“Bi, mending lo pulang aja deh. Biar Rosa urusan gue!” kesalnya, padahal Rosa adalah adik kandungnya. Akan tetapi temannya selalu menyerobot apa yang dibutuhkan Rosa.
“Mending lo duduk aja deh, biar Rosa gue yang urus.”
“Gue ‘kan Kakak. Kenapa jadi lo yang repot sih.”
“Lo Kakaknya, sedangkan gue bosnya. Jadi wajar aja gue kasih perhatian sama karyawan gue!”
“Alibi banget lo!” melihat pertengkaran kakaknya dengan bosnya, Rosa hanya bisa tersenyum. Ia sih tidak masalah jika Abian membantu dirinya jika ia mengalami kesulitan, jika dibandingkan kakaknya. Abian lebih telaten dan sedikit berhati-hati.
***
"Cih, lihat aja kalau tuh duda tua pepet Rosa terus,” gumamnya mengingat ketika di rumah sakit. Brian benat-benar tidak diberi kesempatan untuk merawat adiknya. “Tapi, gue enggak sangka. Model kaya Abian udah nikah
"Keluar sana! Gue mau kerja.”“Jadi lo usir gue? Oke, fine. Kalau lu usir gue dari sini, jangan harap lo bisa dekat lagi sama Ade gue!” Brian langsung berjalan ke arah pintu keluar, tak disangka Abian menahan lengan temannya. “Jangan beper lo, gue Cuma bercanda doang! Yailah, gitu aja dimasukin ke hati.” Brian tersenyum puas, baru diancam sedikit aja Abian ketar-katir.“Makannya Bi, lo harus bisa ambil hati gue. Bikin gue senang, siapa tahu hati gue luluh.” Mendengar hal itu Abian hanya berdesis. Rasanya dia mau muntah seember.Selama seharian penuh Brian berada di ruang kerja, tanpa melakukan aktifitas apa pun. Yang Brian lakukan hanyalah main ponsel, mengawasi Rosa bekerja, hingga tertidur di atas sofa. Sedangkan Abian tidak mempermasalahkan hal tersebut, selama Brian tidak menggangu pekerjaanya.“Lo enggak bosen apa di sini terus seharian?&rdqu
“Rosa? Ke sini dong.” Rosa melihat kea rah bosnya yang memanggil dirinya. Ia langsung bangkit dan berjalan kea rah arahnya. Melihat Rosa ada di depan matanya, pemilik café ini seketika terbelalak. Matanya terbuka lebar, mulutnya sampai menganganga melihat wajah Rosa mirip mendiang istri Abian.“Pa-Pak, dia—“ pemilik salon menunjuk Rosa dengan jarinya yang masih bergetar.“Namanya Rosa, dia ini perempuan. Jadi saya minta tolong sama kamu, tolong bikin dia makin cantik kaya artis Korea ya,” pintanya, sedangkan pemilik salon masih menatap takjub dengan wajah Rosa. Bisa ganteng, bisa juga cantik.“Luar biasa!” ujaranya lagi mengaggumi ketampanan Rosa. ia melihat penampilan Rosa dari ujung kepala hingga ujung kaki. Benar-benar mirip mendiang istri Abian. "Kaya kembarannya Mbak Birdella," ujarnya dalam hati.Hampir satu jam lebih Rosa berada di s
Brak!!Bunyi suara meja dipukul hingga keras. Membuat benda di sekitarnya terjatuh ke lantai."Aku enggak mau Yah! Jangan paksa aku untuk melakukan apa yang Ayah inginkan dariku!" Rosa yang sudah tidak tahan dengan permintaan ayahnya, akhirnya meluapkan emosinya dengan cara memukul meja kerja ayahnya."Kamu yakin enggak mau?" Sekali lagi ayahnya terus menawarkan sesuatu yang menggiurkan bagi sebagian orang."Enggak!" tegas Rosa."Kalau kamu mau menuruti apa kata Ayah, hidupmu akan bahagia. Banyak uang, hidup mewah, kamu bisa melakukan apa pun yang kamu mau di dunia ini,” ucap ayah terus membujuk agar anaknya mau menuruti keinginannya."Aku bukan tipe orang yang haus akan kekayaan, aku bukan seperti Ayah dan juga kakak-kakakku yang lainya. Jadi stop memaksaku untuk mengurus semua perusahaan Ayah!” Sudah cukup Rosa merasakan pender
Sayang, hari ini aku boleh enggak berkumpul sama teman-temanku di club malam?" tanya Mila ia senang sekali menghabiskan uang suaminya di tempat club malam. Bahkan dalam semalam Mila bisa menghabiskan uang hingga ratusan juta."Iya boleh, nanti aku akan menyuruh Radit untuk mentarnsfer uangnya kedalam rekeningmu." Aska mengusap rambut istrinya dengan lembut, ia senang sekali dengan rambut panjang milik Mila. Aska paling senang dengan wanita yang mempunyai rambut panjang."Oke, jangan lama-lama ya transfer uangnya. Kalau lama, aku enggak bisa pergi dong sama teman-teman aku." Mila memajukan bibirnya membuat Aska semakin gemas dengan istri barunya."Iya, apa sih yang enggak buat kamu. Ya udah lanjut lagi ya makan malamnya, pokoknya kamu harus menghabiskan makanan yang ada di sini.”“Enggak mau hah, nanti badan aku bisa gemuk.” Aska sangat mencintai istrinya ini. Apa pun yan
"Apa Ayah yakin dengan keputusan Ayah? Membiarkan Rosa mencari pekerjaan di luar kota?" Mendengar pertanyaan Brian, membuat ia berhenti mentanda tangani berkas."Apa kamu menguping pembicaraan kami berdua?""Maaf Ayah, aku bukan bermaksud untuk menguping pembicaraan kalian berdua. Aku tidak sengaja mendengar saat aku ingin ke sini.""Itu sama saja kamu menguping, kalau kamu enggak sengaja dengar seharusnya kamu bisa pergi!" Brian hanya bisa tertunduk malu. Ia jadi tidak enak ingin mengatakan tujuannya untuk menemui sang ayah.“Mau apa kamu ke sini?" tanya Aska melanjutkan pekerjaannya. Bria terlihat ragu untuk meminta suntikan dana untuk perusahaannya, saat ini perusahaan Brian sedang tidak baik-baik saja.“Kenapa kamu diam? Apa mulutmu sudah dijahit sehingga tidak bisa berbicara dengan Ayah. Atau kamu mau—“ Aska sengaja menghentikan ucapannya, ia in
Akhirnya Rosa bisa terbebas dari zona yang membuatnya terkekang. Kini ia bisa pergi sesuka hati tanpa harus diikuti oleh pengawal ayahnya. Sebelum ia pergi ke luar kota, ia terlebih dahulu mampir ke sebuah kontrakan kecil untuk mengajak temanya. Yang dulu pernah menolong Rosa saat ia kabur dari rumah. Sampai di kontrakan ia pun mengetuk pintunya.Tok..tok.."Tunggu sebentar," ucap seorang wanita muda membuka pintu.Ceklek!"Dinda!” saat melihat temanya sudah ada di depan matanya Rosa langsung memeluk temannya yang bernama Dinda Lestari. Sudah lama sekali Rosa tidak bertemu dengan Dinda."Ya, ampun, Rosa. ini benaran kamu? Ya, Tuhan." Dinda begitu terkejut dengan kedatangan Rosa, ia yang sudah rindu dengan temannya langsung membalas pelukan dari Rosa."Sudah lama kita enggak ketemu, aku kangen banget sama kamu Din. Gimana kabar ka
“Dinda? Bagaimana? Apa kamu mau ikut denganku.” Rosa menatap mata Dinda dengan tatapan melas, agar ia mau menuruti keinginannya."Hmm, oke deh. Aku mau." Dalam sekejab mata Rosa langsung membinar, senyumnya mengembang lebar. "Good job, heheh." Rosa senang, akhirnya Dinda mau ikut dengannya ke luar kota, walau pun di hati Dinda ragu. ia pun mau mengikuti saran dari Rosa.Sebenarnya Dinda sudah lelah bekerja di sebuah pabrik plastik yang bayaran hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya setiap hari, ditambah lagi masih ada adik yang butuh biaya yang cukup besar untuk sekolahnya. Untungnya lagi, ia masih mempunyai pekerjaan sampingan untuk keluarganya. Ini semua berkat Rosa.***Tiga hari kemudian Rosa dan Dinda telah sampai di Kota S. Mereka berdua pergi menggunakan kereta kelas eksekutif semua biaya sudah Rosa tanggung. Tugas Dinda hanya menuruti perkataan Rosa. Butuh waktu 8 jam untuk sampai
"Ada tamu rese! Masa minta kamar VVIP sama pihak hotel, udah gitu minta panggil atasan kita lagi.” Lia menunjuk ke arah Rosa dengan kepalanya sambil melipatkan kedua tangannya di dada.Mata Sri langsung menoleh ke arah Rosa dan juga Dinda, matanya terus memperhatikan penampilan Rosa dari atas kepala hingga bawah kaki. Begitu juga dengan Dinda yang tak luput dari mata Sriyani."Pfft." Sriyani langsung menahan tawanya dengan cara menutup mulutnya pakai satu tangannya. Sebenarnya ia ingin tertawa kencang melihat penampilan Rosa dan juga Dinda, apalagi Dinda terlihat seperti orang kampung dengan pakaian biasanya."Mohon maaf nih, rasanya gue pengen ketawa," bisik Sriyani pada Lia."Ketawa aja Beb, gue juga dari tadi pengen ketawa kok," timpal Lia, ia juga heran bagaimana bisa Rosa yang berpenampilan seperti ini menyewa kamar VVIP untuk d
“Rosa? Ke sini dong.” Rosa melihat kea rah bosnya yang memanggil dirinya. Ia langsung bangkit dan berjalan kea rah arahnya. Melihat Rosa ada di depan matanya, pemilik café ini seketika terbelalak. Matanya terbuka lebar, mulutnya sampai menganganga melihat wajah Rosa mirip mendiang istri Abian.“Pa-Pak, dia—“ pemilik salon menunjuk Rosa dengan jarinya yang masih bergetar.“Namanya Rosa, dia ini perempuan. Jadi saya minta tolong sama kamu, tolong bikin dia makin cantik kaya artis Korea ya,” pintanya, sedangkan pemilik salon masih menatap takjub dengan wajah Rosa. Bisa ganteng, bisa juga cantik.“Luar biasa!” ujaranya lagi mengaggumi ketampanan Rosa. ia melihat penampilan Rosa dari ujung kepala hingga ujung kaki. Benar-benar mirip mendiang istri Abian. "Kaya kembarannya Mbak Birdella," ujarnya dalam hati.Hampir satu jam lebih Rosa berada di s
"Keluar sana! Gue mau kerja.”“Jadi lo usir gue? Oke, fine. Kalau lu usir gue dari sini, jangan harap lo bisa dekat lagi sama Ade gue!” Brian langsung berjalan ke arah pintu keluar, tak disangka Abian menahan lengan temannya. “Jangan beper lo, gue Cuma bercanda doang! Yailah, gitu aja dimasukin ke hati.” Brian tersenyum puas, baru diancam sedikit aja Abian ketar-katir.“Makannya Bi, lo harus bisa ambil hati gue. Bikin gue senang, siapa tahu hati gue luluh.” Mendengar hal itu Abian hanya berdesis. Rasanya dia mau muntah seember.Selama seharian penuh Brian berada di ruang kerja, tanpa melakukan aktifitas apa pun. Yang Brian lakukan hanyalah main ponsel, mengawasi Rosa bekerja, hingga tertidur di atas sofa. Sedangkan Abian tidak mempermasalahkan hal tersebut, selama Brian tidak menggangu pekerjaanya.“Lo enggak bosen apa di sini terus seharian?&rdqu
“Bi, mending lo pulang aja deh. Biar Rosa urusan gue!” kesalnya, padahal Rosa adalah adik kandungnya. Akan tetapi temannya selalu menyerobot apa yang dibutuhkan Rosa.“Mending lo duduk aja deh, biar Rosa gue yang urus.”“Gue ‘kan Kakak. Kenapa jadi lo yang repot sih.”“Lo Kakaknya, sedangkan gue bosnya. Jadi wajar aja gue kasih perhatian sama karyawan gue!”“Alibi banget lo!” melihat pertengkaran kakaknya dengan bosnya, Rosa hanya bisa tersenyum. Ia sih tidak masalah jika Abian membantu dirinya jika ia mengalami kesulitan, jika dibandingkan kakaknya. Abian lebih telaten dan sedikit berhati-hati.***"Cih, lihat aja kalau tuh duda tua pepet Rosa terus,” gumamnya mengingat ketika di rumah sakit. Brian benat-benar tidak diberi kesempatan untuk merawat adiknya. “Tapi, gue enggak sangka. Model kaya Abian udah nikah
"Eeh, tapi saya bisa kok pak pulang sendiri, lagian rumah saya dekat kok. Jadi enggak perlu diantar.”“Biarpun rumah kamu dekat, tetap saya antar pulang ke rumah. Malam-malam begini kita harus waspada dari tindak kejahatan.” Rosa memutar bola matanya malas, ia semakin risi. Baginya bosnya ini terlalu berlebihan.“Udah ya Pak, saya pulang dulu. Makasih deh tawaranya.” Dengan cepat ia berlari menuju pintu keluar.“Rosa! Tunggu saya.” Semakin ia mengejar Rosa, semkain jauh pula Rosa.***“Rosa?” ujar Abian dengan nada sedikit syahdu, membuat Rosa bergidik ngeri.“Dih, Pak Abian kenapa ya? Kok nada bicaranya jadi kaya cewek gitu sih?”“Hmm, saya mau minta tolong sama kamu? boleh?” lagi-lagi ia berucap dengan nada seperti perempuan.“Ngomongnya biasa aja
"Kamu pantas mendapatkan ini! Hukuman ini belum seberapa buat kamu. Aku akan memberikan hukuman yang berat lagi buat kamu!” ancamnya.Wajah cantik Mila kini sudah membiru, ia sudah kehabisan napas. Dengan cepat Aska melepaskan cekikanya. Ia tidak ingin Mila mati begitu saja. Ia ingin menghukum Mila dengan tanganya sendiri hingga Mila merasakan penderitaan."Hhukk...hhukkk." Mila menjatuhkan dirinya ke lantai, setelah ia lepas dari tangan Aska. napasnya sudah terengah-engah. nyawa dia hampir saja melayang.Aska memerintahkan pengawalnya, “bawa dia ke dalam mobil, dan ikat tubuhnya sekuat mungkin!” Mila hanya bisa pasrah tubuhhnya diseret paksa oleh pengawal ksusus. Sementara Brian dan Rosa sudah diamankan oleh para pengawalnya dan juga Abian yang sudah tiba di lokasi.“Ros, tolong kamu bertahan sedikit lagi. Kakak bakal bawa kamu ke rumah sakit, tolong jangan tinggalin Kakak se
1 pengawal pingsan. Tinggal sisa satu lagi. Karena takut ketahuan oleh pengawal yang lainya. Brian langsung mengeluarkan sebuah pisau ke arah pengawal, tepat mengenai keningnya seketika pengawal itu tewas."Rosa! Sadarlah Rosa. Ini Kakakmu!" Brian membagunkan Rosa yang sudah tidak sadarkan diri. Ia begitu sakit melihat keadaan adiknya yang cukup mengenenaskan. Brian tidak akan tinggal diam, dia akan membalas perbuatannya.Brian melepaskan ikatan tali dari tangannya, hati Brian semakin teriris melihat pergelangan tangan adiknya yang sudah penuh luka akibat ikatan tali terlalu kencang. Ia meneteskan air matanya, ia tidak sanggup melihat keadaan adiknya. Selama ia menjadi seorang kakak. Tidak pernah sekali pun ia melukai fisik adiknya, apalagi sampai separah ini.“Kak, Brian.” Sayup-sayup ia mendengar suara adiknya memanggil namanya. Ternyata adiknya masih bisa membuka matanya, ia mengusap air matanya agar adikn
Sudah 1 jam lebih Brian mengikuti mobil Mila, tetapi belum juga sampai di tempat tunjuan. Hingga akhirnya mobil Mila telah sampai di sebuah hutan yang lebat. Mobil Mila masuk ke dalam hutan. Begitu juga dengan Brian. Ia harus berhati-hati mengikuti mobil Mila agar tidak ketahuan. Setelah memasuki hutan yang paling dalam, mobil pun sampai di sebuah rumah tua yang sudah tidak berpenghuni.Diam-diam langkah Brian mengikuti Mila untuk sampai ke rumah tua. Tak di sangka ternyata rumah tersebut dijaga ketat oleh orang yang bertubuh kekar. Ada sekitar 3 orang yang menjaga di luar rumah dibagian luar.“Ck, penjaganya banyak banget di pintu depan,” gumamnya, ia terus memperhatikan rumah tua dan mencari celah agar bisa masuk ke dalam. Ia yakin jika adiknya pasti ada di dalam bersama dengan Mila. Brian mengembil ponselnya dalam saku celana untuk mengirim lokasi agar tim khususnya bisa datang ke sini untuk membantunya.
“Rosa lagi sama lo enggak?” Abian langsung bertanya ke inti permasalahan, ia lagi malas berdebat saat ini.“Lah, kenapa lo jadi nanya Rosa ke gue? Rosa 'kan lagi ada di kota tempat dia kerja.”“Serius lo?”“Serius lah, lagian ngapain juga gue sama si Rosa. Gue sekarang lagi di kota gue.”“Hoh, berarti Rosa lagi enggak sama lo ya? Ya udah gue tutup ya.”“Eh, jangan ditutup dulu! Sebenarnya kenapa sih lo nanya Ade gue lagi ada di mana?”“Semalam Ade lo enggak pulang ke rumah, temannya yang namanya Dinda sampai cari Rosa ke mana-mana tapi enggak ketemu. Malah ponselnya ada di gue sekarang, makannya gue hubungi elo, siapa tahu Rosa lagi sama lo.” Brian berdiri dari tempat duduknya, jantung berdetak kencang mengetahui adiknya belum pulang ke rumah sampai sekarang.&nbs
“Brian!” suara Mila sedikit ditinggikan agar Brian tersadar.“Eh, iya. Kenapa?”“Kamu ini kenapa sih? Dari tadi dipanggil kok enggak jawab?”“Masa sih?”“Dari tadi kamu terus lihatin saya loh, kamu ini kenapa sih? Apa penampilan saya terlihat aneh ya di mata kamu?” tanyanya membuat Brian kelimpungan, ia tidak sadar jika dirinya terus memperhatikan ibu tirinya ini. Ia sedang memikirkan mencari alasan yang tapat.“Kalung berliannya bagus, kayanya baru ya,” jar Brian baru mendapatkan ide ketika melihat kalung Mila.“Hoh, ini.” Mila menujuk ke arah kalungnya. “Kamu kok tahu kalau kalung berlian ini baru?”“I-iya, soalnya kelihatan silau. Kayanya kalungnya mahal ya?”“Enggak mahal kok, ini murah. Harganya cuma