Tangan pria itu sedari tadi menunjukkan pergerakan. Satu per satu jari jemarinya bergerak secara perlahan. Mulai dari ibu jari hingga jari kelingking. Kelimanya bergerak secara bergantian. Tatapan mata gadis yang berada di sampingnya mulai berkaca-kaca. Suatu tanda yang menunjukkan bahwa betapa bahagia dia sekarang ini. Sungguh anugerah Tuhan yang Maha Kuasa. Momen sadarnya orang terkasih adalah yang paling ia tunggu-tunggu. Sebenarnya ia masih kurang percaya. Namun itu tak berlangsung selama setelah mata sang pujaan hati terbuka sepenuhnya. Gadis itu mendekat dan memanggil-manggil namanya."Ustaz Boim, Ustaz Boim, Ustaz sudah sadar. Alhamdulillah ya Allah!" panggil Fatimah seraya mengucap syukur.Meskipun Boim sudah kembali ke dunia nyata. Akan tetapi nyawanya belum terkumpul sepenuhnya. Dia masih setengah sadar dan menatap kosong langit-langit kamar Fatimah. Untuk mengembalikan kesadarannya, Boim kembali memejamkan kedua matanya. Selang beberapa detik kemudian ia perlahan-lahan m
"Maaf non. Bibi tidak sengaja," kata seorang wanita paruh baya yang merasa ketakutan.WajahWajah wanita itu terasa kalut melihat ekspresi sang majikan yang tak begitu bersahabat. Seorang gadis muda berjalan ke arahnya dengan tatapan mata penuh selidik. Wanita paruh baya itu tak berani memandang dan memilih sibuk memungut pecahan gelas yang berceceran di atas lantai. Sewaktu datang ke kamar majikannya tadi, ia begitu kaget hingga tak sadar menjatuhkan gelas yang dibawanya. Alhasil, minuman yang seharusnya diserahkan kepada tamu sang majikan pun tumpah ke mana-mana. Lantai kamar pun basah dipenuhi genangan air. Ya walaupun tidak terlalu banyak. Akan tetapi tumpahannya mengenang ke seluruh area lantai di sekitar kaki wanita itu."Sudah tidak apa-apa, Mari saya bantu bereskan," kata sang majikan sambil duduk berjongkok di hadapan asisten rumah tangganya. Ketika tangan gadis muda itu hendak menyentuh salah satu pecahan kaca, tiba-tiba tangannya dicekal seseorang. Ia pun langsung menol
Setelah Fatimah menjadi asisten pribadinya, Boim merasa terbantu. Kini pengaturan jadwal ceramah telah tertata rapi dan tak berantakan seperti dulu. Ia pun jadi punya banyak waktu untuk mengunjungi Farzana. Meskipun tanggapan gadis itu masih sama saja. Tetap dingin, cuek, dan judes. Tetapi tak jadi masalah bagi Boim. Ia tahu dibalik sikap tak bersahabat itu ada secercah rasa perhatian yang memang sengaja disembunyikan. Kan tahu sendiri, seorang Farzana Nazia memang punya tingkat gengsi selangit. Mumpung hari ini Minggu dan Fatimah juga mengabarkan tidak ada jadwal ceramah, Boim pun berencana mengunjungi rumah Farzana. Tujuannya tidak lain ingin mengajak sahabatnya itu joging bersama. Apalagi sudah lama mereka jarang keluar berdua. Pokoknya hari ini ia akan menghabiskan waktu liburan bersama Farzana. Dan tak seorang pun bisa mencegahnya. Kerinduan yang teramat dalam sudah menggerogoti relung hatinya. Akibat acara ceramah di luar kota beberapa minggu lalu, ia terpaksa berpisah sebent
Suara dering ponsel yang bergetar di atas meja belajar membuyarkan lamunan Boim. Ia pun bangun dari tidurnya lalu turun dari ranjang hendak mengambil ponsel tersebut. Pada layar tertera nama Fatimah. Dahi langsung Boim berkerut heran, tak biasanya gadis itu menelepon dirinya di hari Minggu. Sebenarnya Boim enggan menjawab karena ia tak suka hari liburnya diganggu. Namun hatinya berkata lain, pasti ada suatu hal penting sehingga membuat Fatimah terpaksa meneleponnya. Apalagi di pagi-pagi buta seperti sekarang. Dengan terpaksa akhirnya Boim menekan tombol panggil. "Assalamualaikum Fatimah," salam Boim."Waalaikumsalam Ustaz," jawab Fatimah di seberang telepon sana."Ada apa Fat, kamu telepon aku?" tanya Boim."Begini Ustaz. Tadi takmir Masjid Padang Makhsyar Kota Batu menelepon saya. Katanya jadwal kajian Ustaz untuk hari Senin besok diganti hari Selasa. Apakah Ustaz bisa kalau hari itu?" jelas Fatimah dengan nada bicara lemah lembutnya."Iya saya bisa. Beritahu beliau saya akan
"Eh eh eh eh sudah, cukup!" ucap seorang gadis dengan nafas terengah-engah yang sedang tiduran di atas kasur king size berwarna putih.Peluh keringat membasahi dahi beserta rambut panjangnya. Ia sudah tak tahan lagi dan ingin segera menghentikan semua kegilaan ini. Tubuh kecil nan ringkih itu sungguh tak berdaya untuk sekedar melawan perlakuan buruk dari seorang pria yang telah berani menjamah dua gundukan besar di dadanya. Ingin sekali rasanya ia mencakar wajah pria itu. Sayang seribu sayang, kedua tangannya tak mampu bergerak karena pria itu mencengkeram begitu kuat. Gadis itu pun hanya bisa pasrah sampai sang pria mencapai tingkat kepuasannya. Sudah lebih dari 1 jam lamanya ia menjadi pelampiasan nafsu pria itu. Tubuhnya terasa remuk dan tak mampu untuk digerakkan. Kedua kaki dan tangan merasakan keram yang begitu hebat karena terlalu lama dalam posisi berbaring. Ia terus meminta kepada sang pria agar berhenti. Akan tetapi sang pria kian gencar melancarkan aksinya dan tak memedu
Dua insan tengah terdiam sambil memakan makanannya masing-masing. Suasana hening menyelimuti ruang makan dan hanya terdengar denting sendok dan garpu saling beradu. Kedua orang itu mengunci rapat mulutnya dan enggan membuka sepatah kata apapun. Sebenarnya sang pria sesekali mencuri-curi pandang kepada sang wanita yang sedang terduduk di depannya. Dan sudah beberapa kali juga ia berdehem cukup keras guna mencairkan suasana yang penuh kecanggungan. Tetapi apa mau dikata, sang wanita bersikap acuh tak acuh dan sengaja menulikan pendengarannya. Ia tahu sang pria ingin mengajaknya berbicara. Sayang, untuk saat ini ia sedang tak ingin meladeni sang pria. Dia hanya ingin menghabiskan sarapannya dan bergegas pergi dari ruang makan.Setelah piring sang wanita bersih dari sisa-sisa makanan, Ia langsung berdiri kemudian melangkah menuju dapur sambil membawa piring di tangannya. Sang pria juga tak mau ketinggalan. Ia melahap habis makanan di piringnya dengan cepat agar bisa menyusul sang wanit
BoimJangan lupa hari ini datang ke kajian ya sayang.Melihat pesan yang dikirimkan Boim lewat aplikasi WhatsApp membuat Farzana senyum-senyum sendiri. Isinya sih biasa saja. Akan tetapi panggilan kata 'sayang' itu serasa mampu memompa jantungnya agar berdetak lebih kencang. Beruntung Boim tidak ada di hadapannya sekarang ini. Kalau iya, bisa dipastikan Farzana malu semalu-malunya. Mau ditaruh dimana muka ini kalau Boim sampai tahu. Ah, tak dapat dibayangkan. Dan Farzana juga tak mau membayangkan hal itu. Sontak gadis itu menepuk-nepuk pipi untuk mengembalikan kewarasan diri sendiri. Tekadnya sudah bulat dan tak boleh dibantah. Ia harus menghilangkan perasaan cintanya. Apapun akan ia lakukan. Salah satunya dengan mengabaikan pesan Boim. Dan sudah diputuskan, ia juga tak akan menghadiri kajian pria itu.Selesai membaca pesan Boim, Farzana langsung menghapusnya. Kemudian ia melempar ponsel miliknya ke sembarang arah di atas tempat tidur. Selanjutnya ia merebahkan diri dengan tidur terl
Gamis warna hijau muda yang dengan kerudung warna senada terlihat begitu cantik dikenakan oleh Farzana. Pancaran sinar bak seorang putri raja memang pantas disandangkan kepada dirinya. Dengan polesan make up tipis saja ia tampak mempesona. Setiap mata yang memandang pasti tak akan mau memalingkan tatapan matanya barang sedetik. Benar apa kata orang, gadis tomboy kalau sudah dandan memang membuat siapapun pangling. Farzana saja hampir tak mengenal bayangan dirinya ketika bercermin di depan kaca riasnya. Ia merasa sosok yang dilihatnya di depan cermin bukanlah dirinya. Ia seperti melihat bayangan orang lain. Ia sungguh tak percaya bahwa itu memang dirinya. Beberapa kali gadis itu mencubit pipinya untuk mengetahui apakah ini mimpi atau tidak. Dan ternyata semua ini nyata. Ia memang tidak sedang bermimpi.Untuk keluar kamar ia sedikit ragu. Takut jikalau sang ibu sampai pingsan ketika melihat penampilannya. Tahu sendiri kan, Umi Kalsum itu mudah kagetan. Kalau sudah terkejut pasti lang