Dara mengerjapkan kedua matanya perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah cantiknya.
Darah di dalam tubuh gadis itu seketika berdesir karena melihat dada bidang seorang pria saat pertama kali membuka mata. Rasa panas sontak menjalari wajah cantik Dara, meninggalkan semburat merah yang menghiasi kedua pipinya ketika menyadari jika dirinya berada di dalam dekapan Tama.
Aroma tubuh mereka pun bercampur menjadi satu. Bahkan jejak cinta mereka semalam masih membekas di tubuh keduanya.
Dara tersenyum lantas mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir Tama. "Sayang, bangun, sekarang sudah pagi," ucapnya seraya memainkan jemari lentiknya di dada bidang Tama.
"Sudah pagi, ya? Apa kamu sedang menggodaku, Sayang?" g
Dara berusaha terus menghindari Keynan karena ada hati yang harus dia jaga. Namun, Keynan malah semakin gencar menunjukkan perhatiannya. Cowok itu bahkan memberinya roti dan susu untuk makan siang.Jujur, Dara merasa tidak nyaman jika terus menghindari Keynan karena mereka berada di dalam satu kelompok yang sama.Dia akan berusaha melupakan ciuman tersebut dan memperbaiki hubungan mereka. Anggap saja mereka tidak pernah melakukan apa-apa."Kita jadi mengerjakan tugas hari ini, kan?" tanya Shasa sambil memasukkan jurnal-nya ke dalam tas.Dara mengangguk. Mereka memang berencana mengerjakan tugas dari Miss Calista sepulang kuliah."Di rumahku?" Shasa kembali bertanya."Kalau di rumahmu kayaknya kejauhan deh, Sha. Bagaimana kalau kita ambil jalan tengah saja?""Maksud kamu?""Bagaimana kalau kita mengerjakan
Keynan mempunyai sebuah impian, dia ingin hubungan kedua orang tuanya kembali harmonis seperti dulu. Dia yakin sekali sang ayah pasti mau memaafkan kesalahan yang ibunya lakukan dan memperbaiki kembali hubungan mereka yang sempat renggang.Namun, Keynan merasa Tama mulai berubah. Ayahnya dulu selalu menyempatkan diri untuk menjenguk Hana di rumah sakit sesibuk apa pun itu. Akan tetapi Tama sekarang jarang menjenguk Hana.Bahkan sebulan bisa dihitung dengan jari berapa kali Tama datang ke rumah sakit. Mungkin sekitar tiga atau empat kali.Keynan curiga Tama menjalin hubungan dengan wanita lain di belakang Hana. Apa lagi sang ayah jarang pulang ke rumah dan lebih senang menghabiskan waktu di luar.Keynan sadar apa yang Hana lakukan lima tahun lalu memang salah. Namun, Tama tidak seharusnya ikut berselingkuh untuk membalas perbuatan Hana.Tidak bisakah Tama memaafkan ke
Tama mengendarai sedan hitamnya sedikit kencang menuju rumah sakit. Raut cemas tergambar jelas di wajah tampannya. Untung saja jalanan yang dilaluinya sekarang lumayan sepi sehingga dia bisa tiba sedikit lebih cepat di rumah sakit.Tanpa menunggu waktu lama, Tama segera turun dari mobilnya lantas pergi ke ruangan Hana dirawat. Beberapa perawat terlihat keluar masuk ke dalam ruangan Hana sambil membawa alat medis yang tidak dia ketahui namanya. Semoga saja kondisi Hana tidak berbahaya dan nyawanya bisa diselamatkan.Sementara itu Keynan duduk di kursi yang berada tepat di depan ruangan Hana sambil menyatukan kedua tangannya dengan bertumpu di atas lutut. Telapak tangannya terasa sangat dingin dan basah. Jantung pun berdetak tidak nyaman. Keynan sekarang merasa takut, bingung, dan cemas karena sang ibu sedang berjuang mempertahankan diri antara hidup dan mati.Keynan benar-benar takut kehilangan Hana karena dia sangat menyayangi Hana meskipun wanita itu pernah mel
Hana mengerjapkan kedua matanya perlahan. Awalnya penglihatannya terlihat samar, tapi lama-kelamaan berubah jelas karena cahaya putih yang menerobos masuk ke dalam matanya.Aroma obat-obatan seketika menyeruak di indra penciuman Hana. Selang infus terpasang di tangan kanannya. Hana masih ingat dengan jelas kejadian nahas yang membuatnya berakhir di rumah sakit.Saat itu dia sedang bertengkar hebat dengan Tama. Dia merasa sangat menyesal sudah mengkhianati Tama dan ingin meminta maaf atas semua kesalahan yang pernah dia lakukan. Namun Tama tidak mau memaafkannya dan ingin berpisah.Akhirnya dia mengejar Tama hingga ke jalan raya. Namun, sebuah sedan berwarna merah tiba-tiba melaju kencang ke arahnya lalu menghantam tubuhnya dengan sangat keras hingga membuatnya koma selama lima tahun lamanya.Hana ingin mengambil segelas air putih yang berada di atas meja kecil samping tempat tidurnya kar
Sebagai seorang lelaki sejati, Tama memegang teguh ucapannya. Dia tidak beranjak sedikit pun dari sisi Hana.Dia hanya diam sambil terus memandangi Hana yang sedang tertidur lelap karena pengaruh obat.Wajah Hana masih terlihat sedikit pucat. Namun, kondisi wanita itu sudah jauh lebih baik sekarang.Tama memutar kepalanya ke kiri lalu ke kanan untuk merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku. Tama sebenarnya merasa sangat lelah dan butuh istirahat karena menjaga Hana semalaman. Namun, entah kenapa dia merasa berat sekali beranjak dari sisi Hana. Mungkin karena wanita itu pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya.Tanpa Tama sadari, Keynan sejak tadi melihat apa yang sedang dia lakukan. Putra semata wayangnya itu melihatnya sedang menyuapi Hana, bahkan menjaga Hana saat sedang tidur. Apa pun yang dia lakukan tidak ada yang luput dari perhatian Keynan.Melihat Tama yang begitu perhatian pada Hana membuat harapan di dalam diri Keynan kembali muncul
"Dara, apa kamu yakin ingin keluar?" Meeta menghampiri Dara yang sedang mengemasi pakaiannya di loker khusus pelayan. "Iya," jawab Dara tanpa ragu. "Kamu sudah gila?" pekik Meeta dengan suara yang cukup keras. Dia tidak pernah menyangka Dara begitu yakin dengan keputusannya. Bagaimana mungkin gadis itu memutuskan untuk berhenti bekerja di saat kondisi ekonominya tidak begitu baik? Apa Dara sudah kehilangan akal? "Ya, aku mungkin sudah gila." Meeta tertegun mendengar jawaban yang keluar dari bibir Dara. Dia bisa melihat dengan jelas kekalutan yang menghiasi wajah cantik gadis itu. Dara terlihat sangat kalut sekarang. "Dara, maafkan aku. Bukan maksud aku untuk—" "Aku tahu maksud Kak Meeta baik, tapi aku benar-benar sudah capek, Kak. Kakak tahu sendiri kan, bagaimana sikap pak Ferdy?" Meeta mengangguk. Selama ini Ferdy memang sering mencari-cari masalah dengan Dara. Padahal Dara sudah bekerja dengan sangat
"Ta-Tama?!" gumam Dara menatap lelaki berwajah tampan yang berjalan menghampirinya dengan pandangan tidak percaya.Jantung Dara seketika berdetak dua kali lebih cepat karena lelaki berkemeja biru itu tiba-tiba menarik tubuhnya dalam dekapan. Aroma musk bercampur dengan keringat yang menguar dari tubuh lelaki itu tercium jelas di indra penciumannya.Dara sekarang yakin sekali kalau lelaki yang sedang mendekapnya dengan erat adalah Tama."I miss you ...," gumam Tama sambil menenggelamkan wajahnya di leher Dara dan menghirup aroma tubuh gadis itu dalam-dalam seolah-olah leher Dara adalah tempat yang menyediakan oksigen paling murni bagi paru-parunya.Perasaan hangat seketika menyeruak dalam diri Dara karena lelaki yang selama ini dia rindukan ada di hadapannya sekarang. Dia merasa sangat bahagia."I miss you too ...," ucap Dara sambil balas memeluk Tama. Kristal bening itu jatuh begitu saja membasahi pipinya karena dia merasa sangat bahagia bisa berte
Keynan langsung menghampiri Dara lantas meletakkan kepala gadis itu di atas pangkuannya. Dia sangat terkejut karena telapak tangannya terasa panas ketika menyentuh pipi gadis itu. "Dara, hey! Buka matamu!" Keynan menepuk-nepuk kedua pipi Dara dengan pelan agar gadis itu kembali sadar. Namun, Dara tetap setia memejamkan kedua matanya. Merasa panik melihat Dara yang tidak kunjung sadarkan diri, Keynan pun membopong gadis itu ke kamar. Keynan kembali dibuat terkejut karena tempat tidur Dara terlihat sangat berantakan, tisu kotor pun berserakan di mana-mana. Keynan pun menarik selimut Dara ke bawah menggunakan kakinya, lalu membaringkan gadis itu di atas tempat tidurnya dengan hati-hati. Setelah itu Keyan mengambil handuk dan sebaskom air dingin di dapur untuk mengompres Dara secepat kilat. Keynan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Dara. Namun, dia yakin sekali kalau Dara pasti mengalami hal yang buruk hingga membuatnya sakit seperti sekarang.
Dara tertegun, sepasang mata caramell miliknya terpaku pada lelaki berkacama mata yang berjalan menghampirinya. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi lelaki tersebut. Dara tidak pernah menyangka Dirga datang ke pernikahannya dan Keynan karena dia tidak mengundang lelaki itu demi menjaga perasaan suaminya. Dirga menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi sesak yang menghimpit dadanya. Tangannya tanpa sadar menggenggam jemari wanita berkerudung merah muda yang menemaninya menghadiri resepsi pernikahan Dara dan Keynan dengan erat karena bagaimana pun juga Dara pernah mengisi ruang kosong di dalam hatinya. "Kamu baik-baik saja?" tanya Sabrina terdengar penuh perhatian. Dirga kembali menarik napas panjang lantas mengangguk samar. "Ya, aku baik-baik saja," jawabnya. Sabrina menatap Dirga dengan lekat. Sepertinya lelaki itu belum benar-benar bisa melupakan Dara dan berpura-pura terlihat tegar di depan banyak orang. "M-Mas Dirga ...?" Keynan memeluk pingga
"Kamu kan, sudah dapat kue sendiri, Ayes. Kue ini punya kakak.""Tapi Ayes masih mau kue lagi.""Kakak tidak akan memberikan kue ini padamu.""Dasar pelit!""Biarin."Kening Keynan berkerut dalam karena mendengar suara Ayes dan Keysha. Hari Minggu yang seharusnya dia gunakan untuk beristirahat sepertinya hanya akan menjadi angan-angan belaka karena Ayes dan Keysha sangat berisik. Mereka benar-benar mengganggu waktu istirahatnya.Keynan beranjak meninggalkan tempat tidurnya lantas menghampiri Ayes dan Keysha yang sedang memperebutkan sepotong kue brownies."Kenapa kalian berisik sekali?" tanya Keynan dengan wajah mengantuk karena dia baru bisa tidur jam satu semalam. Beberapa hari ini dia memang sengaja lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya karena lusa dia akan menikah dengan Dara."Ayes, ini, Pa. Udah punya kue sendiri tapi masih minta punya Keysha.""Ayes cuma minta sedikit, Dad. Tapi Keysha nggak mau ngasih. Dasar pelit!"Kedua mata Keysha sontak membulat mendengar ucapan Ayes bar
Keynan tampak begitu serius membaca berkas yang ada di tangannya padahal jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Semenjak satu minggu yang lalu lelaki itu memang sengaja menyibukkan diri dengan bekerja karena ingin mengalihkan pikirannya dari Dara dan Ayes.Namun, pekerjaan ternyata tidak berhasil membuatnya berhenti memikirkan Dara dan Ayes. Sehari begitu tiba di Indonesia, dia langsung menghubungi Dara untuk menanyakan kabar Ayes.Dara mengatakan kalau Ayes baik-baik saja. Namun, entah kenapa perasannya mengatakan kalau Dara sedang membohonginya. Sebagai seorang ayah yang memiliki ikatan darah dan batin dengan Ayes, dia seolah-olah bisa merasakan kalau Ayes sedang bersedih karena kepergiannya. Apa lagi dia tidak berpamitan pada Ayes."Kau belum pulang?"Keynan mengalihkan pandang dari berkas yang ada di tangannya sekilas agar bisa menatap Brian yang sedang berjalan menghampirinya."Kau sendiri kenapa masih di sini? Bukankah aku sudah memintamu untuk pulang dari tadi?""Aku tadi s
Tidak ada yang membuka suara sejak lima belas menit yang lalu. Dara hanya diam sambil meremas kesepuluh jemari tangannya tanpa berani menatap Dirga yang duduk tepat di hadapannya. Dara sepenuhnya menyadari Dirga pasti marah dan kecewa karena dia tidak memberi tahu jika dia bertemu lagi dengan Keynan. Dirga kembali meneguk segelas air putih yang ada di tangannya. Amarah dan kekecewaan tergambar jelas di wajah tampannya. Dirga merasa sangat marah sekaligus kecewa karena Dara tidak memberi tahu jika Keynan datang. Sepupunya itu bahkan tinggal di apartemen calon istrinya. Entah apa yang sudah Dara dan Keynan lalukan selama mereka tinggal bersama. Membayangkannya saja sudah membuat dadanya terasa sesak. Apakah ada hal yang lebih menyakitkan lagi dari pada ini? "Sudah berapa lama?" "Maksud, Mas?" Dara malah balik bertanya karena tidak mengerti dengan maksud Dirga. Dirga melirik Keynan dan Ayes yang sedang asyik bermain ular tangga di ruang tengah. Melihat mereka yang begitu dekat, memb
"Bagaimana undangan ini, Nona?"Dara menatap undangan yang terdapat bibit tanaman pada kertasnya. Kertas undangan tersebut akan tumbuh dan berbunga sangat indah jika diberi air lalu ditanam. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga calon memperlai pengantin berjalan harmonis.Namun, menurut Dara undangan tersebut terlalu rumit dan harganya lumayan menguras kantong."Apa ada contoh undangan lain?""Sebentar, Nona." Wanita berambut pirang yang duduk di depan Dara mencari beberapa contoh desain undangannya untuk direkomendasikan pada Dara."Bagaimana dengan yang ini, Nona?" Wanita itu menunjukkan contoh udangan pilihannya pada Dara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti pita atau bros yang bisa digunakan tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Dirga."Undangan ini cukup populer dikalangan calon pengantin akhir-akhir ini. Apa Anda tertarik dengan undangan ini?""Em ...." Kedua alis Dara tampak menyatu jika dia se
Dara hanya diam. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya meskipun di kepalanya tersimpan berbagai pertanyaan untuk Keynan. Selama tiga puluh menit yang dia lakukan hanya diam sambil mengusap keringat dingin yang membasahi tubuh Keynan. Enam tahun lebih dia mengenal Keynan, dan baru pertama kali ini dia melihat lelaki itu mengerang kesakitan hingga nyaris pingsan. Obat yang dia temukan beberapa hari lalu ternyata milik Keynan. Setelah mencari tahu lewat internet, akhirnya dia tahu kalau obat tersebut adalah aspirin. Obat bagi penderita penyakit jantung. Kenapa Keynan minum aspirin? Apakah lelaki itu menderita penyakit jantung? Keynan melirik Dara lewat ekor matanya. Dia yakin sekali Dara pasti ingin menanyakan banyak hal pada dirinya. Namun, Dara malah menahannya sampai kondisinya kembali membaik. Wanita itu sangat pengertian. Sepertinya dia harus menyiapkan jawaban yang tepat agar Dara tidak khawatir. "Key ...." "Ya?" "Apa aku boleh tanya sesuatu?" "Tentu saja, Dara.
"Kamu sudah gila?" pekik Dara ketika menyadari kalau Keynan ingin tinggal bersamanya dan Ayes."Biaya sewa hotel sangat mahal, Dara. Karena itu aku memutuskan untuk tinggal bersama kalian."Dara memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa penat. Wanita itu benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Keynan. Bagaimana mungkin Keynan ingin tinggal bersamanya dan Ayes padahal lelaki itu tahu kalau dia sebentar lagi akan menikah dengan Dirga.Apa Keynan sudah kehilangan akal?"Keynan, jangan gila!""Kamu sudah mengatakan itu dua kali. Terima kasih."Kedua tangan Dara mengepal kuat di sisi tubuhnya. Ucapan Keynan barusan membuatnya semakin geram karena lelaki itu menganggap remeh ucapannya."Keynan, dengar. Kamu memang ayah kandung Ayes, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya tinggal bersama kami. Lagi pula aku sebentar lagi akan—""Sstt ...." Dara sontak berhenti bicara karena Keynan menaruh jari telunjuk tepat di bibir."Aku tahu kalau kamu sebentar lagi akan menikah dengan kak Dirga. Ta
'Aku tahu karena Brian harus meng-handle semua pekerjaan Keynan.' Dara lupa kalau Shasa pernah memberi tahu kalau Brian menjadi sekertaris sekaligus orang kepercayaan Keynan. Sepertinya Brian terpaksa meng-handle semua pekerjaan Keynan karena lelaki itu sedang berada di Sidney sekarang. 'Aku benar-benar kesal dengan Keynan. Sejak dulu mantan kekasihmu itu suka sekali membuat Brian kerepotan,' gerutu Shasa seperti nenek-nenek. Dara tanpa sadar tersenyum karena yang Shasa katakan benar. Keynan memang egois dan keras kepala. Akan tetapi anehnya dia malah tertarik dengan lelaki itu. Ada satu hal istimewa di dalam diri Keynan yang bethasil membuat Dara jatuh cinta. Dan hal itu tidak dimiliki oleh Dirga meskipun lelaki itu sangat baik dan perhatian pada dirinya. Cinta memang rumit. 'Dara kamu masih di situ, kan?' Pertanyaan Shasa berusan membuat Dara tergagap. "Iya, Sha." Terdengar helaan napas panjang di seberang. 'Aku punya firasat buruk tentang hubunganmu dan kak Dirga.' "Maksud k
"Mommy, jangan tata rambut Ayes seperti ini." Ayes selalu tidak suka jika Dara membelah rambutnya ke samping karena jidatnya yang agak sedikit lebar menjadi kelihatan. "Biar rapi, Ayes." Dara tidak menyerah menata rambut Ayes sesuai dengan keinginannya. Lagi pula Ayes harus tampil rapi ke sekolah. Ayes mengerucutkan bibir kesal. Menurutnya tatanan rambut yang Dara buat tidak cocok untuknya dan menurunkan sedikit kadar ketampanannya. "Nah, kalau begini kan, kelihatan tampan." Dara membetulkan dasi Ayes yang sedikit miring sebelum mengajak putra semata wayangnya itu sarapan. "Ayes, kenapa?" tanya Keynan heran karena melihat muka Ayes yang masam. "Bukan urusanmu." Dara menjawab ketus pertanyaan Keynan kemudian menyiapkan pancake untuk Ayes. Keynan menghela napas panjang, sepertinya Dara masih marah karena dia sudah mengecup bibir wanita itu sembarangan. "Anak ayah kenapa cemberut?" tanya Keynan terdengar penuh perhatian membuat telinga Dara mendadak terasa gatal. Apa lagi ketika me