Hari kencan pun tiba, dengan setelan jas casual dan rambut yang ia sedikit naikkan ke atas, Alden keluar dari ruangannya. Ia tertegun saat melihat Keina Nayara berdiri dengan tepat di hadapannya. Dengan dress berwarna salem dan rambut bergelombang yang ia biarkan tergerai, Keina terlihat sangat cantik. Alden menelan ludahnya, penampilan Keina memang selalu cantik, tapi hari ini entah kenapa Keina Nayara terlihat sangat bersinar.Kata Nareen, orang hamil memang ada yang memancarkan aura kehamilannya dengan cantik. Apa itu juga berlaku bagi Keina?Alden menghela nafas, tapi apa harus Keina secantik ini saat ingin berpasangan dengan Adrian? batinnya kesal."Rupanya kau sudah sangat siap dengan kencan ini," sindir Alden dengan nada tidak senang."Aku tidak mau terlambat datang,""Baiklah ayo masuk ke mobil,"Alden bergerak terlebih dulu, namun Keina tiba-tiba berkata, "Aku tidak akan naik ke mobilmu."Alis Alden seketika terangkat, "Kenapa? Tujuan kita sama. Setelah di sana, kau akan kemb
"Mereka mau kemana, Alden?" tanya Shiren saat melihat sosok Adrian dan juga Keina sudah tidak ada di sana. Alden yang mendengar pertanyaan Shiren hanya mengepalkan sebelah tangannya, "Katanya ada hal lain yang harus mereka lakukan," ucapnya dengan rahang bergemretak. Saat ini perasaannya tidak karuan, rasanya ia ingin membawa kabur Keina saja agar Adrian tidak ada di sekitar mereka.Shiren seketika mengulas senyumnya mendengar penuturan Alden, "Oh Astaga, apa mereka melakukan hal yang berbau dewasa?"Amarah Alden semakin menguat saat mendengar ucapan Shiren, dengan suasana hati yang tidak karuan, ia bangkit lalu berkata, "Ayo, kita juga pergi."Shiren tersenyum dengan lebar merasa sangat beruntung dengan tindakan Keina yang ceroboh. Sebenarnya apa yang dipikirkan Keina Nayara? Apa Keina memang menginginkan pria bernama Adrian itu. Jika benar begitu, itu ide yang bagus. Shiren tidak perlu membuang waktu untuk memisahkan mereka. Sepertinya Keina memang tidak tertarik pada Alden.Pemikir
Keina terhenyak saat mendengar ucapan Alden."Jangan temui dia Keina, jangan bicara dan bahkan jangan tersenyum padanya."Keina hanya bisa mengerjapkan matanya mendengar ucapan Alden."Sepertinya kau benar-benar mabuk, ayo sebaiknya kau tidur.""Tidak mau!"Alden terlihat menepis tangan Keina, wajahnya memerah sempurna lalu menatap Keina dengan tatapan merajuk, "Apa kau tidak bisa tidak menemuinya? Aku bisa gila rasanya hanya karena melihat kalian bersama."Keina menghela nafasnya kasar mendengar racauan Alden, "Kau melarangku untuk tidak menemui Adrian, tapi kau sendiri selalu menemui Shiren. Bukankah itu tidak adil, Alden Nathaniel?"Ia menarik tubuh Alden kembali, "Ayo kita tidur sebelum kau kembali meracau.""Kita mau kemana?""Ke tempat tidur."Alden terlihat mengulas senyumnya dengan raut wajah malu-malu, "Kau ingin tidur denganku?"Astaga, kenapa kebiasaan minum Alden Syarakar terlihat menyebalkan saat ini?"Bi Ningsih Bi!" Keina memanggil Bi Ningsih dengan kuat melihat Alden s
Keina terdiam mendengar ucapan Alden, sejenak ia merasa waktu terhenti saat mendengar pernyataan itu. Namun, untuk kemudian Keina kembali menggelengkan kepalanya. Jangan, jangan tergoda kembali Keina Nayara, lupakah ia bahwa Alden selalu saja mengecewakan dirinya saat ia kembali berharap? Lupakah ia bahwa Alden merencanakan pernikahan dengan Shiren Athalia dan hendak membuangnya?Jika saja ia tidak mengandung, mungkin Alden telah menikah dengan Shiren saat ini. Raut wajah Keina kembali mengeras, ia membalikkan tubuhnya ke arah Alden."Katakan saja hal itu pada Shiren Athalia!" Balasnya dengan kaki yang menghentak lantai.Alden terperangah hanya bisa membeku saat Keina beranjak dari sana dengan wajah sebal.Apa ini? Apa ia baru saja menerima penolakan? Tapi, kenapa? Apa yang salah? Ia sudah berusaha jujur kepada wanita itu, lalu respon macam apa sebenarnya ini?"Sial, sial, sial!"Alden kembali mengumpat lalu mengacak rambutnya dengan kasar. Benar-benar kacau! Ia sudah menjatuhkan harg
Keina mengerjap mendengar ucapan Alden. Apa ia tidak salah dengar? Alden akan mengakhiri hubungan mereka? Rasanya sulit dipercaya, bukankah Alden sangat mencintai Shiren selama ini?Melihat Keina yang hanya terdiam, Alden mengangkat garpu makan lalu menusuk salah satu tempura di hadapannya. Keina terhenyak saat Alden menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya."Sekarang makanlah, dia juga pasti lapar." tunjuk Alden ke arah perut Keina.Keina hanya bisa mengunyah makanan itu dalam diam. Perasaan canggung segera menerpa dirinya saat mendengar ucapan Alden. Apa Alden benar-benar serius dengan ucapannya? Apa ia dan Shiren akan benar-benar berpisah sekarang?Setelah pulang dari restoran, Alden membawa mobil mereka kembali ke rumah. Tepat saat mereka sampai, keduanya terkejut saat melihat kedatangan Adrian di depan halaman rumah.Alden terlihat mengepalkan sebelah tangannya, kenapa lagi-lagi pria itu muncul di hadapan mereka?"Adrian, kenapa kau ada di sini?" tanya Keina sementara Alden terli
"Apa kau salah minum obat?"Alden yang tengah memakan rotinya seketika terbatuk saat mendengar pertanyaan yang diajukan tiba-tiba oleh Keina. Melihat Alden yang tersedak, Keina segera mengambil menuang air putih ke dalam gelas lalu memberikannya pada Alden."Kenapa kau bertanya seperti itu?""Tidak, hanya saja ini terlalu aneh. Kau tiba-tiba bersikap sangat baik padaku bahkan sekarang kau ingin mengantarku, bukankah itu aneh?"Alden berdecak, ia menggelengkan kepalanya tidak percaya mendengar pengamatan Keina. Bagaimana bisa Keina berpikir seperti itu?"Memangnya apa salahnya? Aku hanya ingin bersikap baik padamu, sebagai suami dan sebagai ayah bayi kita."Keina mendengus mendengar ucapan Alden, "Sejak kapan seorang Alden Syarakar berpikir untuk bersikap baik padaku, aneh sekali." cibir Keina."Baiklah karena kau berkata seperti itu, aku akan mulai bersikap baik padamu sejak kemarin. Sekarang kau puas?"Keina mengulas senyumnya mendengar ucapan Alden, ia kembali mengambil suapan rotin
Netra Shiren seketika melebar mendengar ucapan Alden di hadapannya. Ia seolah kehilangan kata-kata saat mendengar keputusan itu. Maaf? Berpisah? Tidak, bukan ini yang ia inginkan, bukan ini yang ia harapkan saat kembali ke dalam ke kehidupan Alden Syarakar."Apa maksudmu? Apa yang sedang kau katakan sebenarnya?" Tanya Shiren dengan tatapan tidak percaya.Alden terlihat menarik tangan Shiren, "Kita sudah banyak melukai semua orang karena keegoisan kita. Aku melukai orang tuaku, Keina dan juga kau. Harus berapa lama lagi kita bertahan dalam hubungan ini? Jadi tolong lepaskan aku, Shiren."Shiren segera menepis tangan Alden dengan kasar lalu membuang wajah, "Lupakan saja. Aku anggap aku tidak mendengar ucapan ini hari ini, Alden. Aku akan menemuimu lagi besok."Shiren terlihat bangkit berdiri, Alden yang melihat hal itu segera menahan langkah Shiren, "Kau benar, perasaanku sudah berubah, Shiren!" Teriak Alden dengan kuat, ia kembali melangkah ke arah Shiren."Aku juga tidak mengerti kapan
Kania hanya bisa mengerjapkan matanya mendengar ucapan Alden. Tatapan mata Alden yang menggodanya membuat Keina merasa sangat gugup. Dengan cepat Kania mendorong tubuh Alden. Alden yang melihat hal itu hanya bisa terperangah."Aku harus mandi, tubuhku bau keringat."Sebelum Alden bisa menangkapnya kembali, Keina segera bergegas meninggalkan pria itu. Dengan cepat Keina bergerak ke arah kamar mandi. Saat Keina hendak menutup pintu, Keina tersentak saat Alden menahan pintunya dengan sebelah kaki."Katanya kau akan mandi, tapi kenapa tidak bawa handuk?"Keina terhenyak, ia menelan ludahnya saat mendapati kecerobohannya sendiri."Baiklah, mana handuknya?" ucap Keina sambil mengulurkan tangan.Alden terlihat mengulas senyumnya, membuat Keina merasa curiga."Coba ambil sendiri Keina,"Keina berdecak, ia mencoba menggapai tangan Alden yang diulurkannya tinggi-tinggi. Tanpa ia sadari Alden tiba-tiba menarik tubuhnya hingga tubuh mungilnya malah kembali ke pelukan pria itu."Alden, biarkan aku
"Kau benar-benar akan pergi sekarang? Tanpa melihat pernikahanku terlebih dulu?" rengek Keina kepada Adrian. Hari ini adalah hari dimana Adrian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seperti yang ia sudah ia rencanakan sedari awal. Karena keadaan Alden sudah stabil, ia merasa cukup tenang meninggalkan Keina sendirian sekarang."Bukankah sudah ku bilang, aku tidak akan mau menanggung resiko menangis di hari itu."Keina membrenggutkan wajahnya, ia segera merentangkan tangannya di depan Adrian, "Kalau begitu aku akan memelukmu saja."Adrian tersenyum kecil mendengar ucapan itu, ia segera memeluk Keina dengan erat."Apa aku patung di sini?" timpal Alden yang sedari tadi hanya mengawasi tingkah Adrian dan juga Keina. Matanya menatap tajam ke arah mereka yang malah asyik berpelukan. Sebal melihatnya, Alden segera menarik tubuh mungil Keina untuk menjauh dari jangkauan Adrian, "Sudah hentikan, jika kau terus memeluknya seperti itu, ia akan mengurungkan niatnya kembali untuk pergi.""Astaga
Saat mengetahui bahwa Alden yang datang menjenguk dirinya hari ini, raut wajah Clara seketika berubah cerah, ia segera merangsek maju dengan antusias saat sampai di ruang tunggu para tamu."Alden, akhirnya kau menemuiku, bagaimana keadaanmu? Aku sungguh minta maaf karena membuat dirimu celaka tempo hari. Itu karena Keina–""Kau sedang membicarakan aku, Clara?"Kata-kata Clara seketika tergantung begitu saja saat melihat Keina yang ternyata mengikuti langkah Alden dari belakang."Kenapa diam? Lanjutkan saja perkataanmu." ujar Keina dengan tatapan tajam."Dia yang sudah membuat kita seperti ini, Alden. Kau harus mengeluarkan aku dari sini, aku sama sekali tidak bersalah, dia mencoba memisahkan kita.""Astaga wanita ini benar-benar gila." dengus Keina tidak percaya. Setelah semua yang ia lakukan, Clara sama sekali tidak merasa bersalah."Alden katakan sesuatu!" Jerit Clara dengan kesal karena melihat Alden yang hanya terdiam."Kau ingin aku mengatakan sesuatu?"Clara mengangguk kecil, "K
"Tentu saja bodoh! Aku mengingat semuanya, semuanya termasuk rencana pernikahan kita sebelumnya."Keina membekap mulutnya, merasa sangat terharu dengan seluruh keajaiban ini, ia sungguh tidak menyangka akhirnya hari ini datang juga, hari dimana Alden akan kembali mengingat cinta mereka, "Astaga!""Tadi kau bilang apa? Kau mau menjauh dariku setelah ini? Dua kali aku hampir mati untukmu, tapi kau malah mau meninggalkan aku. Kau pikir siapa–"Alden tersentak saat tiba-tiba merasakan bibir Keina yang mengecupnya. Matanya mengerjap sempurna, merasa tidak percaya jika Keina akan melakukan ini.Setelah mengecup bibir Alden selama beberapa menit, Keina menjauhkan dirinya, "Aku senang kau selamat, aku senang kau mengingatku lagi, Alden." ujar Keina dengan berurai air mata. Penantiannya kali ini ternyata mendapat sambutan hangat, Alden akhirnya dapat mengingat dirinya.Alden tersenyum mendengar ucapan Keina, ia mengusap air mata Keina yang masih mengalir, "Aku minta maaf karena membuatmu kesuli
Puas menumpahkan semuanya di dalam bilik toilet, Keina segera bangkit. Perlahan Keina kembali ke ruangan Alden. Keina tersentak saat melihat Audrey dan juga Handika sudah ada di sana, raut wajah bersalah kembali memenuhi hatinya. Keina segera berlari ke arah Audrey hendak menjatuhkan diri untuk berlutut di hadapan kedua figur yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri."Maafkan Keina Ma, sungguh maafkan Keina.""Bangun Keina, apa yang kamu lakukan?"Keina hanya bisa tergugu, ia bangkit dengan air mata yang masih mengalir tiada henti."Keina selalu membuat Alden seperti ini, maafkan Keina.""Sudahlah Sayang, Dokter sudah menangani Alden, kita berdoa saja yang terbaik untuknya. Kamu juga terluka saat ini."Keina mengangkat wajahnya merasa tidak percaya jika Audrey tidak menyalahkan dirinya, Audrey bahkan terlihat lebih tegar dibandingkan dengan saat Alden mengalami kecelakaan saat itu."Mama tidak marah padaku?""Untuk Mama marah? Mama marah pun tidak akan membuat Alden sembuh le
"Hentikan!!"Keina yang hampir frustasi dengan keadaannya segera mengangkat wajah saat mendengar teriakan itu. Harapan segera terlihat di sudut matanya, akhirnya Tuhan menjawab do'anya, Alden ada di sana mendobrak pintu gudang dengan tatapan nyalang yang ia berikan.Clara terlihat terkejut, ia tidak menduga akan kehadiran Alden yang berada di sini. Padahal ia sudah melakukan rencana serapi mungkin, tapi kenapa Alden ada di sini?Alden terhenyak melihat keadaan Keina, amarahnya segera naik ke ubun-ubun melihat beberapa pria tengah melecehkan Keina di sana. Baju Keina terlihat sudah compang-camping, dengan amarah yang teramat besar Alden segera menerjang maju ke arah mereka. Pukulan demi pukulan Alden layangkan, merasa tidak terima melihat orang lain menyentuh Keina sesuka hati. Mendengar tangisan Keina yang begitu menyayat membuat bara api di dalam hatinya semakin menyala-nyala. Berani sekali! Berani sekali mereka menyentuh Keina!"Kurang ajar kalian! Kurang ajar! Berani sekali kalian m
Tepat saat Alden merasa sangat frustasi dengan keadaan yang menimpa Keina, ponselnya berdering dengan nyaring. Alden segera mengangkat panggilan itu ternyata itu dari Erik."Bagaimana Erik? Kau menemukan jejak Keina di lokasi terakhir yang aku kirimkan?""Ya Pak, saya juga menemukan mobil yang membawa Nona Keina. Saya akan segera mengirim lokasi terakhir mobil itu ditemukan dengan bantuan orang-orang profesional kita."Mendengar hal itu Alden kembali memantapkan pemikirannya, Alden segera menyalakan mesin mobilnya lalu melihat ke arah pesan Erik. Keningnya berkerut dalam melihat lokasi pesan itu, lokasinya mengarah kepada tempat dimana pabrik makanan yang sudah terbengkalai. Pasti Keina ada di sana. Mata Alden segera berubah dengan yakin, ia harus bisa menemukan Keina secepatnya.****Keina mengerjapkan matanya saat kesadarannya mulai kembali. Ia terhenyak saat matanya menangkap pemandangan di hadapannya. Ruangan tempat ia berada sepertinya merupakan bangunan tua. Rasa pengap dan deb
Keina mengulas senyumnya dengan lebar saat mendapati telepon dari Alden. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkan ponselnya ke arah telinga.Keina berdeham sejenak, mencoba mengendalikan dirinya agar tidak terlalu terlihat antusias."Ya Alden?" Tanyanya dengan nada setenang mungkin."Kau ada di mana?""Aku ada di rumah, kenapa?" jawab Keina enteng."Mau bertemu?"Senyuman lebar kembali terukir di wajahnya saat mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Alden, "Ya, boleh. Kapan?""Sekarang. Bisa?"Keina menundukkan wajahnya lalu melirik ke arah tubuhnya yang masih berantakan, "Ah bisa. Tapi, bisa kau beri aku waktu untuk bersiap dulu, tiga puluh menit?""Baiklah, tiga puluh menit, kita bertemu di rumah.""Rumah maksudmu–?""Rumah kita, Keina Nayara. Kita bertemu di sana. Aku rasa di sana tempat paling aman untuk kita bertemu.""Ah, baik."Setelah berkata seperti itu panggilan mereka seketika berhenti. Keina mengulas senyuman kembali lalu melesat ke arah kamar mandi, karena Ald
Meski merasa bingung dengan tindakan Alden, Keina hanya bisa membalas pelukan pria itu. Ia mengusap punggung Alden dengan perlahan, rasanya sudah lama sekali mereka tidak berpelukan seperti ini.Saat Alden melepaskan pelukan mereka, Keina segera bertanya, "Jadi, apa maksudnya?""Sebenarnya aku mengingatmu."Raut wajah Keina seketika berubah cerah mendengar ucapan Alden, ia mencondongkan tubuhnya ke arah pria itu, "Kau mengingatku? Jadi apa yang kau ingat?""Aku ingat dirimu dari masakan yang kau buat. Ku kira itu Clara yang membuatnya.""Astaga, jadi selama ini kau salah paham?""Begitulah,"Keina menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, ternyata ia terlalu menganggap remeh Clara Benedict. Bisa-bisanya Clara berbohong pada mereka selama ini."Bahkan dia menyombongkan diri padaku bahwa dia bisa mengambil hatimu, ternyata firasatku benar, dia menipumu." gumam Keina sambil memijat kepalanya.Alden yang mendengar hal itu segera mengambil tangan Keina, merasa sangat bersalah karena ia te
Tepat sebelum Keina membuka mulutnya, ponsel Alden berbunyi dengan nyaring. Keina segera menggeser tubuh pria itu lalu berkata, "Ponselmu, ponselmu berbunyi!" ujarnya dengan gugup.Alden segera mundur, ia mengambil ponsel yang berada di saku jasnya. Sejenak Alden terlihat termenung melihat siapa yang memanggilnya saat ini. Clara."Kau tidak mengangkatnya?" tanya Keina yang melihat Alden hanya terdiam dengan ponsel di tangan.Alden mengangkat wajah lalu mematikan ponselnya dengan cepat, "Sudahlah, tidak penting."Keina yang melihat hal itu mengerutkan dahinya, bukankah itu adalah telepon dari Clara? Kenapa Alden tidak mau mengangkatnya?"Kita lanjutkan saja perjalanan kita, bagaimana kalau kita ke rumah itu?""Maksudmu rumah kita terdahulu?""Ya, mungkin kau benar akan ada sesuatu yang tertinggal di sana. Mungkin aku harus berada di sana sedikit lebih lama."Meski merasa aneh dengan tingkah Alden, Keina mengangguk kecil. Saat ini adalah waktu bersama Alden, ia harus bisa memanfaatkan w