Dokter menyarankan agar Indira menjaga pola makannya agar bisa memberikan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan janin. Tapi, jangankan memikirkan soal kandungan gizi, baru memasukkan beberapa sendok makanan ke dalam mulut saja rasa mualnya kembali muncul. Indira memesan semangkuk bakso di kantin kampus, mencampurnya dengan nasi sebagai menu makan siang. Sialnya, aroma daging yang menguar dari bakso malah menghadirkan rasa mual. Alhasil, Indira langsung berlari menuju kamar mandi untuk muntah, baksonya yang masih tersisa banyak dibiarkan begitu saja. Rasanya sangat melelahkan, baik secara fisik maupun emosional. Setelah itu, Indira memutuskan untuk langsung pulang karena nafsu makannya telah menghilang. Perempuan itu berjalan meninggalkan kamar mandi sambil membawa tasnya, pergi menuju tempat parkir khusus mobil di mana Pak Rahmat sudah menunggu. Pak Rahmat merupakan supir yang mulai hari ini bertugas menjemput Indira di kampus. “Langsung pulang, Mbak Indira?” tanya Pak Rahmat. In
Malam ini Indira harus merevisi proposal skripsinya, mengingat besok siang ada jadwal bimbingan. Beberapa bagian perlu diperbaiki, sesuai dengan arahan dosen pembimbing. Sialnya, seluruh energi Indira seolah terkuras habis. Tubuhnya lemas luar biasa, untuk sekadar berpikir dan menggerakkan jemari di atas laptop saja berat bukan main. Sejak setengah jam yang lalu, perempuan itu duduk di atas ranjang sambil memangku laptop. Berkali-kali mencoba memfokuskan pikirannya, mencari beberapa referensi tambahan dan memperbaiki format penulisan. Lalu, tiba-tiba punggungnya pegal karena terlalu lama duduk, kepalanya juga sedikit pusing karena terlalu lama menatap layar laptop. Siapa sangka kalau kehamilan bisa memberikan efek yang luar biasa pada tubuh seorang perempuan? Kenapa Indira seolah kehilangan seluruh kemampuannya untuk berpikir dan beraktivitas? Jujur, Indira tak suka terjebak dalam situasi seperti ini. Ia ingin tetap disiplin dan mandiri meskipun sedang berbadan dua, seperti banyak
Indira berdiri di depan standing mirror, kemudian mengangkat kaus yang membalut tubuhnya. Ia termenung selama beberapa saat, tangannya perlahan bergerak menyentuh perut. Masih rata, belum ada baby bump yang terlihat. Di tengah keheningan yang menyelimuti kamar, ponsel Indira yang tergeletak di atas nakas tiba-tiba bergetar. Ada pesan singkat dari Edgar. [Mas Edgar : siap-siap, Indira. Sore ini kita berangkat ke Bandung, besok siang harus datang ke pesta pernikahannya Mila][Mas Edgar : bawa beberapa baju dan camilan]Oh, Indira baru ingat kalau Mila akan segera menggelar pesta pernikahan. Tentu saja Indira harus datang sambil membawa hadiah dan memberi ucapan selamat. Indira menutup kembali ponselnya, lalu berjalan menuju walk-in closet sambil membawa sebuah koper kecil. Ia memasukkan pakaian dalam, piyama, kaus pendek, overall, dan floral dress berwarna hitam. Setelah memastikan semua keperluannya sudah masuk ke koper, barulah Indira mengambilkan pakaian ganti untuk Edgar. Sebena
Indira keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih setengah basah. Tadi sore ia memang sudah mandi, tapi tubuhnya terasa berkeringat karena menempuh perjalanan selama beberapa jam. Maka, hal pertama yang dilakukan begitu tiba di kamar hotel adalah pergi ke kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya dengan air. Rasanya segar luar biasa, seluruh keringat dan kotoran luruh dari tubuhnya. “Sini, Sayang,” ucap Edgar yang sedang duduk di atas ranjang. Indira mendekat ke arah ranjang, menuruti permintaan sang suami. Edgar tersenyum, kemudian mengambil handuk kecil yang ada di dalam genggaman Indira. Berinisiatif untuk membantu mengeringkan rambut. “Habis ini mau langsung tidur? Atau mau nonton film sambil cuddle?” tanya Edgar sambil mengusap helaian-helaian rambut Indira dengan handuk. “Ini baru jam setengah delapan,” jawab Indira. Secara tak langsung Indira menyetujui opsi kedua, yaitu menonton film sambil cuddle di atas ranjang. Aktivitas yang sangat menyenangkan, apalagi selama ini m
Untuk menghadiri resepsi pernikahan, Indira mengenakan floral dress berwarna hitam, dipadukan dengan sweater rajut untuk menutupi lengannya. Lalu, kedua kakinya dibungkus dengan sepasang flat shoes berwarna putih. Indira ingin membuat dirinya tampil senyaman mungkin, agar betah berlama-lama di wedding venue. Resepsi dimulai pukul satu siang. Edgar dan Indira meninggalkan kamar hotel pada pukul duabelas. Mereka sudah makan nasi goreng seafood sebagai menu brunch. Indira bisa menelan beberapa sendok makanan, walaupun setelah itu harus berlari ke kamar mandi untuk muntah. Entahlah, rasa mual selalu muncul tiap kali berurusan dengan makanan berat. Oleh sebab itu, Indira banyak mengonsumsi buah-buahan dan camilan agar janin yang ada di dalam kandungan tetap mendapat nutrisi yang cukup untuk tumbuh dan berkembang. Yang jelas, liburan singkat di Bandung membuat perasaan Indira sedikit membaik. Perempuan itu tidak lagi murung dan memasang ekspresi sedih tiap kali melamun. Sebuah kemajuan y
Liburan singkat di Bandung telah berakhir. Indira kembali ke Jakarta dengan mood yang jauh lebih baik, seolah menemukan satu kebahagiaan kecil yang bisa menjadi sumber energinya untuk menjalani hari. Indira ingin lebih menikmati masa-masa kehamilannya, sehingga janin yang ada di dalam kandungan dapat tumbuh dengan baik. Hari ini Indira berangkat ke kampus seperti biasa. Menjelang Ujian Akhir Semester, ada banyak tugas yang harus dikumpulkan. Selain itu, Indira juga perlu meminjam beberapa buku dari perpustakaan, untuk dijadikan referensi dalam proposal skripsinya. Tadi pagi Indira sempat mual-mual. Hanya bisa menelan sepotong apel dan setangkup roti isi selai strawberry. Untungnya, rasa mual itu hilang ketika Indira tiba di kelas. Ia dapat mengikuti kelas sampai akhir, tak perlu bolak-balik ke kamar mandi untuk muntah. Untuk hal kecil itu, Indira sangat bersyukur. “Eh, baby bumpnya udah mulai kelihatan. Lucu banget,” gumam Kiran sambil mengusap perut Indira. Indira buru-buru mema
Sebelum positif hamil, Indira sempat berencana untuk mengikuti program paid internship lagi. Untuk mengisi libur semester, sekaligus mencari pengalaman dan ilmu. Tapi, akhirnya rencana itu dibatalkan. Indira memutuskan untuk fokus memanfaatkan waktu luangnya untuk mengerjakan skripsi, plus memperdalam pengetahuannya tentang parenting. Indira berusaha menyingkirkan ambisinya. Toh, liburan semester kemarin ia sudah sempat menjadi intern selama tiga bulan. Meskipun ilmu yang didapatkan belum seberapa, setidaknya Indira sudah paham bagaimana sebuah perusahaan bekerja. Indira berdiri di depan standing mirror sambil mengusap perutnya sendiri. Baby bumpnya semakin terlihat. Apabila jalan-jalan di tempat umum, orang-orang pasti langsung tahu kalau Indira sedang berbadan dua. Perempuan itu mengembuskan napas, kemudian mengusap perutnya dengan lembut. Seolah sedang berkomunikasi dengan janin kecil yang ada di dalam sana. Beberapa saat kemudian, Edgar keluar dari kamar mandi. Langsung membuk
Indira bahagia menyambut kepulangan Papa Danu dan Ezra. Rumah tak lagi terasa sepi dan kosong. Saat siang hari, Indira bisa mengobrol dengan Papa Danu atau Ezra, sehingga tak perlu termenung seorang diri di dalam kamar dan merebahkan tubuh di atas ranjang. Saat ini Indira sedang berada di attic room, menemani Ezra yang sedang melukis. Edgar pasti mengomel panjang lebar kalau mengetahuinya, tapi Indira tak peduli. Lebih baik mengobrol dengan Ezra daripada hanya merebahkan tubuh di atas ranjang seperti orang yang sedang sakit parah. “Jujur, aku kaget waktu tahu kamu positif hamil. I mean, dulu kamu pernah bilang soal rencana nunda momongan,” ucap Ezra sambil menggerakkan kuasnya di atas palet. Indira tersenyum tipis, kemudian berkata, “kehamilan yang nggak direncanakan, Mas. Saya juga kaget banget waktu lihat dua garis di atas testpack, sampai nangis. Karena saya merasa belum siap punya anak, masih mau menikmati masa muda dan ngejar impian.” “I see. Pasti berat banget, ya?”“Iya, a