"Jadi, kapan kalian punya momongan? Kalian butuh penerus, ucapanku benar bukan Handika?"
Uhuk!Keina hampir melemparkan makanan yang tengah ia kunyah dari mulutnya saat mendengar ucapan Reymand Nayara. Ia mengangkat segelas air putih lalu meneguknya cepat. Pertanyaan dari Reymand begitu mengejutkan hingga membuat ia hampir tersedak. Keina melirik ke arah Alden yang hanya menampilkan senyuman tipis. Sementara ayahnya, Handika hanya mengangguk sepenuhnya setuju dengan usul Reymand."Itu benar Pa, Baron butuh teman untuk bermain. Usia Keina hampir menginjak kepala tiga, tidak baik untuk menunda-nunda, Alden,""Ya Alden, bagaimana jadinya perusahaan tanpa seorang penerus? Kalian harus segera merencakan program kehamilan,""Aku punya kenalan seorang dokter kandungan yang hebat, kalian mau mencobanya? Dia juga yang merekomendasikan obat untukku hingga aku mengandung Baron,"Keina hanya bisa menghela nafas mendengar ucapan Vivian yang juga merupakan salah satu menantu di keluarga Syarakar. Vivian dan Delon suaminya selalu menggembor-gemborkan kebanggaan karena telah memberikan seorang cucu laki-laki untuk Reymand. Gerak-gerik mereka yang berusaha menjatuhkan Keina bukanlah tanpa alasan, posisi direktur paling tinggi yang sepatutnya menjadi jabatan Delon, Reymand alihkan ke tangan Alden. Permusuhan diantara mereka tidak terelakkan kembali dan Keina mau tak mau harus terseret di dalamnya. Kali ini mereka menyerang titik lemah hubungan Keina dan Alden, seorang anak!"Mama Audrey dan Mama Tiana juga ingin menimang cucu dari kalian, Sayang,""Iya, jadi sebaiknya kalian segera merencanakannya. Kami sudah tidak sabar,"Keina merasa terpojok, ia menelan ludahnya melihat keseluruhan tatapan di meja itu beralih kepadanya. Anak? Cucu? Hah... Jangankan keturunan, untuk menyentuh Keina saja Alden melakukannya hanya dalam hitungan jari. Belum lagi Keina dipaksa meminum obat untuk mencegah kehamilan. Jadi bagaimana bisa mereka memiliki anak jika ia yang harus bekerja keras sementara yang lain tidak terlihat perduli bahkan mungkin tidak sudi?"Kami masih ingin menikmati masa-masa pacaran kami. Kami tidak ingin terburu-buru,"Lihat? Apa ia bilang? Alden sama sekali tidak menginginkan seorang keturunan darinya."Pokoknya tahun ini kalian harus punya anak. Papa tidak mau tahu, jika kamu tidak bisa mengusahakannya, perusahaan akan Papa alihkan ke tangan Delon. Kamu tidak keberatan bukan, Handika?"Keina hanya bisa menelan ludah saat melihat ayahnya malah tersenyum lebar. Mereka memang satu frekuensi. Ia tidak pernah melihat orang tua dan mertuanya berdebat tentang hal apapun selama ini."Sama sekali tidak, aku juga ingin mereka memiliki keturunan segera. Ini cucu pertama bagiku, aku lebih merasa antusias,""Kami akan berusaha mengabulkan keinginan kalian, anak atau apapun itu, benar bukan, Sayang?" balas Keina yang mulai gemas dengan obrolan ini.Sementara raut wajah Alden terlihat menegang mendengar ucapan Keina, pria itu mengepalkan sebelah tangannya menampilkan ketidaksenangannya mendengar gagasan Keina. Namun hanya sekilas dan hanya Keina yang bisa menangkap gerakan itu, karena sedetik kemudian pria itu tersenyum tipis lalu berkata, "Keina sudah memutuskannya, aku mengikuti saja apa keinginannya,"Semua yang berada di meja itu bersorak kecil terkecuali Keina dan Alden. Keina dapat merasakan tatapan tajam Alden yang menatapnya tidak senang atas perkataannya yang sembarangan. Keina membuang wajah lalu menuangkan kembali sampanye untuk ia teguk, mengalihkan pemikirannya atas respon tidak menyenangkan dari Alden. Sudut hati Keina mencelos rupanya Alden benar-benar tidak menginginkan anak darinya. Mungkin pria itu tidak ingin semakin terikat dengan pernikahan ini.Belum selesai pembahasan mereka tentang keturunan, sudut mata Keina melihat ponsel Alden bergetar samar di dalam kantung jasnya. Untuk sesaat Alden terlihat melebarkan matanya saat membaca sebuah pesan yang masuk ke dalam sana. Keina mengangkat alisnya, tiba-tiba merasa penasaran dengan isi pesan itu karena raut wajah Alden yang tidak biasa."Pa, Ma, semuanya maaf, tapi aku harus segera pergi,"Keina melongo. Ia mengerjapkan matanya saat Alden tiba-tiba berdiri dari kursinya lalu bergegas untuk pergi."Kamu mau kemana, Alden? Siapa yang sudah menghubungimu?""Ah ini Erik yang menghubungi. Erik bilang ada pekerjaan mendesak,""Tapi, ini pesta ulang tahun pernikahan kamu, apa kata para tamu nanti?"Alden terlihat mengabaikan perkataan Reymand, ia kembali bergegas, "Ada hal yang penting yang harus aku lakukan, Pa. Ini menyangkut perusahaan. Ada klien penting yang meminta bertemu mendadak. Aku harus meeting dengannya malam ini,""Tapi Alden..."Alden terlihat mulai melangkah tanpa menghiraukan panggilannnya.Keina hanya bisa ternganga melihat tindakan Alden yang tiba-tiba. Ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka, tapi Alden malah sibuk dengan pekerjaan atau apapun itu namanya. Alden bahkan tidak menatap wajahnya, pria itu berjalan lurus keluar dari area pesta tanpa memberikan sedikit penjelasan untuknya. Seolah bayangannya memang tidak terlihat di sini padahal Keina berada persis di samping kanannya.Sudut hati Keina terasa berdenyut nyeri. Sudah ia peringatkan agar Alden tidak membuat masalah, tapi Alden malah meninggalkannya tanpa pesan di pesta wedding anniversary mereka. Keina hanya bisa tersenyum getir, ia merasa kehilangan wajahnya melihat para tamu yang menatapnya dengan bingung.Dengan cepat Keina bangkit, ia berbisik pada Tiana. Ia tersenyum kecil mencoba menyembunyikan wajah terlukanya. "Aku harus pergi ke toilet sebentar, Ma,"Tanpa mendengar jawaban Tiana, Keina berjalan ke arah toilet dengan cepat. Ia segera membuka ponselnya lalu menghubungi nomor sekertaris pribadi Alden yang bernama Erik. Setelah panggilannya terhubung, Keina langsung menyapa."Selamat malam, Erik,""Selamat malam Bu Keina,""Maaf Erik, saya mengganggu sebentar,""Iya Bu, ada apa?""Apa Pak Alden ada jadwal meeting hari ini? Apa kamu tadi menghubunginya?"Tidak Bu, saya tidak menghubunginya, Pak Alden sendiri yang mengosongkan jadwal untuk hari ini. Bukankah sekarang ada pesta anniversary yang harus Pak Alden hadiri?"Perasaan Keina terasa sesak seketika mendengar penuturan Erik. Netranya sudah memanas. Jadi, Alden berbohong? Tapi, kenapa? Kemana Alden pergi sebenarnya dengan tergesa begitu?"Baiklah, terimakasih Erik. Jangan katakan pada Alden saya bertanya hal ini padamu,""Baik Bu,"Keina memejamkan matanya setelah panggilannya berakhir. Ia memegangi dadanya yang terasa sesak. Kenapa perasaannya memburuk saat melihat Alden pergi dengan terburu seperti itu?Untuk sejenak Keina menghela nafasnya panjang, mencoba menormalkan deru nafasnya yang seolah kehilangan arah. Setelah perasaannya sesaknya sedikit berkurang, Keina menyimpan ponselnya lalu membasuh wajahnya di depan wastafel."Tersenyumlah Keina, kau pandai melakukannya, bukan?" ucapnya lebih kepada dirinya sendiri.Meski ia telah ditinggalkan, ia merasa harus menyapa para tamu yang telah datang memenuhi undangan mereka.Keina kembali melanjutkan langkah dengan langkah tegap, melupakan seluruh perasaan sesaknya. Sekali lagi ia harus menunjukkan pada dunia bahwa dia baik-baik saja hidup bersama dengan Alden."Jadi, kau tadi pergi kemana Tuan Alden? Kau meninggalkan pesta begitu saja dan membuatku menyapa para tamu sendirian," Tanya Keina dengan sinis saat Alden sudah kembali. Alden terlibat merebahkan dirinya ke atas kursi dengan rambut dan kemeja yang acak-acakan.Pria itu terlihat menengadah dari rebahnya lalu menatap tidak senang ke arah Keina. Seolah Keina ini hanya parasit yang begitu mengganggu padahal ia hanya ingin bertanya."Bukankah sudah ku katakan di pesta tadi bahwa aku ada pekerjaan. Apa aku harus mengulang-ulang alasanku hingga kau bisa mengerti? Apa kau tidak mengerti bahasaku?"Keina mendengus, "Bukan Erik, bukan? Orang yang meneleponmu tadi bukanlah Erik, bawahanmu. Aku tidak tahu siapa itu tapi sepertinya orang itu cukup penting. Kau bahkan berbohong tentang pekerjaan yang begitu mendesak pada istri dan seluruh keluarga besarmu,"Terdengar Alden menghela nafas, "Jadi, kau mulai mencari-cari informasi tentang suamimu diam-diam? Kau sangat luar biasa, Keina. Setelah menge
Keina hanya bisa mengerjapkan matanya tidak percaya akan pemandangan yang berada di hadapannya. Shiren Athalia, wanita pertama yang sangat dicintai oleh Alden berada dalam jarak pandangnya saat ini. Setelah satu tahun menghilang dari kehidupan mereka, bagaimana bisa Shiren kembali?"Shiren..." Keina bergumam kecil. Nafasnya terasa sangat sesak saat ini. Dalam kehidupan pernikahan mereka yang memang hambar tidak pernah terbayangkan bahwa Shiren akan kembali."Alden, siapa dia?"Seperti dirinya, Shiren terlihat mengerjapkan matanya dengan bingung. Namun berbeda dengan mereka, Alden terlihat menganggap pertemuan mengejutkan ini dengan santai."Dia istriku. Keina Nayara,""Apa? Istrimu?"Secara otomatis tubuh Shiren yang sedari tadi merapat menjauhkan dirinya dari genggaman Alden. Ia menatap tidak enak ke arah Keina dengan tatapan bingung."Maaf aku, kami..." Shiren terlihat tergagap, raut wajahnya menunjukkan kepanikan yang sangat.Seharusnya Keina mengamuk saat ini, seharusnya Keina men
Saat ia tiba di kediaman keluarga Keina, Alden disambut oleh wajah Tiana yang menatapnya dengan panik."Alden, sebenarnya ada apa? Kenapa Keina datang membawa koper semalam? Apa kalian bertengkar?"Alden menghela nafasnya panjang mendengar penuturan Tiana, ia tidak menyangka jika Keina akan mengambil langkah seceroboh ini semenjak pernikahan mereka. Jika seperti ini, rusak sudah semua citra menantu terbaik yang selama ini sudah ia bangun.Alden mengusap tangan Tiana dengan lembut, "Tidak apa-apa Ma, biar Alden yang membujuk Keina untuk pulang."Alden bergerak maju ke dalam rumah Tiana. Alden mendengus saat melihat Keina sudah duduk di sana seolah menunggu kedatangannya."Ayo kita pulang, Sayang. Aku minta maaf, kita bicarakan ini di rumah."Alden segera menarik tangan Keina, namun ia terhenyak saat Keina menepis tangannya dengan kasar. Sesuatu yang tidak pernah Keina lakukan selama mereka bersama. Tunggu, bukankah ini juga pertama kalinya Keina kabur meninggalkan rumah yang mereka tin
Saat Keina tidak sadarkan diri di hadapannya, Alden teramat shock. Ia tertegun menatap wajah pucat Keina yang terbaring di ranjang rumah sakit. Ada perasaan bersalah yang menelusup hatinya saat melihat Keina seperti ini. Kenapa Keina sampai pingsan? Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah dia sendiri yang menginginkan perceraian mereka, tapi kenapa Keina Nayara malah membuatnya cemas tepat sebelum perceraian mereka terjadi?"Bisa saya bicara sebentar dengan keluarga?"Alden yang tengah menatap ke arah Keina seketika mengalihkan pandangannya ke arah dokter yang sudah memeriksa Keina."Saya ayahnya, bagaimana keadaan anak saya, Dok?""Apa tidak ada suaminya? Saya harus bicara dengan suaminya."Semua orang di sana terlihat menatap ke arah Alden. Alden mengerjapkan matanya dengan bingung. Suami? Kenapa dokter Keina tiba-tiba membahas mengenai suami?"Ah, maaf dokter, tapi kenapa Anda menanyakan perihal suami anak saya?" Tanya Handika, raut wajahnya menunjukkan rasa penasaran yang teramat se
Meski Keina sudah bersikeras bahkan hampir memohon untuk ikut dengan orang tuanya saja, semua orang menentang keinginannya dengan keras. Tepat setelah ia dipulangkan dari rumah sakit, Keina tetap diserahkan kepada Alden dan memintanya kembali ke rumah tinggal mereka."Ingat Alden, jangan pernah menyakiti Keina dan jaga dia baik-baik. Keina sedang mengandung penerus perusahaan kita. Ingat, Papa akan selalu mengawasi kalian berdua,"Keina menghela nafasnya panjang mendengar banyak wejangan yang diperuntukkan oleh Alden dan juga dirinya dari orang tua mereka. Bahkan saat Keina hendak bangkit dan berjalan sendirian saat turun dari mobil setelah diantar oleh mertuanya, Reyman dan juga Audrey malah berteriak mengagetkan dirinya dan juga Alden."Apa yang kamu lakukan, Alden? Cepat papah istrimu ke dalam!"Keina terlihat melebarkan matanya saat Alden menarik tubuhnya lalu melingkarkan tangannya ke arah pinggang Keina sementara tangannya yang lain memeluk pundak Alden."Aku bisa jalan sendir
Pembohong.Keina tahu ia sudah menjadi pembohong ulung yang berbakat saat ini. Ia baik-baik saja saat ini dan menerima hubungan Sean dan Shiren itu semua bohong. Mana mungkin ia baik-baik saja saat melihat kontak Shiren Athalia di layar ponsel Alden? Saat ini ia merasa sesak, sangat sesak hingga Keina memilih menghindar.Bukannya ia tidak merasakan sakit lagi, bukannya ia sudah tidak memiliki perasaan apapun di hatinya, namun untuk mengulangi kembali perasaan cintanya yang selalu tidak berbalas, Keina tidak bernyali. Lebih baik seperti ini, lebih baik ia merasa sakit hingga semakin membenci pria di hadapannya dan membuat perasaannya hilang seluruhnya."Ya Shiren?"Keina memejamkan matanya saat mendengar suara Alden yang menyambut panggilan Shiren. Ini hanya sementara, rasa sakit ini hanya akan dirasakan sementara olehnya dan akhirnya Keina pasti tidak akan memperdulikannya lagi. Keina tersenyum miris lalu beranjak berjalan menuju kamar. Ia tidak akan mendengarkan keseluruhan percakapa
"Arghh!!!"Beberapa barang berserakan di bawah lantai di hadapan Shiren Athalia. Shiren menarik nafasnya lalu menghembuskannya dengan kasar, setelah melampiaskan amarahnya, ia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Sial, menyebalkan sekali! Padahal ia sudah merencanakannya sejauh ini, tapi lihat apa yang terjadi? Keina hamil katanya? Cih! Seorang pria tetap saja pria, padahal Alden bilang bahwa hanya dirinya yang ia cintai, tapi dia malah menyentuh perempuan sialan itu!Kata siapa ia merelakan Aldennya menikah dengan orang lain? Tidak, Shiren tidak pernah merelakannya. Ia menghilang dari hadapan Alden karena desakan orang tuanya yang memberikannya banyak uang, namun setelah uang itu habis, Shiren merasa hampa. Ia menginginkan Alden kembali, ia butuh sesuatu yang lebih dan ia pikir ia harus merebut Alden kembali dan menjadikan pria konglomerat itu menjadi miliknya lagi.Padahal Shiren sudah sejauh ini, padahal satu langkah lagi selesai Shiren bisa menjadi Nyonya Syarakar di kediaman mewa
Alden membuka jas bajunya lalu menekan leher Keina yang tengah muntah dengan hebat. Perasaannya menjadi semakin cemas saat melihat wajah Keina yang semakin pucat pasi."Kenapa kau masih ada di sini? Kau tidak pergi ke kantor?"Alden mendesah melihat Keina yang masih sempat-sempatnya bertanya tentang dirinya yang belum pergi ke kantor."Bagaimana bisa aku pergi jika melihatmu kacau seperti ini? Aku tidak akan pergi."Baru saja ia membalas perkataan gadis itu, Keina kembali muntah. Dengan cekatan Alden kembali membantu wanita itu. Alih-alih merasa jijik, Alden merasa sangat iba melihat kondisi Keina yang seperti mabuk parah.Apa ini yang dinamakan morning sickness? Alden baru melihatnya secara langsung seperti ini. Melihat Keina yang kepayahan karena rasa mual yang dideritanya membuat Alden merasa sangat tidak tega."Ayo ku bantu,"Keina terlihat menolak bantuannya secara halus, "Aku bisa berjalan sendiri, tidak apa-apa."Alden hanya terdiam melihat kekeraskepalaan Keina. Dengan langkah
"Kau benar-benar akan pergi sekarang? Tanpa melihat pernikahanku terlebih dulu?" rengek Keina kepada Adrian. Hari ini adalah hari dimana Adrian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seperti yang ia sudah ia rencanakan sedari awal. Karena keadaan Alden sudah stabil, ia merasa cukup tenang meninggalkan Keina sendirian sekarang."Bukankah sudah ku bilang, aku tidak akan mau menanggung resiko menangis di hari itu."Keina membrenggutkan wajahnya, ia segera merentangkan tangannya di depan Adrian, "Kalau begitu aku akan memelukmu saja."Adrian tersenyum kecil mendengar ucapan itu, ia segera memeluk Keina dengan erat."Apa aku patung di sini?" timpal Alden yang sedari tadi hanya mengawasi tingkah Adrian dan juga Keina. Matanya menatap tajam ke arah mereka yang malah asyik berpelukan. Sebal melihatnya, Alden segera menarik tubuh mungil Keina untuk menjauh dari jangkauan Adrian, "Sudah hentikan, jika kau terus memeluknya seperti itu, ia akan mengurungkan niatnya kembali untuk pergi.""Astaga
Saat mengetahui bahwa Alden yang datang menjenguk dirinya hari ini, raut wajah Clara seketika berubah cerah, ia segera merangsek maju dengan antusias saat sampai di ruang tunggu para tamu."Alden, akhirnya kau menemuiku, bagaimana keadaanmu? Aku sungguh minta maaf karena membuat dirimu celaka tempo hari. Itu karena Keina–""Kau sedang membicarakan aku, Clara?"Kata-kata Clara seketika tergantung begitu saja saat melihat Keina yang ternyata mengikuti langkah Alden dari belakang."Kenapa diam? Lanjutkan saja perkataanmu." ujar Keina dengan tatapan tajam."Dia yang sudah membuat kita seperti ini, Alden. Kau harus mengeluarkan aku dari sini, aku sama sekali tidak bersalah, dia mencoba memisahkan kita.""Astaga wanita ini benar-benar gila." dengus Keina tidak percaya. Setelah semua yang ia lakukan, Clara sama sekali tidak merasa bersalah."Alden katakan sesuatu!" Jerit Clara dengan kesal karena melihat Alden yang hanya terdiam."Kau ingin aku mengatakan sesuatu?"Clara mengangguk kecil, "K
"Tentu saja bodoh! Aku mengingat semuanya, semuanya termasuk rencana pernikahan kita sebelumnya."Keina membekap mulutnya, merasa sangat terharu dengan seluruh keajaiban ini, ia sungguh tidak menyangka akhirnya hari ini datang juga, hari dimana Alden akan kembali mengingat cinta mereka, "Astaga!""Tadi kau bilang apa? Kau mau menjauh dariku setelah ini? Dua kali aku hampir mati untukmu, tapi kau malah mau meninggalkan aku. Kau pikir siapa–"Alden tersentak saat tiba-tiba merasakan bibir Keina yang mengecupnya. Matanya mengerjap sempurna, merasa tidak percaya jika Keina akan melakukan ini.Setelah mengecup bibir Alden selama beberapa menit, Keina menjauhkan dirinya, "Aku senang kau selamat, aku senang kau mengingatku lagi, Alden." ujar Keina dengan berurai air mata. Penantiannya kali ini ternyata mendapat sambutan hangat, Alden akhirnya dapat mengingat dirinya.Alden tersenyum mendengar ucapan Keina, ia mengusap air mata Keina yang masih mengalir, "Aku minta maaf karena membuatmu kesuli
Puas menumpahkan semuanya di dalam bilik toilet, Keina segera bangkit. Perlahan Keina kembali ke ruangan Alden. Keina tersentak saat melihat Audrey dan juga Handika sudah ada di sana, raut wajah bersalah kembali memenuhi hatinya. Keina segera berlari ke arah Audrey hendak menjatuhkan diri untuk berlutut di hadapan kedua figur yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri."Maafkan Keina Ma, sungguh maafkan Keina.""Bangun Keina, apa yang kamu lakukan?"Keina hanya bisa tergugu, ia bangkit dengan air mata yang masih mengalir tiada henti."Keina selalu membuat Alden seperti ini, maafkan Keina.""Sudahlah Sayang, Dokter sudah menangani Alden, kita berdoa saja yang terbaik untuknya. Kamu juga terluka saat ini."Keina mengangkat wajahnya merasa tidak percaya jika Audrey tidak menyalahkan dirinya, Audrey bahkan terlihat lebih tegar dibandingkan dengan saat Alden mengalami kecelakaan saat itu."Mama tidak marah padaku?""Untuk Mama marah? Mama marah pun tidak akan membuat Alden sembuh le
"Hentikan!!"Keina yang hampir frustasi dengan keadaannya segera mengangkat wajah saat mendengar teriakan itu. Harapan segera terlihat di sudut matanya, akhirnya Tuhan menjawab do'anya, Alden ada di sana mendobrak pintu gudang dengan tatapan nyalang yang ia berikan.Clara terlihat terkejut, ia tidak menduga akan kehadiran Alden yang berada di sini. Padahal ia sudah melakukan rencana serapi mungkin, tapi kenapa Alden ada di sini?Alden terhenyak melihat keadaan Keina, amarahnya segera naik ke ubun-ubun melihat beberapa pria tengah melecehkan Keina di sana. Baju Keina terlihat sudah compang-camping, dengan amarah yang teramat besar Alden segera menerjang maju ke arah mereka. Pukulan demi pukulan Alden layangkan, merasa tidak terima melihat orang lain menyentuh Keina sesuka hati. Mendengar tangisan Keina yang begitu menyayat membuat bara api di dalam hatinya semakin menyala-nyala. Berani sekali! Berani sekali mereka menyentuh Keina!"Kurang ajar kalian! Kurang ajar! Berani sekali kalian m
Tepat saat Alden merasa sangat frustasi dengan keadaan yang menimpa Keina, ponselnya berdering dengan nyaring. Alden segera mengangkat panggilan itu ternyata itu dari Erik."Bagaimana Erik? Kau menemukan jejak Keina di lokasi terakhir yang aku kirimkan?""Ya Pak, saya juga menemukan mobil yang membawa Nona Keina. Saya akan segera mengirim lokasi terakhir mobil itu ditemukan dengan bantuan orang-orang profesional kita."Mendengar hal itu Alden kembali memantapkan pemikirannya, Alden segera menyalakan mesin mobilnya lalu melihat ke arah pesan Erik. Keningnya berkerut dalam melihat lokasi pesan itu, lokasinya mengarah kepada tempat dimana pabrik makanan yang sudah terbengkalai. Pasti Keina ada di sana. Mata Alden segera berubah dengan yakin, ia harus bisa menemukan Keina secepatnya.****Keina mengerjapkan matanya saat kesadarannya mulai kembali. Ia terhenyak saat matanya menangkap pemandangan di hadapannya. Ruangan tempat ia berada sepertinya merupakan bangunan tua. Rasa pengap dan deb
Keina mengulas senyumnya dengan lebar saat mendapati telepon dari Alden. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkan ponselnya ke arah telinga.Keina berdeham sejenak, mencoba mengendalikan dirinya agar tidak terlalu terlihat antusias."Ya Alden?" Tanyanya dengan nada setenang mungkin."Kau ada di mana?""Aku ada di rumah, kenapa?" jawab Keina enteng."Mau bertemu?"Senyuman lebar kembali terukir di wajahnya saat mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Alden, "Ya, boleh. Kapan?""Sekarang. Bisa?"Keina menundukkan wajahnya lalu melirik ke arah tubuhnya yang masih berantakan, "Ah bisa. Tapi, bisa kau beri aku waktu untuk bersiap dulu, tiga puluh menit?""Baiklah, tiga puluh menit, kita bertemu di rumah.""Rumah maksudmu–?""Rumah kita, Keina Nayara. Kita bertemu di sana. Aku rasa di sana tempat paling aman untuk kita bertemu.""Ah, baik."Setelah berkata seperti itu panggilan mereka seketika berhenti. Keina mengulas senyuman kembali lalu melesat ke arah kamar mandi, karena Ald
Meski merasa bingung dengan tindakan Alden, Keina hanya bisa membalas pelukan pria itu. Ia mengusap punggung Alden dengan perlahan, rasanya sudah lama sekali mereka tidak berpelukan seperti ini.Saat Alden melepaskan pelukan mereka, Keina segera bertanya, "Jadi, apa maksudnya?""Sebenarnya aku mengingatmu."Raut wajah Keina seketika berubah cerah mendengar ucapan Alden, ia mencondongkan tubuhnya ke arah pria itu, "Kau mengingatku? Jadi apa yang kau ingat?""Aku ingat dirimu dari masakan yang kau buat. Ku kira itu Clara yang membuatnya.""Astaga, jadi selama ini kau salah paham?""Begitulah,"Keina menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, ternyata ia terlalu menganggap remeh Clara Benedict. Bisa-bisanya Clara berbohong pada mereka selama ini."Bahkan dia menyombongkan diri padaku bahwa dia bisa mengambil hatimu, ternyata firasatku benar, dia menipumu." gumam Keina sambil memijat kepalanya.Alden yang mendengar hal itu segera mengambil tangan Keina, merasa sangat bersalah karena ia te
Tepat sebelum Keina membuka mulutnya, ponsel Alden berbunyi dengan nyaring. Keina segera menggeser tubuh pria itu lalu berkata, "Ponselmu, ponselmu berbunyi!" ujarnya dengan gugup.Alden segera mundur, ia mengambil ponsel yang berada di saku jasnya. Sejenak Alden terlihat termenung melihat siapa yang memanggilnya saat ini. Clara."Kau tidak mengangkatnya?" tanya Keina yang melihat Alden hanya terdiam dengan ponsel di tangan.Alden mengangkat wajah lalu mematikan ponselnya dengan cepat, "Sudahlah, tidak penting."Keina yang melihat hal itu mengerutkan dahinya, bukankah itu adalah telepon dari Clara? Kenapa Alden tidak mau mengangkatnya?"Kita lanjutkan saja perjalanan kita, bagaimana kalau kita ke rumah itu?""Maksudmu rumah kita terdahulu?""Ya, mungkin kau benar akan ada sesuatu yang tertinggal di sana. Mungkin aku harus berada di sana sedikit lebih lama."Meski merasa aneh dengan tingkah Alden, Keina mengangguk kecil. Saat ini adalah waktu bersama Alden, ia harus bisa memanfaatkan w