Sudah hampir tiga jam Keina menunggu di depan bioskop yang menayangkan film yang akan mereka nonton hari ini. Namun hingga kesekian kalinya, batang hidung Alden sama sekali tidak terlihat. Keina mengambil ponsel lalu menghubungi pria itu kembali, namun lagi-lagi Alden tidak menjawab panggilannya. Harapan Keina terasa musnah seketika. Kenapa Alden tidak datang? Kenapa pria itu mempermainkan dirinya seperti ini dengan memberikan harapan palsu seperti ini?Tubuh Keina melorot jatuh ke bawah. Ia menelungkupkan wajahnya ke atas lutut. Sakit sekali... Rasanya sangat sakit, ia merasa sangat bodoh karena melakukan banyak hal demi acara hari ini. Namun, lihat apa yang dilakukan oleh pria itu. Alden mengecewakannya lagi dan lagi. Kenapa Alden harus memberikan harapan jika ia hanya akan menjatuhkan dirinya dengan kejam seperti ini?Keina bangkit dari berlutut, tidak ada harapan. Lima belas menit lagi bioskop akan tutup dan Keina yakin Alden tidak akan datang. Ia menyerah, kakinya terasa seperti
"Dokter tolong istri saya, dia–"Alden tersentak saat melihat siapa yang berada di hadapannya saat ia membawa Keina ke rumah sakit. Matanya mengerjap sempurna, bukankah pria ini adalah pria yang bersama dengan Keina saat itu, kalau tidak salah namanya Adrian. Jadi, Adrian adalah seorang dokter? Bahkan dia merupakan dokter kandungan.Alden segera menggeleng dengan kuat, tidak penting siapa pria yang berada di hadapannya kini. Ia harus mendahulukan kondisi Keina terlebih dulu."Sebaiknya Anda keluar dari sini.""Tidak, saya tidak mau. Saya akan menemani istri saya."Adrian menghela nafasnya panjang, ia mendorong tubuh Alden, "Apa Anda mau membahayakan kondisi istri Anda dengan berdebat terlebih dulu? Silahkan keluar."Mendengar peringatan Adrian, Alden seketika menyerah. Ia membuka pintunya kemudian keluar dari ruangan Keina. Alden menatap dengan cemas saat Adrian menangani Keina. Tangannya terkatup di depan dada, berdoa pada Yang Maha Kuasa agar Keina baik-baik saja.Setelah beberapa s
"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Adrian saat ia yakin Alden sudah tidak ada diantara mereka."Sudah lebih baik, berkat dirimu." balas Keina berusaha mengulas senyuman lebar.Adrian terlihat menghela nafas, "Jangan mencoba untuk membujukku dengan pujian Keina, aku tahu kau melakukan itu agar aku tak mengomel."Keina mengangkat bahunya, "Ku kira itu bisa berhasil untuk mencegahnya, ternyata tidak. Baiklah, aku sudah siap mendengarkan omelannya.""Bukankah sudah ku bilang untuk menjaga dirimu sendiri? Kenapa malah jadi seperti ini?"Keina menghela nafasnya, "Aku tahu aku salah, aku tidak bisa mengontrol emosiku sendiri kemarin. Kau pasti juga tahu seorang ibu hamil, emosinya sangat tidak terkontrol."Adrian mencondongkan tubuhnya lalu menatap Keina dengan tatapan memperingatkan, "Kau tahu bukan? Kandunganmu ini masih sangat rentan, bagaimana jika terjadi sesuatu padamu dan juga bayinya?" Adrian terlihat menyentuh bahu Keina dengan perlahan, "Jika kau butuh seseorang untuk sekedar bercerita,
Sejenak tidak ada yang berbicara diantara mereka. Alden yang terlihat tertegun saat mendengar pertanyaannya membuat Keina seketika menjadi gugup. Apa ini? Apa Alden benar-benar cemburu karena Adrian?Hati Keina terasa penuh seketika, apa ini artinya Alden mulai menyukainya?Namun, baru saja Keina merasa berbesar hati, sebuah tawa meledak di hadapannya. Bibir Keina seketika membrenggut melihat Alden yang malah tertawa dengan renyah. Yang benar saja, apanya yang lucu?"Aku cemburu? Yang benar saja Keina Nayara, bagaimana mungkin aku cemburu padamu? Kau lupa selama setahun kita menikah, aku sama sekali tidak perduli kau akan pergi dengan siapa atau berhubungan dengan pria lain. Jadi dimana letaknya kau bisa menyimpulkan bahwa aku cemburu sekarang? Aku hanya tidak suka dengan pria itu, dia arogan!"Hati Keina terasa kesal mendengar ucapan Alden, "Jika kau tidak cemburu baiklah, aku akan melakukan hal yang ku inginkan kalau begitu."Alden terlihat mengangkat alisnya mendengar ucapan Keina,
"Apa yang kau lakukan, Alden?" ucap Keina dengan terbata.Tidak peduli dengan rasa gugup yang Keina rasakan, Alden terlihat mengangkat wajahnya, "Mendengarkan suara bayi kita. Aku harus memastikannya apa dia benar-benar baik-baik saja di dalam sana?""Konyol." dengus Keina mencoba menyembunyikan rasa gugupnya.Alden terlihat tersenyum, belum sempat hilang rasa gugup Keina karena tindakan Alden tadi, Alden kembali menyentuh perutnya membuat perut Keina terasa dikocok.Astaga!"Kau anak baik kan? jangan terlalu merepotkan ibumu, kasihan dia."Tanpa sadar nafas Keina tertahan saat Alden melakukan hal itu. Tidakkah Alden sadar? Sikapnya ini membuat perasaan Keina melambung tidak karuan."Sudah hentikan! Kau ini sedang melakukan apa?" Keina menepis tangan Alden lalu menelan ludah sementara Alden hanya tersenyum miring."Aku hanya memintanya untuk bersikap baik, tunggu... Kenapa tiba-tiba wajahmu memerah? Apa kau demam?"Keina mengerjapkan matanya lalu menggeleng. Sial, bisa-bisanya wajahny
Astaga! Apa yang baru saja ia bilang? Ia meminta pelukan? Yang benar saja Keina Nayara.Keina berdecak, mengumpati dirinya sendiri di dalam hati karena telah salah bicara. Bagaimana bisa ia tiba-tiba berkata ingin berpelukan dengan pria itu? Melihat Alden yang hanya terdiam, Keina segera mengibaskan tangannya dengan panik."Ah, maksudku bukan aku, bayinya... Bayinya ingin dipeluk oleh ayahnya, tapi jika kau tidak mau tidak apa-apa, kita tidak perlu melakukannya." Jelas Keina dengan canggung. Ia kembali menyumpahi dirinya di dalam hati. Memalukan sekali. Akan lebih memalukan lagi jika Alden malah menolak keinginannya mentah-mentah.Melihat Alden yang tidak menjawab, Keina segera menundukkan kepalanya. Bagaimana ia bisa menghadapi Alden setelah ini?Namun Keina terhenyak saat merasakan gerakan di sampingnya, ia mengangkat wajahnya dengan bingung saat melihat Alden sudah berada di sampingnya, "Ayo."Keina mengerjapkan matanya dengan bingung, "Eh?"Keina tersentak saat Alden tiba-tiba men
Keina tidak menyangka tamu yang datang ke rumah mereka pagi-pagi sekali adalah Shiren Athalia. Ia tertegun sejenak melihat Shiren yang memberinya senyuman lebar."Kamu tidak akan membiarkan saya masuk?""Ah, silahkan masuk," Keina segera menggeser tubuhnya, ia membiarkan Shiren masuk ke dalam area rumah. Meski ia sangat terkejut dengan kedatangan wanita ini, tapi tidak mungkin Keina mengusirnya begitu saja, bukan?Shiren terlihat mengedarkan pandangannya ke sekeliling, langkahnya kemudian terhenti pada foto pernikahan dirinya dan juga Alden yang tergantung besar di area ruang tamu."Kalian serasi sekali. Tapi, jika waktu itu saya tidak menyerah pada Alden, apa foto cantik ini masih bisa tergantung di sini?"Keina tersentak mendengar ucapan Shiren yang begitu menohok. Wanita itu memberikan senyuman manisnya seolah mengejek dirinya saat ini.Keina hanya bisa mengepalkan sebelah tangannya, menahan segala desakan emosi yang muncul karena ucapan Shiren. Sulit dipercaya wanita yang memiliki
Alden segera bergegas ke arah mobilnya yang terparkir setelah ia pulang dari kantor. Ia segera menjalankan mesin beroda empat itu dengan cepat ke arah rumahnya. Meski tadi ia terpaksa berangkat bekerja karena Keina yang memaksanya, Alden sama sekali tidak bisa tenang. Sepanjang hari pemikirannya terus terpaut pada Keina. Ia sungguh merasa cemas, bagaimana jika Keina mengalami serangan lagi?Saat Alden telah mencapai setengah perjalanannya, ponselnya seketika berdering. Alden yang berpikir bahwa Keina yang memanggilnya segera mengenakan earphonenya lalu menekan tombol untuk mengangkat panggilan itu."Sayang..."Alden seketika berdecak saat menyadari bahwa bukan Keina yang memanggilnya, tapi Shiren."Ya? Ada apa Shiren?""Apa hari ini kita juga tidak bisa bertemu?"Alden terlihat menghela nafasnya dengan lelah, "Bukankah kamu sudah tahu keadaanku kemarin? Keina sedang tidak sehat, jadi aku harus menemaninya hari ini.""Kenapa kamu selalu mengedepankan Keina? Toh dia baik-baik saja, kead
"Kau benar-benar akan pergi sekarang? Tanpa melihat pernikahanku terlebih dulu?" rengek Keina kepada Adrian. Hari ini adalah hari dimana Adrian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seperti yang ia sudah ia rencanakan sedari awal. Karena keadaan Alden sudah stabil, ia merasa cukup tenang meninggalkan Keina sendirian sekarang."Bukankah sudah ku bilang, aku tidak akan mau menanggung resiko menangis di hari itu."Keina membrenggutkan wajahnya, ia segera merentangkan tangannya di depan Adrian, "Kalau begitu aku akan memelukmu saja."Adrian tersenyum kecil mendengar ucapan itu, ia segera memeluk Keina dengan erat."Apa aku patung di sini?" timpal Alden yang sedari tadi hanya mengawasi tingkah Adrian dan juga Keina. Matanya menatap tajam ke arah mereka yang malah asyik berpelukan. Sebal melihatnya, Alden segera menarik tubuh mungil Keina untuk menjauh dari jangkauan Adrian, "Sudah hentikan, jika kau terus memeluknya seperti itu, ia akan mengurungkan niatnya kembali untuk pergi.""Astaga
Saat mengetahui bahwa Alden yang datang menjenguk dirinya hari ini, raut wajah Clara seketika berubah cerah, ia segera merangsek maju dengan antusias saat sampai di ruang tunggu para tamu."Alden, akhirnya kau menemuiku, bagaimana keadaanmu? Aku sungguh minta maaf karena membuat dirimu celaka tempo hari. Itu karena Keina–""Kau sedang membicarakan aku, Clara?"Kata-kata Clara seketika tergantung begitu saja saat melihat Keina yang ternyata mengikuti langkah Alden dari belakang."Kenapa diam? Lanjutkan saja perkataanmu." ujar Keina dengan tatapan tajam."Dia yang sudah membuat kita seperti ini, Alden. Kau harus mengeluarkan aku dari sini, aku sama sekali tidak bersalah, dia mencoba memisahkan kita.""Astaga wanita ini benar-benar gila." dengus Keina tidak percaya. Setelah semua yang ia lakukan, Clara sama sekali tidak merasa bersalah."Alden katakan sesuatu!" Jerit Clara dengan kesal karena melihat Alden yang hanya terdiam."Kau ingin aku mengatakan sesuatu?"Clara mengangguk kecil, "K
"Tentu saja bodoh! Aku mengingat semuanya, semuanya termasuk rencana pernikahan kita sebelumnya."Keina membekap mulutnya, merasa sangat terharu dengan seluruh keajaiban ini, ia sungguh tidak menyangka akhirnya hari ini datang juga, hari dimana Alden akan kembali mengingat cinta mereka, "Astaga!""Tadi kau bilang apa? Kau mau menjauh dariku setelah ini? Dua kali aku hampir mati untukmu, tapi kau malah mau meninggalkan aku. Kau pikir siapa–"Alden tersentak saat tiba-tiba merasakan bibir Keina yang mengecupnya. Matanya mengerjap sempurna, merasa tidak percaya jika Keina akan melakukan ini.Setelah mengecup bibir Alden selama beberapa menit, Keina menjauhkan dirinya, "Aku senang kau selamat, aku senang kau mengingatku lagi, Alden." ujar Keina dengan berurai air mata. Penantiannya kali ini ternyata mendapat sambutan hangat, Alden akhirnya dapat mengingat dirinya.Alden tersenyum mendengar ucapan Keina, ia mengusap air mata Keina yang masih mengalir, "Aku minta maaf karena membuatmu kesuli
Puas menumpahkan semuanya di dalam bilik toilet, Keina segera bangkit. Perlahan Keina kembali ke ruangan Alden. Keina tersentak saat melihat Audrey dan juga Handika sudah ada di sana, raut wajah bersalah kembali memenuhi hatinya. Keina segera berlari ke arah Audrey hendak menjatuhkan diri untuk berlutut di hadapan kedua figur yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri."Maafkan Keina Ma, sungguh maafkan Keina.""Bangun Keina, apa yang kamu lakukan?"Keina hanya bisa tergugu, ia bangkit dengan air mata yang masih mengalir tiada henti."Keina selalu membuat Alden seperti ini, maafkan Keina.""Sudahlah Sayang, Dokter sudah menangani Alden, kita berdoa saja yang terbaik untuknya. Kamu juga terluka saat ini."Keina mengangkat wajahnya merasa tidak percaya jika Audrey tidak menyalahkan dirinya, Audrey bahkan terlihat lebih tegar dibandingkan dengan saat Alden mengalami kecelakaan saat itu."Mama tidak marah padaku?""Untuk Mama marah? Mama marah pun tidak akan membuat Alden sembuh le
"Hentikan!!"Keina yang hampir frustasi dengan keadaannya segera mengangkat wajah saat mendengar teriakan itu. Harapan segera terlihat di sudut matanya, akhirnya Tuhan menjawab do'anya, Alden ada di sana mendobrak pintu gudang dengan tatapan nyalang yang ia berikan.Clara terlihat terkejut, ia tidak menduga akan kehadiran Alden yang berada di sini. Padahal ia sudah melakukan rencana serapi mungkin, tapi kenapa Alden ada di sini?Alden terhenyak melihat keadaan Keina, amarahnya segera naik ke ubun-ubun melihat beberapa pria tengah melecehkan Keina di sana. Baju Keina terlihat sudah compang-camping, dengan amarah yang teramat besar Alden segera menerjang maju ke arah mereka. Pukulan demi pukulan Alden layangkan, merasa tidak terima melihat orang lain menyentuh Keina sesuka hati. Mendengar tangisan Keina yang begitu menyayat membuat bara api di dalam hatinya semakin menyala-nyala. Berani sekali! Berani sekali mereka menyentuh Keina!"Kurang ajar kalian! Kurang ajar! Berani sekali kalian m
Tepat saat Alden merasa sangat frustasi dengan keadaan yang menimpa Keina, ponselnya berdering dengan nyaring. Alden segera mengangkat panggilan itu ternyata itu dari Erik."Bagaimana Erik? Kau menemukan jejak Keina di lokasi terakhir yang aku kirimkan?""Ya Pak, saya juga menemukan mobil yang membawa Nona Keina. Saya akan segera mengirim lokasi terakhir mobil itu ditemukan dengan bantuan orang-orang profesional kita."Mendengar hal itu Alden kembali memantapkan pemikirannya, Alden segera menyalakan mesin mobilnya lalu melihat ke arah pesan Erik. Keningnya berkerut dalam melihat lokasi pesan itu, lokasinya mengarah kepada tempat dimana pabrik makanan yang sudah terbengkalai. Pasti Keina ada di sana. Mata Alden segera berubah dengan yakin, ia harus bisa menemukan Keina secepatnya.****Keina mengerjapkan matanya saat kesadarannya mulai kembali. Ia terhenyak saat matanya menangkap pemandangan di hadapannya. Ruangan tempat ia berada sepertinya merupakan bangunan tua. Rasa pengap dan deb
Keina mengulas senyumnya dengan lebar saat mendapati telepon dari Alden. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkan ponselnya ke arah telinga.Keina berdeham sejenak, mencoba mengendalikan dirinya agar tidak terlalu terlihat antusias."Ya Alden?" Tanyanya dengan nada setenang mungkin."Kau ada di mana?""Aku ada di rumah, kenapa?" jawab Keina enteng."Mau bertemu?"Senyuman lebar kembali terukir di wajahnya saat mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Alden, "Ya, boleh. Kapan?""Sekarang. Bisa?"Keina menundukkan wajahnya lalu melirik ke arah tubuhnya yang masih berantakan, "Ah bisa. Tapi, bisa kau beri aku waktu untuk bersiap dulu, tiga puluh menit?""Baiklah, tiga puluh menit, kita bertemu di rumah.""Rumah maksudmu–?""Rumah kita, Keina Nayara. Kita bertemu di sana. Aku rasa di sana tempat paling aman untuk kita bertemu.""Ah, baik."Setelah berkata seperti itu panggilan mereka seketika berhenti. Keina mengulas senyuman kembali lalu melesat ke arah kamar mandi, karena Ald
Meski merasa bingung dengan tindakan Alden, Keina hanya bisa membalas pelukan pria itu. Ia mengusap punggung Alden dengan perlahan, rasanya sudah lama sekali mereka tidak berpelukan seperti ini.Saat Alden melepaskan pelukan mereka, Keina segera bertanya, "Jadi, apa maksudnya?""Sebenarnya aku mengingatmu."Raut wajah Keina seketika berubah cerah mendengar ucapan Alden, ia mencondongkan tubuhnya ke arah pria itu, "Kau mengingatku? Jadi apa yang kau ingat?""Aku ingat dirimu dari masakan yang kau buat. Ku kira itu Clara yang membuatnya.""Astaga, jadi selama ini kau salah paham?""Begitulah,"Keina menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, ternyata ia terlalu menganggap remeh Clara Benedict. Bisa-bisanya Clara berbohong pada mereka selama ini."Bahkan dia menyombongkan diri padaku bahwa dia bisa mengambil hatimu, ternyata firasatku benar, dia menipumu." gumam Keina sambil memijat kepalanya.Alden yang mendengar hal itu segera mengambil tangan Keina, merasa sangat bersalah karena ia te
Tepat sebelum Keina membuka mulutnya, ponsel Alden berbunyi dengan nyaring. Keina segera menggeser tubuh pria itu lalu berkata, "Ponselmu, ponselmu berbunyi!" ujarnya dengan gugup.Alden segera mundur, ia mengambil ponsel yang berada di saku jasnya. Sejenak Alden terlihat termenung melihat siapa yang memanggilnya saat ini. Clara."Kau tidak mengangkatnya?" tanya Keina yang melihat Alden hanya terdiam dengan ponsel di tangan.Alden mengangkat wajah lalu mematikan ponselnya dengan cepat, "Sudahlah, tidak penting."Keina yang melihat hal itu mengerutkan dahinya, bukankah itu adalah telepon dari Clara? Kenapa Alden tidak mau mengangkatnya?"Kita lanjutkan saja perjalanan kita, bagaimana kalau kita ke rumah itu?""Maksudmu rumah kita terdahulu?""Ya, mungkin kau benar akan ada sesuatu yang tertinggal di sana. Mungkin aku harus berada di sana sedikit lebih lama."Meski merasa aneh dengan tingkah Alden, Keina mengangguk kecil. Saat ini adalah waktu bersama Alden, ia harus bisa memanfaatkan w