"Ta-Tama?!" gumam Dara menatap lelaki berwajah tampan yang berjalan menghampirinya dengan pandangan tidak percaya.
Jantung Dara seketika berdetak dua kali lebih cepat karena lelaki berkemeja biru itu tiba-tiba menarik tubuhnya dalam dekapan. Aroma musk bercampur dengan keringat yang menguar dari tubuh lelaki itu tercium jelas di indra penciumannya.
Dara sekarang yakin sekali kalau lelaki yang sedang mendekapnya dengan erat adalah Tama.
"I miss you ...," gumam Tama sambil menenggelamkan wajahnya di leher Dara dan menghirup aroma tubuh gadis itu dalam-dalam seolah-olah leher Dara adalah tempat yang menyediakan oksigen paling murni bagi paru-parunya.
Perasaan hangat seketika menyeruak dalam diri Dara karena lelaki yang selama ini dia rindukan ada di hadapannya sekarang. Dia merasa sangat bahagia.
"I miss you too ...," ucap Dara sambil balas memeluk Tama. Kristal bening itu jatuh begitu saja membasahi pipinya karena dia merasa sangat bahagia bisa berte
Keynan langsung menghampiri Dara lantas meletakkan kepala gadis itu di atas pangkuannya. Dia sangat terkejut karena telapak tangannya terasa panas ketika menyentuh pipi gadis itu. "Dara, hey! Buka matamu!" Keynan menepuk-nepuk kedua pipi Dara dengan pelan agar gadis itu kembali sadar. Namun, Dara tetap setia memejamkan kedua matanya. Merasa panik melihat Dara yang tidak kunjung sadarkan diri, Keynan pun membopong gadis itu ke kamar. Keynan kembali dibuat terkejut karena tempat tidur Dara terlihat sangat berantakan, tisu kotor pun berserakan di mana-mana. Keynan pun menarik selimut Dara ke bawah menggunakan kakinya, lalu membaringkan gadis itu di atas tempat tidurnya dengan hati-hati. Setelah itu Keyan mengambil handuk dan sebaskom air dingin di dapur untuk mengompres Dara secepat kilat. Keynan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Dara. Namun, dia yakin sekali kalau Dara pasti mengalami hal yang buruk hingga membuatnya sakit seperti sekarang.
Tubuh Dara menegang, rasa panas sontak menjalari wajah cantiknya, meninggalkan semburat merah di kedua pipinya. Meski hanya sekilas, kecupan itu berhasil membuat jantung Dara berdetak dua kali lebih cepat, seolah-olah ingin meledak. Seharusnya Dara marah, memaki, bahkan jika perlu menampar Keynan karena sudah lancang mencium bibirnya. Tapi apa yang dia lakukan? Dia malah terdiam dengan mata mengerjap-ngerjap, pipi merona, dan jantung yang berdebar hebat karena terbuai dengan ciuman Keynan. Entah kenapa Dara malah teringat ciumannya dan Keynan ketika di perpustakaan beberapa minggu yang lalu. Dara masih bisa mengingat dengan jelas betapa lembut dan manisnya bibir cowok itu ketika mencium bibirnya. Dara tanpa sadar membasahi bibir bagian bawahnya karena bibir Keynan sejak tadi seolah-olah berteriak memanggil namanya. Memintanya agar mendekat dan membalas ciuman Keynan kemudian saling melumat dan bertukar saliva. Rasanya pasti sanga
"Dara ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Tama terdengar panik karena tangisan Dara terdengar sangat memilukan. "Ibu ...." Ada jeda sejenak kerena Dara sedang menarik napas panjang untuk mengurangi sesak yang menyelip di dalam dadanya. "Ibumu kenapa, Dara?" desah Tama terdengar panik karena Dara tidak kunjung menjawab pertanyaannya. "Aku dapat kabar dari kampung kalau ibu jatuh di kamar mandi. Aku takut terjadi sesuatu sama ibu, Tama. Aku ingin pulang ...." "Kamu tenang dulu, ya." Tama bisa membayangkan betapa takut dan paniknya Dara sekarang karena gadis itu amat sangat menyayangi sang ibu. "Bagaimana mungkin aku bisa tenang di saat seperti ini, Tama? Aku benar-benar takut terjadi sesuatu sama ibu ...." Tama cepat-cepat membuka pintu mobilnya lantas mendudukkan diri di kursi samping kemudi. "Kamu di mana sekarang?" "Masih di apartemen." "Jangan pergi sendirian. Aku akan mengantarmu pulang." Tama menutus sambung
"Asyik liburan—aduh!" Brian meringis karena Shasa memukul kepalanya lumayan keras."Shasa, sakit!" sengit Brian menatap gadis yang berdiri di sebelahnya dengan tajam."Kita pergi ke Pulau Seribu buat ngerjain tugas, bukan liburan.""Iya, aku tahu. Tapi nggak pakai pukul kepalaku juga, kan?" ringis Brian sambil mengusap kepalanya yang sakit."Sudah jangan berantem." Keynan mencoba menengahi kedua temannya. Entah kenapa sejak tadi ada saja yang Brian dan Shasa ributkan.Sementara itu Dara hanya diam sambil memandangi sepatu kets-nya seolah-olah benda itu terlihat sangat menarik di matanya. Sejak kemarin Dara jarang sekali bicara. Wajah gadis itu pun terlihat sedikit muram tapi Brian dan Shasa tidak menyadarinya, kecuali Keynan.Cowok itu sangat peka hingga bisa menyadari perubahan kecil yang terjadi pada Dara."Kamu yang bawa mobil ya, Bie." Keynan melempar kunci mobilnya pada Brian. Dia sengaja membawa mobil karena mereka akan me
'Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi'Dara menyugar rambut hitamnya ke belakang sambil menatap layar ponselnya dengan resah karena Tama tidak bisa dihubungi. Nomor Tama tidak aktif padahal dia ingin sekali mendengar suara lelaki itu.Apa Tama tidak merindukannya?Dara mencoba kembali menelepon Tama, akan tetapi sejak tadi hanya suara mbak-mbak operator yang menjawab panggilannya.Dara menghela napas panjang karena sesak yang menyelip di dalam dadanya. Dara merasa menjadi gadis paling bodoh yang pernah Tuhan ciptakan karena masih mengharapkan Tama padahal lelaki itu jelas-jelas sudah mencampakkannya.Dara melihat-lihat foto yang ada di galery ponselnya. Tanpa sadar dia tersenyum ketika melihat foto dirinya dan Tama ketika pergi ke taman bermain.Awalnya Tama menolak ketika Dara
Bukannya takut setelah mendengar peringatan Keynan, Dara malah kembali mendekat lantas menyatukan bibir mereka karena dia sedang butuh pelampiasan.Jika Tama bisa bersenang-senang dengan Hana, maka dia juga bisa bersenang-senang dengan Keynan.Adil, kan?"Erngh ...." Keynan mengerang tertahan karena Dara meremas pahanya."Andara, aku mohon hentikan!" Keynan melepaskan pagutan bibirnya dengan paksa. Sepasang mata abu-abu miliknya menatap Dara dengan tajam agar gadis itu berhenti memancing gairahnya."Dara, dengarkan aku baik-baik. Pikiranmu sekarang sedang kacau. Lebih baik kita kembali ke penginapan sekarang dan beristirahat." Keynan mengecup puncak kepala Dara dengan penuh sayang lantas mengajak gadis itu meninggalkan dermaga.Dara malah melipat kedua tangannya di depan dan mengerucutkan bibir kesal seperti anak kecil. Tingkah gadis itu benar-benar kekanakan."Nggak mau. Aku ingin kamu," ucapnya terdengar lucu sambil mengalungkan ked
"Sungguh?" Keynan menatap Dara dengan pandangan tidak percaya. Dia tidak pernah menyangka jika Dara berani menjalin hubungan dengan seorang pria yang sudah memiliki istri."Apa ekspresi wajahku terlihat seperti orang yang sedang berbohong?" Dara malah balik bertanya.Keynan menggeleng pelan karena ekspresi Dara terlihat sangat serius sekarang. "Tidak, tapi kenapa kamu mau menjalin hubungan dengan pria beristri, Dara?""Karena aku mencintainya, Keynan." Setitik air mata kembali jatuh membasahi pipi Dara."Tapi yang kamu lakukan ini salah," desah Keynan berusaha menyadarkan Dara."Aku tahu, tapi aku sangat mencintainya, Keynan." Air mata itu jatuh berderai-derai membasahi pipi Dara.Gadis itu benar-benar tulus mencintai Tama. Namun, lelaki itu malah meninggalkannya begitu saja dan memilih kembali bersama istrinya.Keynan menghela napas panjang lantas menghapus air mata yang membasahi pipi Dara dengan lembut. "Sudah, jangan menangi
Tama begitu terkejut melihat kedatangan kakak perempuannya. Dia pikir Elma masih tinggal di luar negeri, tapi wanita yang berusia tiga tahun lebih tua darinya itu ada di hadapannya sekarang.Tama pun memeluk Elma sekilas lantas mempersilakan wanita itu untuk duduk di sofa pojok yang ada di ruangannya."Maya, tolong siapkan minum untuk kami.""Baik, Pak." Maya pun segera undur diri dari hadapan Tama dan Elma karena ingin menyiapkan minuman untuk mereka."Lama tidak bertemu, Kak. Bagaimana kabarmu?""Seperti yang kamu lihat, kakak sangat sehat," jawab Elma sekenanya dan entah kenapa Tama merasa kakak perempuannya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya."Lalu bagaimana denganmu? Kabarmu baik, kan?""Lumayan. Apa Kakak baru datang dari Sidney?"Elma menggeleng pelan membuat kening Tama berkerut dalam. "Kakak sudah tinggal di Indonesia sejak tiga bulan yang lalu."Kedua mata Tama sontak membulat. "A-apa? Tiga bulan?"
Dara tertegun, sepasang mata caramell miliknya terpaku pada lelaki berkacama mata yang berjalan menghampirinya. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi lelaki tersebut. Dara tidak pernah menyangka Dirga datang ke pernikahannya dan Keynan karena dia tidak mengundang lelaki itu demi menjaga perasaan suaminya. Dirga menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi sesak yang menghimpit dadanya. Tangannya tanpa sadar menggenggam jemari wanita berkerudung merah muda yang menemaninya menghadiri resepsi pernikahan Dara dan Keynan dengan erat karena bagaimana pun juga Dara pernah mengisi ruang kosong di dalam hatinya. "Kamu baik-baik saja?" tanya Sabrina terdengar penuh perhatian. Dirga kembali menarik napas panjang lantas mengangguk samar. "Ya, aku baik-baik saja," jawabnya. Sabrina menatap Dirga dengan lekat. Sepertinya lelaki itu belum benar-benar bisa melupakan Dara dan berpura-pura terlihat tegar di depan banyak orang. "M-Mas Dirga ...?" Keynan memeluk pingga
"Kamu kan, sudah dapat kue sendiri, Ayes. Kue ini punya kakak.""Tapi Ayes masih mau kue lagi.""Kakak tidak akan memberikan kue ini padamu.""Dasar pelit!""Biarin."Kening Keynan berkerut dalam karena mendengar suara Ayes dan Keysha. Hari Minggu yang seharusnya dia gunakan untuk beristirahat sepertinya hanya akan menjadi angan-angan belaka karena Ayes dan Keysha sangat berisik. Mereka benar-benar mengganggu waktu istirahatnya.Keynan beranjak meninggalkan tempat tidurnya lantas menghampiri Ayes dan Keysha yang sedang memperebutkan sepotong kue brownies."Kenapa kalian berisik sekali?" tanya Keynan dengan wajah mengantuk karena dia baru bisa tidur jam satu semalam. Beberapa hari ini dia memang sengaja lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya karena lusa dia akan menikah dengan Dara."Ayes, ini, Pa. Udah punya kue sendiri tapi masih minta punya Keysha.""Ayes cuma minta sedikit, Dad. Tapi Keysha nggak mau ngasih. Dasar pelit!"Kedua mata Keysha sontak membulat mendengar ucapan Ayes bar
Keynan tampak begitu serius membaca berkas yang ada di tangannya padahal jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Semenjak satu minggu yang lalu lelaki itu memang sengaja menyibukkan diri dengan bekerja karena ingin mengalihkan pikirannya dari Dara dan Ayes.Namun, pekerjaan ternyata tidak berhasil membuatnya berhenti memikirkan Dara dan Ayes. Sehari begitu tiba di Indonesia, dia langsung menghubungi Dara untuk menanyakan kabar Ayes.Dara mengatakan kalau Ayes baik-baik saja. Namun, entah kenapa perasannya mengatakan kalau Dara sedang membohonginya. Sebagai seorang ayah yang memiliki ikatan darah dan batin dengan Ayes, dia seolah-olah bisa merasakan kalau Ayes sedang bersedih karena kepergiannya. Apa lagi dia tidak berpamitan pada Ayes."Kau belum pulang?"Keynan mengalihkan pandang dari berkas yang ada di tangannya sekilas agar bisa menatap Brian yang sedang berjalan menghampirinya."Kau sendiri kenapa masih di sini? Bukankah aku sudah memintamu untuk pulang dari tadi?""Aku tadi s
Tidak ada yang membuka suara sejak lima belas menit yang lalu. Dara hanya diam sambil meremas kesepuluh jemari tangannya tanpa berani menatap Dirga yang duduk tepat di hadapannya. Dara sepenuhnya menyadari Dirga pasti marah dan kecewa karena dia tidak memberi tahu jika dia bertemu lagi dengan Keynan. Dirga kembali meneguk segelas air putih yang ada di tangannya. Amarah dan kekecewaan tergambar jelas di wajah tampannya. Dirga merasa sangat marah sekaligus kecewa karena Dara tidak memberi tahu jika Keynan datang. Sepupunya itu bahkan tinggal di apartemen calon istrinya. Entah apa yang sudah Dara dan Keynan lalukan selama mereka tinggal bersama. Membayangkannya saja sudah membuat dadanya terasa sesak. Apakah ada hal yang lebih menyakitkan lagi dari pada ini? "Sudah berapa lama?" "Maksud, Mas?" Dara malah balik bertanya karena tidak mengerti dengan maksud Dirga. Dirga melirik Keynan dan Ayes yang sedang asyik bermain ular tangga di ruang tengah. Melihat mereka yang begitu dekat, memb
"Bagaimana undangan ini, Nona?"Dara menatap undangan yang terdapat bibit tanaman pada kertasnya. Kertas undangan tersebut akan tumbuh dan berbunga sangat indah jika diberi air lalu ditanam. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga calon memperlai pengantin berjalan harmonis.Namun, menurut Dara undangan tersebut terlalu rumit dan harganya lumayan menguras kantong."Apa ada contoh undangan lain?""Sebentar, Nona." Wanita berambut pirang yang duduk di depan Dara mencari beberapa contoh desain undangannya untuk direkomendasikan pada Dara."Bagaimana dengan yang ini, Nona?" Wanita itu menunjukkan contoh udangan pilihannya pada Dara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti pita atau bros yang bisa digunakan tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Dirga."Undangan ini cukup populer dikalangan calon pengantin akhir-akhir ini. Apa Anda tertarik dengan undangan ini?""Em ...." Kedua alis Dara tampak menyatu jika dia se
Dara hanya diam. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya meskipun di kepalanya tersimpan berbagai pertanyaan untuk Keynan. Selama tiga puluh menit yang dia lakukan hanya diam sambil mengusap keringat dingin yang membasahi tubuh Keynan. Enam tahun lebih dia mengenal Keynan, dan baru pertama kali ini dia melihat lelaki itu mengerang kesakitan hingga nyaris pingsan. Obat yang dia temukan beberapa hari lalu ternyata milik Keynan. Setelah mencari tahu lewat internet, akhirnya dia tahu kalau obat tersebut adalah aspirin. Obat bagi penderita penyakit jantung. Kenapa Keynan minum aspirin? Apakah lelaki itu menderita penyakit jantung? Keynan melirik Dara lewat ekor matanya. Dia yakin sekali Dara pasti ingin menanyakan banyak hal pada dirinya. Namun, Dara malah menahannya sampai kondisinya kembali membaik. Wanita itu sangat pengertian. Sepertinya dia harus menyiapkan jawaban yang tepat agar Dara tidak khawatir. "Key ...." "Ya?" "Apa aku boleh tanya sesuatu?" "Tentu saja, Dara.
"Kamu sudah gila?" pekik Dara ketika menyadari kalau Keynan ingin tinggal bersamanya dan Ayes."Biaya sewa hotel sangat mahal, Dara. Karena itu aku memutuskan untuk tinggal bersama kalian."Dara memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa penat. Wanita itu benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Keynan. Bagaimana mungkin Keynan ingin tinggal bersamanya dan Ayes padahal lelaki itu tahu kalau dia sebentar lagi akan menikah dengan Dirga.Apa Keynan sudah kehilangan akal?"Keynan, jangan gila!""Kamu sudah mengatakan itu dua kali. Terima kasih."Kedua tangan Dara mengepal kuat di sisi tubuhnya. Ucapan Keynan barusan membuatnya semakin geram karena lelaki itu menganggap remeh ucapannya."Keynan, dengar. Kamu memang ayah kandung Ayes, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya tinggal bersama kami. Lagi pula aku sebentar lagi akan—""Sstt ...." Dara sontak berhenti bicara karena Keynan menaruh jari telunjuk tepat di bibir."Aku tahu kalau kamu sebentar lagi akan menikah dengan kak Dirga. Ta
'Aku tahu karena Brian harus meng-handle semua pekerjaan Keynan.' Dara lupa kalau Shasa pernah memberi tahu kalau Brian menjadi sekertaris sekaligus orang kepercayaan Keynan. Sepertinya Brian terpaksa meng-handle semua pekerjaan Keynan karena lelaki itu sedang berada di Sidney sekarang. 'Aku benar-benar kesal dengan Keynan. Sejak dulu mantan kekasihmu itu suka sekali membuat Brian kerepotan,' gerutu Shasa seperti nenek-nenek. Dara tanpa sadar tersenyum karena yang Shasa katakan benar. Keynan memang egois dan keras kepala. Akan tetapi anehnya dia malah tertarik dengan lelaki itu. Ada satu hal istimewa di dalam diri Keynan yang bethasil membuat Dara jatuh cinta. Dan hal itu tidak dimiliki oleh Dirga meskipun lelaki itu sangat baik dan perhatian pada dirinya. Cinta memang rumit. 'Dara kamu masih di situ, kan?' Pertanyaan Shasa berusan membuat Dara tergagap. "Iya, Sha." Terdengar helaan napas panjang di seberang. 'Aku punya firasat buruk tentang hubunganmu dan kak Dirga.' "Maksud k
"Mommy, jangan tata rambut Ayes seperti ini." Ayes selalu tidak suka jika Dara membelah rambutnya ke samping karena jidatnya yang agak sedikit lebar menjadi kelihatan. "Biar rapi, Ayes." Dara tidak menyerah menata rambut Ayes sesuai dengan keinginannya. Lagi pula Ayes harus tampil rapi ke sekolah. Ayes mengerucutkan bibir kesal. Menurutnya tatanan rambut yang Dara buat tidak cocok untuknya dan menurunkan sedikit kadar ketampanannya. "Nah, kalau begini kan, kelihatan tampan." Dara membetulkan dasi Ayes yang sedikit miring sebelum mengajak putra semata wayangnya itu sarapan. "Ayes, kenapa?" tanya Keynan heran karena melihat muka Ayes yang masam. "Bukan urusanmu." Dara menjawab ketus pertanyaan Keynan kemudian menyiapkan pancake untuk Ayes. Keynan menghela napas panjang, sepertinya Dara masih marah karena dia sudah mengecup bibir wanita itu sembarangan. "Anak ayah kenapa cemberut?" tanya Keynan terdengar penuh perhatian membuat telinga Dara mendadak terasa gatal. Apa lagi ketika me