Setelah Fatimah menjadi asisten pribadinya, Boim merasa terbantu. Kini pengaturan jadwal ceramah telah tertata rapi dan tak berantakan seperti dulu. Ia pun jadi punya banyak waktu untuk mengunjungi Farzana. Meskipun tanggapan gadis itu masih sama saja. Tetap dingin, cuek, dan judes. Tetapi tak jadi masalah bagi Boim. Ia tahu dibalik sikap tak bersahabat itu ada secercah rasa perhatian yang memang sengaja disembunyikan. Kan tahu sendiri, seorang Farzana Nazia memang punya tingkat gengsi selangit. Mumpung hari ini Minggu dan Fatimah juga mengabarkan tidak ada jadwal ceramah, Boim pun berencana mengunjungi rumah Farzana. Tujuannya tidak lain ingin mengajak sahabatnya itu joging bersama. Apalagi sudah lama mereka jarang keluar berdua. Pokoknya hari ini ia akan menghabiskan waktu liburan bersama Farzana. Dan tak seorang pun bisa mencegahnya. Kerinduan yang teramat dalam sudah menggerogoti relung hatinya. Akibat acara ceramah di luar kota beberapa minggu lalu, ia terpaksa berpisah sebent
Suara dering ponsel yang bergetar di atas meja belajar membuyarkan lamunan Boim. Ia pun bangun dari tidurnya lalu turun dari ranjang hendak mengambil ponsel tersebut. Pada layar tertera nama Fatimah. Dahi langsung Boim berkerut heran, tak biasanya gadis itu menelepon dirinya di hari Minggu. Sebenarnya Boim enggan menjawab karena ia tak suka hari liburnya diganggu. Namun hatinya berkata lain, pasti ada suatu hal penting sehingga membuat Fatimah terpaksa meneleponnya. Apalagi di pagi-pagi buta seperti sekarang. Dengan terpaksa akhirnya Boim menekan tombol panggil. "Assalamualaikum Fatimah," salam Boim."Waalaikumsalam Ustaz," jawab Fatimah di seberang telepon sana."Ada apa Fat, kamu telepon aku?" tanya Boim."Begini Ustaz. Tadi takmir Masjid Padang Makhsyar Kota Batu menelepon saya. Katanya jadwal kajian Ustaz untuk hari Senin besok diganti hari Selasa. Apakah Ustaz bisa kalau hari itu?" jelas Fatimah dengan nada bicara lemah lembutnya."Iya saya bisa. Beritahu beliau saya akan
"Eh eh eh eh sudah, cukup!" ucap seorang gadis dengan nafas terengah-engah yang sedang tiduran di atas kasur king size berwarna putih.Peluh keringat membasahi dahi beserta rambut panjangnya. Ia sudah tak tahan lagi dan ingin segera menghentikan semua kegilaan ini. Tubuh kecil nan ringkih itu sungguh tak berdaya untuk sekedar melawan perlakuan buruk dari seorang pria yang telah berani menjamah dua gundukan besar di dadanya. Ingin sekali rasanya ia mencakar wajah pria itu. Sayang seribu sayang, kedua tangannya tak mampu bergerak karena pria itu mencengkeram begitu kuat. Gadis itu pun hanya bisa pasrah sampai sang pria mencapai tingkat kepuasannya. Sudah lebih dari 1 jam lamanya ia menjadi pelampiasan nafsu pria itu. Tubuhnya terasa remuk dan tak mampu untuk digerakkan. Kedua kaki dan tangan merasakan keram yang begitu hebat karena terlalu lama dalam posisi berbaring. Ia terus meminta kepada sang pria agar berhenti. Akan tetapi sang pria kian gencar melancarkan aksinya dan tak memedu
Dua insan tengah terdiam sambil memakan makanannya masing-masing. Suasana hening menyelimuti ruang makan dan hanya terdengar denting sendok dan garpu saling beradu. Kedua orang itu mengunci rapat mulutnya dan enggan membuka sepatah kata apapun. Sebenarnya sang pria sesekali mencuri-curi pandang kepada sang wanita yang sedang terduduk di depannya. Dan sudah beberapa kali juga ia berdehem cukup keras guna mencairkan suasana yang penuh kecanggungan. Tetapi apa mau dikata, sang wanita bersikap acuh tak acuh dan sengaja menulikan pendengarannya. Ia tahu sang pria ingin mengajaknya berbicara. Sayang, untuk saat ini ia sedang tak ingin meladeni sang pria. Dia hanya ingin menghabiskan sarapannya dan bergegas pergi dari ruang makan.Setelah piring sang wanita bersih dari sisa-sisa makanan, Ia langsung berdiri kemudian melangkah menuju dapur sambil membawa piring di tangannya. Sang pria juga tak mau ketinggalan. Ia melahap habis makanan di piringnya dengan cepat agar bisa menyusul sang wanit
BoimJangan lupa hari ini datang ke kajian ya sayang.Melihat pesan yang dikirimkan Boim lewat aplikasi WhatsApp membuat Farzana senyum-senyum sendiri. Isinya sih biasa saja. Akan tetapi panggilan kata 'sayang' itu serasa mampu memompa jantungnya agar berdetak lebih kencang. Beruntung Boim tidak ada di hadapannya sekarang ini. Kalau iya, bisa dipastikan Farzana malu semalu-malunya. Mau ditaruh dimana muka ini kalau Boim sampai tahu. Ah, tak dapat dibayangkan. Dan Farzana juga tak mau membayangkan hal itu. Sontak gadis itu menepuk-nepuk pipi untuk mengembalikan kewarasan diri sendiri. Tekadnya sudah bulat dan tak boleh dibantah. Ia harus menghilangkan perasaan cintanya. Apapun akan ia lakukan. Salah satunya dengan mengabaikan pesan Boim. Dan sudah diputuskan, ia juga tak akan menghadiri kajian pria itu.Selesai membaca pesan Boim, Farzana langsung menghapusnya. Kemudian ia melempar ponsel miliknya ke sembarang arah di atas tempat tidur. Selanjutnya ia merebahkan diri dengan tidur terl
Gamis warna hijau muda yang dengan kerudung warna senada terlihat begitu cantik dikenakan oleh Farzana. Pancaran sinar bak seorang putri raja memang pantas disandangkan kepada dirinya. Dengan polesan make up tipis saja ia tampak mempesona. Setiap mata yang memandang pasti tak akan mau memalingkan tatapan matanya barang sedetik. Benar apa kata orang, gadis tomboy kalau sudah dandan memang membuat siapapun pangling. Farzana saja hampir tak mengenal bayangan dirinya ketika bercermin di depan kaca riasnya. Ia merasa sosok yang dilihatnya di depan cermin bukanlah dirinya. Ia seperti melihat bayangan orang lain. Ia sungguh tak percaya bahwa itu memang dirinya. Beberapa kali gadis itu mencubit pipinya untuk mengetahui apakah ini mimpi atau tidak. Dan ternyata semua ini nyata. Ia memang tidak sedang bermimpi.Untuk keluar kamar ia sedikit ragu. Takut jikalau sang ibu sampai pingsan ketika melihat penampilannya. Tahu sendiri kan, Umi Kalsum itu mudah kagetan. Kalau sudah terkejut pasti lang
"Fat, acaranya dimulai jam berapa?" tanya Boim yang kini sedang duduk di ruang panitia menunggu gilirannya mengisi ceramah."Masih 2 jam lagi ustaz," jawab Fatimah sambil melihat jam tangan. "Kalau begitu aku tak keluar sebentar ya," karena sesi dirinya masih lama, Boim berniat pergi keluar."Mau ke mana Ustaz?" tanya Fatimah yang tak rela ditinggalkan Boim sendirian."Jalan-jalan aja sebentar," jawab Boim seraya bangkit dari duduknya."Mau saya temani Ustaz?" tanya Fatimah sembari ikut berdiri juga."Tidak perlu. Kamu disini saja. Nanti kalau panitia cari saya gimana. Tenang saja, saya nggak akan lama. Nanti kalau ada apa-apa kamu bisa telepon saya kan?" kata Boim memberi pengertian. Sebenarnya ia sengaja pergi keluar karena ingin menelepon Farzana. Ia ingin memastikan apakah sang pujaan hati sudah berangkat apa belum? Kalau ia menelepon di depan Fatimah pasti suasana berubah canggung. Apalagi Fatimah punya perasaan kepadanya. Ia takut menyakiti hati gadis itu. "Ta-ta-pi,
Setelah menyelesaikan sarapan pagi, baik Farzana dan Umi Kalsum hendak berangkat ke Kajian Boim yang ada di Masjid Padang Mahsyar Kota Batu. Namun sebelum itu Farzana harus menunggu sang ibu selesai berdandan. Jadinya sekarang gadis itu tengah terduduk diam sambil menonton televisi. Beberapa kali ia sempat menghela nafas karena kesal sang ibu sedari tadi tak kunjung keluar. Sudah lebih dari 1 jam ia menunggu. Hampir saja kehilangan kesabaran dan hendak menghampiri kamar sang ibu, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Senyum merekah pun menghiasi wajah cantik Farzana. Akhirnya, setelah sekian purnama orang yang ditunggu muncul juga. Menurut Farzana sang ibu terlibat begitu cantik mengenakan gamis warna hitam dan kerudung syar'i warna senada. Sungguh tidak seperti wanita paruh baya dan justru tampak awet muda.Ketika sang ibu datang menghampiri, Farzana bersiul riang menggodanya. Wajah cemberut pun langsung tampak di wajah Umi Kalsum. Sambil memasukkan barang bawaannya ke dalam tas