Keina terdiam mendengar ucapan Alden, sejenak ia merasa waktu terhenti saat mendengar pernyataan itu. Namun, untuk kemudian Keina kembali menggelengkan kepalanya. Jangan, jangan tergoda kembali Keina Nayara, lupakah ia bahwa Alden selalu saja mengecewakan dirinya saat ia kembali berharap? Lupakah ia bahwa Alden merencanakan pernikahan dengan Shiren Athalia dan hendak membuangnya?Jika saja ia tidak mengandung, mungkin Alden telah menikah dengan Shiren saat ini. Raut wajah Keina kembali mengeras, ia membalikkan tubuhnya ke arah Alden."Katakan saja hal itu pada Shiren Athalia!" Balasnya dengan kaki yang menghentak lantai.Alden terperangah hanya bisa membeku saat Keina beranjak dari sana dengan wajah sebal.Apa ini? Apa ia baru saja menerima penolakan? Tapi, kenapa? Apa yang salah? Ia sudah berusaha jujur kepada wanita itu, lalu respon macam apa sebenarnya ini?"Sial, sial, sial!"Alden kembali mengumpat lalu mengacak rambutnya dengan kasar. Benar-benar kacau! Ia sudah menjatuhkan harg
Keina mengerjap mendengar ucapan Alden. Apa ia tidak salah dengar? Alden akan mengakhiri hubungan mereka? Rasanya sulit dipercaya, bukankah Alden sangat mencintai Shiren selama ini?Melihat Keina yang hanya terdiam, Alden mengangkat garpu makan lalu menusuk salah satu tempura di hadapannya. Keina terhenyak saat Alden menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya."Sekarang makanlah, dia juga pasti lapar." tunjuk Alden ke arah perut Keina.Keina hanya bisa mengunyah makanan itu dalam diam. Perasaan canggung segera menerpa dirinya saat mendengar ucapan Alden. Apa Alden benar-benar serius dengan ucapannya? Apa ia dan Shiren akan benar-benar berpisah sekarang?Setelah pulang dari restoran, Alden membawa mobil mereka kembali ke rumah. Tepat saat mereka sampai, keduanya terkejut saat melihat kedatangan Adrian di depan halaman rumah.Alden terlihat mengepalkan sebelah tangannya, kenapa lagi-lagi pria itu muncul di hadapan mereka?"Adrian, kenapa kau ada di sini?" tanya Keina sementara Alden terli
"Apa kau salah minum obat?"Alden yang tengah memakan rotinya seketika terbatuk saat mendengar pertanyaan yang diajukan tiba-tiba oleh Keina. Melihat Alden yang tersedak, Keina segera mengambil menuang air putih ke dalam gelas lalu memberikannya pada Alden."Kenapa kau bertanya seperti itu?""Tidak, hanya saja ini terlalu aneh. Kau tiba-tiba bersikap sangat baik padaku bahkan sekarang kau ingin mengantarku, bukankah itu aneh?"Alden berdecak, ia menggelengkan kepalanya tidak percaya mendengar pengamatan Keina. Bagaimana bisa Keina berpikir seperti itu?"Memangnya apa salahnya? Aku hanya ingin bersikap baik padamu, sebagai suami dan sebagai ayah bayi kita."Keina mendengus mendengar ucapan Alden, "Sejak kapan seorang Alden Syarakar berpikir untuk bersikap baik padaku, aneh sekali." cibir Keina."Baiklah karena kau berkata seperti itu, aku akan mulai bersikap baik padamu sejak kemarin. Sekarang kau puas?"Keina mengulas senyumnya mendengar ucapan Alden, ia kembali mengambil suapan rotin
Netra Shiren seketika melebar mendengar ucapan Alden di hadapannya. Ia seolah kehilangan kata-kata saat mendengar keputusan itu. Maaf? Berpisah? Tidak, bukan ini yang ia inginkan, bukan ini yang ia harapkan saat kembali ke dalam ke kehidupan Alden Syarakar."Apa maksudmu? Apa yang sedang kau katakan sebenarnya?" Tanya Shiren dengan tatapan tidak percaya.Alden terlihat menarik tangan Shiren, "Kita sudah banyak melukai semua orang karena keegoisan kita. Aku melukai orang tuaku, Keina dan juga kau. Harus berapa lama lagi kita bertahan dalam hubungan ini? Jadi tolong lepaskan aku, Shiren."Shiren segera menepis tangan Alden dengan kasar lalu membuang wajah, "Lupakan saja. Aku anggap aku tidak mendengar ucapan ini hari ini, Alden. Aku akan menemuimu lagi besok."Shiren terlihat bangkit berdiri, Alden yang melihat hal itu segera menahan langkah Shiren, "Kau benar, perasaanku sudah berubah, Shiren!" Teriak Alden dengan kuat, ia kembali melangkah ke arah Shiren."Aku juga tidak mengerti kapan
Kania hanya bisa mengerjapkan matanya mendengar ucapan Alden. Tatapan mata Alden yang menggodanya membuat Keina merasa sangat gugup. Dengan cepat Kania mendorong tubuh Alden. Alden yang melihat hal itu hanya bisa terperangah."Aku harus mandi, tubuhku bau keringat."Sebelum Alden bisa menangkapnya kembali, Keina segera bergegas meninggalkan pria itu. Dengan cepat Keina bergerak ke arah kamar mandi. Saat Keina hendak menutup pintu, Keina tersentak saat Alden menahan pintunya dengan sebelah kaki."Katanya kau akan mandi, tapi kenapa tidak bawa handuk?"Keina terhenyak, ia menelan ludahnya saat mendapati kecerobohannya sendiri."Baiklah, mana handuknya?" ucap Keina sambil mengulurkan tangan.Alden terlihat mengulas senyumnya, membuat Keina merasa curiga."Coba ambil sendiri Keina,"Keina berdecak, ia mencoba menggapai tangan Alden yang diulurkannya tinggi-tinggi. Tanpa ia sadari Alden tiba-tiba menarik tubuhnya hingga tubuh mungilnya malah kembali ke pelukan pria itu."Alden, biarkan aku
Keina mulai menari diatas tubuh Alden, membiarkan kecipak air yang berada di dalam bathtub tumpah ruah ke lantai kamar mandi. Desahan demi desahan lolos begitu saja dari keduanya."Pelan-pelan Keina," bisik Alden memperingatkan saat langkah Keina terburu di atasnya. Meski saat ini gairahnya juga meninggi, ia harus ingat bahwa Keina tengah hamil.Keina mengangguk membuat permainan mereka berjalan lambat, namun tetap menggairahkan."Ah, aku akan sampai Alden...""Kita bersama Sayang."Keina berteriak saat ia sampai di pelepasannya, disusul oleh geraman Alden menjemput pelepasannya.Keina terlihat tersenyum malu-malu membuat Alden tersenyum puas melihatnya. Entah kenapa kali ini mereka terlihat seperti pasangan suami istri sungguhan."Ayo kita selesaikan mandi kita,"Keina tersentak saat Alden kembali menggosok tubuhnya. Kali ini Alden benar-benar memegang janjinya, ia hanya menggosok tubuh Keina tanpa berniat menggodanya kembali.Setelah mandi, Alden mengajak Keina untuk bergerak ke ara
"Karena ini sudah memasuki trimester kedua, pertumbuhan janin sudah terlihat lengkap. Syukurlah semuanya normal, tangan, kaki, kepala, bahkan jari jemarinya sudah mulai terlihat. Hanya saja untuk kemaluannya, saya belum bisa memastikan. Tidak ada apapun yang mengganggu pertumbuhannya semuanya sehat," ucap Adrian terhadap pasangan yang datang di hadapannya ini. Meski perasaannya terasa sangat buruk melihat tangan Alden yang menggenggam tangan Keina dengan erat di hadapannya, Adrian mencoba bersikap profesional. Ia menjelaskan seluruh pertumbuhan janin yang terlihat di layar.Keina dan Alden terlihat sangat senang mendengar penuturan Adrian. Setelah selesai, Adrian segera mengangkat probe di perut Keina lalu mematikan alat USG.Adrian menatap ke arah Alden dengan raut wajah tidak senang. Setelah ia menyakiti Keina berulang kali, bagaimana bisa dia dengan tidak tahu malu datang kemari dan mengumbar kemesraan dengan Keina?"Saya akan meresepkan obat seperti biasa. Anda sebagai walinya har
"Ada yang bisa saya bantu?""Saya ingin konsultasi kehamilan dengan Dokter Adrian,""Silahkan ke ruangan di sebelah sana. Nanti perawat di sana akan memanggi Anda."Shiren mengangguk mendengar ucapan perawat yang bertugas di pendaftaran di sana. Ia segera berjalan menuju ruangan yang dikatakan oleh perawat itu. Shiren menghela nafas melihat beberapa orang di sana. Ya sepertinya ia harus mengantri terlebih dulu.Shiren duduk di area yang kosong, memilih tidak berbaur dengan mereka yang terlihat kucel di matanya.Kenapa setiap wanita hamil yang sudah menikah, penampilannya terlihat sangat buruk?"Anda juga sendirian? Tidak diantar oleh suami juga?"Shiren terlihat mengangkat wajahnya acuh saat mendengar seseorang diantara mereka menyapanya dengan lembut."Ya, lalu kenapa?""Saya juga seperti itu, saya merasa sangat sedih karena suami saya selalu saja sibuk jika diminta untuk mengantar saya ke dokter kandungan. Padahal seharusnya ia memberi perhatian lebih karena mual muntah saya cukup