit telah mendung. Lihat, bahkan langit saja tidak menyetujui pertemuan ini. Ini sepertinya adalah langkah yang buruk. Tapi, mau bagaimana lagi, hanya ini cara satu-satunya yang bisa ia lakukan.Sebuah mobil melaju kencang melewati genangan air yang berada tak jauh dari tempat