Netra Shiren seketika melebar mendengar ucapan Alden di hadapannya. Ia seolah kehilangan kata-kata saat mendengar keputusan itu. Maaf? Berpisah? Tidak, bukan ini yang ia inginkan, bukan ini yang ia harapkan saat kembali ke dalam ke kehidupan Alden Syarakar."Apa maksudmu? Apa yang sedang kau katakan sebenarnya?" Tanya Shiren dengan tatapan tidak percaya.Alden terlihat menarik tangan Shiren, "Kita sudah banyak melukai semua orang karena keegoisan kita. Aku melukai orang tuaku, Keina dan juga kau. Harus berapa lama lagi kita bertahan dalam hubungan ini? Jadi tolong lepaskan aku, Shiren."Shiren segera menepis tangan Alden dengan kasar lalu membuang wajah, "Lupakan saja. Aku anggap aku tidak mendengar ucapan ini hari ini, Alden. Aku akan menemuimu lagi besok."Shiren terlihat bangkit berdiri, Alden yang melihat hal itu segera menahan langkah Shiren, "Kau benar, perasaanku sudah berubah, Shiren!" Teriak Alden dengan kuat, ia kembali melangkah ke arah Shiren."Aku juga tidak mengerti kapan
Kania hanya bisa mengerjapkan matanya mendengar ucapan Alden. Tatapan mata Alden yang menggodanya membuat Keina merasa sangat gugup. Dengan cepat Kania mendorong tubuh Alden. Alden yang melihat hal itu hanya bisa terperangah."Aku harus mandi, tubuhku bau keringat."Sebelum Alden bisa menangkapnya kembali, Keina segera bergegas meninggalkan pria itu. Dengan cepat Keina bergerak ke arah kamar mandi. Saat Keina hendak menutup pintu, Keina tersentak saat Alden menahan pintunya dengan sebelah kaki."Katanya kau akan mandi, tapi kenapa tidak bawa handuk?"Keina terhenyak, ia menelan ludahnya saat mendapati kecerobohannya sendiri."Baiklah, mana handuknya?" ucap Keina sambil mengulurkan tangan.Alden terlihat mengulas senyumnya, membuat Keina merasa curiga."Coba ambil sendiri Keina,"Keina berdecak, ia mencoba menggapai tangan Alden yang diulurkannya tinggi-tinggi. Tanpa ia sadari Alden tiba-tiba menarik tubuhnya hingga tubuh mungilnya malah kembali ke pelukan pria itu."Alden, biarkan aku
Keina mulai menari diatas tubuh Alden, membiarkan kecipak air yang berada di dalam bathtub tumpah ruah ke lantai kamar mandi. Desahan demi desahan lolos begitu saja dari keduanya."Pelan-pelan Keina," bisik Alden memperingatkan saat langkah Keina terburu di atasnya. Meski saat ini gairahnya juga meninggi, ia harus ingat bahwa Keina tengah hamil.Keina mengangguk membuat permainan mereka berjalan lambat, namun tetap menggairahkan."Ah, aku akan sampai Alden...""Kita bersama Sayang."Keina berteriak saat ia sampai di pelepasannya, disusul oleh geraman Alden menjemput pelepasannya.Keina terlihat tersenyum malu-malu membuat Alden tersenyum puas melihatnya. Entah kenapa kali ini mereka terlihat seperti pasangan suami istri sungguhan."Ayo kita selesaikan mandi kita,"Keina tersentak saat Alden kembali menggosok tubuhnya. Kali ini Alden benar-benar memegang janjinya, ia hanya menggosok tubuh Keina tanpa berniat menggodanya kembali.Setelah mandi, Alden mengajak Keina untuk bergerak ke ara
"Karena ini sudah memasuki trimester kedua, pertumbuhan janin sudah terlihat lengkap. Syukurlah semuanya normal, tangan, kaki, kepala, bahkan jari jemarinya sudah mulai terlihat. Hanya saja untuk kemaluannya, saya belum bisa memastikan. Tidak ada apapun yang mengganggu pertumbuhannya semuanya sehat," ucap Adrian terhadap pasangan yang datang di hadapannya ini. Meski perasaannya terasa sangat buruk melihat tangan Alden yang menggenggam tangan Keina dengan erat di hadapannya, Adrian mencoba bersikap profesional. Ia menjelaskan seluruh pertumbuhan janin yang terlihat di layar.Keina dan Alden terlihat sangat senang mendengar penuturan Adrian. Setelah selesai, Adrian segera mengangkat probe di perut Keina lalu mematikan alat USG.Adrian menatap ke arah Alden dengan raut wajah tidak senang. Setelah ia menyakiti Keina berulang kali, bagaimana bisa dia dengan tidak tahu malu datang kemari dan mengumbar kemesraan dengan Keina?"Saya akan meresepkan obat seperti biasa. Anda sebagai walinya har
"Ada yang bisa saya bantu?""Saya ingin konsultasi kehamilan dengan Dokter Adrian,""Silahkan ke ruangan di sebelah sana. Nanti perawat di sana akan memanggi Anda."Shiren mengangguk mendengar ucapan perawat yang bertugas di pendaftaran di sana. Ia segera berjalan menuju ruangan yang dikatakan oleh perawat itu. Shiren menghela nafas melihat beberapa orang di sana. Ya sepertinya ia harus mengantri terlebih dulu.Shiren duduk di area yang kosong, memilih tidak berbaur dengan mereka yang terlihat kucel di matanya.Kenapa setiap wanita hamil yang sudah menikah, penampilannya terlihat sangat buruk?"Anda juga sendirian? Tidak diantar oleh suami juga?"Shiren terlihat mengangkat wajahnya acuh saat mendengar seseorang diantara mereka menyapanya dengan lembut."Ya, lalu kenapa?""Saya juga seperti itu, saya merasa sangat sedih karena suami saya selalu saja sibuk jika diminta untuk mengantar saya ke dokter kandungan. Padahal seharusnya ia memberi perhatian lebih karena mual muntah saya cukup
Keina seketika tersentak mendengar ucapan Alden. Apa katanya tadi? Seumur hidup tidak pernah panggilan itu ia berikan kepada Alden. Panggilan itu terdengar berlebihan di telinganya."Kenapa harus memberi panggilan seperti itu?""Bukankah itu hal yang wajar bagi pasangan? Lagipula aku pernah memanggilmu dengan sebutan itu tempo hari.""Tapi, itu kan karena kau ingin memanas-manasi Adrian, Alden. Kau tidak tulus melakukannya.""Tulus atau tidak, setidaknya aku pernah mencoba. Sekarang giliranmu mencobanya. Ikuti aku, Alden Sayang... Kau harus memanggilku seperti itu di depan teman-temanmu nanti.""Alden Sa– hahaha,"Alden membrenggutkan wajah saat tawa yang kuat keluar dari mulut Keina saat ini. Sesulit itukah memanggil dirinya dengan sebutan 'Sayang'?"Keina, jangan tertawa, coba lagi. Kau ingin mengundang Adrian, bukan? Cepat coba.""Alden Say– Hahahaha,"Keina segera mengibaskan tangannya sambil memegangi perutnya yang terasa geli, bagaimana mungkin ia bisa memanggil Alden dengan seb
"Alden, kita sebenarnya mau kemana?""Tutup matamu dulu Keina, diam saja sebentar, kita hampir sampai.Dengan mata yang tertutup suatu kain, Keina hanya bisa mengikuti perintah Alden yang menuntunnya. Sejak tadi sore, Alden memang bersikap aneh. Ia uring-uringan dan terus menerus mengecek ponselnya. Meski Keina sempat bertanya, tapi Alden bilang hanya karena masalah pekerjaan.Namun, saat malam tiba, Alden mengajaknya untuk makan malam, tapi anehnya matanya harus ditutup. Entah kemana Alden sebenarnya akan membawanya malam ini.Meski dengan mata tertutup Keina dapat merasakan mobil yang mereka kendarai berhenti, Keina masih bertanya-tanya dimana mereka saat Alden membawanya turun dari arah mobil."Ikuti saja arahanku, Keina. Pegang tanganku dengan kuat."Dengan langkah ragu-ragu ia mengikuti Alden, sesekali ia tertawa saat ia melangkah ke arah yang salah."Nah sekarang buka matamu."Saat penutup matanya di buka, mata Keina seketika melebar melihat pemandangan yang berada di hadapanny
Keina tersentak saat mendengar ucapan Shiren. Tatapan matanya segera ia layangkan kepada Alden dengan penuh kecewa. Ya benar, jika bukan dari Alden, darimana Shiren tahu mengenai pesta ini? Semua teman-temannya tidak ada yang mengenal Shiren.Melihat tatapan Keina, Alden segera mengangkat tangannya."Tidak Keina, tidak. Aku benar-benar tidak mengundangnya." ujar Alden dengan kuat."Jika bukan dirimu, siapa yang memberitahunya?"Keina segera mengambil tas tangannya yang tergeletak di atas meja lalu melirik ke arah orang tuanya."Pa, Ma, ayo kita pergi.""Tidak Keina, tunggu."Handika yang melihat Alden hendak mengejar Keina segera menahan menantunya."Papa benar-benar kecewa pada kamu, Alden. Jangan mengejar Keina karena Papa sendiri tidak ingin melihat kamu lagi."Alden terlihat terhenyak melihat semua ini. Padahal mereka baru saja berbaikan dan berharap memulai suasana baru, tapi apa ini? Kenapa jadi begini?"Kamu sengaja datang kemari kan? Kamu memang wanita ular!" ujar Audrey memoj