“Bajingan kau, Zack! Kau anggap apa aku ini?"
"Hei, apa perlu kau berkata-kata kasar seperti itu kepadaku, Emily?" Zack melanjutkan. "Aku jadi bingung. Kemana ya Emilyku yang cantik dan baik hati pergi?”
Emily merasakan ‘pisau perkataan' itu menusuk paru-parunya. Sudah biasa bagi Zack untuk sesekali menyewa pendamping atau membeli hadiah mahal demi mengesankan klien, tapi Emily tidak pernah mengira kalau dirinya akan mengalami hal yang sama. Berakhir dengan dijadikan ‘hadiah’ untuk salah satu klien Zack.
Ternyata menjadi calon istri, bukanlah menjadi batasan bagi Zack untuk membuat Emily kebal dari kebiasaan pria itu. Ternyata, Emily tidak ada harganya di mata Zack.
Dengan ini, Emily telah mengambil keputusan. Dia mengubah panggilan suara menjadi video, lalu setelah itu Emily mengacungkan jari tengah ke layar, "Zack ... Mulai sekarang ... kita putus, dasar bajingan!"
Setelah mengatakan itu, Emily mematikan sambungan. Namun, tak lama ponsel itu kembali berdering. Sopir taksi meliriknya dari kaca spion, mau tak mau Emily kembali mengangkat panggilan itu. Dia tidak ingin meninggalkan masalah untuk sopir taksi itu.
Zack mengepalkan tangan. Dia tidak menyangka Emily berani memutuskan sambungan telepon sekaligus hubungan dengannya, “Apa tadi yang kau katakan, Emily? Putus?” Terdengar suara Zack yang meradang begitu panggilan mereka kembali tersambung.
"Beraninya kau meminta putus dariku. Kau itu pelacur, Emily. Kau tidak punya orang tua, tidak punya uang. Kau itu hanya orang miskin. Seharusnya kau itu bersujud dan berterimakasih kepadaku. Apa kau sadar kalau perusahaan pamanmu itu akan bangkrut kalau bukan karena sokongan dariku? Aku sudah berbaik hati seperti ini tapi, kau tidak sadar diri. Aku bahkan tetap menerimamu meski kau telah tidur dengan pria lain.”
“Kau yang telah menjebakku hingga membuatku berakhir tidur dengan pria lain," sergah Emily tidak terima. Zack telah menjebaknya, tapi pria itu berkata seolah-olah Zacklah korbannya dan bukan Emily. Zack berkata seolah-olah Emilylah yang berselingkuh.
“Maka dari itu, aku tidak mempermasalahkannya ya kan? Aku tetap menerimamu meski kau telah ternoda. Jangan terlalu membesar-besarkan masalah. Aku menerimamu dengan segala kekuranganmu. Apa kau mengerti?"
Hal ini sungguh membuat frustasi, Emily benar-benar tidak tahan lagi. “Kau benar-benar pria gila, Zack!"
“Astaga! Kenapa kau berteriak di telepon, Emily. Bukannya kau yang gila? Kau bisa membuatku tuli.” Zack menjauhkan ponselnya sesaat, “Begini saja, aku tidak akan mengemis-ngemis padamu agar kita balikan. Jika kau ingin kita putus itu terserah padamu. Toh kau sendiri yang rugi, bukan aku.”
Emily merasakan rasa dingin dan rasa jijik merayapi jantungnya, dia benar-benar sudah tidak bisa menolerir hal ini, "Baguslah jika kita sepakat! Hubungan ini berakhir. Tidak ada pertunangan, dan tidak ada pernikahan."
Emily benar-benar merasa lega telah memutuskan hubungan dengan pria seperti Zack. Dia mengusap pipinya yang basah lalu mengembalikan ponsel itu kepada sopir sembari mengucapkan terima kasih.
Tanpa Emily sadari, ketika dia menelepon Zack, ada orang lain yang juga ikut mendengar. Orang itu adalah Benedict Maven, dia tidak sengaja mendengar pembicaraan Emily ketika mobil mereka berdampingan di lampu merah. Kaca dari kedua mobil yang terbuka membuat Benedict dapat mendengar dengan jelas perkataan Emily.
Lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau. Mobil Emily mulai melaju
"Bagaimana, Tuan Benedict? Apakah kita tetap ke kantor atau mengikuti wanita itu?" tanya James yang membuat Benedict menoleh.
James telah menyadari kalau sedari tadi bosnya itu memperhatikan dan mendengarkan pembicaraan penumpang wanita di taksi sebelah. Benedict bahkan repot-repot menurunkan kaca jendela agar bisa mendengar dengan lebih baik.
"Tidak perlu. Kita langsung saja ke kantor. Dia bukan siapa-siapa."
Meski melirik Benedict, namun James mengikuti perintah Benedict dengan langsung berbelok, membuat mobil Benedict berpisah dengan taksi yang ditumpangi Emily.
***
Emily akhirnya tiba di tujuan. Dia turun dari taksi dan tak lupa berterima kasih pada sopir taksi yang baik hati itu. Saat angin berhembus, Emily memeluk dirinya sendiri, tubuhnya menggigil dalam pakaiannya yang masih basah.
Seluruh tubuhnya terasa sakit, ada bekas hisapan dan gigitan di lehernya akibat Benedict menidurinya. Menyebalkan, memangnya pria itu vampire apa? Emily tersandung tangga teras, rasanya dia kehabisan energi.
Akhirnya sampai juga dia di depan pintu. Emily mengulurkan tangannya untuk mengetuk.
Terlihat dari kaca jendela sepupunya sedang bermain ponsel sambil melangkah naik ke tangga sedangkan paman dan bibinya menonton TV.
“Om, Tante, aku pulang.”
Tak lama pintu itu terbuka, bibinya berdiri di depan pintu dengan satu tangan di pinggang, ekspresinya terlihat kesal. Hatinya mencelos, apa Zack mengadu?
“Apa yang kau lakukan, Emily? Bisa-bisanya kau meminta putus dengan Zack?”
Nah, benar kan. Sudah diduga. Zack benar-benar pria bermulut ember. Emily merasa kepercayaan dirinya habis. Semua kemarahan dan kepahitan telah ia luapkan ketika ia meminta putus dari Zack di telepon tadi. Yang tertinggal hanya rasa lelah dan sebenarnya yang paling ia inginkan saat ini adalah beristirahat. Tapi, tampaknya itu tidak akan terjadi. Karena bibinya menghadang dan menuntut penjelasan.
“Apa Zack mengadu padamu, Tante?”
“Apa maksudmu dengan mengadu? Sudah sepantasnya dia menyampaikan hal-hal tidak berkenan yang telah kau lakukan."
"Hal-hal yang tidak berkenan yang aku lakukan? Aku?" Brengsek, Zack lagi-lagi berlagak korban di depan paman dan bibinya.
Tak kuasa, akhirnya Emily meledakkan rasa frustasi, air matanya mulai menggenang. "Zack membuatku berakhir di tempat tidur kliennya, Tante. Dia menjualku! Menjualku!"
Emily pikir tangisan yang mulai memenuhi wajahnya itu akan melunakkan hati tante dan juga suami tantenya itu. Namun, ucapan mereka berikutnya justru semakin membuat hati Emily terkoyak.
“Itu adalah masalah sepele, Emily. Anggap saja ini pertengkaran kecil antara kamu dengan Zack. Yang terpenting adalah, kamu harus tetap berhubungan dengan Zack.”
“Apa maksudnya om, tante? Apa kalian tak mendengarku? Zack menjualku! Menjual keponakanmu kepada pria lain hanya untuk kepentingan bisnis. Dia sama sekali tidak menghargai aku dan Om. Bagaimana mungkin aku berhubungan kembali dengannya?” Emily merasa tidak habis pikir. Bagaimana bisa, om dan tantenya tak merasa tersinggung sama sekali dan justru membela Zack?“Aku tahu, Emily. Aku mengerti perasaanmu. Tapi, kamu juga tahu kan kalau perusahaan Om bergantung pada Zack. Om tidak bisa …”Melihat Edward melemah, Regina mengambil alih, “Kau pikirkan ini, Emily. Aku dan Om-mu telah memberikan nafkah dan tempat tinggal untukmu selama ini. Kami melakukannya secara tulus dan tanpa mengharapkan pamrih," ucap tantenya, menatap Emily nanar, "Tapi, paling tidak kau tahu sedikitlah cara membalas budi, Emily. Zack melakukan itu untuk kepentingan bisnis berarti dia telah melakukan banyak pertimbangan untuk melakukannya.”“Dengan menjualku? Aku bahkan belum menjadi istrinya! Tapi, dia telah berani mel
Emily baru saja tiba di rumah Zack. Dia bermaksud membunyikan bel pintu ketika Emily menyadari kalau pintu sudah dalam keadaan sedikit terbuka.Emily dengan hati-hati berjalan ke lorong dan berhenti. Dia mendengar napas mesra seorang pria dan seorang wanita.Jantung Emily berhenti berdetak. Dengan hati-hati, dia melangkah menuju kamar tidur… seketika Emily membeku. “Hibur aku dengan tubuhmu, Laila.” Laila? Nama itu terdengar tak asing baginya. Emily memekakkan telinganya, mencoba mendengarkan lebih banyak dari percakapan antara Zack, dengan seorang perempuan yang terduduk di atas sang pria. “Emily seenaknya saja meninggalkanku." Zack menghela nafas. "Namun, yang paling sial adalah ... Benedict memutuskan untuk tidak berinvestasi di perusahaanku. Aku merasa seperti orang bodoh. Aku sangat membutuhkanmu sentuhanmu, sayang.” Ucap Zack dengan manja, bibirnya melengkung ke bawah.Tiba-tiba, ruangan itu hening. Namun, yang terdengar hanyalah kecupan basah antara Zack dan wanita di atasn
“Kamu ...!”Rambut perak yang dia kenal, serta seringai yang membuatnya teringat ke malam itu seketika membuat emosi kembali memenuhi kepalanya.Emily buru-buru bangkit dari tempat tidur, bermaksud untuk kabur dari tempat itu, namun rasa pusing menusuk kepalanya hingga membuatnya pandangannya menjadi kabur.Belum sempat kaki jenjangnya menyentuh lantai, Benedict melingkarkan lengan kekarnya di pinggang Emily."Lepaskan aku!" Teriak Emily dengan keras, mencoba mencari pertolongan dari siapapun yang ada di rumah besar itu. Emily menyapukan kukunya ke wajah pria itu, membuat Benedict mengumpat dengan keras. Namun meskipun ada rasa perih yang menjalari wajahnya, Benedict tetap tidak melepaskan pegangannya.Karena melepaskan berarti menjatuhkan ke lantai. Sedangkan kondisi wanita dengan kuku bak Wolverine ini masih belum stabil.Sebagai gantinya Benedict mengangkat Emily ke dalam pelukannya lalu menjatuhkannya ke tempat tidur."Jangan berani-berani turun dari ranjang ini." Dia memperingat
“Apa maksudmu!?”Permintaan gila dari pria di hadapannya seketika membuat Emily tercengang. Emily tidak menyangka kalau dia akan mengalami hal yang pernah ia baca di novel-novel picisan.Yang lebih membuatnya kesal, adalah betapa santainya pria itu berbicara terkait kepemilikan. Dia merasa dibeli!"Apa kau gila? Aku tidak akan segila itu menjual diriku kepadamu!” ucap Emily, menatap tajam ke arah Benedict. Tak menunggu balasan dari sang pria, Emily pun bergegas untuk pergi. Namun, sebelum itu, Emily menyempatkan diri untuk mengacungkan tinjunya ke arah Benedict sembari mengucapkan kata ‘bangsat’ dengan tanpa suara. Zack saja seperti itu, apalagi rekannya yang jelas-jelas telah 'melahapnya' ini. Emily tidak mau lepas dari mulut setan tapi justru masuk ke dalam pelukan iblis berambut perak ini.Emily lantas meminta pakaiannya pada Agnes dan berganti pakaian. Dia kemudian meninggalkan kediaman Benedict yang mengawasi Emily pergi dengan tawa kecil dan gelas alkohol di tangan.“Cih, kamu
Hujan turun dengan derasnya, Emily buru-buru membuka payung yang ada di tangannya. Namun, meskipun begitu, payung kecil itu tak mampu melindungi dirinya dari percikan air hujan.Hari bahkan sudah menjadi gelap dan hampir tidak ada orang di jalan ini apalagi hujan turun dengan begitu derasnya sehingga tidak akan ada orang yang begitu bodohnya berada di luar ruangan. Tidak seperti dirinya. Dia pasti sudah sangat putus asa sampai mau berhujan-hujanan ria seperti ini.Kemarin telepon dari iblis berambut perak itu menyebutkan kalau mereka akan bertemu di tempat ini. Tapi, Emily tak menyangka kalau cuaca hari ini akan seburuk ini, untung saja dia sempat membawa payung tadi karena memang ketika berangkat dari rumah langit telah mendung. Lihat, bahkan langit saja tidak menyetujui pertemuan ini. Ini sepertinya adalah langkah yang buruk. Tapi, mau bagaimana lagi, hanya ini cara satu-satunya yang bisa ia lakukan.Sebuah mobil melaju kencang melewati genangan air yang berada tak jauh dari tempat
Seolah mengerti, James memencet ikon di layar untuk membatasi area antara kursi penumpang dengan barisan sopir sehingga dapat memberi privasi bagi bosnya.Benedict menyampirkan rambut Emily, lalu melabuhkan kecupannya di bibir gadis itu. Ciuman hangat itu dalam sekejap berubah menjadi panas, hingga membuat Emily meremang. Dia tak tahu, apa ini demam ataukah panas tubuh mereka berdua yang menyebabkannya.Emily tahu, dia harus memberikan sedikit makanan pada anjing pemburu agar mau berburu untuknya. Anggap saja ciuman ini adalah makanan itu.Jadi, ketika Benedict mulai bergerilya meminta lebih dari ciuman dengan menangkup payudaranya, Emily mendorong Benedict. Lalu, memberi tamparan keras pada pria itu, membuat Benedict yang tidak mengira akan hal tersebut tertegun."Apa yang kau lakukan?" tanya pria itu.James yang ada di depan saja sampai terkejut, hingga ikut-ikutan bertanya, "Bos, kau tidak apa-apa? Apa kau membutuhkan bantuan?""Apa maksudmu dengan membutuhkan bantuan? Apa menurutmu
"Halo!""Kau sudah tiba di rumah?" tanya suara dari seberang sana."Ya," sahut Emily ragu-ragu, "Ini kau?""Menurutmu siapa lagi kalau bukan aku?"Emily menarik napas, "Zack mengajakku untuk pergi bersama ke acara perjamuan. Di sana pasti akan ada pembicaraan soal pernikahan. Bagaimana caramu untuk membantuku?" Emily bercerita begitu saja pada Benedict. Toh, memang hal inilah yang menghubungkan mereka berdua."Kau pergi saja ke sana dengannya. Masalah lainnya aku yang atur," tegas Benedict. Meski tidak tahu dengan pasti apa rencana pria itu, tapi, sedikit banyak perkataan Benedict membuat Emily sedikit tenang.Tak lama setelah panggilan itu berakhir, Emily ke toilet. Begitu selesai, di lorong kamar dia bertemu dengan Layla yang menatapnya dengan sinis.Emily bermaksud untuk mengabaikannya saja saat Layla justru berkata, "Sepertinya sekarang kau menjadi sugar baby ya, Emily?" Dia terang-terangan menatap pakaian baru yang dikenakan Emily, kalau tidak dari menjadi sugar baby darimana Emil
Seorang pria tampan bertubuh tinggi tegap dengan setelan abu-abu terang melangkah masuk. Keanggunan dan kepercayaan dirinya terlihat sedemikian rupa hingga menarik perhatian semua orang yang ada di ruangan itu.Rambut peraknya membuat Emily menyadari kalau itu adalah Benedict, iblis yang melakukan perjanjian dengannya. Emily mengalami kelegaan sekaligus kebingungan karena Benjamin menyebut Benedict yang baru datang sebagai cucunya."Emily, kau pasti kaget melihat Benedict, dia adalah cucuku yang sudah lama di luar negeri mengurus bisnis keluarga, baru beberapa bulan ini dia kembali, jadi ini pasti pertama kalinya kalian bertemu," Benjamin memperkenalkan Emily pada Benedict, "Benedict, gadis ini adalah Emily, dia calon istri Zack."Benjamin baru saja menyelesaikan perkataannya ketika Benedict berjalan menghampiri Emily lalu berkata, "Tentu saja aku mengenal Emily, Kek. Tapi, bukan sebagai calon istri Zack melainkan wanita yang berkencan denganku. Emily adalah pacarku. Jika dia akan memi
“Kalau kau mau, aku punya sebuah apartemen,” kata Jeffry sembari mengedikkan bahu. "Saat ini sedang kosong. Jika kau mau, kau bisa memakainya." Jeffry mengeluarkan pena dan kertas, lalu menuliskan alamatnya, merogoh saku lalu menyerahkan kunci apartemen pada gadis itu. "Apakah … maksudmu aku bisa tinggal di sana? Di apartemenmu?" Emily tergagap. “Aku tidak akan memaksa kalau kau tidak mau, Emily.” “Tidak. Maksudku … aku mau. Tentu saja aku mau. Aku memang membutuhkannya saat ini,” Emily mengucapkan terima kasih. “Baiklah, kalau begitu …” Jeffry mengambil sejumlah uang dari dompet lalu menyodorkannya ke tangan Emily, "Untuk membuatmu bangkit kembali, oke?" Emily mengucapkan terima kasih lagi, lalu memanggil taksinya, melambaikan tangan. “Kenapa kau tidak ikut denganku, Jeff?” Dia bertanya sambil naik ke bangku penumpang. Jeffry menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa. Karena sekarang ada yang harus kulakukan. Mungkin nanti." Dia berkata dengan canggung, dan mundur saat dia
Emily sempat hendak mundur ketika melihat ekspresi keras di wajah pria itu. Apakah dia salah orang? Terlebih ketika pria itu melangkah maju. Tapi, langkah Emily untuk menghindar tertahan karena rengkuhan tiba-tiba dari pria itu. "Emily, kau kemana saja. Aku rindu," bisikan lembut di telinga Emily membuat Emily gemetar. Jadi, dia tidak salah mengenali. Pria ini memang Jeffry. "Emily, apakah kamu mengenal Jeffry?" Tanya Oscar, penasaran. Emily mengangguk. Lebih dari sekedar “tahu,”. Mereka tumbuh bersama di panti asuhan. Setelah kematian ayahnya, Emily hampir menangis setiap hari, terkadang dengan isak tangis yang menggelegar, terkadang dengan rintihan lemah. Saat itu, dunianya terasa runtuh. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Emily merasa sendirian tanpa tahu harus berbuat apa. Kala itu, saat tidur dia selalu bermimpi buruk, membuatnya sering menyendiri di panti. Waktu itulah dia bertemu Jeffry. Seorang anak laki-laki tinggi kurus dengan mata biru. Jeffry duduk di sampin
Emily menarik napas dengan kesal. Dia benar-benar diusir dari rumah oleh paman dan bibinya seolah dia pencuri saja. Emily melangkah dengan gontai, lampu-lampu jalan berpendar oranye. Dari arah yang berlawanan terlihat seorang pria berjalan sempoyongan, sepertinya pria itu agak mabuk. Tatapannya terlihat tidak fokus, namun ketika Emily melewatinya, pria itu berbelok dramatis dan mendekatinya. "Hai cantik!" Secepat bicaranya secepat itu juga tangan pria itu meremas pinggul Emily. Emily memekik karena kaget, clutch di tangannya refleks ia layangkan ke arah kepala pria itu. "Dasar pria mesum," makinya sambil menambahkan pukulan. Pria itu berteriak marah, dia hendak memukul balik Emily, tapi Emily dengan cepat melancarkan tendangan ke arah selangkangan pria itu hingga pria itu terduduk dan melolong kesakitan. "Biar tahu rasa kau, pria mesum. Dasar bajingan!" Pria itu mengaduh kesakitan, bukan hanya kepala atasnya saja yang sakit karena mabuk, tapi kepala bawahnya benar-benar menderit
"Plak!" Satu tamparan keras melayang ke pipi Benedict."Apaan sih gigit-gigit? Kamu pikir aku ini mangsa vampire apa?"Emily menarik tali gaunnya yang nyaris robek lalu melepaskan sabuk pengaman. Namun, belum sempat dia keluar, Benedict menariknya hingga kembali ke posisi semula."Kamu mau kemana?""Tentu saja aku mau pulang.""Pulang? Apa maksudmu dengan pulang? Kamu pikir om dan tantemu akan menerimamu kembali ke rumah setelah kejadian tadi?"Emily menggigit bibirnya dengan kesal, "Ini semua gara-gara kamu. Ini salahmu. Kalau tidak karena ulahmu tadi aku tidak perlu menghadapi hal seperti ini. Sekarang, bahkan untuk pulang saja aku tidak bisa.""Apa yang sulit dengan itu? Kamu hanya perlu ikut denganku saja dan tinggal di kediamanku, Emily. The End. Masalah selesai.""Tidak semudah itu, Tuan Muda." Dia tidak mau tinggal dengan pria biadab ini dan masuk perangkap seperti ikan yang masuk ke dalam jaring.Benedict mengerutkan dahi, "Jangan katakan kalau kau bermaksud untuk mengingkari p
"Aku perlu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi?" jawab Zack."Apa lagi yang perlu kau cari tahu, Zack," tukas Layla, "Sudah terlihat jelas kalau Emily itu telah berselingkuh dengan sepupumu. Itu semua sudah terlihat di depan mata."Zack menggelengkan kepalanya, "Itu tidak mungkin. Aku mengenal Emily. Dia gadis baik-baik. Jadi, itu adalah hal yang tidak mungkin kalau dia berkencan dan berselingkuh dengan sepupuku. Itu sungguh tidak masuk akal. Pasti ada konspirasi di sini. Aku perlu mencari tahu.""Zack," Layla lagi-lagi menahan lengan Zack, "Aku tidak ingin mengatakan ini dan menambah luka di hatimu. Tapi, malam sebelumnya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Emily diantar oleh seorang pria yang tadi baru kuketahui kalau itu adalah pengawalnya sepupumu. Bahkan mobil yang digunakan pun sama. Itu mobil sepupumu. Emily memakai pakaian baru bermerek yang sudah dapat dipastikan tidak akan bisa dia dapatkan jika tidak berkencan dengan sepupumu itu. Dan kurasa Emily bahkan telah mel
Seorang pria tampan bertubuh tinggi tegap dengan setelan abu-abu terang melangkah masuk. Keanggunan dan kepercayaan dirinya terlihat sedemikian rupa hingga menarik perhatian semua orang yang ada di ruangan itu.Rambut peraknya membuat Emily menyadari kalau itu adalah Benedict, iblis yang melakukan perjanjian dengannya. Emily mengalami kelegaan sekaligus kebingungan karena Benjamin menyebut Benedict yang baru datang sebagai cucunya."Emily, kau pasti kaget melihat Benedict, dia adalah cucuku yang sudah lama di luar negeri mengurus bisnis keluarga, baru beberapa bulan ini dia kembali, jadi ini pasti pertama kalinya kalian bertemu," Benjamin memperkenalkan Emily pada Benedict, "Benedict, gadis ini adalah Emily, dia calon istri Zack."Benjamin baru saja menyelesaikan perkataannya ketika Benedict berjalan menghampiri Emily lalu berkata, "Tentu saja aku mengenal Emily, Kek. Tapi, bukan sebagai calon istri Zack melainkan wanita yang berkencan denganku. Emily adalah pacarku. Jika dia akan memi
"Halo!""Kau sudah tiba di rumah?" tanya suara dari seberang sana."Ya," sahut Emily ragu-ragu, "Ini kau?""Menurutmu siapa lagi kalau bukan aku?"Emily menarik napas, "Zack mengajakku untuk pergi bersama ke acara perjamuan. Di sana pasti akan ada pembicaraan soal pernikahan. Bagaimana caramu untuk membantuku?" Emily bercerita begitu saja pada Benedict. Toh, memang hal inilah yang menghubungkan mereka berdua."Kau pergi saja ke sana dengannya. Masalah lainnya aku yang atur," tegas Benedict. Meski tidak tahu dengan pasti apa rencana pria itu, tapi, sedikit banyak perkataan Benedict membuat Emily sedikit tenang.Tak lama setelah panggilan itu berakhir, Emily ke toilet. Begitu selesai, di lorong kamar dia bertemu dengan Layla yang menatapnya dengan sinis.Emily bermaksud untuk mengabaikannya saja saat Layla justru berkata, "Sepertinya sekarang kau menjadi sugar baby ya, Emily?" Dia terang-terangan menatap pakaian baru yang dikenakan Emily, kalau tidak dari menjadi sugar baby darimana Emil
Seolah mengerti, James memencet ikon di layar untuk membatasi area antara kursi penumpang dengan barisan sopir sehingga dapat memberi privasi bagi bosnya.Benedict menyampirkan rambut Emily, lalu melabuhkan kecupannya di bibir gadis itu. Ciuman hangat itu dalam sekejap berubah menjadi panas, hingga membuat Emily meremang. Dia tak tahu, apa ini demam ataukah panas tubuh mereka berdua yang menyebabkannya.Emily tahu, dia harus memberikan sedikit makanan pada anjing pemburu agar mau berburu untuknya. Anggap saja ciuman ini adalah makanan itu.Jadi, ketika Benedict mulai bergerilya meminta lebih dari ciuman dengan menangkup payudaranya, Emily mendorong Benedict. Lalu, memberi tamparan keras pada pria itu, membuat Benedict yang tidak mengira akan hal tersebut tertegun."Apa yang kau lakukan?" tanya pria itu.James yang ada di depan saja sampai terkejut, hingga ikut-ikutan bertanya, "Bos, kau tidak apa-apa? Apa kau membutuhkan bantuan?""Apa maksudmu dengan membutuhkan bantuan? Apa menurutmu
Hujan turun dengan derasnya, Emily buru-buru membuka payung yang ada di tangannya. Namun, meskipun begitu, payung kecil itu tak mampu melindungi dirinya dari percikan air hujan.Hari bahkan sudah menjadi gelap dan hampir tidak ada orang di jalan ini apalagi hujan turun dengan begitu derasnya sehingga tidak akan ada orang yang begitu bodohnya berada di luar ruangan. Tidak seperti dirinya. Dia pasti sudah sangat putus asa sampai mau berhujan-hujanan ria seperti ini.Kemarin telepon dari iblis berambut perak itu menyebutkan kalau mereka akan bertemu di tempat ini. Tapi, Emily tak menyangka kalau cuaca hari ini akan seburuk ini, untung saja dia sempat membawa payung tadi karena memang ketika berangkat dari rumah langit telah mendung. Lihat, bahkan langit saja tidak menyetujui pertemuan ini. Ini sepertinya adalah langkah yang buruk. Tapi, mau bagaimana lagi, hanya ini cara satu-satunya yang bisa ia lakukan.Sebuah mobil melaju kencang melewati genangan air yang berada tak jauh dari tempat